Anda di halaman 1dari 84

BAB 2

GALAT DAN PENGOLAHAN DATA ANALITIK

2.1 GALAT
Istilah galat yang dipergunakan di sini didasarkan pada perbedaan numeric antara
nilai yang dihitung dengan nilai yang sebenarnya. Nilai sebenarnya dari suatu kuantitas
adalah sesuatu yang kita tidak pernah tahu secara pasti, meskipun ilmuwan secara umum
menerima suatu nilai sebagai nilai sebenarnya ketika dipercaya bahwa ketidakpastian
dalam nilai tersebut lebih kecil dibandingkan dengan ketidakpastian nilai lainnya, dengan
mana nilai ini dibandingkan. Perbedaan antara nilai standar dengan nilai yang didapat
dari metode yang baru nantinya akan dianggap sebagai galat.

2.1a. Galat Pasti


Galat yang berasal dari penyebab yang pasti diistilahkan sebagai galat pasti
atau galat sistematis. Galat pasti biasanya tidak mempunyai arah terhadap nilai
yang sebenarnya, biasanya terjadi berulang kali, dan dalam banyak kasus, galat ini
dapat diperkirakan oleh seseorang yang mengetahui secara menyeluruh semua
aspek dari perhitungan.contoh-contoh dari sumber galat pasti di antaranya adalah
instrument yang tidak dikalibrasi dengan benar, seperti buret, timbangan atau pH-
meter, pengotor dalam tabung reaksi, reaksi sampingan dalam suatu titrasi, dan
pemanasan sampel pada suhu yang terlalu tinggi.
Galat pasti diklasifikasikan ke dalm galat metodik, operatif, dan
instrumental, disesuaikan dengan asal-usulnya, yaitu : (a) metode analisis yang
sekaligus mencerminkan sifat dari system kimiawi yang terlibat, (b)
kekurangmampuan pelaku eksperimen, dan (c) ketidakmampuan dari alat-alat
pengukuran untuk bekerja sesuai dengan standar yang diperlukan.

Galat Konstan
Galat pasti dapat pula digolongkan sebagai konstan atau proporsional. Galat

1
konstan tidak bergantung pada besarnya kuantitas yang diukur dan akan menjadi
kurang signifikan apabila besarnya kuantitas bertambah.

Galat Proporsional
Nilai absolut dari tipe galat ini bervariasi sesuai dengan ukuran sampel
sedemikian rupa sehingga galat realtifnya bernilai tetap konstan. Sebuah substansi
yang mengganggu dalam suatu metode analitik dapat menghasilkan galat jika
substansi ini ada dalam sampel. Dengan mengambil sampel yang lebih besar, galat
total bias bertambah, namun galat relative tetap konstan apabila dihasilkan dari
sampel yang homogen.

2.1b. Galat tidak pasti


Galat tidak pasti, seperti namanya, tidak dapat ditentukan apa penyebab
pastinya dan tak dapat dihindarkan jika pengukuran dilakukan oleh manusia. Galat
ini jarang ada secara alami dan mengarah ke hasil yang tinggi dan rendah dengan
probabilitas yang sama. Galat itu tidak dapat dieliminasi atau dikoreksi karena
merupakan keterbatasan finalpada pengukuran tersebut. Galat tidak pasti dapat
diolah secara statistic dan pengukuran berulang kali dengan variable yang sama
dapat mengurangi pengaruhnya.

2.1c. Akurasi dan Presisi


Akurasi
Hasil yang akurat adalah sesuatu yang disepakati sangat mendekati nilai yang
sebenarnya dalam suatu pengukuran kuantitas. Perbandingan biasanya dibuat atas
dasar pengukuran keakuratan terbalik dari akurasi, yaitu galat (semakin kecil galat,
semakin besar keakuratan). Galat absolut adalah perbedaan antara nilai eksperimen
dengan nilai yang sebenarnya. Sebagai contoh, jika ada seorang analis menemukan
nilai 20,44% besi dalam sebuah contoh yang sebenarnya mengandung 20,34%,
galat absolutnya adalah :

Galat ini biasanya ditampilkan relative terhadap ukuran dari kuantitas yang diukur,
misalnya dalam persen atau bagian per seribu. Di sini galat relatifnya adalah :

atau

2
Presisi
Istilah presisi mengacu kepada kesepakatan di dalam satu kelompok hasil
eksperimen; kesepakatan ini tidak berdampak apa pun terhadap hubungannya
dengan nilai yang sebenarnya. Nilai presisi mungkin saja tidak akurat, disebabkan
karena adanya galat akibat deviasi dari nilai yang sebenarnya yang dapat
berpengaruh sama rata terhadap pengukuran namun tidak mengganggu
kepresisiannya. Presisi ini biasanya digunakan untuk deviasi standar, deviasi rata-
rata atau rentang. Untuk galat, kepresisiannya dapat diwujudkan atas dasar absolut
atau pun relative.

2.2 DISTRIBUSI GALAT ACAK


2.2a. Distribusi Frekuensi
Tabel 2.1. mengandung beberapa data actual yang didapat oleh seseorang
yang mempersiapkan 60 replika larutan berwarna dan mengukur nilai
absorbansinya dengan spektrofotometer. Data dalam Tabel 2.1 masih mentah dan
hanya berbentuk daftar sederhana dalam urutan bagaimana data tersebut diperoleh.
Marilah sekarang kita melakukan langkah-langkah berikut, yang memungkinkan
kita untuk menginterpretasikan data tersebut lebih lengkap.
1. Susun nilai yang ada dari yang terkecil sampai yang tertinggi. Hasilnya dapat
dilihat pada Tabel 2.2. langkah sederhana ini menghasilkan informasi yang
tadinya tidak terlihat jelas dalam data mentah, yaitu nilai maksimum dan
minimum, dan dengan melanjutkan perhitungan, nilai tengah atau median.
2. Padatkan data dengan mengelompokkannya ke dalam sel-sel. Kita bagi
skalanya dari nilai yang terendah sampai yang tertinggi ke dalam sejumlah
interval atau sel dan kemudian kita hitung jumlah nilai yang tidak cocok dalam
setiap sel. Proses ini melibatkan hilangnya sejumlah informasi, namun hal ini
akan dikompensasi dengan bertambahnya efisiensi yang diperoleh dari
signifikansi data yang dipadatkan.

Tabel 2.1. Nilai individual yang disusun berdasarkan urutan pengambilang data
1 0,458 21 0,462 41 0,450    
2 0,450 22 0,450 42 0,455
3 0,465 23 0,454 43 0,456

3
4 0,452 24 0,446 44 0,456
5 0,452 25 0,464 45 0,459
6 0,447 26 0,461 46 0,454
7 0,459 27 0,463 47 0,455
8 0,451 28 0,457 48 0,458
9 0,446 29 0,460 49 0,457
10 0,467 30 0,451 50 0,456
11 0,452 31 0,456 51 0,455
12 0,463 32 0,455 52 0,460
13 0,456 33 0,451 53 0,456
14 0,456 34 0,462 54 0,463
15 0,449 35 0,451 55 0,457
16 0,454 36 0,469 56 0,455
17 0,456 37 0,458 57 0,457
18 0,441 38 0,458 58 0,453
19 0,457 39 0,456 59 0,455
20 0,459 40 0,454 60 0,453    

Tabel 2.2. Nilai individual yang disusun berdasarkan besar nilainya


1 0,441 21 0,454 41 0,457
2 0,446 22 0,455 42 0,458
3 0,446 23 0,455 43 0,458
4 0,447 24 0,455 44 0,458
5 0,449 25 0,455 45 0,458
6 0,450 26 0,455 46 0,459
7 0,450 27 0,455 47 0,459
8 0,450 28 0,456 48 0,459
9 0,451 29 0,456 49 0,460
10 0,451 30 0,456 50 0,460
11 0,451 31 0,456 51 0,461
12 0,451 32 0,456 52 0,462
13 0,452 33 0,456 53 0,462
14 0,452 34 0,456 54 0,463
15 0,452 35 0,456 55 0,463
16 0,453 36 0,456 56 0,463
17 0,453 37 0,457 57 0,464
18 0,454 38 0,457 58 0,465
19 0,454 39 0,457 59 0,467
20 0,454 40 0,457 60 0,469

Table 2.3 menunjukkan bahwa informasi yang tadinya tidak Nampak pada
Tabel 2.1 dan 2.2, sekarang menjadi jelas. Jadi, meskipun rentang nilainya
antara 0,441 sampai 0,469, kita melihat dengan cepat bahwa hanya sedikit nilai

4
yang berada di bawah 0,448 ataupun di atas 0,464

Tabel 2.3 Pengelompokan nilai individu ke dalam sel

 
Titik tengah sel Batas sel jumlah Nilai

0,4405
0,4425 0,4445
0,4465 0,4485 3
0,4505 0,4525 11
0,4545 0,4565 21
0,4585 0,4605 14
0,4625 0,4645 7
0,4665 0,4685 2
0,4705 0,4725 1  

3. Buat representasi gambar untuk distribusi frekuensi. Langkah ini sebenarnya


tidak penting, dan amat jarang dilaksanakan kecuali untuk tujuan pengajaran
atau untuk presentasi popular dari apa yang ditakutkan menjadi data ‘kering’
bagi kalangan awam. Dua tipe grafik ditunjukkan dalam Gambar 2.1 :
Histogram, terdiri dari lajur-lajur berdampingan yang tingginya menunjukkan
frekuensi, dibangun di atas lebar maksimum dari sel; polygon frekuensi
dibentuk dengan memplot frekuensi pada titik tengah sel dan menghubungkan
titik-titik tersebut dengan garis lurus.

2.2b. Kurva Galat Normal


Pembatasan kasus untuk polygon frekuensi setelah pengukuran replica
dilakukan terus-menerus adalah kurva distribus normal atau Gaussian, yang
digambarkan pada Gambar 2.2. Kurva ini merupakan cara penyajian fungsi
matematika yang telah diketahui, dan lebih mudah ditangani daripada kurva kurang
ideal dan lebih tak teratur yang sering muncul dari pengamatan dalam jumlah kecil.

Populasi dan Sampel


Ada anggapan bahwa terdapat “semesta” data yang terbentuk dari
pengukuran dalam jumlah tak terbatas, dan terhadap populasi infinit (tak terbatas)
inilah, fungsi galat normal sesungguhnya terjadi. Sejumlah tertentu pengukuran

5
replica dianggap oleh ahli statistic sebagai sampel yang diambil secara acak dari
sebuah hipotesis populasi infinit;

Persamaan dari kurva normal dapat ditulis seperti ini :

Parameter Populasi
Kuantitas µ dan σ, yang disebut dengan parameter populasi, menjelaskan

6
perihal distribusi. µ adalah rata-rata dari populasi yang tak terbatas, dan karena
kita di sini tidak memikirkan besar yang tepat dari kuantitas yang diukur. σ yang
disebut deviasi standar, yaitu jarak dari rata-rata terhadap salah satu titik infleksi
dari kurva distribusi dan dapat dianggap sebagai ukuran penyebaran nilai yang
membuat populasi; jadi σ berhubungan dengan presisi. π mempunyai signifikasi
sendiri, dan e adalah basis dari system logaritma natural. Suku mewakili perluasan
ini dimana nilai individual x mengalami deviasi dari rata-rata.

Normalisasi dari Fungsi Distribusi


Fungsi distribusi dapat dinormalisasi dengan menetapkan luas daerah di
bawah kurva sama dengan satu, dan menggambarkan kemungkinan total sama
dengan satu untuk keseluruhan populasi. Daerah di bawah kurva di antara
sembarang 2 (dua) nilai dari memberikan fraksi dari populasi total yang tepat di
antara kedua nilai. Terlihat bahwa sekitar dua per tiga (sebenarnya 68,26%) dari
semua nilai yang ada dalam populasi tidak terbatas berada dalam batas , sedangkan
berarti 95,46% dan berarti hamper semuanya (99,74%) dari nilai yang ada. Hal
yang menggembirakan adalah bahwa kemungkinan terjadinya galat yang kecil
lebih banyak ketimbang galat yang besar.
Tentu saja dalam kenyataannya kita tidak akan pernah menemukan σ dari
populasi yang tak terbatas, namun deviasi standar dari sejumlah observasi yang
terbatas dapat dianggap sebagai penetapan dari σ. Selanjutnya mungkin kita dapat
memperkiran sesuatu seperti kemungkinan timbulnya galat pada suatu nilai tertentu
dalam pekerjaan individu begitu dibuat pengukuran yang cukup untuk membuat
perkiraan dari karakteristik populasi khusus yang tak terbatas ini.

2.3 PENGOLAHAN STATISTIK DARI SAMPEL YANG TERBATAS


2.3a. Ukuran dari Tendensi Sentral dan Variabilitas
Tendensi sentral dalam suatu kelompok hasil adalah nilai di mana hasil
individual cenderung membentuk klaster. Untuk sebuah populasi yang tak terbatas,
nilai itu adalah µ, rata-rata dari contoh tersebut.

Rata-rata (Mean)
Rata-rata dari sejumlah pengukuran yang terbatas, sering disebut untuk

7
membedakannya dengan µ. Perhitungan rata-rata secara sederhana merata-ratakan
hasil individunya :

Rata-rata adalah ukuran yang sangat berguna untuk tendensi sentral. Dapat
digambarkan bahwa rata-rata dari hasil n adalah kali lebih meyakinkan dibanding
salah satu individu. Maka ada suatu diminishing return dari semakin banyaknya
pengukuran replika yang dilakukan: rata-rata dari 4 buah hasil adalah dua kali lebih
pasti dari sebuah hasil dalam pengukuran tendensi sentral; rata-rata dari 9 buah
hasil adalah tiga kali lebih pasti; rata-rata dari 25 buah hasil adalah lima kali lebih
pasti, dan seterusnya. Secara umum dikatakan bahwa tidak efisien untuk seorang
pekerja yang cermat, yang memiliki kepresisian yang baik, untuk mengulangi
pengukuran lebih dari sekali.

Median
Median dari sejumlah ganjil hasil adalah nilai tengah yang didapat ketika
hasil-hasil tersebut disusun menurut besarnya; untuk sejumlah hasil yang genap,
median adalah nilai rata-rata dari 2 buah nilai yang berada di tengah. Secara umum
dikatakan, median adalah pengukuran yang lebih tidak efisien untuk tendensi pusat
dibandingkan rata-rata, namun dalam kasus-kasus tertentu mungkin amat berguna,
terutama bila kita berurusan dengan sampel yang sangat kecil.

Rentang (Jangkauan)
Mengingat dua parameter, yaitu dan dibutuhkan untuk menentukan
frekuensi distribusi, jelas bahwa dua populasi mungkin mempunyai tendensi
sentral yang sama namun berbeda dalam “ penyebaran” atau variabilitas (atau
disperse, sebagaimana beberapa kalangan menyatakannya), seperti yang
digambarkan dalam Gambar 2.3. untuk sejumlah nilai yang terbatas, pengukuran
yang termudah untuk varian adalah dengan rentangnya, yaitu selisih antara nilai
terbesar dan terendah. Seperti median, rentang ini kadang berguna dalam statistic
untuk sampel yang kecil, namun secara umum dianggap pengukur variabilitas yang
tidak efisien. Perhatikan bahwa satu hasil yang tidak lazim akan mempunyai
dampak yang penuh terhadap rentang, padahal efek ini akan dihilangkan oleh
semua hasil lainnya dalam pengukuran variabilitas yang lebih baik, perhatikan
gambar.

8
Gambar 2.3 Dua populasi dengan tendensi pusat yang sama, tetapi variabilitas
berbeda.

Deviasi Rata-rata
Deviasi rata-rata dari mean (rata-rata) sering ditulis dalam makalah-makalah
ilmiah sebagai ukuran untuk variabilitas, meskipun sangat tidak signifikan dari
sudut pandang statistic, terutama untuk observasi dengan jumlah kecil. Untuk
sekelompok data besar yang terdistribusi normal, deviasi rata-rata mendekati 0,8.
Untuk menghitung rata-rata atau deviasi rata-rata, cari selisih antara hasil individu
dengan nilai rata-rata., tanpa menghiraukan tanda, dan tambahkan deviasi individu,
lalu bagi dengan banyaknya hasil.

Deviasi rata-rata =

Deviasi Rata-rata Relatif


Seringkali deviasi rata-rata dinyatakan relatif terhadap besarnya kuantitas
yang diukur, misalnya, sebagai persentase:

Deviasi rata-rata relatif (%) =

Karena hasil analisis sering dinyatakan dalam persentase (mis: persentase besi
dalam sampel bijih besi), mungkin membingungkan untuk melaporkan deviasi
relatif dalam basis persentase, dan disarankan untuk menggunakan satuan per
seribu (permil), alih-alih satuan persen (per seratus):

9
Deviasi rata-rata relatif (ppt) =

Deviasi Standar
Secara statistik deviasi standar lebih signifikan dibandingkan deviasi rata-
rata. Simbol s dipergunakan untuk deviasi standar dari sejumlah nilai yang
terbatas; s dicadangkan untuk parameter populasi. Deviasi standar, yang dianggap
sebagai akar pangkat nilai deviasi dari rata-rata, dihitung dengan menggunakan
rumus

Jika n besar (katakanlah 50 atau lebih), maka tidak penting apakah


penyebutnya (yang sebenarnya tepat) atau pun n. Ketika deviasi standar yang
dinyatakan sebagai persentase dari rata-rata, deviasi ini disebut koefisien dari
variasi, v:

Varians
Varians, dinyatakan dengan s2, pada dasarnya lebih penting dalam statistik
dibandingkan s itu sendiri, namun belakangan secara umum lebih sering
dipergunakan dalam penanganan data kimiawi.
Contoh berikut ini menggambarkan perhitungan dari semua persyaratan
dalam hal menentukan normalitas dari suatu larutan.
Normalitas dari larutan ditentukan oleh 4 titrasi terpisah, dan hasilnya 0,2041,
0,2049, 0,2039, dan 0,2043. Hitung rata-rata, median, rentang, deviasi rata-rata,
rata-rata relative deviasi , deviasi standar, dan koefisien variasi.
Nilai rata-rata

Median:

Rentang:

10
Deviasi rata-rata:

Deviasi rata-rata relatif:

Devisi standar:

Koefisien variansi:

2.3b. t-Student
Seorang kimiawan dari Inggris, W.S. Gosset, menulis dengan nama samara
Student, mempelajari masalah pembuatan prediksi yang berdasarkan gambaran
sampel yang terbatas dari suatu populasi yang tidak diketahui dan
mempublikasikan solusinya pada tahun 1908. Teori student ini berada di luar
ringkup dari buku ini, namun kita dapat menerimanya dan melihat bagaimana teori
ini dipergunakan di dalam ilmu kimia. Kuantitas t (sering disebut t Student)
didefinisikan dengan pernyataan:

Jumlah Jumlah Derajat Tingkat Probabilitas


Pengamatan Kebebasan
50% 90% 95% 99%
n n-1
2 1 1,000 6,314 12,706 63,665
3 2 0,816 2,920 4,303 9,925
4 3 0,765 2,353 3,182 5,841
5 4 0,741 2,132 2,776 4,604
6 5 0,727 2,015 2,517 4,032
7 6 0,718 1,943 2,447 3,707
8 7 0,711 1,895 2,365 3,500
9 8 0,706 1,860 2,306 3,355
10 9 0,703 1,833 2,262 3,250
11 10 0,700 1,812 2,228 3,169
21 20 0,687 1,725 2,086 2,845

11
∞ ∞ 0,674 1,645 1,960 2,576

Tabel dari nilai-t berhubungan dengan berbagai kemungkinan atau tingkat


probablitas dan untuk membuat variasi dengan derajat kebebasan(degree freedom).
Derajat kebebasan dalam hubungan ini adalah salah satu lebih sedikit dari n,
jumlah observasi.

2.3c. Interval Keyakinan dari Rata-rata


Dengan mengatur ulang rumus di atas yang mendefinisikan t, kita
mendapatkan interval keyakinan dari rata-rata, atau batas keyakinan:

Kita mungkin menggunakan rumus ini untuk memperkirakan


kemungkinan dari rata-rata populasi , yang berada di didalam daerah tertentu
dengan pusat rata-rata dari eksperimen dari pengukuran kita. Dapat dilihat pada
Tabel 2.4 bahwa nilai t bertambah selama n, jumlah observasi, berkurang.

Contoh berikut menggambakan penggunaan dari Tabel 2.4

Seorang kimiawan yang menentukaan persentase dari besi di dalam bijih besi
menemukan hasil berikut ini: x = 15,30, s = 0,10, n = 4 (a) Hitung 90% interval
keyakinan dari rata-rata. Dari tabel 2.4, t = 2,353 untuk n = 4 Untuk itu

(b) Hitung 99% interval keyakinan dari rata-rata

Dari Tabel 2.4, t = 5,841 untuk n = 4. Untuk itu

Dalam beberapa kasus di mana analisis lebih diulang secara luas, seorang
kimiawan mungkin mempunyai perkiraan yang layak dipercaya tentang deviasi
standar populasi, . Selanjutnya tidak ada ketidakpastian mengenai nilai , dan
interval keyakinan ditentukan dengan

12
Dimana Z adalah nilai nilai t untuk nilai n = ∞ (Tabel 2.4). Perhatikan bahwa pada
contoh di atas interval keyakian untuk bagian (a) akan ditentukan dengan

Interval ini lebih dekat karena ketidakpastian dari telah dihilangkan.


Dimungkinkan untuk menghitung interval kayakinan dalam suatu
rentang, R, dari sebuah rangkaian pengukuran, dengan menggunakan hubungan

Nilai cn untuk sejumlah observasi dan tingkat probabilitas yang berbeda –beda
telah ditabulasi; beberapa nilai ini ditunjukkan dalam Tabel 2.5.

