PENULIS:
SURABAYA
SEPTEMBER 2019
HALAMAN PENGESAHAN
(Beatric Maria Dwi Jayanti Baga, S.ST, M.KES) (Ni Kadek Kartikasari)
3301017018 2018.02.007
Telah Disahkan,
Surabaya, 29 September 2019
Beberapa jenis ikan yang digemari oleh responden adalah ikan tongkol,
lele, bawal, nila, bandeng, dan kakap. Ikan tongkol memiliki rentang kandungan
Ca, Zn, dan Fe yang lebih tinggi, jika dicampur dengan tepung ikan patin dan
tepung wortel sesuai formulasi yang tepat dapat meningkatkan minat anak untuk
mengkonsumsi ikan dan memperbaiki status gizi anak.
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Kejadian terlambatnya petumbuhan pada balita atau yang disebut
dengan stunting merupakan salah satu masalah gizi yang dialami oleh
balita saat ini. Salah satu penyebab terjadinya stunting adaah kurangnya
konsumsi protein dala poporsi total asupan kalori. Gejala yang biasanya
terlihat pada balita yang mengalami stuting adalah mempunyai ukuran
badan yang lebih pendek dari usianya, lebih kecil, berat badan rendah,
serta adanya pertumbuhan tulang yang tertunda.
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan
1. Berdasarkan Praktis
2. Berdasarkan Teoritis
d. Manfaat
1. Berdasarkan Praktis
Agar kejadian stunting pada anak saat ini dapat berkurang dan teratasi
dengan baik.
2. Berdasarkan Teoritis
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Balita
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih
popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris.H, 2006).
Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita adalah istilah umum bagi
anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak
masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting,
seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah
bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas. Masa balita merupakan
periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan
pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan
perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini
merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena
itu sering disebut golden age atau masa keemasan.
Karakteristik Balita Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu
anak usia 1 – 3 tahun (batita) dan anak usia prasekolah (Uripi, 2004). Anak usia 1-
3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa
yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia
pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Pada usia ini
anak mulai bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah playgroup sehingga
anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan
mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan “tidak”
terhadap setiap ajakan. Pada masa ini berat badan anak cenderung mengalami
penurunan, akibat dari aktivitas yang mulai banyak dan pemilihan maupun
penolakan terhadap makanan. Diperkirakan pula bahwa anak perempuan relative
lebih banyak mengalami gangguan status gizi bila dibandingkan dengan anak laki-
laki (BPS, 1999).
(sefalokaudal).
menggunakan kakinya.
konteks ini, berlangsung perubahan ukuran dan jumlah sel, serta jaringan
sebagainya.
Dalam proses tumbuh kembang, anak memiliki kebutuhan yang harus terpenuhi,
kebutuhan tersebut yakni ; a. Kebutuhan akan gizi (asuh); b. Kebutuhan emosi dan
kasih sayang (asih); dan c. Kebutuhan stimulasi dini (asah) (PN.Evelin dan
Djamaludin. N. 2010).
Usia balita adalah periode penting dalam proses tubuh kembang anak yang
merupakan masa pertumbuhan dasar anak. Pemenuhan kebutuhan gizi dalam
rangka menopang tumbuh kembang fisik dan biologis balita perlu diberikan
secara tepat dan berimbang. Karena dengan terpenuhinya kebutuhan gizi secara
baik, perkembangan otaknya akan berlangsung optimal. Keterampilan fisiknya
pun akan berkembang sebagai dampak perkembangan bagian otak yang mengatur
sistem sensorik dan motoriknya.
Kebutuhan ini meliputi upaya orang tua mengekspresikan perhatian dan kasih
sayang, serta perlindungan yang aman dan nyaman kepada si anak. Orang tua
perlu menghargai segala keunikan dan potensi yang ada pada anak. Pemenuhan
yang tepat atas kebutuhan emosi atau kasih sayang akan menjadikan anak tumbuh
cerdas secara emosi, terutama dalam kemampuannya membina hubungan yang
hangat dengan orang lain.
Menurut Soekirman (2000) status gizi adalah keadaan kesehatan akibat interaksi
antara makanan, tubuh manusia dan lingkungan hidup manusia. Selanjutnya,
Suhardjo, (2003) menyatakan bahwa status gizi adalah keadaan tubuh sebagai
akibat dari pemakaian, penyerapan dan penggunaan makanan. Sedangkan menurut
Supariasa, IDN. Bakri, B. & Fajar, I. (2002), status gizi merupakan ekspresi dari
keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari
status tubuh yang berhubungan dengan gizi dalam bentuk variable tertentu. Jadi
intinya terdapat suatu variable yang diukur (misalnya berat badan dan tinggi
badan) yang dapat 13 digolongkan ke dalam kategori gizi tertentu (misalnya ;
baik, kurang, dan buruk)
Gizi buruk kronis (stunting) tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja
seperti yang telah dijelaskan diatas, tetapi disebabkan oleh banyak faktor, dimana
faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu sama lainnnya. Terdapat tiga faktor
utama penyebab stunting yaitu sebagai berikut :
1. Asupan makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam
makanan yaitu karbohidrat, protein,lemak, mineral, vitamin, dan air).
2. Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR),
3. Riwayat penyakit.
A.Hasil
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada 53 anak kelompok kasus dan 53
anak kelompok kontrol, didapatkan karakteristik sampel penelitian ditinjau dari
demografinya sebagai berikut:
Variabel Stunting
Nilai p
Frekuensi (+) Kasus (-) Kontrol
konsumsi ikan
Status Ekonomi
Rendah 27 (50,9%) 15 (28,3%) 0,017*
Tinggi 26 (49,1%) 38 (71,7%)
Tingkat pendidikan ibu
Pendidikan dasar 24 (45,3%) 16 (30,2%) 0,109*
Pendidikan tinggi 29 (54,7%) 37 (69,8%)
Riwayat pemberian ASI
< 2 tahun 22 (39,6%) 23 (47,2%) 0,844*
≥ 2 tahun 31 (60,4%) 30 (52,8%)
B.Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa seorang anak yang serng
mengkonsumsi ikan dapat mengurangi kejadian stunting. Hubungan bermakna
didapatkan pada konsumsi jenis ikan terhadap kejadian stunting yaitu nilai
p=0,015. Dari beberapa jenis ikan yang disebutkan oleh responden, dapat
disimpulkan jenis ikan yang paling digemari masyarakat tempat penelitian ini
adalah ikan lele, ikan bawal, dan ikan nila dari golongan ikan air tawar. Ikan
tongkol, ikan bandeng, dan ikan kakap dari golongan ikan air laut. Penelitian
sebelumnya menyatakan bahwa ikan laut memiliki rentang kandungan Ca, Zn,
dan Fe yang lebih tinggi dari ikan air tawar.
Terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi jenis ikan dan status ekonomi
keluarga terhadap kejadian stunting pada anak usia 2-5 tahun. Namun, tidak
ditemukan adanya hubungan yang signifikan pada frekuensi konsumsi ikan,
tingkat pendidikan ibu, dan riwayat ASI 24 bulan terhadap kejadian stunting pada
anak usia 2-5 tahun.
menunjukkan bahwa crackers dengan penambahan tepung ikan patin dan tepung
wortel masing-masing 0, 25g, 50g dan 100g memiliki perbedaan yang signifikan
(p <0,05) dalam parameter sensori warna, tekstur, aroma dan rasa. Crackers
dibuat dengan penambahan tepung ikan patin dan tepung wortel masing-masing
25 g adalah yang paling banyak disukai oleh panelis menggunakan evaluasi
metode Score Card yaitu dengan nilai 3,56 dari 5. Kadar Protein crackers
menunjukkan bahwa nilai rerata kadar protein crackers berkisar antara 12,53
persen (tanpa penambahan tepung ikan patin dan tepung wortel) sampai dengan
16,19 persen (penambahan 25 g tepung ikan patin dan tepung wortel “formula
terbaik”).
Dari kedua penelitian tersebut dapat di buktikan bahwa dengan mengkonsumsi
ikan dapat mengurangi kejadian stanting. Beberapa jenis ikan yang digemari oleh
responden adalah ikan tongkol, lele, bawal, nila, bandeng, dan kakap. Ikan
tongkol memiliki rentang kandungan Ca, Zn, dan Fe yang lebih tinggi, jika
dicampur dengan tepung ikan patin dan tepung wortel sesuai formulasi yang tepat
dapat meningkatkan minat anak untuk mengkonsumsi ikan dan memperbaiki
status gizi anak. Ikan tongkol lebih di gemari karena perbadingan antara ikan lele,
bawal, nila dan bandeng memiliki banyak duri dan jika ikan tongkol di
bandingkan dengan ikan kakap yang memiliki harga relatif mahal, sehingga tidak
semua kalangan masyarakat dapat menjangkau harga dari ikan kakap tersebut.
Oleh karena itu ikan tongkol dapat di gunakan sebagai alternatif pembuatan
crackers tongkol serta di gunakan sebagai pencegahan kejadian stuting pada
balita.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Mengkonsumsi ikan tongkol baik untuk memenuhi kebutuhan asupan gizi balita,
karena ikan laut memiliki rentang kandungan Ca, Zn, dan Fe yang lebih tinggi
dari ikan air tawar, serta menggunakan empat ector yang menggunakan
formulasi kontrol dan penambahan tepung ikan patin dan tepung wortel masing-
masing 25gr, 50gr, dan 100gr. Oleh karena itu ikan tongkol dapat di gunakan
sebagai ector tive pembuatan crackers tongkol serta di gunakan sebagai
pencegahan kejadian stuting pada balita.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2018. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Juli 2018.
Diunduh dari
https://www.bps.go.id/publication/2018/07/06/7e2c4030c4b8386bfecf962d/lapora
n-bulanan-data-sosial-ekonomi-juli-2018.html.
The World Bank. 2016. Reaching the Global Target to Reduce Stunting: How
Much Will it Cost and How Can We Pay for it?. In The Economics of Human
Challenges, ed B. Lomborg. Cambridge, U.K: Cambridge University Press.
The World Bank. Reaching the Global Target to Reduce Stunting: How Much
Will it Cost and How Can We Pay for it?. In The Economics of Human
Challenges, ed B. Lomborg. Cambridge, U.K.: Cambridge University Press. 2016.
World Economic Forum. 2017. The Global Human Capital Report 2017,
Preparing People for the
Future of Work.
World Economic Forum, The Global Human Capital Report 2017, Preparing
People for the Future
of Work.