Anda di halaman 1dari 8

 Titik Taut adalah fakta - fakta didalam sekumpulan fakta perkara HPI yang

menunjukkan
pertautan antara perkara itu dengan suatu tempat (negara) tertentu dan karena
itu menciptakan
relevansi antara perkara yang bersangkutan dengan sistem hukum dari tempat
itu.

Titit taut dibagi menjadi 2 yaitu :


1. Titik Taut Primer (lex fori): fakta - fakta didalam sebuah perkara atau
peristiwa hukum, yang
menunjukkan bahwa peristiwa tersebut mengandung unsur-unsur asing.
2. Titik Taut Sekunder (lex cause) : fakta - fakta yang akan membantu penetuan
hukum mana yang
harus diberlakukan dalam menyelesaikan suatu persoalan HPI (titik tau
penentu).
Jenis-jenis pertautan yang umumnya dianggap menentukan dalam HPI, yaitu :
1) Tempat penerbitan ijin berlayar sebuah kapal (bendera kapal)
kewarganegaraan pihak.
2) Domisili, tempat tinggal tetap, tempat asal orang atau badan hukum.
3) Tempat benda terletak (situs).
4) Tempat dilakukannya perbuatan hukum (locus actus).
5) Tempat timbulnya akibat perbuatan hukum / Tempat pelaksanaan perjanjian
(locus
solutionis).
6) Tempat pelaksanaan perbuatan-perbuatan hukum resmi (locus celebrationis)
/ dimana
perkawinan itu dilaksanakan.
7) Tempat gugatan perkara diajukan / tempat pengadilan (locus forum).

 KUALIFIKASI MASALAH HUKUM DAN TEORI-TEORI KUALIFIKASI HPI

1. Kualifikasi Masalah Hukum


1) Kualifikasi Fakta : proses kualifikasi yang dilakukan terhadap
sekumpulan fakta di dalam
sebuah peristiwa hukum untuk ditetapkan menjadi satu atau lebih
peristiwa masalah
hukum, sesuai suatu sistem hukum.
 Langkah - langkah proses kualifikasi fakta :
1. Kualifikasi sekumpulan fakta dalam perkara, berdasarkan dan
ke dalam
kategori/klasifikasi hukum yang sudah ada dalam sistem hukum
tertentu.
2. Kualifikasi sekumpulan fakta yang telah dikualifikasikan ke
dalam kaidah-kaidah
hukum yang dianggap harus berlaku.

2) Kualifikasi Hukum : penetapan tentang penggolongan / pembagian seluruh


kaidah hukum
di dalam sebuah sistem hukum ke dalam pembidangan, pengelompokan, atau
kategori
hukum tertentu.

Ringkasnya : berdasarkan sistem hukum apa kualifikasi dalam suatu perkara HPI
seharusnya dilakukan.
2. Teori-teori Kualifikasi HPI ada 5 yaitu :
1) Teori kualifikasi lex fori ( Franz Kahn & Barhn) : kualifikasi harus
dilakukan berdasarkan
hukum dari pengadilan yang mengadili perkara (lex fori) karena sistem
kualifikasi adalah
bagian dari hukum intern lex fori tsb.

2) Teori kualifikasi ex cause : proses kualifikasi dalam perkara HPI


dijalankan susai dengan
sistem serta ukuran-ukuran dari keseluruhan sistem hukum yang berkaitan
dengan perkara.
Tindakan kualifikasi ini untuk menentukan kaidah HPI mana dari Lex Fori
yang paling erat
kaitannya dengan kaidah hukum asing yang mungkin diberlakukan.

3) Teori kualifikasi bertahap : Teori ini bertolak dari keberatan-keberatan


terhadap teori
kualifikasi Lex Cause. Kualifikasi tidak mungkin dilakukan berdasarkan
Lex Cause saja, sebab
sistem hukum apa/mana yang hendak ditetapkan sebagai Lex Cause masih
harus ditetapkan
terlebih dahulu. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui proses kualifikasi
(dengan dibantu
titik-titik taut) . Hal ini karena untuk menentukan Lex Cause , mau tidak
mau kualifikasi
harus dilakukan berdasarkan lex fori terlebih dahulu. Kualifikasi harus
dilakukan melalui 2
tahap, yaitu :
Tahap pertama :
 Kualifikasi ini dijalnakan pada saat hakim harus menetukan kaidah
HPI atau Choice of
Law Rule (lex fori) yang akan digunakan untuk menentukan titik
taut.
 Kualifikasi ini dilakukan dalam rangka menetapkan lex cause
 Kualifikasi ini harus dilaksanakan berdasarkan lex fori
 Proses kualifikasi ini dilakukan dengan mendasarkan diri pada
sistem kualifikasi intern
yang dikenal pada lex fori

Tahap kedua :
 Kualifikasi ini dijalankan setelah lex cause ditetapkan
 Kualifikasi pada tahap ini harus dijalankan berdasarkan sistem
kualifikasi inter yang
dikenal pada lex cause
 Pada tahap ini semua fakta dalam perkara harus dikualifikasikan
kembali berdasarkan
kategori lex cause
 Berdasarkan hasil kualifikasi maka jakim dapat menetapkan kaidah
hukum intern lex
cause yang akan digunakan untuk menyelesaikan perkara

4) Teori kualifikasi analitik/otonom : Teori ini pada dasarnya menggunakan


metode
perbandingan hukum untuk membangun suatu sistem kualifikasi HPI yang
berlaku secara
universal. Teori berpendapat bahwa tindakan kualifikasi terhadap
sekumpulan fakta harus
dilakukan secara terlepas dari kaitannya terhadap suatu sistem hukum
lokal/nasional
tertentu (otonom). Artinya, dalam HPI seharusnya ada pengertian-pengertian
hukum yang
khas dan berlaku umum serta mempunyai makna yang sama di manapun di dunia.