Jumlah Tingkat Probalilitas


95% 99%
Pengamatan
2 6,353 31,828
3 1,304 3,008
4 0,717 1,316
5 0,507 0,843
6 0,399 0,628
2.3d. Tes untuk Signifikansi
Perbandingan antara Dua Rata-rata
Pendekatan statisik untuk masalah ini adalah dengan hipotesis nol. Hipotesis ini
menyatakan, dalam contoh ini, bahwa kedua rata-rata adalah identik. Prosedurya
adalah sebagai berikut: yang berbeda, yang menghasilkan rata-rata dan serta
deviasi standar s1 dan s2 ; n1 dan n2 adalah jumlah dari observasi individu yang
didapat dari kedua metode. Langkah pertama adalah menghitung nilai-t dengan
menggunakan rumus:

Perbandingan antara Dua Deviasi Standar

Tersedia sebuah tes untuk menentukan apakah perbedaan antara s1 dan s2


signifikan: tes ini dinamakan tes rasio-varian atau tes F. Prosedurnya mudah,
temukan rasio tempatkan nilai-s yang lebih besar sebagai pembilang sehingga F >
1; lalu lihat pada tabel F. Jika nilai F dalam tabel tersebut lebih kecil daripada nilai

13
F yang dihitung, maka kedua deviasi standar berbeda secara signifikan; jika tidak
maka perbedaaan itu tidak signifikan. Beberapa contoh nilai F diberikan pada tabel
2.6dengan tingkat probabilitas 95%.

Tabel 2.6 Nilai F pada Tingkat Probabilitas 95%.

n - 1 untuk n - 1 untuk s2 yang lebih besar


s2 yang
3 4 5 6 10 20
lebih kecil
3 9,28 9,12 9,01 8,94 8,79 8,66
4 6,59 6,39 6,26 6,16 5,96 5,80
5 5,41 5,19 5,05 4,95 4,74 4,56
6 4,76 4,53 4,39 4,28 4,06 3,87
10 3,71 3,48 3,33 3,22 2,98 2,77
20 3,10 2,87 2,71 2,60 2,35 2,12

Contoh:

Sebuah contoh abu soda (Na2CO3) dianalisis dengan dua metode yang berbeda,
hasil yang didapat untuk persentase dari Na2CO3:

Metode 1 Metode 2

s1 = 0,10 s1 = 0,12

n1 = 5 n1 = 4

Apakah s1 dan s2 berbeda secara signifikan? Gunakan tes rasio varian atau tes F :

Lihat pada Tabel 2.6 di bawah kolom n – 1 = 3(karena dan baris , ditemukan F =
6,59. Karena 6,59 > 1,44, deviasi standar ternyata tidak berbeda secara signifikan.

Perbandingan antara Rata-Rata Eksperimen dengan Rata-Rata yang


Sebenarnya

Terkadang kita ingin membandingkan dua hasil untuk mendapatkan satu hasil

14
yang meyakinkan. Contohnya adalah perbandingan antara rata-rata dari beberapa
analisis yang dilakukan terhadap sebuah sampel yang disertifikasi oleh national
Institute of Standards and Technology (NIST). Tujuannya adalah untuk
menentukan apakah metode yang dipergunakan memberikan hasil yang disetujui
oleh institut di atas. Dalam hal ini, nilai dari institut dianggap sebagai dalam
rumus yang menentukan t student, dan nilai–t dihitung berdasarkan x, n, dan s
untuk hasil analitik yang sudah ditangan. Jika nilai-t hasil perhitungan lebih besar
dibandingkan dengan yag ada di tabel-t untuk (n-1) derajat kebebasan dan
probabilitas yang diinginkan, maka metode analitis yang dipermasalahkan telah
memberikan sebuah nilai rata-rata yang berbeda secara signifikan dengan nilai
NIST; jika tidak perbedaan di antara kedua nilai dapat diabaikan dengan
sendirinya.

Contoh :

Seorang kimiawan menganalisis sebuah sampel bijih besi yang diberikan oleh
National Institute of Standards and Technology dan mengandung hasil berikut:
Nilai NIST untuk sampel ini adalah 10,60% besi (Fe). Apakah nilai ini berbeda
secara signifikan pada tingkat probabilitas 95%/

Hitung t dengan rumus :

Dalam tabel 2.4, pada derajat kebebasan = 9 dan tingkat probabilitas 95%, Karena
5,06 > 2,262, maka hasil ini berbeda secara signifikan dengan NIST.

2.3e. Kriteria untuk Penolakan terhadap Suatu Observasi

Sudah menjadi kesepakatan dalam ilmu pengetahuan bahwa pengukuran akan


secara otomatis ditolak apabila diketahui ada galat yang terjadi; ini adalah suatu
kepastian yang tidak akan kita hiraukan. Harus dicatat bahwa adalah keliru (namun
manusiawi) untuk menolak hasil yang diketahui mengandung galat terdeteksi,
apabila hasil tersebut hanya muncul sesekali saja. Salah satunya jalan untuk
mencegah masuknya bias pengukuran yang tidak disadari adalah dengan menolak

15
setiap hasil di mana diketahui bahwa galat telah terjadi, tanpa memperdulikan
kesepakatan dengan yang lainnya.

Peraturan Berdasarkan Deviasi Rata-Rata

Dua peraturan yang dipakai kimiawan adalah peraturan “2,5d” dan “4d”.
Peraturan-peraturan tersebut diaplikasikan dengan cara menghitung rata-rata dan
deviasi rerata dari hasil yang baik” dan menentukan deviasi hasil yang
mencurigakan dari rata-rata yang baik. Jika deviasi dari hasil yang mencurigakan
sekurang-kurangnya 4 kali lipat deviasi rerata hasil yang baik (sebesar 2,5 kali
untuk peraturan 2,5d), maka hasil yang mencurigakan itu akan ditolak. Jika tidak,
hasil tersebut akan diambil.

Peraturan Berdasarkan Rentang

Tes Q dideskripsikan oleh dean dan dixon, secara statistik benar dan amat
mudah untuk diaplikasikan. Ketika tes-Q dipergunakan untuk penolakan, ada
keyakinan yang tinggi (90%) bahwa hasil yang mencurigakan memang menderita
galat khusus. Dengan menggunakan tes-Q untuk penolakan, galat jenis pertama
jarang terjadi. Namun, ketika diterapkan pada kelompok data yang kecil
(katakanlah, tiga atau lima hasil), tes-Q membolehkan penolakan hanya apanila
hasil tersebut memiliki simpanagan yang jauh melebar, dan akibatnya
menimbulkan galat jenis kedua (penyimpangan hasil yang semestinya ditolak).
Jadi, tes-Q memberikan pembenaran yang tepat untuk membuang nilai-nilai yang
secara kasar keliru, namun tes ini tidak mengeliminasi dilema dengan nilai-nilai
yang berdeviasi kecil namun mencurigakan.

Tes-Q diterapkan sebagai berikut :

1. Hitung rentang dari hasil-hasil


2. Temukan selisih antara hasil yang mencurigakan dengan hasil yang terdekat
3. Bagi selisih yang didapat dalam tahap 2 dan tahap 1 untuk mendapatkan
kuosien penolakan, Q.
4. Lihat dalam tabel nilai Q. Apabila nilai Q yang dihitung lebih
besardibandingkan nilai yang ada dalam tabel, hasil tersebut dapat
diabaikan dengan keyakinan 90% bahwa nilai itu disebabkan bebrapa faktor
yang tidak mempengaruhi hasil yang lainnya.

16
Beberapa nilai Q diberikan pada Tabel 2.7

Jumlah
pengamatan
3 0,94
4 0,76
5 0,64
6 0,56
7 0,51
8 0,47
9 0,44
10 0,41

Contoh berikut menggambarkan penerapan tes-Q. Lima kali penentuan vitamin C


dalam minuman jeruk nipis memberikan hasil-hasil sebagai berikut: 0,218, 0,219;
0,230; 0,215 dan 0,020 mg/ml. Terapkan tes-Q untuk melihat apakah nilai 0,230
dapat diabaikan.
Nilai Q adalah

Nilai Q dalam dalam tabel 2.7 untuk n = 5 adalah 0,64. Karena 0,67 lebih besar
dibandingkan 0,64, peraturan mengatakan bahwa hasil tersebut dapat diabaikan.

2.4 BAGAN KONTROL


Metode bagan kontrol awalnya dikembangkan sebagai sistem untuk menjaga
kualitas selama produksi dalam skala yang besar. Metode bagan kontrol telah terbukti
sangat berguna dalam menjaga kemampuan metode analitik pada laboratorium yang
sibuk di mana pada tipe yang sama dari sampel dilakukan analisis ulang dari hari ke hari
untuk periode waktu yang lama. Metode ini cenderung membedakan, dengan derajat
efisiensi yang tinggi, tren yang pasti atau keanehan yang terjadi secara periodik dari
fluktuasi yang acak.
Bagan kontrol untuk analisis disiapkan sebagai berikut (lihat Gambar 2.4).
Persentase air dalam sampel standar dinyatakan pada bagan sebagai garis horizontal.

17
Batas kontrol juga dicantumkan pada bagan tersebut. Hasil analitis yang berada di luar
batas-batas ini dianggap sebagi hasil kerja dari suatu faktor definit yang sangat berguna
untuk diselidiki dan dikoreksi. Ketika hasil-hasil berada di dalam batas-batas, metode ini
disebut “di bawah kendali”, dan fluktuasinya hanyalah acak dan tidak dapat dipastikan.
(Kesimpulannya yang analog untuk sebuah kontrol produksi adalah: ketika tes sampel
memberikan hasil di luar batas kontrol, maka proses dihentikan demi mencari
penyebabnya).

2.5 PERAMBATAN GALAT

Dalam pengukuran, perhatian tentu difokuskan pada hasil numeric yang


diharapkan, tetapi tetap saja tidak dapat mengabaikan pegamatan bagaimana galat
merambat dan memengaruhi hasil yang diharapkan tersebut.

2.5a. Galat Pasti


Penambahan dan Pengurangan

Jika sebuah hasil perhitungan ,R, berdasarkan kuantitas A, B, dan C yang


diukur. Tentukan α, β, dan ϒ yang mewakili galat pasti mutlak masing-masing
dalam A, B dan C dan anggap ρ mewakili galat hasil dari R. Apabila pengukuran
sebenarnya adalah A + α, B +β dan C + ϒ. Jika galat dipindahkan melalui
penambahan dan pengurangan maka akan menjadi R = A + B – C. Dengan

18
mengubah setiap kuantitas melalui jumlah galatnya, maka dapat ditulis:

R + ρ = (A + α) + ( B +β) – ( C + ϒ )

R=(A+B–C)+ (α+β–ϒ)

Dikurangi dengan R = A + B – C menjadi

R= α+β–ϒ

Perkalian dan Pembagian

Perkalian dan pembagian yang terlibat diumpamakan sebagai sehingga

αβ diabaikan karena dianggap sebagai galat yang sangat kecil. Kemudian dengan
cara mengurangi menghasilkan

Penempatan suku-suku sebelah kanan di atas pembagi bersama menghasilkan

selanjutnya adalah penentuan galat relatif dengan membagi , Setelah


penghapusan menghasilkan

karena ϒ sangat kecil disbanding C maka

Kesimpulan rambatan galat, sebagai berikut :

1. Di mana penambahan dan pengurangan teribat, galat pasti absolute diteruskan


secara langsung ke dalam hasil.
2. Di mana perkalian atau pembagian terlibat, galat pasti relative diteruskan secara
langsung ke dalam hasil.
2.5b. Galat Tidak Pasti

19
Galat tidak pasti terbukti dengan adanya hamburan pada data bila suatu
pengukuran dilakukan lebih dari satu kali. Umpamakan R = A + B – C pada satu
pihak dan di pihak lain. Hasil teori statistiknya adalah :

1. Pada penjumlahan atau pengurangan, varian (kuadrat deviasi standar) dari


harga-harga yang diukur adalah aditif untuk penentuan varian dari hasil, yaitu
R = A + B – C,
S2 R = S2 A + S2 B + S2 C.
2. Dengan perkalian atau pembagian, maka kuadrat dari deviasi standar relative
telah ditransmisikan, yaitu ,

2.5c. Perhitungan Dari Hasil Analitik

Contoh soal :

Seorang kimiawan menentukan presentase tembaga dalam bijih besi dengan


menggunakan data: titran dalam milliliter = 30,34 ± 0,03 mL ; titran dalam mol =
0,1012 ± 0,0002 mmol/mL; sampel dalam milligram = 1073,2 ± 0,2 ; berat atom
dari tembaga = 63,546 ± 0,003 mg/mmol. Perhitungannya adalah

Hitung ketidakpastian dalam presentase tembaga yang disebabkan penyebaran dari


ketidakpastian yang ada dalam data.

Ketidakpastian relative dalam ppt adalah

Maka,

Sehingga hasilnya dapat ditulis 18,18 ± 0,04 % tembaga.

20
2.6 ANGKA SIGNIFIKAN

Kebanyakan ilmuwan mendefinisikan angka signifikan sebagai semua digit


yang pasti ditambah satu digit yang mengandung ketidakpastian. Penggunaan angka
signifikan sangat penting dalam mengekspresikan data eksperimen. Contoh dalam
pembacaan volume buretdiketahui bahwa ukuran terkecil adalah 0,1 mL. angka 1,4 yang
terbaca pasti, decimal kedua diestimasi menjadi divisi yang terkecil ke dalam 10 bagian
ayang sama. Pembacaan terakhir adalah 1,42, mengandung tiga angka signifikan, yang
dua adalah angka pasti dan yang satu adalah angka dengan ketidakpastian.

2.6a. Pengakuan dari Angka Signifikan


Digit nol dapat dan mungkin juga tidak dapat dianggap sebagai angka signifikan,
tergantung fungsinya dalam bilangan tersebut. Fungsi dari angka nol adalah untuk
menentukan poin decimal; sehingga inisial nol (angka nol yang di depan) tidak
bermakna. Nol yang terminal (di belakang) adalah bermakna.
2.6b. Peraturan Perhitungan

Penambahan dan Pengurangan

Dalam penambahan dan pengurangan, pertahankan angka decimal seperti yang


dimiliki angka yang mempunyai angka decimal yang paling sedikit.
Contoh: 14,23 + 8,145 – 36,750 + 12,04 , nilai desimal yang paling sedikit adalah
dengan satu decimal, sehingga hasilnya akan dibulatkan menjadi satu angka
decimal yaitu dari 139,09 menjadi 139,1

Perkalian dan Pembagian

Dalam perkalian dan pembagian, pertahankan dalam setiap suku dan jawaban
sejumlah angka signifikan yang akan mengidikasikan ketidakpastian relative yang
tidak lebih besar dari suku dengan ketidakpastian relative terbesar. Kriteria utama
dalam pembulatan sejumlah jawaban dalam pengalian dan pembagian adalah
ketidakpastian relative bukan jumlah signifikan dalam data.

2.6c. Logaritma dan Angka Signifikan


Logaritma terdiri dari dua bagian yaitu :

21
1. Keseluruhan angka (karakteristiknya)
Karakteristiknya adalah seluruh fungsi dari posisi decimal dalam angka
dimana logaritma ditentukan dan untuk itu bukanlah suatu angka bermakna.
2. Pecahan desimal, mantisa
Mantisa adalah sama namun tidak tergantung opsisi desimal, dan semua digit
diperhitungkan sebagai angka signifikan.
Contoh : ekspresikan antilog dari 2,947
Dengan menggunakan empat lajur table log kita akan melihat 0,9741 adalah
mantisa dari angka 942. Jika kalkulator dipergunakan untuk menghitung antilog,
hasilnya adalah 941,8896. Jawaban ini seharusnya hanya mengandung tiga angka
signifikan dank arena itu seharusnya ditulis sebagai 942 atau 942 x 102.

2.7 METODE KUADRAT TERKECIL

Contoh umum dari prosedur analitik yang melibatkan pengukuran instrumental dari
sebuah parameter fisika yang sebanding dengan konsentrasi dari analit adalah penentuan
dari konsentrasi dengan mengukur daerah puncak yang didapat dalam kromatograf gas.
Alat yang digunakan dalam eksperimen akan menunjukkan respon yang kemudian
digunakan untuk memberikan sebuuah kurva standar (grafik kalibrasi). Titik eksperimen
jarang berada tepat pada garis lurus tersebut karena adanya galat yang tidak ditentukan.
Dalam statistik ada hubungan matematis yang memungkinkan kimiawan untuk
menghitung secara obyektif kemiringan dan mengantisipasi garis lurus yang “terbaik”.
Proses ini disebut metode kuadrat terkecil ( least square mothod ) . Di dalam grafik,
angka-angka pada sumbu X menyatakan konsentrasi dari larutan standar. Angka-angka
pada sumbu Y menyatakan respon alat. Garis lurus yang terbaik dapat digambarkan
dengan menghitung persamaan linear

m adalah kemiringan dan b adalah perpotongan pada sumbu y.

22
Rumus kemiringan dan perpotongan garis dalam statistic adalah sebagai berikut :

Kemiringan : , sedangkan perpotongan : , n adalah jumlah data.

Deviasi standar dari nilai dan yang dinyatakan oleh

Jumlah derajat kebebasan disini adalah . karena dua derajat telah “dipergunakan” dalam
perhitungan nilai . Deviasi standar dari kemiringan adalah

Deviasi standar hasil ini,

23
BAB 3

METODE ANALISIS TITRIMETRIK

2.1 Definisi Titrimetri

Analisis titrimetri merupakan metode analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip pengukuran volume. Istilah
titrimetri dulunya dikenal sebagai volumetri. Tetapi dari titik pandangan yang teliti, istilah titrimetri lebih disukai karena
pengukuran volume tidaklah terbatas pada titrasi. Misalnya, dalam analisis-analisis tertentu orang mungkin mengukur
volume gas.

 
2.2Asas Umum

Suatu metode titrimetri untuk analisis didasarkan pada suatu reaksi kimia seperti:aA + tT àProduk

a= molekul analit A

t= molekul reagensia T

T= titran

Reagensia T yang disebut titran ditambahkan sedikit demi sedikit dari dalam buret yang konsentrasinya diketahui atau
biasanya dikenal sebagai larutan bakuprimer. Larutan kedua yang berada di dalam gelas kimia disebut larutan standar
sekunder, dimana konsentrasinya ditetapkan oleh suatu proses yang disebut standardisasi. Titik ekuivalensi suatu proses
titrasi tercapai ketika penambahan titran diteruskan sampai sejumlah T yang secara kimia setara dengan A. Suatu indikator
digunakan untuk mengidentifikasi kapan penambahan titran harus dihentikan. Indikator akan menunjukkan perubahan warna
pada rentang pH tertentu setelah titik ekuivalensi tercapai. Titik dalam titrasi pada saat indikator berubah warna disebut titik
akhir titrasi. Dengan memilih indikator yang tepat untuk menghimpitkan kedua titik itu (mengkoreksi selisih antara
keduanya) merupakan salah satu aspek yang penting dari analisis titrimetri.

 
2.3 Reaksi untuk Titrasi

Reaksi kimia yang dapat berperan sebagai dasar untuk penetapan titrimetri dengan mudah dapat dikelompokkan dalam
empat jenis:
1. Reaksi Asam Basa, terdapat sejumlah besar asam dan basa yang dapat ditetapkan dengan titrimetri. Jika HA
menyatakan asam yang akan ditetapkan dan BOH basanya, reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut,

HA + OH  A  + H O
- -
2

atau

BOH + H O  B  + 2H O
3
+ +
2

Umumnya titran adalah larutan standar elektrolit kuat seperti NaOH dan HCl.
2. Reaksi Oksidasi-Reduksi, Reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi digunakan secara meluas dalam analisis
titrimetri. Misalnya,

Fe  + Ce  Fe + Ce
2+ 4+ 3+  3+

Besi dalam keadaan oksidasi +2 dapat dititrasi dengan suatu larutan standar serium(IV) sulfat.

24
Suatu zat pengoksidasi lain yang digunakan secara meluas sebagai suatu titran adalah kalium permanganat,
KMnO Reaksinya dengan besi(II) dalam larutan asam adalah,
4. 

5Fe + MnO  + 8H 5Fe + Mn  + 4H O


2+  4- +  3+
  
2+
2

3. Reaksi Pengendapan, pengendapan kation perak dengan anion halogen merupakan rosedur titrimetri yang meluas
penggunaannya. Reaksinya adalah, 

Ag + X  AgX(s)
+  -

Dimana X dapat berupa klorida, bromida, iodida atau tiosianat (SCN ).


-  -

4. Reaksi Pembentukan Kompleks, suatu contoh reaksi dimana terbentuk suatu kompleks stabil antara ion perak dan
sianida.

Ag  + 2CN  Ag(CN)
+ -
2
-

Reaksi di atas disebut metode Liebicg untuk penetapan sianida. Reagen yang bersifat organic seperti asam
etilenadiaminatetraasetat (EDTA) membentuk komplek stabil dengan sejumlah ion logam dan digunakan secara meluas
untuk penetapan titrimetri logam.

2.4 Persyaratan Analisis Titrimetrik

Suatu reaksi kimia, dapat digunakan sebagai dasar untuk titrasi jika memenuhi semua persyaratan berikut:
1. Suatu reaksi tidak boleh menghasilkan reaksi samping.
2. Tetapan kesetimbangan haruslah sangat besar.
3. Harus dapat digunakan beberapa indikator dan metode untuk menetapkan kapan titik ekuivalensi tercapai dan kapan
penambahan titran dihentikan.
4. Reaksi haruslah berjalan cepat, sehingga titrasi tidak memakan waktu yang lama.
Contoh reaksi yang memenuhi keempat persyaratan tersebut dan cocok untuk titrasi adalah sebagai berikut, 

H O + OH    2H OK= 1x10


3
+  -
2
14

Reaksi penetapan konsentrasi larutam asam klorida oleh titrasi dengan natrium hidroksida standart.Reaksi tersebut
hanya ada satu reaksi dan tak terukur cepatnya yang berlangsung lengkap dengan tetapan kesetimbangan sebesar
1x10 pada 25 ͦ C. pada titik akuivalensi pH larutan berubah sebanyak beberapa satuan untuk beberapa tetes titran, dan
14 

tersedia sejumlah indicator yang menanggapi perubahan pH ini dengan perubahan warna. 

Reaksi lain tidak cukup lengkap untuk memenuhi persyaratan dua. Misalnya,

HBO  + OH  BO  + H O                   K= 6x10


2
-
2
-
2
4

Reaksi antara asam borat dan natrium hidroksida tersebut, tetapan kesetimbangannya hanya sekitar 6x10 . Sehingga
4

perubahan pH untuk beberapa tetes titran pada titik ekuivalensi sangatlah kecil, dan volum titran yang diperlukan tak
dapat ditetapkan dengan ketepatan yang baik sehingga tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk titrasi.

25
2.5 Stoikiometri

Stokiometri merupakan cabang ilmu kimia yang membahas hubungan bobot antara unsure-unsur dan senyawa dalam
reaksi kimia.
1. Bobot molekul dan bobot rumus
Mol didefinisikan sebagai zat yang mengandung satuan-satuan nyata (entitas) sebanyak atom dalam 12 gram
nuklida isotop carbon-12. Satuan nyata itu dapat berupa atom, molekul, ion, ataupun electron. Karena 12 g Karbon
mengandung atom sebanyak bilangan Avogadro, maka 1 mol zat apa saja mengandung 6,023 x 10  partikel elementer.
23

Bobot gram molekul atau biasa disingkat dengan bobot molekul adalah bobot dalam gram dari suatu mol zat.
Bobot gram – rumus (atau bobot rumus) adalah penjumlahan dari bobot-bobot atom semua dalam rumus kimia suatu zat
dan normalnya sama dengan bobot molekul.

Dalam situasi dimana terjadi disosiasi ataupun embentukan kompleks, yang mengakibatkan kuantitas yang cukup
dari molekul maupun ion dalam suatu larutan, akan digunakan formalitas sebagai system konsentrasi untuk menyatakan
banaknya total suatu zat yang ditambahkan kedalam suatu larutan, dan molaritas untuk menyatakan
konsentrasi kesetimbangan dari masing-masing spesies. 

 
2. Bobot ekuivalen
a.  Asam – Basa.
Bobot gram ekuivalen adalah bobot dalam gram (dari) suatu zat yang dapat diperlukan untuk memberikan atau bereaksi
dengan 1 mol (1,008 g) H . +

b.  Redoks.
Bobot gram ekuivalen adalah bobot dalam gram (dari) suatu zat yang dapat diperlukan untuk memberikan atau bereaksi
dengan 1 mol elektron.
c.  Pengendapan atau pembentukkan Kompleks.
Bobot gram ekuivalen adalah bobot dalam gram (dari) suatu zat yang dapat diperlukan untuk memberikan atau bereaksi
dengan 1 mol kation univalen, ½ mol kation divalen, 1/3 mol kation trivalen dan seterusnya.

 
Bobot ekuivalen suatu zat disebut ekuivalen, tepat sama seperti bobot molekul disebut mol. Bobot akuivalen dan bobot
molekul dihubungkan dengan persamaan

n= jumlah mol ion hydrogen, electron, atau kation ekuivalen yang diberikan atau diikat oleh zat yang bereaksi itu.

1 ekuivalen asam apa saja bereaksi dengan ekuivalen basa apa saja, 1 ekuivalen zat pengoksid apa saja bereaksi
dengan 1 ekuivalen pereduksi apa saja. Perhitungan stoikiometrik dapat dilakukan baik menggunakan mol ataupun
ekuivalen, apapun yang digunakan hasilnya haruslah sama. Perhatikanlah prosedur yang beda untuk menghitung berapa
gram H PO  (BM = 98,0) yang diperlukan untuk bereaksi dengan 60,0 g NaOH (BM = 40,0) dengan persamaan :
3 4

H PO  + 2NaOH 2Na + HPO + 2H O
3 4
+  2-
4   2

Dengan menggunakan mol, mula-mula dapat dicatat bahwa diperlukan 2 mol NaOH untuk tiap mol H PO . Karena
3 4

itu untuk menyamakan mol (menyusun suatu persamaan), akan ditulis :

2 x mol H PO = mol NaOH = = 1,50 mol


3 4 

Mol H PO  = ½ x 1,50 mol = 0,75 mol


3 4

26
Dengan menggunakan ekuivalen, mula-mula dicatat bahwa bobot ekuivalen H PO  adalah separuh bobot
3 4

molekulnya, karena asam itu memberikan 2 mol H  ; bobot ekuivalen NaOH sama dengan bobot molekulnya, karena
+

basa itu bereaksi dengan 1 mol H . Kemudian ditulis :


+

Ekuivalen H PO = Ekuivalen NaOH = = 1,5


3 4 

Banyaknya ekuivalen H PO  yang diperlukan adalah dua kali banyaknya mol, tapi bobot satu mol dua kali bobot
3 4

satu ekuivalen. Karena itu:

g H PO  = 0,75 mol x = 73,5


3 4

atau

g H PO  = 1,5 ek x = 73,5


3 4

3. Sistem Konsentrasi
Yang paling sering digunakan untuk analisis titrimetri adalah molaritas dan normalitas. Sedangkan formalitas dan
konsentrasi analitis hanya digunakan di mana terjadi disosiasi atau pembentukan kompleks.Persen bobot digunakan
untuk menyatakan konsentrasi kira-kira dari reagensia laboratorium.Sedangkan untuk larutan yang sangat encer bagian
tiap juta (ppm=parts per million) atau bagian tiap milyar (ppb=parts per billion) lebih sesuai.
a. Molaritas
Molaritas didefinisikan sebagai banyaknya mol zat terlarut tiap 1 Liter larutan. Sistem konsentrasi ini didasarkan pada
volume larutan, oleh karenanya nyaman untuk digunakan dalam prosedur laboratorium dengan kuantitas yang terukur.

dimana M adalah molaritas, n banyaknya mol zat terlarut dan V volume larutan dalam Liter. Karena 

dimana g adalah gram zat terlarut dan BM adalah bobot molekul zat terlarut maka, molaritas juga dapat dituliskan
sebagai:
b. Formalitas
Formalitas didefinisikan sebagai banyaknya bobot rumus zat terlarut per liter larutan.

dimana F adalah formalitas, n  banyaknya bobot rumus dan V volume larutan dalam Liter. Karena
f

 
dimana g banyaknya zat terlarut dalam gram dan BR bobot rumus, maka formalitas dapat dituliskan sebagai

Bobot rumus biasanyanya sinonim dengan bobot molekul, karena itu biasanya formalitas sama dengan molaritas.
Ketika terjadi disosiasi atau pembentukan kompleks, formalitas digunakan untuk menyatakan konsentrasi total semua
spesies yang ada dalam pelarut.

 
c. Normalitas
Normalitas didefinisikan sebagai banyaknya ekuivalen zat terlarut setiap 1 Liter larutan.Normalitas dapat dituliskan
sebagai

dengan N adalah normalitas, ek adalah massa ekuivalen dan Vvolume larutan dalam Liter. Karena 

dengan g ialah gram zat terlarut dan BE adalah bobot ekuivalen maka,
d. Persen Bobot 
Persen bobot menyatakan gram zat terlarut per seratus gram larutan. Secara matematis dapat dituliskan: 

27
P =   

Keterangan:

P = persen bobot zat terlarut 

w = banyaknya zat terlarut dalam gram 

w = banyaknya pelarut dalam gram 


 
e. Bagian tiap juta (ppm) 
Bagian tiap juta (ppm) menyatakan jumlah satu komponen  dalam 1juta bagian campuran. Secara matematis dapat
ditulis: 

ppm =   ppm =   

keterangan:
w = banyaknya zat terlarut dalam gram

w = banyaknya pelarut dalam gram 


karena w biasanya sangat kecil dibandingkan dengan w , maka w biasanya tidak ditulis.  
0

1 liter air pada suhu kamar berbobot kira-kira 10 mg, jadi suatu hubungan yang memudahkan untuk diingat adalah 1
6

mg zat terlarut dalam 1 L air mempunyai konsentrasi kira-kira 1 ppm.

Untuk larutan yang lebih encer digunakan bagian tiap milyar (ppb).

ppb =   

 
f. Miliekuivalen dan Milimol
Dalam prosedur titrimetri volum titran yang digunakan biasanya kurang dari 50 mL dan konsentrasinya sekitar
0,1 ke 0,2 N. Ini berarti banaknya ekuivalen titran ada dalam orde

0,050 L x 0,10 ek/L = 0,0050 ek

Karena jumlah ini begitu kecil maka digunakan satuan satu miliekuivalen (mek) yaitu seperseribu ekuivalen atau

1000 mek = 1 ek

Satu milimol (mmol) didefinisikan serupa dengan seperseribu mol.

28
 

 
g. Titer 
Satuan titer adalah bobot per volume, namun bobot itu adalah bobot reagensia yang bereaksi dengan larutan bukan
bobot zat terlarut. Titer dapat diubah dengan mudah ke normalitas seperti tampak dari hubungan-hubungan berikut.

        N= 

Jadi, 

T= N x BE

Bobot ekuivalen yang digunakan dalam pengubahan bentuk adalah bobot akuivalen dari zat yang bereaksi dengan
larutan, bukan dari zat terlarut.

BAB 4

METODE ANALISIS GRAVIMETRIK

PENDAHULUAN

 Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu. Bagian terbesar
dari penentuan scara analisis gavimetri meliputi tansformasi unsur atau radikal senyawa murni stabil yang dapat segera
diubah menjadi bentuk yang dapat di timbang dengan teliti.    Gravimetri adalah pemeriksaan jumlah zat dengan cara
penimbangan hasil reaksi pengendapan. Gravimetri merupakan pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan paling sederhana
dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Kesederhaan itu kelihatan karena dalam gravimetri jumlah zat
ditentukan dengan cara menimbang langsung massa zat yang dipisahkan dari zat-zat lain.

Tahap pengukuran dalam metode gravimetrik adalah penimbangan. Analitnya secara fisik dipisahkan dari semua
komponen lain dari sampel itu maupun dari pelarutnya. Pengendapan merupakan teknik yang paling meluas penggunaannya
untuk memisahkan analit dari pengganggu-pengganggunya.Analisa gravimetri merupakan suatu cara analisa kimia
kuantitatif yang didasarkan pada prinsip penimbangan berat yang di dapat dari proses pemisahan analit dari zat – zat lain
dengan metode pengendapan. Zat yang telah di endapkan ini di saring dan dikeringkan serta ditimabang dan diusahakan
endapan itu harus semurni mungkin. Untuk memisahkan endapan tersebut maka sangat dibutuhkan pengetahuan dan teknik
yang cukup yang wajib dimiliki seorang enginer.

Dalam dunia teknik kimia sangat dibutuhkan juga bagaimana cara analisa gravimetri ini. Seperti halnya dalam
industri.  Berat unsur dihitung berdasrkan rumus senyawa dan berat atom unsur- unsur yang menyusunnya pemisahan unsur-
unsur atau senyawa yang dikandung dilakukan beberapa cara seperti:
1. Metode Pengendapan
2. Metode Evolusi
3. Metode Penyaringan
4. Metode Elektrogravimetri
Pada prakteknya dua metode pertama adalah yang terpenting. Metode gravimetrik membutuhkan waktu tau memakan
waktu cukup lama, adanya zat pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila perlu faktor-faktor koreksi dapat digunakan 

METODE PENGENDAPAN 

29
Gravimetri Pengendapan

Gravimetri pengndapan adalah merupakan gravimetri yang mana komponen yang hendak didinginkan diubah
menjadi bentuk yang sukar larut atau mengendap dengan sempurna. 

Bahan yang akan ditentukan di endapkan dalam suatu larutan dalam bentuk yang sangat sedikit larut agar tidak ada
kehilangan yang berarti bila endapan disaring dan ditimbang.

Syarat – syarat senyawa yang di timbang :


1. Stokiometri
2. Mempunyai kestabilan yang tinggi
3.  Faktor gravimetrinya kecil
Gravimetri adalah metode analisis kuntitatif unsur atau senyawa berdasarkan bobotnya yang diawali dengan
pengendapan dan diikuti dengan pemisahan dan pemanasan endapan dan diakhiri dengan penimbangan. Untuk memperoleh
keberhasilan pada analisis secara gravimetri, maka harus memperhatikan tiga hal berikut ;
1. Unsur atau senyawa yang ditentukan harus terendapkan secara sempurna.
2. Bentuk endapan yang ditimbang harus diketahui dengan pasti rumus molekulnya.
3. Endapan yang diperoleh harus murni dan mudah ditimbang.
Dalam analisis gravimetri meliputi beberapa tahap sebagai berikut ;
• Pelarutan sampel (untuk sampel padat).
• Pembentukan endapan dengan menambahkan pereaksi pengendap secara berlebih agar semua unsur/senyawa
diendapkan oleh pereaksi. Pengendapan dilakukan pada suhu tertentu dan pH tertentu yang merupakan kondisi
optimum reaksi pengendapan. Tahap ini merupakan tahap paling penting.
• Penyaringan endapan.
• Pencucian endapan, dengan cara menyiram endapan di dalam penyaring dengan larutan tertentu.
• Pengeringan endapan sampai mencapai berat konstan.
• Penimbangan endapan.

Adapun beberapa tahap dalam analisa gravimetri adalah sebagai berikut :


1. Memilih pelarut sampel Pelarut yang dipilih harus lah sesuai sifatnya dengan sampel yang akan di
larutkan, Misalnya : HCl, H2SO4, dan HNO3 digunakan untuk melarutkan sampel dari logam – logam.
2. Pengendapan analit. 
Pengendapan analit dilakukan dengan memisahkan analit dari larutan yang mengandungnya dengan membuat kelarutan
analit semakin kecil, dan pengendapan ini dilakukan dengan sempurna.
Misalnya :
 
 
 
3. Pengeringan endapan
Pengeringan yang dilakukan dengan panas yang disesuaikan dengan analitnya dan dilakukan dengan sempurna. Disini kita
menentukan apakah analit dibuat dalam bentu oksida atau biasa pada karbon dinamakan pengabuan.
4. Menimbang endapan
Zat yang ditimbang haruslah memiliki rumus molekul yang jelas
Biasanya reagen R ditambahkan secara berlebih untuk menekan kelarutan endapan 

Pada analisis gravimetri pembentukan endapan yang terjadi  apabila kelarutan  terlalu jenuh  maka dapat disimpulkan bahwa
adanya pengaruh dari kelarutan suatu sampel  dimana  semakin besar (jenuh ) maka semakin besar endapan yang terjadi ,
kelarutan dipengaruh oleh beberapa faktor yaitu

a.       Suhu 

30
b.      pH

 
Dalam menentukan keberhasilan metode gravimetri ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Proses pemisahan hendaknya cukup sempurna sehingga kuantitas analit yang tak terendapkan secara analitis tak
dapat dideteksi (biasanya 0,1 mg atau kurang dalam menentukan penyusunan utama dalam suatu makro)
2. Zat yang ditimbang hendaknya mempunyai susunan yang pasti dan hendaknya murni, atau sangat hampir murni. 
Bila tidak akan diperoleh hasil yang galat. Persyaratan yang kedua itu lebih sukar dipenuhi oleh para analis. Galat-
galat yang disebabkan faktor-faktor seperti kelarutan endapan umumnya dapat diminimumkan dan jarang menimbulkan galat
yang signifikan. Masalahnya mendapatkan endapan murni dan dapat disaring itulah yang menjadi problema utama. Banyak
penelitian telah dilakukan mengenai pembentukkan dan sifat-sifat endapan, dan diperoleh cukup banyak pengetahuan yang
memungkinkan analis meminimumkan masalah kontaminasi endapan. 

Dalam analisa gravimetri penentuan jumlah zat didasarkan pada penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang
dianalisa direaksikan. Hasil reaksi ini didapatkan sisa bahan suatu gas yang dibentuk dari bahan yang dianalisa. Dalam cara
pengendapan, zat direaksikan dengan menjadi endapan dan ditimbang. Atas dasar membentuk endapan, maka gravimetrik
dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : endapan dibentuk dengan reaksi antara zat dengan suatu pereaksi dan endapan yang
dibentuk dengan elektrokimia. Untuk memisahkan endapan dari larutan induk dan cairan pencuci, endapan dapat disaring.
Endapan grevimetri yang disaring kertas tidak dapat dipisahkan kembali secara kuantitatif.

Sudah dijelaskan bahwa dalam analisa gravimetri, penentuan jumlah zat didasarkan pada penimbangan. Dalah hal ini,
penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang dianalisa direaksikan. Hasil reaksi ini dapat berupa sisa bahan atau suatu gas
yang terjadi, atau suatu endapan yang dibentuk dari bahan yang dianalisa tersebut. Berdasarkan macam hasil yang ditimbang
itu dibedakan cara-cara gravimetri yaitu cara evolusi dan cara pengendapannya. 

Persyaratan yang kedua itu lebih sukar dipenuhi oleh para analis. Galat-galat yang disebabkan faktor-faktor seperti
kelarutan endapan umumnya dapat diminimumkan dan jarang menimbulkan galat yang signifikan. Masalahnya mendapatkan
endapan murni dan dapat disaring itulah yang menjadi problema utama. Banyak penelitian telah dilakukan mengenai
pembentukkan dan sifat-sifat endapan, dan diperoleh cukup banyak pengetahuan yang memungkinkan analis
meminimumkan masalah kontaminasi endapan Dalam analisa gravimetri penentuan jumlah zat didasarkan pada
penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang dianalisa direaksikan. Hasil reaksi ini didapatkan sisa bahan suatu gas yang
dibentuk dari bahan yang dianalisa. Dalam cara pengendapan, zat direaksikan dengan menjadi endapan dan ditimbang. Atas
dasar membentuk endapan, maka gravimetrik dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : endapan dibentuk dengan reaksi antara
zat dengan suatu pereaksi dan endapan yang dibentuk dengan elektrokimia. Untuk memisahkan endapan dari larutan induk
dan cairan pencuci, endapan dapat disaring. Endapan grevimetri yang disaring kertas tidak dapat dipisahkan kembali secara
kuantitatif.

Sudah dijelaskan bahwa dalam analisa gravimetri, penentuan jumlah zat didasarkan pada penimbangan. Dalah hal ini,
penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang dianalisa direaksikan. Hasil reaksi ini dapat berupa sisa bahan atau suatu gas
yang terjadi, atau suatu endapan yang dibentuk dari bahan yang dianalisa tersebut. Berdasarkan macam hasil yang ditimbang
itu dibedakan cara-cara gravimetri yaitu cara evolusi dan cara pengendapannya

Endapan murni adalah endapan yang bersih, artinya tidak mengandung molekul-molekul lain (zat-zat lain yang
biasanya disebut pengotor atau kontaminan). Pengotor oleh zat-zat lain mudah terjadi, karena endapan timbul dari larutan
yang berisi macam-macam zat. Sedangkan endapan kasar adalah endapan yang butir- butirnya tidak kecil, halus melainkan
besar. Hal penting untuk kelancaran penyaringan dan pencucian endapan. Adapun tujuan dari pencucian endapan adalah
untuk menyingkirkan kotoran yang teradsorpsi pada permukaan endapan maupun yang terbawa secara mekanis.

Gravimetri dengan cara pengendapan, analat direaksikan sehingga terjadi suatu pengendapan dan endapan itulah
yang ditimbang. Atas dasar cara membentuk endapan, maka gravimetri dibedakan menjadi 2 macam : 

(1)  Endapan dibentuk dengan reaksi antara analat dengan sutau pereaksi, endapan biasanya berupa senyawa. Baik kation
maupun anion dari analat mungkin diendapkan, bahan pengendapnya anorganik mungkin pula organik. Cara inilah yang
biasa disebut dengan gravimetri.

(2)  Endapan dibentuk dengan cara elektrokimia, dengan perkataan lain analat dielektrolisa, sehingga terjadi logam sebagai
endapan. Cara ini biasa disebut dengan elektrogravimetri.

31
Salah satu masalah yang paling sulit dihadapi oleh para analis adalah menggunakan endapan sebagai cara pemisahan
dan penentuan gravimetrik adalah memperoleh endapan tersebut dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Zat-zat yang
normalnya mudah larut dapat diturunkan selama pengendapan zat yang diinginkan dengan suatu proses yang
disebut kopresipitasi. Misalnya, bila asam sulfat ditambahkan pada barium klorida yang mengandung sejumlah kecil ion
nitrat, endapan barium sulfat yang diperoleh mengandung barium nitrat. Maka dikatakan bahwa nitrat tersebut terkorosipitasi
dengan sulfat.

Kontresipitasi merupakan suatu fenomena yang ahli-ahli kimia analitik biasanya coba hindari. Namun, fakta bahwa
endapan cenderung mengabsorpsi zat-zat asing tidak selalu mengganggu; kopresipitasi telah digunakan secara luas untuk
mengisolasi runut isotop-isotop radio aktif. Ketika isotop-isotop ini dibentuk dalam reaksi uklir. Jumlah yang terbentuk bisa
sangat kecil, dan prosedur pengendapan umumnya gagal pada konsentrasi yang sangat kecil. Untuk meminimalisirkan
kopresipitasi dapat digunakan beberapa prosedur dibawah ini, yaitu :

1.      Metode penambahan pada kedua reagen, jika diketahi bahwa baik sampel maupun enapan mengandung suatu ion yang
mengotori, larutan yang megandung ion tersebut dapat ditambahkan pelarut lain, dengan cara ini konsentrasi pencemaran
dijaga serendah mungkin selama tahap awal-awal pengendapan.

2.      Pencucian

Pencucian kembali  analit yang didapatkan bertujuan agar endapan yang di dapatkan memiliki kemurnian yang tinggi
yaitukecilnya pengaruh kesalahan dari kopresipitasi.

3.      Pengendapan kembali

Suatu endapan kristalin, seperti BaSO4, kadang-kadang mengabsorpsi pengotor (impurities) bila partikel-partikelnya kecil.
Dengan bertumbuhnya ukuran partikel, pengotor tersebut bisa tertutup dalam kristal. Kontaminasi jenis ini disebut dengan
pengepungan (acclusian). Untuk membedakan dari kasus dimana padatan tidak tumbuh di sekitar pengotor. Pengotor yang
terkepung tidak dapat dipindahkan dengan mencuci endapan tersebut, tetapi mutu endapan tersebut seringkali dapat
disempurnakan dengan pencernaan.

Dalam hal ini penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang direaksikan dianalisa. Hasil reaksi ini dapat : sisa bahan,
atau suatu gas yang terjadi, atau suatu endapan yang terbentuk dari bahan yang diananlisa itu. Berdasarkan macam hasil yang
ditimbang itu dibedakan cara-cara gravimetri; cara evolusi dan cara pengendapan.
Banyak sekali reaksi yang digunakan dalam analisis kualitatif melibatkan endapan. Endapan adalah zat yang memisahkan
diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan. Endapan mungkin berupa kristalin atau koloid, dan dapat dilakukan dengan
penyaringan atau pemusingan (centrifuge). Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang
bersangkutan. Kelarutan (s) suatu endapan, menurut definisi adalah sama dengan konsentrasi molar larutan jenuhnya.
Kelarutan suatu zat tergantung pada berbagai kondisi, seperti suhu, tekanan, konsentrasi bahan- bahan lain dalam larutan itu,
dan komposisi pelarutnya.