5) Teori kualifikasi HPI : Teori ini bertitik tolak dari pandangan bahwa
setiap kaidah HPI
dianggap memiliki suatu tujuan HPI tertentu yang hendakdicapai melalui HPI
haruslah
diletakkan di dalam konteks kepentingan HPI, yaitu :
 Keadilan dalam pergaulan internasional
 Kepastian hukum dalam pergaulan internasional
 Ketertiban dalam pergaulan internasional
 Kelancaran lalu lintas pergaulan internasional
Karena itu, pada dasarnya masalah bagaimana proses kualifikasi harus
dijalankan tidaklah dapat ditetapkan terlebih dahulu, melainkan merupakan
hal yang baru akan ditetapkan setelah penentuan kepentingan HPI apa yang
hendak dilindungi oleh suatu kaidah HPI tertentu.
Kepentingan-kepentingan itu dapat meliputi, misalnya : Kepentingan
para
pihak dalam suatu hubungan HPI, kepastian hukum dalam lalu lintas
pergaulan internasional, ketertiban umum, atau keadilan dalam pergaulan
internasional.

 KUALIFIKASI MASALAH SUBSTANSIAL/PROSEDURAL

 Masalah substansial berkenaan dengan persoalan mengenai hak-hak dan


kewajiban subjek hukum yang dijamin oleh kaidah hukum objektif

 Masalah prosedural berkenaan dengan upaya-upaya hukum (remedies)


yang hendak dilakukan oleh subjek hukum untuk menegakkan hak-hak dan
kewajiban yang terbit dan dijamin berdasarkan kaidah-kaidah hukum objektif
dengan bantuan pengadilan.

Beberapa masalah khusus dalam Kualifikasi Substansial/Prosedural :


1. Masalah Daluwarsa
 Masalah daluwarsa pada umunya harus dikategorikan sebagai masalah
Prosedural sehingga tunduk pada aturan lex fori
 Daluwarsa menyangkut tenggang waktu untuk mengajukan tuntutan
hukum dikualifikasikan sebagai masalah Prosedural sehingga tunduk
pada kaidah Lex Fori
 Daluwarsa yang dihadapi menyangkut perolehan hak tertentu maka
persoalan hrs dianggap sbg Substansial shg tunduk pada kaidah Lex
Cause
2. Masalah Perbedaan Sistem Pembuktian
 Tiap sistem hukum memiliki asas-asas dan sistem pembuktian untuk
diajukan ke pengadilan.
 Mis : suatu perjanjian hrs dibuktikan dengan bukti tertulis,
persyaratan
unutk menjadi saksi sah dalam suatu perkara
 Harus ditentukan berdasarkan hukum dari tempat di mana
pertanyaan atau masalah pembuktian itu timbul

 KETERTIBAN UMUM DAN HAK-HAK YANG DIPEROLEH


1. Ketertiban Umum : mengenyampingkan berlakunya hukum/kaidah hukum
asing
 Prinsip dalam Ketertiban Umum : “ Jika pemberlakuan hukum asing dapat
menimbulkan akibat-akibat berupa pelanggaran terhadap sendi-sendi pokok
hukum setempat (lex fori), maka hukum asing itu dapat dikesampingkan
dengan dasar kepentingan umum atau demi ketertiban umum”.
 Hukum Eropa Kontinental : semua kaidah hukum setempat dibuat untuk
melindungi kesejahteraan umum harus didahulukan dari ketentuan-ketentuan
hukum asing yang isinya dianggap bertentangan dengan kaidah hukum tsb.
2. Hak-Hak yang Diperoleh (VESTED RIGHTS) : mengakui berlakunya kaidah -
kaidah atau hak - hak yang terbit berdasarkan Hukum Asing
 Menurut Prof. Sudargi Gautama : sejauh mana perubahan-perubahan yang
terjadi terhadap fakta-fakta akan mempengaruhi berlakunya kaidah-
kaidah hukum yang semula digunakan
 Dalam arti terbatas, Vested Rights adalah hak-hak yang dimiliki seseorang
(suatu subjek hukum) berdasarkan kaidah hukum asing dapat diakui di dalam
yuridiksi Lex Fori selama pengakuan tersebut tidak bertentangan dengan
kepentingan umum masyarakat Lex Fori.
 Asas Ketertiban Umum dan asas Hak-Hak yang Diperoleh adalah 2 sisi dan 1
persoalan HPI yang sama
 Hal tsb adalah pemberlakuan dan atau pengakuan terhadap hukum asing Lex
Fori
 Hkm yg diperoleh berdasarkan hukum asing itu akan diakui selama dianggap
tidak bertentangan atau melawan kepentingan hukum dana kepentingan
masyarakat nasional dari forum

 BEBERAPA KESIMPULAN
 Bila di satu pihak asas “Ketertiban Umum” merupakan pengecualian
terhadap kewajban untuk memberlakukan kaidah hukum asing yang
seharusnyaberlaku berdasarkan Lex Cause , maka di lain pihak asas “ Hak-
hak yang diperoleh” merupakan pengakuan terhadap berlakunya suatu
kaidah hukum intern asing atau hak-hak yang terbit darinya.

Anda mungkin juga menyukai