Dalam prosedur gravimetrik yang lazim suatu endapan ditimbang dan darinya nilai analit dalam sampel dihitung.
Maka persentase analit A adalah:

atau, jika kita tentukan faktor gravimetrik endapan, yaitu:


 

Maka, persentase analitnya:

Dalam cara evolusi bahan direaksikan sehingga timbul suatu gas; caranya dapat dengan memanaskan bahan tersebut, atau
mereaksikan dengan suatu pereaksi. Pada umumnya yang dicari ialah banyaknya gas yang terjadi. Cara mencari jumlah gas
tersebut adalh sebagai berikut :

1.      Tidak langsung

Dalam hal ini analatlah yang ditinbang setelah bereaksi; berat gas diperoleh sebagai selisih berat analat sebelum dan sesudah
reaksi.

2.      Langsung

Gas yang terjadi ditimbang setelah diserap oleh suatu bahan yang khusus untuk gas yang bersangkutan. Sebenarnya yang
ditimbang ialah bahan penyerap itu yaitu sebelum dan sesudah penyerapan sedangkan berat gas diperoleh dari selisih kedua
penimbangan.

32
Dalam cara pengendapan, analat sekarang direaksikan sehingga terjadi suatu endapan dan endapan itulah yang
ditimbang. Atas dasar cara membentuk endapan, maka gravimetric dibedakan menjadi dua macam:

1.      Endapan dibentuk dengan reaksi antara analat dengan suatu pereaksi endapan biasanya berupa senyawa. Baik anion dan
kation dari analat mungkin diendapkan. Bahan pengendapnya mungkin organik atau anorganik.

2.      Endapan dibentuk secara elektrokimia, dengan perkatan lain analat dielektrolisa, sehingga terjadi logam sebgai endapan.
Cara ini disebut dengan elektrogravimetri.

 
Pengendapan dilakukan sedemikin rupa sehingga memudahkan proses pemisahannya misalnya Ag diendapkan
sebagai AgCl atau Zn diendapkan sebagai Zn(NH4)PO4.6H2O,selanutnya dibakar dan ditimbang sebagai AgCl atau
ZnP2O7. Aspek yang terpenting dan perlu diperhatikan pada metode tersebut adalah endapannya mempunyai kelarutan yang
sangat kecil sekali dan dapat dipisahkan secara filtrasi.  Kedua, sifat fisik endapan sedemikian rupa, sehingga mudah
dipisahkan dari dari larutanya dengan filtrasi, dapat dicuci untuk menghilangkan pengotor, ukuran partikelnya cukup besar
serta endapan dapat diubah menjadi zat murni dengan komposisi kimia tertentu.

Pada temperatur tertentu kelarutan zat pelarut tertentu didefenisikan sebagai jumlahnya bila dilarutkan pada pelarut
tertentu didefenisikan sebagai jumlahnya bila dilarutkan pada elaut yang diketahui beratnya dan zat tersebut mencapai
kesetimbangan dengan pelarut itu. Hal ini tergantung pada ukuran partikel. Larutan lewa jenuh adalah larutan dengan
konsentrasi zat terlarut lebih besar dbandingkan dalam keadaan setimbangan pada suhu tertentu . larutan ewat jenuh
merupakan keadaan yang  tidak stabil dan dapat diubah menjadi keadaan kesetimbangan dengan menambahkan Kristal zat
terlarut yang disebut sebagai seeding 

Umumnya pengendapan dilakukan pada larutan yang panas sebap kelarutan bertambah dengan bertambahnya
temperature. Pengendapan dilakukan dalam larutan encer yang ditambahkan pereaksi perlahan dengan pengadukan yang
teratur, partikel yang terbentuk ebih dahulu berperan sebagai pusat pengendapan. Untuk memperoleh pusat pengendapan
yang besar suatu reagen ditambahkan agar kelarutan endapan bertambah besar. 

Beberapa proses yang dapat mengakibatkan pengotoran endapan pada analisis gravimetri antara lain : kopresipitasi
(larutan padat, absorpsi, oklusi) dan pos presipitasi.

1.      Kopresipitasi

Dalam arti luas, kopresipitasi adalah ikut mengendapnya dua atau lebih zat pada waktu yang sama.

Hasilnya penambahan larutan perak nitrat ke dalam larutan yang mengandung natrium klorida dan natrium bromida akan
menghasilkan endapan AgCl dan AgBr.

Dalam kimia analisis khusunya dalam menyatakan pengotoran suatu endapan, istilah kopresipitasi biasanya digunakan dalam
arti yang lebih khusus. Dalam hal ini, diartikan sebagai ikut mengendapnya satu atau lebih zat asing bersama endapan dari
komponen zat uji. Padahal zat asing tersebut yang digunakan. Misalnya kalsium sebagian ikut mengendap pada
pengendapan besi (III) sebagai hidroksida dengan menetralkan larutan asam hingga pH 4 sampai 5. Pada kondisi yang sama,
tanpa besi, kalsium tidak akan mengendap.

2.      Larutan Padat

Dua zat padat larut satu sama lain membentuk larutan padat. Keduanya dapat membentuk kristal campuran dimana zat yang
satu berada dalam kisi kristal yang lain. Hal ini biasanya terjadi bila kedua zat tersebut isomorf.

Misalnya ion kromat dan sulfat mempunyai struktur, ukuran, muatan dan konfigurasi elektronik yang serupa, sehingga
endapan barium sulfat akan berwarna kuning apabila diendapkan dari larutan yang juga mengandung kromat.

3.      Adsorpsi

Pada permukaan dari partikel endapan, terdapat gugusan aktif yang dapat menarik dan mengikat zat yang sebenarnya tidak
dapat mengendap. Tentu saja pengotoran ini bertambah. Oleh karena itu endapan kristal kasar pada analisis gravimetri lebih
disukai daripada krisal halus.

33
Meskipun pengotoran ini mudah dihilangkan dengan pencucian, namun pada endapan yang gelatinous dimana pengotoran
ini sering terjadi, pencucian ini jarang berhasil.

4.      Oklusi

Ikut mengendapnya kotoran  yang terperangkap di bagian dalam dari partikel endapan disebut oklusi. Proses ini termasuk
juga (dalam arti luas) pembentukan dari larutan padat seperti diuraikan di atas. Akan tetapi istilah ini lebih khusus digunakan
untuk oklusi mekanik, termasuk terperangkapnya cairan induk dan ion pada pertumbuhan endapan gelatinous dan
pengotoran ini tidak mungkin dihilangkan sama sekali dengan proses pencucian.

5.      Pospresipitasi

Pada pospresipitasi, endapan semula dikotori oleh endapan zat lain yang terbentuk kemudian. Pengotoran ini terjadi karena
kontaminasi merupakan larutan lewat jenuh larutan magnesium oksalat yang lewat jenuh masih dapat dipertahankan untuk
tidak mengendap dalam jangka waktu tertentu.

Misalnya pada pengendapan kalsium sebagai oksalat dari larutan yang mengandung magnesium. Bila kalsium oksalat
tidak segera disaring setelah pengendapan, magnesium, oksalat terserap pada permukaan kalsium oksalat, maka ia tidak
dapat larut kembali. Sedangkan bila tanpa adanya kalsium, Pemisahan endapan oleh zat lain yang larut dalam pelarut disebut
kopresipitasi. Hal ini berhubungan dengan absorbs pada permukaan partikel dan terperangkapnya (oklusi) zat asing selama
proses pembentukan Kristal dari partikel primernya. Adsorbs banyak terjadi pada endapan getin dan sedikit pada
pengendapan mikro Kristal, misalkan AgI pad aperak aetat dan endapan BaSO4 pada alkali nitrat. Pengotoran dapat juga
disebapkan oleh postpresipitasi, yaitu pengendapan yang terjadi  pada permukaan endapan pertama. Hal ini terjadi pada zat
yang sedikit larut kemudian membentuk larutan lewat jenuh.  Zat ini mempunyai ion yang sejenis dengan endapan
primernya, misal: pengendapan CaC2O4. Dengan adanya  Mg.    MgC2O4  akan terbentuk bersama-sama dengan CaC2O4.
Lebih lama waktu kontak, maka lebih besar endapan yang terjadi.

            Postpresipitasi dan kopresipitasi merupakan dua fenomena yang berbeda. Sebagai contoh pada postpresipitasi,
semakin lama waktunya,maka kontaminasi bertambah bertambah, sedangkan pada kopresipitasi sebaliknya. Kontaminasi
bertambah akibat pangadukan larutan hanya pada postpresipitasi tetapi tidak pada kopresipitasi. Kemungkinan bertambahnya
kontaminasi sangat besar pada postpresipitasi dibanding pada kopresipitasi.

Keadaan Optimum untuk pengendapan

Aturan-aturan umum yang diikuti adalah sebagai berikut:

a)      Pengendapan harus dilakukan pada larutan encer, yang bertujuan untuk memperkecil kesalahan      akibat kopresipitasi.

b)      Pereaksi dicampurkan perlahan-lahan dan teratur dengan pengadukan yang tetap. Ini berguna untuk pertumbuhan Kristal
yang teratur. Untuk kesempurnaan reaksi,pereaksi yang ditambahkan harus berlebih. Urutan-urutan pencampuran harus
teratur dan sama.

c)      Pengendapan dilakukan pada larutan panas bila endapan yang terbentuk stabil pada temperature tinggi. Aturan ini tidak
selalu benar untuk bermacam endapan organic.

d)     Endapan kristal biasanya dibentuk dalam waktu yang lama dengan menggunakan pemanas uap untukmenghindari adanya
kopresipitasi.

e)      Endapan harus dicuci dengan larutan encer.

f)       Untuk menghindari postpresipitasi atau kopresipitasi sebaiknya dilakukan pengendapan ulang.

Pengendapan dari Larutan Homogen

            Pada metode ini, Reagan dihasilkan secara lambat oleh reaksi kimia homogeny dalam larutan. Endapanya
berkerapatan tinggi dan dapat disaring; kopresipitasi dikurangi ke nilai minimumnya.  Beberapa contoh pengendapan dari
larutan homogen adalah:

1)        Sulfat :   Dimetilsulfat menghasilkan radikal sulfat dengan reaksi:


(CH ) SO   +  2H O               2CH OH  +  2H  +  SO   
3 2 4 2 3
+
4
2-

34
2)       Hidroksida :  pH dikendalikan secara perlahan-lahan. NH dihasilkan dari urea dengan reaksi berikut: 3

                  CO(NH )   +  H O                     2NH  +  CO   pada suhu 90 – 100  C


2 2 2 3  2
o

Sedangkan  Al diendapkan oleh urea sebagai Al(OH) dalam media asam suksinat, atau Ba sebagai BaCrO pada 3 4  

amonium asetat atau Ni sebagai glioksim ataupun Al sebagai oksinat.

3)        Oksalat :  Kalsium diendapkan sebagai  CaC O 2 4

Thorium juga diendapkan sebagai Th(C O )  dengan adanya urea,misalnya: 2 4 2

CO(NH )   +  2HC O   +  H O                         2NH   +  CO   +  2C O


2 2 2 4 2 3 2 2 4
2

            (C H )  C O   +  2H O                       2C H OH  +  2H   +  C O4


2 5 2 2 4 2 2 5
+
2 2

4)       Fospat :  Fosfat berkelarutan rendah dapat diendapkan dengan membuat turunan dari trimetil atau trietil pospat secara
bertahap dengan hidrolisis.  Zr diendapkan sebagai Zr (PO )  pada (CH ) PO   dalam media yang mengandung sulfat 3 4 4 3 3 4

Pemurnian Endapan

      Tujuan mencuci endapan adalahmenghilangkan kontaminasi pada permukaan.  Komposisi larutan pencuci tergantung
pada kecenderungan terjadinya pepitisasi.  Untuk pencucian digunakan larutan elektrolit kuat, dan dia harus mengandung ion
sejenis dengan endapan untuk mengurangi kelarutan endapan.  Larutan tersebut juga harus mudah menguap agar mudah
untuk menimbang endapanya. Garam ammonium dapat digunakan sebagai cairan pencuci dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

a)      Larutan yang menegah terbentuknya koloid yang mengakibatkan dapat lewat kertas saring, missal:penggunaan
ammonium nitrat untuk mencuci endapan feri hidroksida 

b)      Larutan yang mengurangi kelarutan dari endapan (missal:alcohol).

c)      Larutan yang dapat mencegah hidrolisis garam dari asam lemah atau basa lemah 

            Setiap endapan harus dicuci sebelum diubah menjadi bentuk timbang. Tujuannya untuk menghilangkan kotoran-
kotoran yang teradsorpsi pada permukaan endapan maupun yang terbawa secara mekanik. Teknik pencucian yang baik :

1.      Memasukkan cairan pencuci ke dalam penyaring sampai sedikit di atas endapan, kemudian dibiarkan cairan melewati
kertas saring sampai habis. Setelah habis baru ditambah cairan untuk pencucian berikutnya. Demikian sampai endapan
bersih, dikerjakan berulang kali.

2.      Dengan cara dekantasi

Endapan dan cairan pencuci diaduk dan dibiarkan mengendap, setelah mengendap cairan dituang ke dalam penyaring,
endapan dibiarkan di dalam gelas piala, tambahkan lagi cairan pencuci, diaduk, dibiarkan mengendap. Kemudian cairan di
atas endapan dituang ke dalam penyaring sampai habis. Pekerjaan ini diulang berkali-kali sampai endapan bersih.

Kemudian yang terakhir endapa dipindahkan secara kuantitatif ke dalam penyaring. 

            Untuk memperoleh bentuk timbang, endapan yang telah dimurnikan dipanaskan/dipijar.

Pemanasan dapat dilaksanakan dengan :


1. Oven pengering (± 105° C) apabila hanya diperlukan untuk menghilangkan airnya saja.
Contoh : BaSO .2H O                        BaSO
4 2 4

2. Oven pemijar bila diperlukan pemanasan dengan suhu tinggi. Akibatnya kadang-kadang adalah formula endapan
sebelum dan sesudah pemijaran berbeda.

Contoh : Kalsium gliserofosfat C H O PCa, bila dipijar menjadi kalsium pyrofosfat Ca P O


3 7 6 2 2 7

Endapan CaC O  bila dipanaskan sampai 880° C             CaCO


2 4 3

Tetapi bila pemanasan diteruskan hingga 1100° C             CaO

            Pemanasan/pemijaran dapat diulang-ulang sampai mencapai berat yang tetap dalam penimbangan. Setelah
pemanasan/pemijaran kemudian didinginkan hingga suhu kamar dalam eksikator yang berisi bahan pengering yang masih
aktif kemudian dilakukan penimbangan.

35
Mencuci berulan-ulang lebih efektif dibandingkan dengan sekali pencucian dengan volume total yang sama 

 
Pembakaran Endapan 

Endapan mungkin mengandung air akibat adsobrsi,oklusi,penyerapan dan hidrasi. Temperatur pembakaran ditentukan
berdasarkan pada sifat kimia zat. Pemanasan harus diteruskan sampai beratnya tetap dan seragam. Berat dari abu kertas
saring harus pula diperhitungkan. 

Pembakaran Pereaksi Organik pada Analisis Gravimetri 

Pereaksi organic yang digunakan pada analisis gravimetric dikenal sebagai endapan organik. Pemisahan satu atau lebih ion-
ion anorganik dari campurannya dilakukan dengan menambahkan pereaksi organik. Karena senyawa –senyawa organic
tersebut mempunyai berat molekul yang besar, maka dapat ditentukan sejumlah kecil ion dengan pembentukan endapan
daam jumlah yang besar. Endapan organic yang baik harus mempunyai sifak spesifik. Endapan yang terbentuk oleh pereaksi
organic, dikeringkan atau dibakar dan ditimbang sebagai oksidanya. Selektivitas (pemilihan  optimum reaksi tercapai dengan
mengawasi variable-variabel seperti konsentrasi pereaksi, pH larutan dan penggunaan reagen pelindung untuk mengurangi
gangguan ion-ion asing. Pereaksi organic yang banyak digunakan adalah pereaksi pembentuk kheat (endapan ). Bila ligan
polifungsional dapat menempati lebih dari dua posisi koordinasi ion pusat logam, maka terbentuk senyawa koordinasi
dengan struktur cincin yang diseebut sebagai khelat. Petunjuk untuk meramalkan seecara kualitatif tentang kestabilan
kompleks dan kesetimbangan  endapan khelat yang tidak bermuatan diperoleh dari penelaahan konstanta pembentukan
senyawa koordinasi yang merupakan sifat ion logam dan sifat ligan 

 Endapan organic mempunyai tempat khusus dalam anlisis anorgaik sebab endapan yang tebentuk biasanya berbeda dari zat
anorganik murni, seperti antara BaSO4 dan Ni(DMG)2 dimana DMG adalah dimetil gloksin. Senyawa organic
diklasifikasikan sebagai pembentuk kompleks khelat,pembentuk garam dan pembentuk lake. Dalam usaha untuk membentuk
khelat, ligan harus mempunyai atom Hyang dapat diganti dan electron yang tidak berpasangan untuk membentuk koordinasi.
Pereksi organic banyak digunakan sebap bersifat selektif. Subsitusi pada atom C dapat bervariasi. Selektivitas berarti
kemampuan dari pereksi oerganik untuk bergabung dengan satu atau dua logam untuk memisahkan dari zat lainnya. Efek
sterik (ruang)menentukan selektivitas dari pereaksi pembentuk khelat, tidak dapat mengendapkan Al

Perhitungan

            Sebagai contoh, klorida dapat ditetapkan secara gravimetri setelah diendapkan sebagai AgCl.
                        Ag   +  Cl             AgCl
+ -

            Pada reaksi di atas, satu ion klorida bereaksi secara kuantitatif dengan ion perak membentuk satu molekul perak
klorida. Oleh karena 1 mol ion perak dan 1 mol perak klorida masing-masing mengandung jumlah partikel yang sama
(bilangan avogadro : N = 6,02 x 10 ) maka persamaan itu juga menyatakan bahwa 1 mol ion klorida bereaksi dengan 1 mol
23

ion perak, menghasilkan 1 mol perak klorida.

35,453 g ion klorida + 107,867 g ion perak      143,321 g AgCl. Dari hubungan kuantitatif tersebut, maka jumlah perak atau
klorida  dapat dihitung bila berat endapan perak klorida diketahui.

Contoh Soal :

1.      Berapa gram Ag (107,87) terdapat dalam 100,0 g AgCl (143,32) ?

Jawab :

1 mol AgCl mengandung 1 mol Ag

143,32 g AgCl mengandung 107,868 g Ag

100 g AgCl mengandung Ag =  107,87  x  100 g = 75,27 Ag

                                              143,32

2.      Berapa gram Na (22,99) terdapat dalam 50,0 g Na SO (142,04) ?


2 4

36
Jawab :

1 mol Na SO  mengandung 2 mol Na


2 4

142,04 g Na SO  mengandung 2 x 22,99 g Na


2 4

50 g Na SO  mengandung Na = 2 x  22,99  x  50,0 g Na  = 16,19 g Na


2 4

                                                 142,04

3.      Berapa gram BaCl (208,24) terdapat dalam larutan bila diendapkan dengan AgNO3 diperoleh 1,3456 g endapan AgCl
(143,32) ?

Jawab :
BaCl   +  2AgNO            2AgCl  +  Ba(NO )
2 3 3 2

2 mol AgCl  berasal dari 1 mol BaCl 2

2 x 143,32 g AgCl berasal dari 208,24 g BaCl 2

BaCl  dalam larutan yang menghasilkan 1,3456 g AgCl


2

      =    208,24    x   1,3456 g BaCl 2

         2 x 143,32

      =  0,9776 g BaCl 2

 
METODE EVOLUSI

            Metode evolusi didasarkan atas penguapan komponen zat uji dengan cara pemanasan. Berarti komponen yang
menguap adalah perbedaan dari berat penimbangan zat uji sebelum dan sesudah penguapan.

            Cara yang sederhana ini sering digunakan untuk penetapan kadar air dari zat uji dengan pemanasan pada 105° C
sampai 110° C, dan penetapan CO  dengan pemijaran pada suhu yang lebih tinggi.
2

37
            Misalnya, susut pengeringan natrium klorida ditetapkan dengan mengeringkan sejumlah zat uji dalam oven pada
105° C hingga diperoleh bobot tetap. Kadar abu suatu simplisia ditetapkan dengan meng abukan zat uji dalam tanur listrik
(mufflefurnance) hingga bobot tetap.

            Dengan metode evolusi juga dimungkinkan untuk menyerap komponen yang menguap (H O atau CO ) menggunakan
2 2

penyerap yang cocok. Berat dari komponen yang mnguap adalah pertambahan berat dari penyerap.

Faktor Gravimetri

            Dalam prosedur gravimetri, hasil pemanasan/pemijaran ditimbang dan dari harga ini berat komponen yang ditetapkan
dapat dihitung :

Persentase komponen yang ditetapkan adalah :


 
            

Untuk memperoleh berat komponen yang ditetapkan dipergunakan faktor gravimetri.

 
            Faktor gravimetri adalah perbandingan jumlah berat mol komponen yang ditetapkan terhadap berat mol endapan.

Contoh            : Faktor gravimetri untuk Ag dalam endapan AgCl adalah:


 

 
Beberapa Contoh Faktor Gravimetri

Komponen yang dicari


Bahan yang ditimbang Faktor Gravimetri Nilai
(analit)

  0,752
AgCl Ag
7

  0,247
AgCl Cl
4

  0,588
BaSO Ba
5
4

  0,411
BaSO SO
5
4 4

  0,699
Fe O Fe
4
2 3

  0,899
Fe O FeO
8
2 3

38
  0,362
Mg P O MgO
3
2 2 7

  0,633
Mg P O PO
7
2 2 7 2 5

 
Contoh Soal :

            Suatu campuran NaCl (58,44) dan Na SO  akan ditetapkan kadar NaCl nya dengan pengendapan menggunakan
2 4

AgNO . Bila dari 0,9532 g campuran diperoleh 0,7033 g endapan AgCl (143,32). Berapa % NaCl terdapat dalam campuran
3

tersebut ?

Jawab :                                                                        
 
 
 
 
                        

                                                

 
METODE PENYARINGAN

            Dengan cara ini komponen zat uji disaring dengan pelarut spesifik. Sari yang diperoleh kemudian diuapkan hingga
bobot tetap. Cara ini cocok apabila teknik isolasi sederhana, konsentrasi zat aktif cukup tinggi dan zat aktif yang diperoleh
harus murni atau mdah dimurnikan. Contoh penetapan dengan cara ini antara lain penetapan alkaloid atau zat aktif dari
sediaan  farmasi preparat galenik, misalnya penetapan kadar Colchicine, Luminal, Natrium.

METODE ELEKTROGRAVIMETRIK

            Metoda ini didasarkan atas pelapisan zat pada sebuah elektroda melalui proses elektrolisa. Berat lapisan yang
merupakan komponen zat uji yang ditetapkan adalah selisih dari penimbangan elektroda (kering) sebelum dan setelah
elektrolisa.

            Dari keempat metode tersebut di atas, metode pengendapan merupakan metode yang paling banyak dipakai.

Kriteria untuk Pemilihan Pereaksi Organik 

Berbagai hal harus diperhitungkan dalam memilih pereaksi organic untuk pembentukan khelat. Zat tersebut harus selektif,
misalnya penggunaan dimetilglioksim atau 1-nitroso-2-naftol untuk pengendapan Ni atau Co, cupferron untuk besi ,asam
kuinaldat untuk Cu, asam mandelat untuk Z,atau N-fenil N-benzoilhidroksilamin untuk logam niobium dan antalum. Karena
endapan organic tidak terionisasi, endapan tersebut tidak mengandung pengotor kopresipiasi dan endapan ionik  lainnya ,
seperti Mg oksin ,Mg(OX)2 tidak mengandung kopresesipitasi Na,K seperti pada endapan Mg(NH4)PO4 dan
Mg2P2O7.sedikit logam menghasilkan banyak sekali endapan ,seperti  Cu-asam kuinaldat, hanya mengandung 14,94% Cu.
Karenaitu endapannya ringan dan besar serta dapat dikerjakan pada tingkat mikrodan semi –mikro. Pereaksi organic dapat
dimodifikasi dengan menambahkan rantai atau cincin aromatic.

Cupferron(l) dan neocupferron  (ll) adalah  contohnya. Endapan dapat dilarutkan dalam suasana asam  dan reagen yang
dibebaskan dapat dititrasi dengan titrasi redoks, misalkan logam-logamoksin dilarutkan dalam asam seperti H2SO4
kemudian dilakukan titrasi dengan larutan KBrO3 Beberpa pereaksi membentuk kompleks berwarna yang mudah dilihat
denganuji bercak dan juga bermanfaatpada analisis kalorimeter . Karena sifat ikatan kovalen pada komleks logam dengan
pereaksi organic sangt kuat ,maka kompleks tersebut mudah  larut dalam pelarut nonpolar. Teknik ini digunakan pada

39
pereaksi pelarut tersebut. Seperti kompleks Fe (lll) cupferron yang larut dalam eter, sehingga dapat dapat dipisahkan dari
logam –logam lainnya. Khelat umumnya anhidrat sehingga endapan mudah dikeringkan. Ini dipercepat dengan mencuci
endapan dengan alcohol , bukan dengan aseton karena endapan tersebut akan larut di dalamnya. Khelat tersebut dapat
dikeringkan pada temperature (105-110) C , karena sifat hidrofobinya. Kecilnya kelarutan dari pereaksi dalam air merupakan
hal yang merugikan, oleh karena itu alcohol atau asam asetat (CH3COOH) digunakan sebagai pelarut, tetapi akibatnya kita
tidak dapat mengetahui berapa jauh pereaksi harus ditambahkan hingga berlebih. Hal lain adalah sulitnya mendapatkan
pereaksi organik yang murni. Isomerasi keto-enol dapat menyebapkan kesalahan dalam analisis kalorimeter   kecuali bila
kondisi secara seksama dikendalikan, misalny dengan penambahan dithozone .

Beberapa Endapan Organik yang Penting 

Beberapa pereaksi organic yang sering digunakan pada analisis grafimetri, misalnya :

(I)              Dimetilglikosim untuk nikel.pereaksi berlebih harus dihindari untuk menghindarkan pembentukan endapan pereaksi
nya sendiri. Sitrat dan tartarat digunakan sebagai pereaksi pelindung

(II)           Cupferron untuk Fe(lll)dan Cu. Hal ini bermanfaat dalam kondisi asam ,larutan dingin dan endapannya dibakar
kemudian ditimbang

(III)        Pereaksi 8-hidroksikuinolin(untukMg) adalah ditambahkan pada keadaan (suasana )dingin dan endapannya dicuci
dengan air hangat. Endapan kemudian dilarutkan dalam asam dan dititrasi.

(IV)        Pereaksi salisildioksim (untuk Cu). Asam tartarat digunakan sebagai masking agent. Komleks tersebut larut dalam
alcohol tetapi tidak stabil jika lebih dari 73 hari ditimbang sebagai Cu-salisildioksim 

(V)           1-nitroso-2-naftol(untuklogam Co) digunakan pada keadaan asam. Kompleks tersebut dibakar dan ditimbang sebagai
Co3O4. Pereaksina dibua dalam asam asetat glasial dan air destilasi 

(VI)        Asam kuinaldat(untuk Cu). Metode ini  sensitive  dengan menggunakan pereaksi pengompleks. Pada kompleks hanya
dikandung 15%Cu.

(VII)     Asam mandelat digunakan (untuk Zr). Endapan dibakar dan oksidanya ditimbang 

(VIII)  Asam antranilat digunakan pada beberapa logam (untuk Cu) biasanya sering digunakan garam natrium. 

PENENTUAN KALIUM

Kalium (K) dapat ditentukan secara gravimetri dengan cara mengendapkannya menggunakan natrium tetra fenil boron,
(NaB(C H ) ) sebagai pereaksi pengendap.
6 5 4

Endapan yang terbentuk berupa kalium tetra fenil boron, KB(C H ) , tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik
6 5 4

seperti aseton.
K  + NaB(C H )                KB(C H )  + Na
+
6 5 4 6 5 4
+

Endapan dapat terbentuk dalam suasana yang sangat dingin dan sangat asam.

Tujuan :

-          Penentuan kadar K dalam air laut secara gravimetri dengan pereaksi pengendap natrium tetra fenil boron NaB(C H ) .
6 5 4

Cara Kerja :
• Pipet 25,00 mL sampel air laut kedalam labu erlenmeyer 100 mL.
• Tambahkan 3,0 mL HCl pekat
• Ditaruh didalam ice-water bath selama 10 menit.
• Sekitar 10 mL larutan NaB(C H )  1% dingin ditambahkan kedalam larutan diatas.
6 5 4

• Kocok sehingga merata sambil menutup erlenmeyer.


• Taruh kembali dalam ice-water bath beberapa menit.
• Endapan yang terbentuk disaring dengan sintered-glass crucible porosity no.4 (yang telah ditimbang). Sisa endapan
dan larutan yang ada pada erlenmeyer dicuci beberapa kali dengan air dingin dan dituangkan melalui crucible.
• Crucible yang berisi endapan dikeringkan dalam oven dengan suhu 1200C sampai mencapai berat konstan.
• Endapan yang terbentuk dapat dihitung

40
• Percobaan ini dilakukan 3 kali
• Hitung kadar kalium (K) dalam sampel tersebut.

Faktor konversi : 1 gram endapan = 0,1091 gram K.

        

    
 
  
 

    

    

PENENTUAN KLORIDA

Prinsip :

-          Ion klorida dalam larutan diendapkan dari larutan asam sebagai perak klorida (AgCl). 
-           

Endapan yang terbentuk mula – mula berbentuk koloid tetapi kemudian akan menggumpal membentuk agregat. Endapan
yang terbentuk mudah tersebut dicuci dan disaring. Sebagai pencuci digunakan larutan asam nitrat (HNO ) encer. Air tidak
3

dapat digunakan sebagai pencuci.

Perak klorida yang terbentuk disaring melalui sintered-glass crucible, bukan dengan kertas saring karena AgCl mudah
direduksi menjadi Ag bebas oleh karbon dalam kertas saring selama pembakaran kertas saring.

Tujuan :

-          Menetapkan kadar klorida dalam suatu sampel dengan cara mengendapkan ion khlorida yang ada dalam sampel
menggunakan perak nitrat (AgNO ). 3

Cara kerja :
• Dapatkan sampel yang mengandung ion klorida yang larut dan keringkan dalam oven sekitar 1 jam dengan suhu
110 C. 0

• Dinginkan dalam desikator


• Timbang sekitar 0,4 – 0,7 gram sampel tersebut di dalam gelas kimia 400 mL.
• Tambahkan 150 mL aquades bebas khlorida dan 0,5 mL (10 tetes) asam nitrat (HNO ) pekat. 3

41
• Aduk sampai merata dengan batang pengaduk dan tinggalkan batang pengaduk pada beaker glass.
• Anggap sampel tersebut adalah NaCl murni dan hitung milimol AgNO  yang dibutuhkan untuk mengendapkan.
3

• Tambahkan larutan AgNO  tersebut secara perlahan- lahan sambil diaduk dan lebihkan 10% penambahan larutan
3

AgNO . 3

• Panaskan gelas kimia yang berisi larutan, sampai hampir mendidih sambil diaduk terus menerus. Hindarkan beaker
dari sinar matahari langsung.
• Tambahkan satu dua tetes larutan AgNO  untuk mengetahui apakah semua khlorida dalam sampel telah diendapkan
3

atau belum. Bila dengan penambahan larutan menjadi keruh, tambahkan lagi AgNO  dan panaskan kembali. Dan
3

perlu diperiksa kembali dengan penambahan satu-dua tetes larutan AgNO . Dinginkan larutan dan tutup dengan kaca
3

arloji sekitar satu jam.

Penyaringan dan Penimbangan


• Tempatkan sintered – glass crucible (yang telah ditimbang) pada perlengkapan penghisap.
• Tuangkan larutan sampel yang telah diendapkan ion kloridanya ke crucible.
• Cuci endapan dengan larutan HNO  encer (0,6 mL HNO3 pekat dalam 200 mL), juga sisa yang ada dalam beaker
3

glass beberapa kali.


• Keringkan endapan didalam oven selama 2 jam dengan suhu 110 C. 0

• Dinginkan dalam desikator


• Timbang endapan yang telah dingin
• Hitung kadar khlorida dalam sampel menggunakan BA Cl = 35,45 dan Mr AgCl 

Peranan analisis Gravimetrik dalam kimia  analitik modern 

Mahasiswa mungkin telah mendengar  bahwa metode instrumen telah menggeser teknik-teknik  gravimetrik  namun bahwa
analisis gravimetrik masih sangat penting dalam bidang kimia anlitik karena teknik gravimetrik dapat benar-benar  lebih
cepat  dan lebih tepat  daripada suatu metode instrumen yang memerlukan kalibrasi atau standarisasi yang
ekstensif.Umumnya  instrumen hanya memberikan pengukuran relatif dan harus dikalibrasi berdasarkan suatu metode
gravimetrik atau titrimetrik  yang klasik. Dalam peyediaan standart diperlukan  untuk mengecek penampilan  penampilan
suatu metode eksperimen, teknik gravimetrik  memberikan pendekatan yang langsung  dan relattif  sederhana .

Kesalahan (error) dalam metode analisis gravimetri.

Analisis gravimetri merupakan analisis dimana sampel dilarutkan ke dalam akuades. Kemudian analit diubah menjadi
bentuk endapan yang dapat dipisahkan dan ditimbang. Endapan terbentuk terutama untuk analit-analit yang dalam bentuk
garamnya adalah garam sukar larut. Dengan demikian sebagian besar garam analit tersebut akan mengendap. Namun
demikian ada sejumlah sedikit analit yang tidak terendapkan dan masih dalam bentuk ionnya yang terlarut dalam larutan
akuades.Bamyaknya ion yang terlarut dalam larutan tergantung dari besarnya konstanta hasil kali kelarutan (K ). 
sp

Sebagai contoh dalam analisis kadar klor dalam suatu sampel padatan. Klor akan dianalisis dengan metode gravimetri
dalam bentuk endapan perak klorida (AgCl). Harga konstanta hasil kali kelarutan perak klorida, Ksp AgCl = 1,8 x
10 . Maka banyaknya klor yang tidak terendapkan dalam satu liter larutan adalah:
−10

Reaksi pelarutan AgCl adalah

Ag Cl (s) Ag  (aq) + Cl  (aq) 


+ −

Kelarutan AgCl dihitung adalah

Ksp AgCl = [Ag ] x [Cl ], karena dalam larutan [Ag ] = [Cl ] maka,
+ − + −

1,8 x 10−10 = [Cl ] − 2

[Cl ] = 1,34 x 10  mol/L


− −5

Cl = 1,34 x 10  mol/L x 35,5 g / mol


−5

Cl = 4,8 x 10  g/L = 0,48 mg/L


−4

Jadi, dalam satu liter larutan akan ada klor sebanyak 0,48 mg yang tidak terendapkan.

42
Untuk meminimalkan kesalahan ini dapat dilakukan dengan cara menambahkan ion perak (Ag ) secara berlebih di
+

dalam larutan. Sesuai dengan hukum ion sejenis maka reaksi keseimbangan akan bergeser ke arah pembentukan endapan. 

 
BAB 5

TINJAUAN ULANG MENGENAI KESETIMBANGAN KIMIA

A. Pengertian Kesetimbangan Kimia

Kesetimbangan kimia adalah ilmu yang mempelajari semua proses yang dapat berlangsung dua arah, artinya
proses atau reaksi yang dapat balik. Keadaan kesetimbangan kimia diperlihatkan pada contoh dibawah ini :

Ag + Fe  ↔ Ag + Fe
+  2+ 3+

Tanda panah kedua arah yang berlawanan menunjukkan bahwa reaksi dapat dibalik atau terjadi reaksi yang
setimbang. Saat keadaan setimbang, tidak akan terjadi perubahan secara makrokopis, artinya perubahan yang dapat
diamati atau diukur, tetapi reaksi terus berlangsung dalam dua arah dengan kecepatan yang sama. Jadi kesetimbangan
kimia bersifat dinamis, jika ion Ag dan Fe  dicampur, laju perubahan Ag dan Fe setiap saat selalu berubah.
+  2+ +  2+ 

Jika suatu kimia telah mencapai keadaan kesetimbangan maka konsentrasi reaktan dan produk menjadi
konstan sehingga tidak ada perubahan yang teramati dalam sistem. Meskipun demikian, aktivitas molekul tetap
berjalan, molekul-molekul reaktan berubah mnjadi produk secara terus-menerus sambil molekul-molekul produk
berubah menjadi reaktan kembali dengan kecepatan yang sama.

Sedikit sekali reaksi kimia yang berjalan ke satu arah saja, kebanyakan adalah reaksi dapat balik. Pada awal
reaksi dapat balik, reaksi berjalan ke arah pembentukan produk. Sesaat setelah produk tersebut, pembentukan reaktan
produk juga mulai berjalan. Jika kecepatan reaksi maju dan reaksi balik adalah sama, dan dikatakan bahwa
kesetimbangan kimia telah dicapai. Harus diingat bahwa kesetimbangan kimia melibatkan beberapa zat yang berbeda
sebagai reaktan dan produk. Kesetimbangan antara dua fase zat-zat yang sama disebut kesetimbangan fisika,
perubahan yang terjadi adalah proses fisika. 

 
Jadi kesetimbangan reaksi disebut juga dengan kesetimbangan dinamis. Kesetimbangan dinamis adalah pada
keadaan-keadaan setimbang reaksi tidak diam (statis), tetapi terjadi dua reaksi berlawanan arah yang mempunyai laju
reaksi sama. Pada keadaan tidak setimbang ini tidak terjadi lagi perubahan bersih dalam sistem
reaksi. Misalnya kesetimbangan dinamis yang diasumsikan dalam kehidupan sehari-hari.

Air dipanaskan dalam wadah tertutup sampai air menguap. Pada saat air menguap, uap air tertahan pada
permukaan tutup wadah. Selanjutnya, uap air tersebut akan mengalami kondensasi,yaitu uap air menjadi cair
kembali, kemudian jatuh ke dalam wadah. Pada wadah tersebut terjadi dua proses yang berlawanan arah, yaitu proses
penguapan yang arahnya ke atas dan proses kondensasi yang arahnya ke bawah. Pada saat tertentu laju proses
penguapan dan laju proses kondensasi akan sama. Hal itu dapat kita lihat volume air dalam wadah tersebut adalah
tetap. Keadaan seperti itu disebut kesetimbangan dinamis. 

 
B. Jenis Sistem Kesetimbangan
1. Kesetimbangan Homogen
a. Tetapan kesetimbangan

43
Kesetimbangan homogen adalah suatu kesetimbangan yang hanya terdiri atas satu fasa atau reaksi dalam
dimana semua spesies pereaksi ada dalam fase yang sama . Salah satu contoh kesetimbangan homogen yaitu :

H O + I ↔ 2HI
2 2   

2SO + O ↔ 2SO
2  2  3

Gas A dan B bereaksi membentuk C dan D. Pada saat setimbang, kecepatan reaksi pembentuk gas C dan
D adalah sama dengan pembentukan gas A dan B. Reaksi ini dapat dinyatakan dengan persamaan :

A  + B ↔ C  + D
(g) (g)  (g) (g)

V adalah kecepatan reaksi pembentukan gas C dan D. V  adalah kecepatan reaksi pembentukan gas A dan B. 
1  2

Pada saat setimbang :

K = 

Harga K adalah tetap pada temperatur tertentu yang sama. Untuk reaksi pada temperatur tetap, secara umum
dinyatakan dengan persamaan :

mA + nB ↔ pC + qD

K  =  c

b. Hubungan Kp dan Kc
Persamaan keadaan gas ideal dapat ditulis sebagai berikut :

P = ( n/V ) RT

Karena ( n/V ) = konsentrasi (C), maka P = CRT

Untuk reaksi A  + B ↔ C  + D
(g) (g)  (g) (g)

Harga Kp menjadi :

Kp = Kc x (RT) ∆n

c. Prinsip Le Chatelier
Seorang kimiawan berkebangsaan Perancis, pada tahun 1884, Henri
Le Chatelier, menemukan bahwa jika reaksi kimia yang setimbang menerima perubahaan keadaan(menerima 
aksi dari luar), reaksi tersebutakan menuju pada kesetimbangan barudengan suatu pergeseran tertentu untuk
mengatasi perubahan yang diterima(melakukan reaksi sebagai respon terhadapperubahan yang diterima). 
1. Pengaruh konsentrasi  
Jika konsentrasinya diperbesar padasalah satu zat maka reaksi bergeser dari arahzat tersebut, sedangka
n bila konsentrasinyadiperkecil maka reaksi akan bergeser ke arahzat tersebut. 
2. Pengaruh tekanan dan volume
Perubahan tekanan hanya berpengaruh pada sistem gas, berdasarkan hukum boyle bila tekanan gas
diperbesar maka volumenya diperkecil, sedangkan bila tekanan gas diperkecil maka volume gas diperbesar,
berdasarkan persamaan gas ideal :  

PV = nRT

bahwa tekanan berbanding lurus dengan jumlah mol gas. jika mol gas bertambah maka tekanan akan
membesar, sebaliknya bila jumlah mol gas berkurang maka tekanan akan menjadi kecil. Dengan demikian

44
jika tekanan diperbesar maka reaksi akanbergeser ke arah jumlah mol gas
yang lebihkecil dan juga sebaliknya.  

Contoh : 2SO + O ↔ 2SO 2(g)  2(g)  3(g)

Pada temperatur tetap, apabila tekanan dinaikkan, kesetimbangan akan bergeseer ke arah hasil reaksi
sehingga volume akan berkurang dan mengurangi kenaikan tekanan. Bila tekanan diturunkan kesetimbangan
bergeser ke arah pereaksi atau ke arah jumlah molekul yang banyak.
3. Pengaruh Suhu
Jika suhu dinaikkan maka reaksi akanbergeser ke arah reaksi endoterm, sedangkanjika suhu diturunka
n maka reaksi akanbergeser ke arah eksoterm.

Contoh : N2(g) + 3H2(g)<--> 2NH3(g) H= - 92 kJ 

Bila suhu diubah dari 500° menjadi 1200° maka kesetimbangan ke arah endoterm atauke kiri.
4. Katalis 
Katalis hanya berfungsi untukmempercepat tercapainya kesetimbangankimia. Dalam suatu sistem
kesetimbangan, suatu katalis menaikkan kecepatan reaksi maju dan reaksi balik dengan sam kuatnya. Suatu
katalis tidak mengubah kuantitas relatif yang ada dalam kesetimbangan,  nilai tetapan kesetimbangan tidaklah
berubah.Katalis mempengaruhi laju reaksi maju sama besar dengan reaksi balik. 

 
2. Kesetimbangan Heterogen
Sistem kesetimbangan heterogen adalah suatu sistem kesetimbangan yang komponen zatnya mempunyai fasa
berbeda atau lebih dari satu. Contoh :

CaCO ↔ CaO + CO
3(p)  (p)  2(g)

2BaO ↔ 2BaO + O
2(g)  (p)  2(g)

Harga tetapan kesetimbangan  tekanan atau Kp = P

CuO  + H ↔ Cu + H O
(p) 2(g)  (p)    2 (g)

Adalah 

Misal :

2SO + O  ↔ 2SO
2(g)  2 3(g) 

 
Kuantitas yang diperoleh melalui pemasukan harga konsentrasi awal spesies-spesies ke dalam pernyataan
konstanta kesetimbangan disebut hasil bagi reaksi (Qc). Untuk menentukan arah pergeseran reaksi untuk mencapai
kesetimbangan, kita harus membandingkan harga Qc dan Kc. Ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi :

1.  Qc > Kc harga perbandingan konsentrasi awal produk terhadap reaktan adalah cukup besar. Untuk mencapai
kesetimbangan maka produk harus berubah menjadi reaktan. Proses berjalan dari ke kiri.

2.  Qc = Kc konsentrasi mula-mula adalah sama dengan konsentrasi pada kesetimbangan berarti telah tercapai
kesetimbangan.

45
3.  Qc < Kc harga perbandingan konsentrasi awal produk terhadap reaktan adalah cukup kecil. Untuk mencapai
kesetimbangan maka reaktan harus berubah menjadi produk. Proses berjalan dari ke kanan.

 
C. Penerapan Reaksi Kesetimbangan di Industri
1. Pembentukan Amonia dengan proses Haber-Bosch
Proses Haber Bosch dalam bidang industri contohnya pada pembuatan amonia (NH3) merupakan senyawa
nitrogen yang sangat penting bagi kehidupan, teutama sebagai bahan pembuatan pupuk dan sebagai pelarut yang baik
untuk berbagai senyawa ionik dan senyawa polar. Amonia dibuat berdasarkan reaksi antara gas nitrogen dengan
hidrogen.
2. Pembentukan Belerang Trioksida (SO ) pada proses kontak
3

2SO  + O  ↔ 2SO  + 42.000 kal


2(g) 2(g) 3(g)

 
Reaksi ini menyerupai sintesis amonia karena reaksi yang terjadi adalah eksoterm dan terjadi penurunan volume.
Untuk mengatasi SO yang optimum operasi/reaksi dilakukan pada temperatur rendah, tekanan tinggi, dan gas oksigen

atau SO  berlebihan, tetapi proses tidak ekonomis karena laju reaksinya rendah.
2

3. Pembentukan Nitrogen Oksida ( Proses Birkland-Eyde )


N + O  ↔ 2NO – 43.250 kal
2  2(g)

 
Reaksi pembentukan NO merupakan reaksi eksoterm, maka jika temperatur dinaikkan, kesetimbangan akan
bergeser ke arah penyerapan kalor atau ke arah reaksi endoterm. Dengan demikian, pembentukan NO akan
bertambah pada kenaikan temperatur. Selain itu, hasil NO semakin bertambah bila gas N dan O berlebihan.
2  2 

4. Pembuatan asam sulfat menurut proses kontak


Asam sulfat digunakan pada industri baja untuk menghilangkan karat besi sebelum baja dilapisi timah atau
seng. Pada pembuatan zat warna, obat-obatan; pada proses pemurnian logam dengan cara elektrolisis; pada industri
tekstil, cat, plastik, akumulator, bahan peledak, dan lain-lain. Pendeknya, banyaknya pemakaian asam sulfat di suatu
negara telah dipakai sebagai ukuran kemakmuran negara tersebut.

 
D. Kesetimbangan Dinamis dalam Kehidupan Sehari-Hari 

Dalam kehidupan sehari-hari banyak hal dialam yang mengalami kesetimbangan dinamis. Contoh beberapa


proses yang termasuk ke dalam proses kesetimbangan dinamis yaitu sebagai berikut :

• Proses pemanasan air dalam wadah tertutup 


• Proses pelarutan zat padat dalam air, misalnya garam AgCl dilarutkan dalam air sehingga padatan AgCl sebagian
melarut ke dalam air. Pada waktu AgCl sudah melarut, terjadi lagi reaksi pembentukan padatan AgCl yang disebut
proses pengendapan. Hal itu berarti dalam sistem terjadi dua proses yang berlawanan arah, yaitu proses pelarutan
AgCl yang arahnya kekanan dan proses pengendapan AgCl yang arahnya kekiri. Pada saat tertentu laju proses
pelarutan (V ) akan sama dengan laju proses pengendapan (V ).Keadaan seperti itu disebut kesetimbangan
1 2

dinamis. Pada keadaan setimbang V1=V2. Hal itu dapat dituliskan sebgai berikut.

46
AgCl   ⇋  Ag +  Cl
(g)  
+  -
   

• Proes penguapan air dari permukaan bumi dengan proses turunnya hujan merupakan kesetimbangan dinamis. Jika
dalam kurun waktu tertentu jumlah air yang menguap dari permukaan bumi sama dengan jumlah air yang jatuh ke
permukaan bumi melalui turunnya hujan, maka kesetimbangan air di alam dapat dipertahankan. Akan tetapi,
kenyataan yang dihadapi oleh manusia pada masa sekarang ini sangat berbeda dengan kesetimbangan dinamis yang
kita bicarakan sebelumnya musim kemarau berkepanjangan mengakibatkan banyak tanaman mengalami
kekeringan, lalu mati sehingga manusia menderita kelaparan. Sebaliknya hujan yang terus menerus menyebabkan
bencana banjir yang mengakibatkan banyak manusia meninggal dan banyak rumah yang hanyut terbawa arus banjir. 

 
E. Contoh Soal dan Pembahasan
1. Satu mol A dan B direaksikan sampai mencapai kesetimangan
A(g) + B(g) <-> C(g) + D(g). Pada saat setimbang, didapat zat A = 0.33mol. Hitung tetapan kesetimbangannya (Kc)!

Jawab: 
            A(g) + B(g) <-> C(g) + D(g)

Mula-mula   : 1          1


Bereaksi        : 0.67     0.67      0.67    0.67
                       __________________________ _
Seimbang      : 0.33     0.33       0.67    0.67

K = 

   = 

  = 4,122

 
2. Pemanasan gas SO dalam ruang tertutup pada temperatur tertentu menghasilkan O sebanyak 20% volume.
3  2 

tentukan derajat disosiasi SO3

Jawab :

            SO ↔ SO  + ½ O


3  2   2

Mula-mula :   80       -      -
Bereaksi     :   40         40       20
                    ——————————-
Setimbang :    40          40      20

 
α = 

α = 

α = 

47
 
3. Pada Pemanasan 1 mol gas SO dalam ruang yang volumenya 5 liter diperoleh gas o sebanyak 0.25 mol. Pada
3  2 

keadaan tersebut tetapan kesetimbangan Kc adalah…

Jawab :

2SO ⇌     2SO  +  O


3        2   2

M :         1                    –            -

B :         0.5                0.5        0.25__

S :          0.5               0.5        0.25

[SO ] =  0.5 / 5 = 0.1 M


3  

[SO ] =  0.5 / 5 = 0.1 M


2

[O ]  =  0.25 / 5 = 0.05 M
2    

Kc = 

Kc = 

Kc = 0,05
4. Pada Suatu reaksi kesetimbangan  2Al + 3H O    ⇌      Al O + 3H (s)  2 2 3(s)  2

Mula-mula terdapat 1 mol Al dan 1 mol uap air. Setelah kesetimbangan tercapai terdapat 0.6 mol hz. Harga tetapan
kesetimbangan adalah…

2Al +   3H O     ⇌        Al O


(s)       2 2 +     3H
3(s)       2

M :       1                 1                        –                    -

B :         0.4              0.6                     0.2               0.6  

S :         0.6              0.4                     0.2               0.6

Kc = 

Kc = 

    = 3,375

 
5. Sebanyak 0,4 mol HI di masukan ke dalam bejana 1 liter, sehingga terjadi kesetimbangan menurut
persamaan berikut:  2HI  ⇋    H  + I  . 2 2

Jika derajat dissosiasi HI diketahui sama dengan 0,25. Hitung harga Kc ?

Jawab :

2HI  ⇋    H  + I  . 2 2

M :        0,4            -          -

48
B :         0.1          0.05     0.05__

S :          0.3          0.05     0.05

α     = 

0,25 = 

Mol terlarut = 0,1 mol

 
BAB 6

TITRASI ASAM BASA

2.1 Pengertian Titrasi

Titrasi merupakan suatu proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang diketahui dan diperlukan
untuk bereaksi  secara lengkap dengan sejumlah contoh tertentu yang akan dianalisis (belum diketahui konsentrasinya).
Prosedur analisis yang melibatkan titrasi dengan larutan-larutan yang konsentrasinya diketahui disebut analisis volumetri.

Titrasi dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, yaitu:
1. Titrasi asam-basa
Prinsip dasar dari metode titrasi ini adalah reaksi penetralan

H  + OH H O
+ - 
2

Yang terdiri dari H  (asam), OH  (basa) dan menjadi H O (netral)


+ - 2

2. Titrasi redoks (Oksidimetri)


Prinsip dasar dari metode titrasi ini adalah reaksi reduksi dan oksidasi

O + R Hasil
 

Yang terdiri dari O (Oksidator) dan R (Reduktor)


3. Titrasi pengendapan
Prinsip dasar dari metode titrasi ini adalah Proses pengendapan

49
L    + X LX
+
(aq)
-
(aq)
 
(s)

Yang terdiri dari kation dan Ion sehingga membentuk endapan


4. Titrasi pengompleksan
Prinsip dasar dari metode titrasi ini adalah reaksi akseptor-donor pasangan elektron

M  + :L [M : L]
n+   n+

Yang terdiri dari ion logam dan ligan sehingga membentuk ion kompleks

Dalam makalah ini yang akan di bahas adalah lebih fokus terhadap titrasi asam basa. Prinsip dari titrasi asam basa ini adalah
melibatkan asam maupun basa sebagai penitran/titer ataupun titran. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan
larutan basa begitu juga sebaliknya kadar larutan basa ditentukan dengan menggunakan larutan asam. 

Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat yang apabila dilarutkan di dalam air akan mengalami
disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen sebagai satu-satunya ion positif. Beberapa asam dan hasil disosiasinya adalah
sebagai berikut:

HCl      H  + Cl
+ -

Asam klorida   ion klorida

50
CH COOHH + CH COO
3

3
-

Asam asetat ion asetat

Basa di definisikan sebagai zat yang apabila dilarutkan di dalam air mengalami disosiasi dengan pembentukan ion-
ion hidroksil sebagai satu-satunya ion negatif. Hidroksida-hidroksida yang larut seperti natrium hidroksida atau kalium
hidroksida hampir sempurna berdisosiasi dalam larutan air yang encer. Asidimetri merupakan penetapan kadar secara
kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan larutan baku asam. Sebaliknya alkalimetri
adalah penetapan kadar secara kuantitatif senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan larutan baku basa.
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion
hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi
antara donor proton dengan akseptor proton.

2.1 Prinsip Titrasi Asam Basa

Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Kadar larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titran ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan
ekuivalen yang artinya secara stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi, dalam hal ini  biasanya ditandai dengan
berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan
konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan : [H+] =
[OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “ titik
akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik ekuivalen.Oleh
karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik ekuivalen.

Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa yaitu:
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan,kemudian membuat plot antara
pH dengan volume titran untuk memperoleh kurvatitrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik
ekuivalent”.
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum prosestitrasi dilakukan. Indikator
ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.

Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidakdiperlukan alat tambahan, dan sangat
praktis.Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yangperbahan warnanya dipengaruhi oleh pH.
Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.Untuk memperoleh
ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik ekuivalen, hal ini dapat dilakukan dengan
memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan. Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara
melihat perubahan warnaindicator disebut sebagai “titik akhir titrasi”

Dalam titrasi asam basa, zat-zat yang bereaksi umumnya tidak berwarna sehingga tidak diketahui kapan
titik ekuivalen tercapai. Misalnya pada larutan HCl dan larutan NaOH, keduanya tidak berwarna dan setelah bereaksi,
larutan NaCl yang terbentuk juga tidak berwarna. Untuk mengetahui bahwa titik ekuivalen pada titrasi telah dicapai,
maka digunakan indikator atau penunjuk. Indikator ini harus berubah warna pada saat titik ekuivalen tercapai. Indikator
asam basa adalah petunjuk tentang perubahan pH dari suatu larutan asam atau basa. Indikator bekerja berdasarkan
perubahan warna indikator pada rentang pH tertentu. Kertas lakmusmerupakan salah satu indikator asam basa. Lakmus
merah berubah warna menjadi biru jika dicelupkan ke dalam larutan basa. Lakmus biru berubah menjadi merah jika
dicelupkan ke dalam larutan asam. Terdapat beberapa indikator yang memiliki trayek perubahan warna cukup akurat akibat
pH larutan berubah, seperti indikator metil jingga, metil merah, fenolftalein, alizarin kuning, dan bromtimol biru

Indikator asam basa umumnya berupa molekul organik yang bersifat asam lemah dengan rumus HIn. Indikator
memberikan warna tertentu ketika ion H  dari larutan asam terikat pada molekul HIn dan berbeda warna ketika ion
+

H dilepaskan dari molekul HIn menjadi In . Salah satu indikator asam basa adalah fenolftalein (PP), indikator ini banyak
+  –

digunakan karena harganya murah. Indikator PP tidak berwarna dalam bentuk HIn (asam) dan berwarna merah jambu dalam
bentuk In– (basa). Berikutstruktur fenolftalein:

51
Terdapat berbagai jenis indicator yang dapat digunakan untuk melakukan titrasi asam basa, diantaranya adalah: 

NAMA pH RANGE WARNA TIPE(SIFAT)

Biru timol 1,2-2,8 merah – kuning asam

Kuning metil 2,9-4,0 merah – kuning   basa

Jingga metil 3,1 – 4,4 merah – jingga   basa

Hijau bromkresol 3,8-5,4 kuning – biru asam

Merah metil 4,2-6,3 merah – kuning   basa

Ungu bromkresol 5,2-6,8 kuning – ungu asam

Biru bromtimol 6,2-7,6 kuning – biru asam

Merah fenol 6,8-8,4 kuning – merah asam

Ungu kresol 7,9-9,2 kuning – ungu asam

Fenolftalein 8,3-10,0 t.b. – merah asam

Timolftalein 9,3-10,5 t.b. – biru asam

Kuning alizarin 10,0-12,0 kuning – ungu   basa

 
Contohnya : titrasi HCl menggunakan NaOH dapat menggunakan indicator yang mempunyai pH sekitar 7 misalnya
fenol merah atau fenolftalein. HCl bereaksi dengan NaOH akan membentuk NaCl dan H2O yang bersifat netral.

52
Contoh lain titrasi asam asetat menggunakan larutan NaOH dapat menggunakan indicator dengan pH sesuai garam Natrium
Asetat yaitu pH 9-10 dapat menggunakan indicator pp.

Untuk analisis titrimetri atau volumetri lebih mudah jika menggunakan sistem ekuivalen, sebab pada titik akhir titrasi
jumlah ekivalen dari zat yang dititrasi = jumlah ekivalen zat penitrasi. Berat ekivalen suatu zat sangat sukar dibuat
definisinya, tergantung dari macam reaksinya. Pada titrasi asam basa, titik akhir titrasi ditentukan oleh indikator. Indikator
asam basa adalah asam atau basa organik yang mempunyai satu warna jika konsentrasi hidrogen lebih tinggi daripada sutau
harga tertentu dan suatu warna lain jika konsentrasi itu lebih rendah.

Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalen asamakan sama dengan mol-ekuivalen basa, maka hal ini dapat kita
tulis sebagai berikut:

                           mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa

Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus diatas dapat kita tulis sebagai:

                                             NxV asam = NxV basa

 
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada asam atau jumlah ion OH pada
basa, sehingga rumus diatas menjadi:

                                        nxMxV asam = nxVxM basa

keterangan :
N=Normalitas
V = Volume.

 
Salah satu contoh titrasi asam basa yaitu titrasi asam kuat-basa kuat seperti natrium hidroksida (NaOH) dengan asam
hidroklorida (HCl), persamaan reaksinya sebagai berikut:

NaOH(aq) + HCl(aq)    NaCl (aq) + H2O(l)

Gambar 2.1 set alat titrasi

53
2.3 Macam Macam Titrasi Asam Basa

Titrasi asam basa dibagi menjadi lima jenis tergantung pada jenis asam dan basa yang direaksikan, jenis asam dan basa yang
direaksikan akan mempengaruhi perubahan pH yang dapat digambarkan sebagai kurva titrasi yang dihasilkan dari plot antara
pH dengan asam atau basa yang ditambahkan. Bentuk karakteristik dari kurva yang berbeda-beda menggambarkan
perbedaan konsentrasi dan sifat kekuatan asam basanya,berikut ini merupakan jenis titrasi asam basa beserta kurva
titrasinya :
1. Asam kuat - Basa kuat

Titrasi asam kuat-basa kuat contohnya titrasi HCl dengan NaOH. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

 
NaOH(aq) + HCl(aq)    NaCl (aq) + H O(l)
2

Ion H bereaksi dengan OH membentuk H O sehingga hasil akhir titrasi pada titik ekuvalen PH adalah netral.
+  - 
2

Gambar 2.2.1 Kurva Titrasi Asam Kuat Basa Kuat


2. Asam kuat - Basa lemah

Titrasi ini ini  Pada akhir titrasi terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat. Contoh titrasi
ini adalah asam asam klorida sebagai asam kuat dan larutan amonia sebagai basa lemah.dalam reaksi ini akan
terbentuk garam yang bersifat asam.

  NH OH (aq) + HCl (aq)                  NH Cl (aq) + H O


4     4 2

54
Gambar 2.2.2 Kurva Titrasi Asam kuat – Basa Lemah
3. Asam lemah - Basa kuat

Titrasi Asam lemah-basa kuat contohnya adalah titrasi CH COOH sebagai asamlemah dengan  NaOHsebagai
3

basa kuat sehingga membentuk garam yang bersifat basa. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut 

NaOH + CH COOH  →   CH COONa + H O


3 3 2

Gambar 2.2.3 Kurva Titrasi Asam Lemah – Basa Kuat


4. Asam Lemah Basa lemah

Titrasi Asam lemah-basa lemah contohnya adalah titrasi CH COOH sebagai asam lemah dengan


3

NH OH sebagai basa lemah sehingga membentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah.Jika Ka > Kb
4

kelarutan bersifat asam, jika Kb > Ka kelarutan bersifat basa. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut 

CH COOH + NH OH CH COONH  + H O


3 4 3 4 2

5. Asam kuat - Garam dari asam lemah

55
Titrasi Asam kuat-garam dari asam lemah contohnya adalah titrasi HCl sebagai asam kuatdengan
NH BO yang bersifat sebagai garam dari asam lemah. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut 
4 2   

HCl + NH BO → HBO + NH Cl
4 2 2 4

Reaksi ion yang terjadi adalah H + BO → HBO+


2
-
2

 
5. Basa kuat - Garam dari basa lemah

Titrasi basa lemah dan asam kuat adalah analog dengan titrasi asam lemah dengan basa kuat, akan tetapi kurva
yang terbentuk adalah cerminan dari kurva titrasi asam lemah dengan basa kuat. Sebagai contoh disini
adalah titrasi NaOH yang bersifat basa kuat dengan CH COONH yang merupakan garam dari basa lemah, dimana
3 4 

reaksinya dapat ditulis sebagai:

NaOH + CH COONH  → CH COONa + NH OH


3 4 3 4

Reaksi ion yang terjadi OH + NH → NH OH


-
4
-
4

 
2.4 Preparasi Larutan
Unsur merupakan zat-zat yang tidak dapat diuraikan menjadi zat lain yang lebih sederhana oleh reaksi kimia biasa.
Unsur berfungsi sebagai zat pembangun untuk semua zat-zat kompleks yang akan dijumpai. Senyawa merupakan zat yang
terdiri dari dua atau lebih unsur dan untuk masing-masing senyawa individu selalu ada dalam proporsi massa yang sama.
Unsur dan senyawa yang dianggap sebagai zat murni karena komposisinya selalu tetap. Sebaliknya, campuran komposisinya
dapat berubah-ubah.

Larutan adalah campuran homogen antara zat terlarut dan pelarut.Pelarut yang umumnya digunakan adalah air.Untuk
menyatakan banyaknya zat pelarut dan terlarut dikenal istilah konsentrasi. Konsentrasi larutan dapat dinyatakan dengan
beberapa cara seperti persen berat (% w/w), persen volume (%v/v), molaritas, molalitas, ppm, fraksi mol, dan lain-lain.

Persen berat, system ini menunjukan jumlah dari gram zat terlarut per seratus gram larutan. Secara matematis hal ini
dinyatakan sebagai berikut :
                             P = 100%                  …… (2.4.1)

dimana P adalah persen berat zat terlarut, w adalah jumlah gram zat terlarut, dan w  adalah jumlah gram zat pelarut.
0

Persen volume, didefinisikan sebagai banyaknya ml zat terlarut dalam seratus ml larutan. Dapat dirumuskan
menjadi :

% V = …(2.4.2)              Molaritas, sistem konsentrasi ini berdasarkan pada volume dan dapat dipergunakan secara
nyaman dalam prosedur laboratorium, dimana volume dari larutan adalah kuantitas yang diukur. Hal ini didefinisikan secara
sisematis sebagai sebagai berikut: :
                                     M =             . ...(2.4.3) 
     Molalitas, didefinisikan sebagai jumlah mol solut per kg solven. Berarti merupakan perbandingan antara jumlah mol
solute dengan massa solven dalam kg.
                                   molalitas =.…(2.4.4) 

Terkadang analis menimbang sejumlah banyak sampel dari standar primer atau sesuatu yang belum diketahui,
melarutkannya dalam satu labu volumetrik, dan mengambil sebagian larutan dengan menggunakan pipet.Porsi yang diambil
dengan pipet ini dinamakan alikoat.Alikoat adalah seporsi dari keseluruhan yang diketahui, biasanya berupa beberapa fraksi
yang sederhana. Proses pengenceran menjadi volume yang diketahui dan menghilangkan satu porsi titrasi dinamakan
mengambil alikoat. Prosedur laboraturium dalam kimia analitik sering kali mensyaratkan pengambilan  alikoat dari sebuah
larutan standar dan mengencerkannya menjadi volume yang lebih besar dalam  gelas volumetrik. Teknik ini terutama
berguna dalam prosedur spektrofotometrik untuk menyesuakan konsentrasi zat terlarut sehingga galat pengukuran absorbansi
larutkan dapat diminimalkan.Perhitungan yang melibatkan pengenceran bersifat langsung dan simpel. Karena tidak ada
reaksi kimia terjadi, jumlah mol larutan dalam larutan asli harus sama dengan mol dalam larutan final
• Pembuatan larutan CH3COOH

56
Menimbang labu takar 100 ml kosong (a gram), mengisi labu takar 100 ml dengan akuades sampai kira-kira ¾  nya.
Kemudian menimbang kembali (b gram) dan mengukur suhunya (t )    Menimbang gelas ukur kosong (c gram), mengisi
1

gelas ukur tersebut dengan larutan CH3COOH pekat 4 ml, kemudian menimbangnya kembali (d gram) dan mengukur
suhunya (t )    Menuangkan CH3COOH pekat dengan perlahan-lahan dan hati-hati kedalam labu takar, dan menambahkan
2

kembali sejumlah akuades hingga tanda batas. Mengocok campuran tersebut agar homogen. Menimbang kembali kembali
campuran tersebut (c gram) dan mengukur suhunya kembali (t ) 3

    Menentukan sifat pelarutan asam asetat dan konsentrasinya dalam satuan %(w/w),  %(v/v), molaritas, molalitas, ppm, dan
fraksi mol.
• Pembuatan larutan NaOH
    Menimbang Kristal NaOH 0,4 gram dan melarutkannya dalam beker glass dengan sedikit air kemudianmemindahkan
larutan tersebut kedalam labu takar 100 mldan mengencerkan sampai tanda batas dengan menambahkan sejumlah akuades,
kemudian mengocoknya supaya homogen. Menentukan konsentrasi NaOH yang dibuat dalam molaritas dan %(w/v).
• Pengenceran larutan CH3COOH
Memipet 10 ml larutan CH3COOH yang telah dibuat pada prosedur 3.3.1. kemudian memasukkannya kedalam labu takar
100 ml dan mengencerkannya dengan menambah akuades sampai tanda batas pada labu takar 100 ml, danmengocoknya
supaya homogen. Menentukan konsentrasi CH3COOH hasil pengenceran.

2.5 Pembakuan Larutan

Larutan baku adalah suatu zat terlarut yang telah diketahui konsentrasinya. Terdapat dua macam larutan baku, yaitu:
1. Larutan baku primer
Larutan baku primer adalah suatu larutan yang telah diketahui secara tepat konsentrasinya melalui metode
gravimetric. Nilai konsentrasinya melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan penimbangan teliti zat pereaksi
tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu, contoh senyawa yang dapat digunakan sebagai larutan baku primer
adalah Arsen Trioksida (As O ), Kalium Hydrogen Phtalat (KHP), Natrium Klorida (NaCl), Natrium Karbonat
2 3

Zat yang dapat digunakan sebagai zat baku primer harus memenuhi persyaratan berikut:
a. memiliki kemurnian yang tinggi hampir 100%
b. bersifat stabil pada suhu ruang maupun pada suhu pemanasan, tidak higroskopis
c. memiliki berat molekul yang tinggi, untuk menghindari kesalahan dalam penimbangan
d. mudah larut sempurna dalam pelarutnya serta memiliki kelarutan tinggi

 
2. Larutan baku sekunder
Larutan baku sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan cara menitrasi dengan larutan
baku primer, sifat larutan baku sekunder adalah mudah berubah, sehingga larutan baku sekunder harus dibakukan
terlebih dahulu sebelum digunakan. Beberapa contoh larutan baku sekunder yaitu: NaOH, AgNO , KMnO , Fe(SO ) 3 4 4

Pembuatan/penyediaan pereaksi atau larutan bakuberkaitan dengan titrimetri. Titrimetri diterapkan untuk


memperoleh pereaksi atau larutan yang konsentrasinya tidak dapat dipastikan secara langsung dari zat padatnya atau dengan
kata lain konsentrasi dari pereaksi ini dapat diketahui dengan melalui proses pembakuan terhadap larutan baku primer.

Contoh proses pembakuan larutan yaitu pembakuan larutan HCl dengan larutan Natrium Tetraborat
Dekahidrat(Na B O .10H O). Yang bertindak sebagai larutan bakuprimer adalah Na B O .10H O. Sebanyak 1,007 gram
2 4 7 2 2 4 7 2

kemudian dilarutkan dengan aquades 100 mL. dipipet 10 mL larutan boraks dipipet dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer
dan ditambahkan beberapa tetes indicator metil merah selanjutnya dititrasi dengan HCl 10,1 mL.Berapa konsentrasi larutan
asam klorida (HCl)? Apabila diketahui Mr Na B O .10H O=381 gr/mol. 2 4 7 2

➢ mol Na B O .10H O= = 2,643x10  mol


2 4 7 2
-3

M Na B O .10H O = = 2,643x10  M


2 4 7 2
-2

➢ Volume larutan boraks = 10 ml


Reaksi yang terjadi :

57
Na B O .10H O + 2HCl 2NaCl + 4H BO  + 5H O
2 4 7 2 3 4 2

mmol Boraks = V lar.boraks x M boraks

= 10 mL x 2,643x10  M = 2,643x10 mmol


-2 -1 

Karena 1 mol Na B O .10H O 2mol HCl maka:


2 4 7 2

mmol boraks = mmol HCl

mmol HCl = 2 x mmol Na B O .10H O   2 4 7 2

      = 2 x 2,643x10 mmol = 5,286 x 10 mmol


-1  -1

M HCl = = 0,0523 M

 
2.6 Contoh Analisis metode titrasi asam basa
Titrasi asam basa dapat digunakan untuk mengetahui kadar suatu zat di dalam sampel. Pada contoh berikut
kami akan memberikan sebuah contoh aplikasi analisis titrasi asam basa yaitu untuk menentukan kadar H2SO4
didalam sampel Air aki.

Kristal KHP seberat 2,331 gram dengan Mr=204 gram/mol dilarutkan hingga 250 mL, kemudian dipipet 25
mL dan dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH sebanyak v = 13,9 mL. larutan NaOH digunakan untuk
menentukan kadar H SO  didalam Air Aki. 10 mL air aki di encerkan dengan 100 mL aquades di dalam labu ukur
2 4

kemudian dipipet 25 mL dan dititrasi dengan NaOH volume = 19,3 mL. Berapakah kadar H SO  didalam air aki
2 4

tersebut?

Langkah 1

Diketahui: w KHP = 2,331 gram

Mr = 204 gram/mol

V larutan= 250 mL = 0,25 L

V titrasi = 13,9 mL

V pipet = 25 mL

Ditanya: M NaOH?

Dijawab: 

Mol  = = = 0,011 mol


KHP

M = KHP 

58
KH(C H O )+NaOHKNa + H O
8 4 4 2

Mol KHP mol NaOH

Mmol NaOH = M  x Vpipet KHP

= x 25 mL

= 1,15 mmol

BAB 7

KESETIMBANGAN ASAM - BASA DALAM SISTEM


KOMPLEKS

II.2 Asam Poliprotik

Salah satu contoh asam poliprotik adalah asam karbonat dengan dua anion yaitu ion karbonat dan ion bikarbonat.
Kedua anion tersebut sering berada bersama-sama dalam larutan. Keberadaannya dapat dibuktikan secara kualitatif dan
kuantitatif. Ion karbonat dan bikarbonat mempunyai ciri-ciri tersendiri misalnya dengan indikator PP, larutan yang
mengandung ion karbonat akan berwarna merah muda, sedangkan larutan yang mengandung ion bikarbonat akan
menjadi jernih. Asam karbonat bersifat tidak stabil dan mudah terurai menjadi air dan CO
2

H CO → H O  + CO
2 3 (aq)  2 (l) 2(g)

Asam yang ditambahkan ke suatu larutan karbonat seperti Na CO  cuplikan karbonat yang mudah larut atau ke
2 3

dalam larutan karbonat yang sukar larut seperti CaCO  akan dibebaskan CO tersebut sangat kecil. Jika reaksinya
3 2

merupakan zat yang kelarutannya cukup besar, konsentrasi dari ion-ionnya harus besar agar tercapai tingkat lewat
jenuh dari garam tersebut.

(Brady, 1999)

 
II.3 Titrasi Asidimetri

Asidimetri adalah penentuan kadar basa dalam suatu larutan dengan larutan asam yang telah diketahui
konsentrasinya sebagai titran. Syarat-syarat titrasi dapat dipakai sebagai dasar titran:
1. Reaksi harus berlangsung cepat. Kadang-kadang reaksi dipercepat dengan pemanasan atau penambahan katalis
yang tepat
2. Reaksi harus stoikiometri dan tidak terjadi reaksi samping
3. Salah satu sifat dan system yang bereaksi harus mengalami perubahan yang besar
4. Harus ada indikator yang digunakan untuk menunjukkan perubahan tersebut

59
Dalam asidimetri berlaku ketentuan titik ekuivalen yaitu dimana jumlah gram ekuivalen asam sama dengan jumlah
gram ekuivalen basa. Dalam   hal ini, 1 grek sebading dengan mol yang dibutuhkan/dilepaskan dalam reaksi. Jika
hubungan antara grek dengan mol bergantung pada reaksi, misalnya :

Na CO  + 2 HCl → 2 NaCl + H O + CO
2 3 2 3

 
Na CO  manangkap 2 mol H  untuk menjadi NaCl, maka 1 mol NaCO  2 grek.
2 3
+
3
2-

Na CO  + HCl → NaHCO  + NaCl


2 3 3

 
Na CO  menangkap 1 mol H  maka 1 mol NHCO  7 grek
2 3
+
3
2-

Titrasi asidimetri menggunakan dasar reaksi netralisasi. Oleh karena itu reaksi dapat digolongkan menjadi :
1. Reaksi antara asam kuat dengan basa kuat
2. Reaksi antara asam kuat dengan basa lemah
3. Reaksi antara asam lemah dengan basa kuat
4. Reaksi antara asam kuat dengan garam dari asam lemah
5. Reaksi antara basa kuat dengan garam dari asam lemah

(Underwood, 1994)
 
II.4 Ion Karbonat

Ion karbonat merupakan ion berbentuk planar berisi kation yang berkaitan dalam tiga atom oksigen pada sudut
segitiga sama sisi.

Struktur ion karbonat:

O
-1 -2 -3
O O

C C C
O O O O O O

Ion karbonat dapat dibuat dengan mereaksikan 1mol CO  dengan 2 mol NaOH, dengan reaksi:CO  + OH  " CO + H O
2 2
- 2-
3   2

Kelarutan semua karbonat netral atau normal, kecuali karbonat dari logam alkali serta amonium tidak larut
dalam air. (Vogel, 1995)
 
II.5 Ion Bikarbonat

Ion bikarbonat dapat dibentuk/dibuat dengan mereaksikan karbonat bikarbonat dengan kalsium. Mereka terbentuk
karena reaksi asam karbonat yang berlebihan terhadap karbonat normal, baik dalam larutan air atau suspensi dan terurai
pada pendidihan larutan.

Reaksi: 

CaCO  + H O " Ca  + 2 HCO


3 2
2+
3
-

60
 
2.5.1 Reaksi bikarbonat dengan MgSO 4

Penambahan MgSO  ke larutan bikarbonat yang dingin tidak menimbulkan endapan, sedangkan endapan putih
4

kalsium karbonat terbentuk dengan karbonat normal.

Reaksi:        Mg  + 2 HCO  " MgCO  + H O + CO  &


2+
3
-
3 2 2

2.5.2 Uji terhadap bikarbonat

Dengan adanya karbonat normal yaitu dengan menambahkan kalsium klorida yang berlebih pada suatu campuran
karbonat. Bikarbonat diendapkan secara kuantitatif.

Reaksi:                       CO  + Ca  " CaCO $ 3


2- 2+
3

Dengan menyaring larutannya dengan tepat, ion-ion bikarbonat lolos kedalam filtrat. Setelah penambahan amina
pada filtrat, maka akan terbentuk endapan.

Reaksi: 

Ca  + HCO  + NH  → NH  + CaCO  ↓
2+
3
-
3 4
+
3

(Vogel, 1985) 

 
II.6 Indikator Asam – Basa

Indikator adalah pasangan asam-basa konjugasi yang terdapat dalam konsentrasi molar kecil sehingga
tidak mempengaruhi pH larutan keseluruhan. Disamping itu, bentuk asam dan bentuk basanya mempunyai warna yang
berbeda yang disebabkan oleh resonansi isomer elektron.

(Rosenberg, 1989)

Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda, hal ini akan menyebabkan perubahan warna pada
proyek pH yang beda. Macam-macam indikator asam-basa :

2.6.1 Indikator PP (fenolftalein)

Merupakan indikator dari golongan ftalein yang banyak digunakan  dalam pelaksanaan pemeriksaan


kimia. Indikator PP merupakan senyawa hablur putih yang mempunyai kerangka faktor sukar larut dalam air
tetapi dapat berinteraksi dengan air sehingga cincinnya terbuka dan membentuk asam yang berwarna merah
dalam keadaan basa.
CH CH 2

OH C CH2 H 2C C OH

H C CH C C H

C C C
H H
H
C C O

HC
C C O

HC CH  

61
 

 
Struktur fenolftalein

(Basri, 1996)

2.6.2 Indikator Ftalein

Dibuat dengan kondensasi anhidrat ftalein dengan phenol yaitu PP pada pH 8-9,8 berubah warna menjadi merah.

2.6.3 Indikator Sulfoftalein

Dibuat dari kondensasi anhidrat ftalein dengan sulforat. Yang termasuk didalamnya yaitu thymol blue, m-eresol
purple, denofenolred.

2.6.4 Metil Orange

Berwarna orange kemerahan, dalam larutan asam dengan pH kurang dari 3,1. dalam larutan basa dengan pH  di
atas 4,4. zat ini berwarna kuning. Dalam larutan asam, metil orange terdapat sebagai hibrida resonansi dari suatu
struktur terprotonkan. Hibrida resonansi ini berwarna orange kemerahan. Nitrogen tidak bersifat basa kuat dan
gugus terprotonkan melepaskan ion hidrogen pada pH sekitar 4,4. kehilangan proton ini mengubah struktur
elektronik senyawa tersebut yang melibatkan perubahan warna dari orange kemerahan menjadi kuning.
O3
Na S N N N(CH3)2 + H3O

O3
Na S N N N(CH3)2 + H2O

N  

 
(Fessenden, 1986)

Beberapa indikator asam-basa

62
Indikator Perubahan warna Rentang pH

Metil orange Merah ke kuning 3,1 - 4,4

Metil merah Merah ke kuning 4,2 - 6,2

Lakmus Merah ke biru 5,0 - 8,0

Metil ungu Ungu ke hijau 4,8 - 5,4

Fenolftalein Tidak berwarna ke merah 8,0 - 9,6

(Underwood, 1999)

 
II.7 Titrasi

Pengertian Titrasi

Suatu metode penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk
bereaksi secara lengkap dengan sejumlah contoh tertentu yang akan dianalisis. Dalam analisis larutan asam-basa, titrasi
melibatkan pengurangan yang seksama volume suatu asam dan basa yang tepat saling menetralkan. (Keenan, 1990)

 
II.8 Titik Akhir dan titik Ekuivalent

Volume dalam jumlah tertentu yang ditambahkan tepat sama dengan yang diperlukan untuk bereaksi sempurna
oleh zat yang dianalisis disebut sebagai titik ekuivalent. Volume dimana perubahan warna indikator nampak oleh
pengamat adalah merupakan titik akhir. Titik ekuivalent dan titik akhir tidak sama pada praktiknya, titik akhir tercapai
setelah titik ekuivalent. Perbedaan antara titik akhir dan titik ekuivalent adalah kasalahan titik akhir yaitu kesalahan acak
yang berbeda untuk setiap sistem. Kesalahan ini bersifat aditif dan determinan, dan nialinya dapat dihitung.
(Khopkar,1990)

 
II.9 Titrasi Karbonat

Ketika CO  diabsorbsi oleh sebuah larutan standar NaOH normalitas dari larutan akan terpengaruh
2

jika indikator fenolftalein digunakan. Diutarakan juga bahwa campuran dari karbonat dan hidroksida, atau karbonat,
dapat ditentukan melalui titrasi dengan menggunakan indikator fenolftalein dan metil orange.

pKa asam karbonat yang pertama adalah 6,34 dan yang kedua adalah 10,36, sehingga perbedaannya adalah 4,02
satuan. Biasanya ion karbonat dititrasi sebagai basa dengan sebuah titran asam kuat, dimana dalam kasus ini jelas
didapat:

CO  + H O  n HCO  + H O
3
2-
3
+
3
-
2

HCO  + H O  n H CO  + H O
3
-
3
+
2 3 2

Fenolftalein dengan skala pH 3,0 sampai 9,6 adalah indikator yang cocok untuk titik akhir pertama, karena pH
sebuah larutan NaHCO  adalah ½ (pKa  + pKa ) atau atau 8,35.
3 1 2

63
Metil orange dengan skala pH 3,1-4,4 cocok untuk titik akhir yang kedua. Sebuah larutan CO jenuh 2

mempunyai pH sekitar 3,9. tidak satupun titik akhir terlihat tajam, namun yang kedua dapat secara luas ditingkatkan
dengan menghilangkan CO . biasanya sample-sample yang hanya mengandung sodium karbonat (soda abu) dinetralisasi
2

sampai titik metil orange dan asam yang berlebihan ditambahkan. CO  dihilangkan dengan mendidihkan larutan dan
2

asam yang berlebih tersebut dititrasi dengan basa standar. (Underwood, 1999)

 
II.10 Reaksi Pengendapan

Reaksi pengendapan yaitu reaksi yang sangat berkaitan dengan hasil kali kelarutan (Ksp). Jika hasil kali
konsentrasi dengan pangkat yang semestinya antara dua ion melebihi nilai dari hasil kali kelarutan yang bersangkutan,
maka kombinasi kation dan anion tersebut akan mengendap dalam larutan kembali mencapai nilai hasil kali kelarutan.

Reaksi:

2 NO PO  + 3 BaCl  g Na (PO )  i + NaCl


3 4(l) 2(aq) 3 4 2(s) (aq)

BAB 8

TITRASI PEMBENTUKAN KOMPLEKS

Prinsip Titrasi
Titrasi atau disebut juga volumetri merupakan metode analisis kimia yang cepat, akurat dan
sering digunakan untuk menentukan kadar suatu unsur atau senyawa dalam larutan. Titrasi
didasarkan pada suatu reaksi yang digambarkan sebagai :

Volumetri (titrasi) dilakukan dengan cara menambahkan (mereaksikan) sejumlah volume tertentu
(biasanya dari buret) larutan standar (yang sudah diketahui konsentrasinya dengan pasti) yang
diperlukan untuk bereaksi secara sempurna dengan larutan yang belum diketahui
konsentrasinya.Untuk mengetahui bahwareaksi berlangsung sempurna, maka digunakan larutan
indikator yang ditambahkan ke dalam larutan yang dititrasi.
Larutan standar disebut dengan titran. Jika volume larutan standar sudah diketahui dari percobaan
maka konsentrasi senyawa di dalam larutan yang belum diketahui dapat dihitung dengan
persamaan berikut :

Dimana :
NB         =     konsentrasi larutan yang belum diketahui konsentrasinya
VB         =     volume larutan yang belum diketahui konsentrasinya
NA         =     konsentrasi larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar)
VA         =    volume larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar)
Dalam melakukan titrasi diperlukan beberapa persyaratan yang harus diperhatikan, seperti ;
•    Reaksi harus berlangsung secara stoikiometri dan tidak terjadi reaksi samping.
•    Reaksi harus berlangsung secara cepat.
•    Reaksi harus kuantitatif
•    Pada titik ekivalen, reaksi harus dapat diketahui titik akhirnya dengan tajam (jelas
perubahannya).
•    Harus ada indikator, baik langsung atau tidak langsung.

64
Berdasarkan jenis reaksinya, maka titrasi dikelompokkan menjadi empat macam titrasi yaitu :
•    Titrasi asam basa
•    Titrasi pengendapan
•    Titrasi kompleksometri
•    Titrasi oksidasi reduksi
Tahap pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan titrasi adalah pembuatan larutan
standar. Suatu larutan dapat digunakan sebagai larutan standar bila memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
•    mempunyai kemurnian yang tinggi
•    mempunyai rumus molekul yang pasti
•    tidak bersifat higroskopis dan mudah ditimbang
•    larutannya harus bersifat stabil
•    mempunyai berat ekivalen (BE) yang tinggi
Suatu larutan yang memenuhi persyaratan tersebut diatas disebut larutan standard primer. Sedang
larutan standard sekunder adalah larutan standard yang bila akan digunakan untuk standardisasi
harus distandardisasi lebih dahulu dengan larutan standard primer.

Pengertian Senyawa Kompleks


Titrasi kompleksometri adalah salah satu metode kuantitatif dengan memanfaatkan reaksi
kompleks antara ligan dengan ion logam utamanya, yang umum di indonesia EDTA ( disodium
ethylendiamintetraasetat/ tritiplex/ komplekson, dll ). Titrasi kompleksometri ini ada 3 macam,
yaitu langsung, tidak langsung, dan substitusi. tergantung sifat zat yang akan ditentukan,
misalnya calcium, maka indikator yang dipakai, pH dll akan berbeda, dalam titrasi
kompleksometri juga. Titrasi kompleksometri meliputi reaksi pembentukan ion – ion kompleks
ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Syaratnya mempunyai
kelarutan tinggi.
Contohnya : kompleks logam dengan EDTA dan titrasi dengan merkuro nitrat dan perak sianida.
Reaksi pengkompleksan dengan suatu ion logam, melibatkan penggantian satu molekul pelarut
atau lebih yang terkoordinasi, dengan gugus-gugus nukleofilik lain. Gugus-gugus yang terikat
pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan:
              M(H2O)n + L = M (H2O)(n-1) L + H2O
Disini ligan (L) dapat berupa sebuah molekul netral atau sebuah ion bermuatan, dengan
penggantian molekul-molekul air berturut-turut selanjutnya dapat terjadi, sampai terbentuk
kompleks MLn; n adalah bilangan koordinasi dari logam itu, dan menyatakan jumlah maksimum
ligan monodentat yang dapat terikat padanya.
              Ligan dapat dengan baik diklassifikasikan atas dasar banyaknya titik-lekat kepada ion
logam. Begitulah, ligan-ligan sederhana, seperti ion-ion halida atau molekul-molekul H2O atau
NH3, adalah monodentat,  yaitu ligan itu terikat pada ion logam hanya pada satu titik oleh
penyumbangan satu pasanagan-elektron-menyendiri kepada logam. Namun, bila molekul atau ion
ligan itu mempunyai dua atom, yang masing-masing mempunyai satu pasangan elektron
menyendiri, maka molekul itu mempunyai dua atom-penyumbang, dan adalah mungkin untuk
membentuk dua ikatan-koordinasi dengan ion logam yang sama; ligan seperti ini disebut bidentat
dan sebagai contohnya dapatlah diperhatikan kompleks tris(etilenadiamina) kobalt(III),
[Co(en)3]3+. Dalam kompleks oktahedral berkoordinat-6 (dari) kobalt(III), setiap molekul
etilenadiamina bidentat terikat pada ion logam itu melalui pasangan elktron menyendiri dari
kedua ataom nitrogennya. Ini menghasilkan terbentuknya tiga cincin beranggota-5, yang masing-

65
masing meliputi ion logam itu; proses pembentukan cincin ini disebut penyepitan (pembentukan
sepit atau kelat).
              Ligan multidentat mengandung lebih dari dua atom-koordinasi per molekul, misalnya
asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asam etilenadiaminatetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua
atom nitrogen-penyumbang dan empat atom oksigen-penyumbang dalam molekul, dapat
merupakan heksadentat.
              Spesi-spesi yang lompleks itu tak mengandung lebih dari satu ion logam, tetapi pada
kondisi-kondisi yang sesuai, suatu kompleks binuklir, yaitu kompleks yang mengandung dua ion
logam, atau bahkan suatu komleks polinuklir, yang mengansung lebih dari dua ion logam, dapat
terbentuk. Begitulah, interaksi antar ion Zn2+ dan Cl- dapat menimbulkan pembentukan
kompleks binuklir, misalnya [Zn2Cl6]2- disamping spesi seederhana seperti ZnCl3- dan ZnCl42-.
Pembentukan kompleks binuklir dan polinuklir jelas akan lebih diuntungkan oleh konsentrasi
yang tinggi ion logam itu; jika yang terakhir ini berada sebagai konstitusi runutan dari larutan,
kompleks-kompleks polinuklir sangat kecil kemungkinannya akan terbentuk.

Beberapa Hal Penting Mengenai Senyawa Kompleks


Titrasi kompleksometri merupakan salah satu dari metode dalam Analisis Volumetri, dimana
memanfaatkan reaksi kompleks antara ligan dengan ion logam utamanya, yang umumnya dipakai
yaitu EDTA ( disodium ethylendiamintetraasetat/ tritiplex/ komplekson, dll ). Titrasi
kompleksometri termasuk ke dalam reaksi metatetik, karena dalam titrasinya hanya terjadi
pergantian atau pertukaran antara ion-ion dan tidak terjadi perubahan bilangan oksidasi (biloks).
Dalam titrasi kompleksometri, terjadi pembentukan kompleks yang stabil.
Tetapi sebelum membahas lebih jauh lagi mengenai titrasi kompleksometri, kita harus
mengetahui dahulu beberapa hal ynag penting mengenai senyawa kompleks itu sendiri, yairu
diantaranya :
•    Ikatan dalam senyawa kompleks
Ikatan antara Ag+ dengan N pada [Ag(NH3)2]+ adalah ikatan kovalen, hanya sepasang electron
yang dipakai bersama dari atom N. Ikatan semacam ini disebut ikatan koordinat kovalen. Ion Ag
bersifat akseptor electron sedangkan N disebut donor electron. Donor electron biasanya atom N,
O, Cl.
•    Ion logam dan ligand
Ion logam dalam senyawa kompleks disebut inti logam, sedangkan partikel donor elektronnya
disebut lignand.
Jumlah lignand yang dapat diikat oleh suatu ion logam disebut bilangan koordinasi. Besarnya
bilangan koordinasi biasanya berkisar pada 2, 4, 6, dan 8. Umumnya 4 atau 6.
Bilangan koordinat 4 dijumpai pada ion:
Be2+, Zn2+, Cd2+, Hg2+, Pt2+, Pd2+, B3+, dan Al3+
Bilangan koordinat 6 dijumpai pada ion:
Fe2+, Co2+, Ni2+, Al3+, Co3+, Fe3+, Cr3+, Tr3+, Sn4+, Pb4+, Pt4+, dan Tr4+
•    Beberapa jenis senyawa Kompleks
Ada 2 jenis ligand dilihat dari jumlah atom donor di dalamnya :

66
1.      Ligand monodentat : terdapat 1 atom di dalamnya
2.   Lignand polidentat : terdapat lebih dari 1 atom donor di dalamnya
Dentat=gigi
Ligand polidentat disebut golongan pengkelat yang berasal dari kata Yunani “Chele” yang berarti
cakar, hal ini dikarenakan dalam membentuk senyawa kompleks, lignand tersebut mencekram
atom logam dengan sangat kuat. Senyawaannya disebut kompleks khelat.

Titrasi Kompleksometri
Banyak ion logam dapat ditentukan dengan titrasi menggunakan suatu pereaksi (sebagai titran)
yang dapat membentuk kompleks dengan logam tersebut.
Salah satu senyawa komplek yang biasa digunakan sebagai penitrasi dan larutan standar adalah
ethylene diamine tetra acetic acid (EDTA). 
EDTA merupakan asam lemah dengan empat proton. Bentuk asam dari EDTA dituliskan sebagai
H4Y dan reaksi netralisasinya adalah sebagai berikut :

Sebagai penitrasi/pengomplek logam, biasanya yang digunakan yaitu garam Na2EDTA


(Na2H2Y), karena EDTA dalam bentuk H4Y dan NaH3Y tidak larut dalam air.
EDTA dapat mengomplekkan hampir semua ion logam dengan perbandingan mol 1 : 1 berapapun
bilangan oksidasi logam tersebut.
Kestabilan senyawa komplek dengan EDTA, berbeda antara satu logam dengan logam yang lain.
Reaksi pembentukan komplek logam (M) dengan EDTA (Y) adalah :
M + Y → MY
Konstanta pembentukan/kestabilan senyawa komplek dinyatakan sebagai berikut ini :

Besarnya harga konstante pembentukan komplek menyatakan tingkat kestabilan suatu senyawa
komplek. Makin besar harga konstante pembentukan senyawa komplek, maka senyawa komplek
tersebut makin stabil dan sebaliknya makin kecil harga konstante kestabilan senyawa komplek,
maka senyawa komplek tersebut makin tidak (kurang) stabil.
Tabel8.1. Harga konstante kestabilan komplek logam dengan EDTA (KMY) (Fritz dan Schenk,
1979).

Karena selama titrasi terjadi reaksi pelepasan ion H + maka larutan yang akan dititrasi perlu
ditambah larutan bufer.
Untuk menentukan titik akhir titrasi ini digunakan indikator, diantaranya Calmagite, Arsenazo,
Eriochrome Black T (EBT). Sebagai contoh titrasi antara Mg2+ dengan EDTA sebagai penitrasi,
menggunakan indikator calmagite.
Reaksi antara ion Mg2+ dengan EDTA tanpa adanya penambahan indikator adalah :
Mg2+ + H2Y2- ? MgY2- + 2H+
Jika sebelum titrasi ditambahkan indikator maka indikator akan membentuk kompleks dengan
Mg2+ (berwarna merah) kemudian Mg2+ pada komplek akan bereaksi dengan EDTA yang
ditambahkan. Jika semua Mg2+ sudah bereaksi dengan EDTA maka warna merah akan hilang
selanjutnya kelebihan sedikit EDTA akan menyebabkan terjadinya titik akhir titrasi yaitu
terbentuknya warna biru.

67
BAB 9

KESETIMBANGAN LARUTAN DAN TITRASI


PENGENDAPAN

Dalam titrasi yang melibatkan garam-garam perak ada tiga indikator yang telah sukses dikembangkan selama ini yaitu
metode Mohr menggunakan ion kromat, CrO , untuk mengendapkan Ag CrO  coklat. Metode Volhard menggunakan ion
4
2-
2 4

Fe  untuk membentuk sebuah kompleks  yang berwarna dengan ion tiosianat, SCN. Dan metode Fajans menggunakan
3+

indikator adsorpsi. (Underwood.2004)

            Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa lain yang membentuk
endapan dengan perak nitrat (AgNO ) pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga metode pengendapan karena
3

pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relative tidak larut atau endapan. (Gandjar,2007)

            Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yaitu metode Mohr, metode Volhard, Metode K. Fajans, dan metode
Leibig.

1. Metode Mohr
Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan baku perak
nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai indkator. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida
dan setelah tercapai titik ekuivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk
endapan perak kromat yang berwarna merah. (Gandjar,2007)

1. Metode Volhard
Perak dapat ditetapkan secara teliti dengan suasana asam dengan larutan baku kalium dan ammonium tiosianat yang
mempunyai hasil kali kelarutan 7,1 x 10 . Kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas dengan garam besi (III) ntrat atau
-13

besi (III) ammonium sulfat sebagai indicator yang membentuk warna merah dari kompleks besi (III)-tiosianat dalam
lingkungan asam nitrat 0,5-1,5N. Titrasi ini harus dilakukan dalam suasana asam, sebab ion besi (III) akan diendapkan
menjadi Fe(OH)  jika suasana basa sehingga titik akhir tidak dapat ditunjukan. pH larutan dibawah 3, Pada titrasi terjadi
3

perubahan warna 0,7 – 1 % sebelum titik ekuaivalen. Untuk mendapatkan hasil yang teliti pada waktu akan mencapai titik
akhir, titrasi digojog kuat-kuat supaya ion perak yang diarbsorbsi oleh endapan perak tiosianat dapat bereksi dengan
tiosianat. Metode volhard dapat digunakan untuk menetapkan asam klorida, bromide, dan iondida dalam suasana
asam. (Gandjar,2007)

1. Metode K. Fajans
Pada metode ini digunakan indicator arbsorbsi, yang mana pada titik ekuivalen, indicator terarbsorbsi oleh endapan.
Indicator ini tidak membeikan warna pada larutan, tetapi pada permukaan endapan. (Gandjar,2007)

 Reaksi Pengendapan
Reaksi yang menghasilkan suatu senyawa yang tidak larut dalam larutan induknya.

•         Ksp

Konstanta kesetimbangan untuk kelarutan suatu garam. Untuk larutan jenuh, harga Ksp tersebut berbanding lurus dengan
hasil kali konsentrasi ion-ion pembentuknya.

 
1.3              Teori Percobaan

Titrasi merupakan analisis yang memungkinkan untuk menentukan jumlah yang pasti dari suatu larutan yang
dilakukan dengan cara mereaksikannya dengan larutan lain yang konsentrasinya telah diketahui dengan pasti. 

68
(Underwood dan Day, 2002)

            Titrasi pengendapan adalah titrasi yang melibatkan terbentuknya endapan. Berdasarkan cara penentuan titik
akhirnya ada beberapa metode titrasi pengendapan yaitu metode gay lussac, metode Mohr(pembentukkan endapan
berdasarkan pada titik akhir), metode Fajans (adsorbsi indikator pada endapan) dan metode Volhard (terbentuknya
kompleks warna yang larut pada titik akhir). 

(Skoog et al, 1994)

            Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan reaksi pengendapan antara
ion halida (Cl , I , Br ) dengan ion perak Ag . Titrasi ini biasanya disebut sebagai Argentometri yaitu titrasi penentuan analit
- - - +

yang berupa ion halida (pada umumnya) dengan menggunakan larutan standar Perak Nitrat (AgNO ).  3

(Indigomorie, 2009)

            Titrasi Argentometri berdasarkan pada reaksi pengendapan zat yang akan dianalisa dengan larutan baku
AgNO  sebagai penitrasi, menurut reaksi :
3

Ag  + X  ↔ AgX 
+ -
(s)

(Underwood dan Day, 1998)

Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai
contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag  dari titran akan bereaksi dengan ion Cl  dari analit
+ -

membentuk garam yang tidak mudah larut (AgCl).

AgNO  + NaCl   → AgCl   + NaNO


3 (aq) (Aq) (s) 3 (Aq)

(Indigomorie, 2009)

Prinsip-prinsip yang mendasari titrasi pengendapan :

a.                   Reaksi pengandapan merupakan reaksi yang salah satu produknya berbentuk endapan. Endapan terjadi
karena zat yang terjadi tidak/sukar larut di dalam air atau pelarutnya. 

(Zulfikar, 2010)

b.                   Kesetimbangan. Kesetimbangan dinamis adalah keadaan dimana dua proses yang berlawanan terjadi dengan
laju yang sama, akibatnya tidak terjadi perubahan bersih dalam sistem pada kesetimbangan (Ratna, 2009). Jika bentuk umum
suatu zat yang sedikit larut dalam air adalah AxBy maka persamaan kesetimbangan larutan tersebut adalah sebagai berikut :

 
AxBy → xA    + yB   y+
(aq)
x-
(aq)

 
Persamaan tetapan kesetimbangan atau persamaan tetapan hasil kali kelarutan dari AxBy adalah sebagai berikut :

 
                                                Ksp = [A ]  [B ]       
y+ x x- y

69
(Miladi, 2010)

 
Indikator yang digunakan pada titrasi pengendapan yang melibatkan garam perak ada tiga indikator. Metode Mohr
menggunakan ion kromat (CrO ) untuk mengendapkan AgCrO  yang berwarna kuning. Metode Volhard menggunakan ion
4
2-
4

Fe  untuk membentuk kompleks berwarna dengan ion sianat; SCN . Dan metode Fajans memanfaatkan “indikator-indikator
3+ -

adsorbsi”. Penentuan titik akhir titrasi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Rivai, 1995) :

1.                   Cara Mohr

Pada metode ini dapat digunakan indikator asam basa. Cara ini dipakai untuk menetapkan kadar klorida dan bromida
(Cl  dan Br ) tapi tidak dapat dipakai untuk penetapan iodida dan tiosianat secara teliti. Suasana larutan harus netral yaitu
- -

sekitar 6,5 - 10. Bila pH > 10 akan terbentuk endapan AgOH yang terurai menjadi Ag O. Sedangkan dalam larutan asam, ion
2

kromat bereaksi dengan H . +

2.                   Cara Volhard

Pada cara ini larutan garam perak dititrasi dengan larutan garam tiosianat dalam suasana asam. Indikatornya larutan
garam ferri (Fe ), dimana dengan tiosianat membentuk kompleks ferri tiosianat. Cara ini dipakai untuk penentuan kadar Cl ,
3+ -

Br , I  dan tiosianat dalam suasana asam.


- -

3.                   Cara Fajans

Pada metode ini, suspensi perak halogenida pada larutan yang mengandung ion halida akan bermuatan negatif karena
mengadsorbsi ion halida tersebut dan kemudian akan bermuatan positif apabila kelebihan ion perak. Indikator adsorbsi tidak
memberi perubahan warna dalam larutan, tapi perubahan warna terjadi pada permukaan endapan. 

Senyawa organik berwarna yang digunakan untuk mengadsorbsi pada permukaan suatu endapan sehingga mengubah
struktur organiknya dan warna tersebut masih memungkinkan untuk mengubah diri menjadi lebih tua lagi sehingga sering
digunakan sebagai pendeteksi titik akhir pada endapan perak disebut sebagai indikator adsorbsi. 

(Underwood, 1999)

 BAB 10

KESETIMBANGAN OKSIDASI-REDUKSI

A. Reduksi Oksidasi

1. Konsep redoks berdasarkan pelepasan dan pengikatan oksigen.

Berdasarkan konsep pertama:  

a. Oksidasi adalah peristiwa pengikatan oksigen


  

Adapun contoh yang terkait dengan reaksi oksidasi berdasarkan konsep ini adalah
sebagai berikut:

1) Perkaratan logam besi

Reaksi perkaratan logam besi: 

70
4Fe  + 3O --> 2Fe O  [karat besi]
(s) 2(g)  2 3(s)

2) Pembakaran bahan bakar (misalnya gas metana, minyak tanah, LPG, solar)

Reaksi pembakaran gas metana (CH ): akan menghasilkan gas karbon 4

dioksida dan uap air. 

CH  + O  --> CO  + 2H O
4(g) 2(g) 2(g) 2 (g)

3) Oksidasi glukosa (C H O ) dalam tubuh (respirasi). Di dalam tubuh, glukosa di


6 12 6

pecah menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti carbon dioksida dan air.

C H O  + 6O  --> 6CO  + 6H O
6 12 6(aq) 2(g) 2(g) 2 (l)

4) Oksidasi tembaga Cu, belarang S, dan belerang dioksida SO2:

Cu  + O  --> CuO
(s) 2(g) (s)

S  + O  --> SO
(s) 2(g) 2(g)

SO  + O  --> SO
2(g) 2(g) 3(g)

5) Buah apel maupun pisang setelah dikupas akan berubah warna menjadi
kecoklatan.

6) Minyak makan yang disimpan terlalu lama dan dalam kondisi terbuka akan
menyebabkan bau tengik hasil dari pengikatan oksigen (teroksidasi).

Zat yang mengikat oksigen kita sebut sebagai reduktor/pereduksi. Berdasarkan


contoh-contoh reaksi oksidasi di atas, maka reduktor untuk reaksi: 1) Besi Fe; 2)
Metana CH ; 3) Glukosa C H O ; 4) Cu, S, SO
4 6 12 6 2

b. Reduksi adalah peristiwa pelepasan oksigen (kebalikan dari reaksi oksidasi)


  

Adapun contoh yang terkait dengan reaksi reduksi berdasarkan konsep ini
adalah sebagai berikut:

1) Reduksi mineral hematit F O  oleh karbon monoksida CO 2 3

71
F O  + CO  --> 2Fe  + CO
2 3(s) (g) (s) 2(g)

2) Reduksi kromium(III) oksida Cr O  oleh aluminium Al 2 3

Cr O  + 2Al  --> 2Cr  + Al O


2 3(s) (s) (s) 2 3(s)

3) Reduksi tembaga(II) oksida CuO oleh gas hidrogen H2 

CuO  + H  --> Cu  + H O
(s) 2(g) (s) 2 (g)

4) Reduksi SO , KClO , dan KNO :


3 3 3

SO  --> SO  + O
3(g) 2(g) 2(g)

3KClO  --> 2KCl  + 3O 3(s) (s) 2(g)

2KNO  --> 2KNO  + O 3(aq) 2(aq) 2(g)

Zat yang melepas oksigen kita sebut sebagai oksidator/pengoksidasi. Berdasarkan


contoh-contoh reaksi reduksi di atas, maka oksidator untuk reaksi: 1) Hematit
Fe O ; 2) Kromium(III) oksida Cr O ; 3) Tembaga(II) oksida CuO; 4) SO ,
2 3 2 3 3

KClO , KNO . 
3 3

2. Konsep redoks berdasarkan pelepasan dan penerimaan elektron.

Pelepasan dan penerimaan elektron terjadi secara simultan, artinya jika suatu
spesi melepas elektron berarti ada spesi lain yang menyerapnya. Hal ini berlaku
untuk ikatan kimia. 

Berdasarkan konsep yang kedua:

a. Oksidasi adalah peristiwa pelepasan elektron 

b. Reduksi adalah penerimaan elektron


  

Adapun contoh yang terkait dengan reaksi oksidasi dan reduksi berdasarkan
konsep ini adalah sebagai berikut:

1) Reaksi natrium dengan clorin membentuk natrium klorida NaCl 

72
Oksidasi : Na --> Na  + e [melapas 1 elektron] 
+

Reduksi : Cl + e --> Cl  [menerima 1 elektron]  -

------------------------------------- 

Na + Cl --> Na  + Cl  --> NaCl


+ -

2) Reaksi kalsium dengan belerang membentuk calsium sulfida 

Oksidasi : Ca --> Ca  + 2e [melepas 2 elektron] 


2+

Reduksi : S + 2e --> S  [menerima 2 elektron]  2-

------------------------------------- 

Ca + S --> Ca  + S  --> CaS


2+ 2-

Zat yang melepas elektron (oksidasi) disebut reduktor, sedangkan zat yang


menerima elektron (reduksi) disebutoksidator. 

3. Konsep redoks berdasarkan kenaikan dan penurunan bilangan oksidasi.

Dalam berbagai kasus reaksi oksidasi yang kompleks, sulit untuk menentukan
spesi mana yang mengalami oksidasi dan reduksi. Contoh reaksi berikut:

2KMnO  + 3H SO  + H C O  --> K SO  + 2MnSO + 2CO + 4H O


4 2 4 2 2 4 2 4 4  2 2

Untuk menjawab pertanyaan ini, maka digunakan konsep reaksi oksidasi reduksi
berdasarkan kenaikan dan penurunan bilangan oksidasi (biloks). Berdasarkan
konsep yang ketiga.

a. Oksidasi adalah pertambahan biloks 

b. Reduksi adalah penurunan biloks


  

B. Sel Galvanik

Sel Galvanik atau disebut juga dengan sel voltaadalah sel elektrokimia yang dapat


menyebabkan terjadinya energi listrik dari suatu reaksi redoks yang spontan. reaksi

73
redoks spontan yang dapat mengakibatkan terjadinya energi listrik ini ditemukan
oleh Luigi Galvani dan Alessandro Guiseppe Volta.

Sel galvani terdiri dari beberapa bagian, yaitu:


1. voltmeter, untuk menentukan besarnya potensial sel.
2. jembatan garam (salt bridge), untuk menjaga kenetralan muatan listrik pada
larutan.
3. anode, elektrode negatif, tempat terjadinya reaksi oksidasi. pada gambar,
yang bertindak sebagai anode adalah elektrode Zn/seng (zink electrode).
4. katode, elektrode positif, tempat terjadinya reaksi reduksi. pada gambar,
yang bertindak sebagai katode adalah elektrode Cu/tembaga (copper
electrode).

Bila Anda celupkan dua logam dengan kecenderungan ionisasi yang berbeda
dalam larutan elektrolit (larutan elektrolit), dan menghubungkan kedua elektroda
dengan kawat, sebuah sel akan tersusun. Pertama, logam dengan kecenderungan
lebih besar terionisasi akan teroksidasi, menghasilkan kation, dan terlarut dalam
larutan elektrolit. Kemudian elektron yang dihasilkan akan bermigrasi ke logam
dengan kecenderungan ionisasi lebih rendah melalui kawat. Pada logam dengan
kecenderungan ionisasi lebih rendah, kation akan direduksi dengan menerima
elektron yang mengalir ke elektroda.

Proses dalam Sel Galvani

Pada anode, logam Zn melepaskan elektron dan menjadi Zn  yang larut.


2+

Zn(s) → Zn (aq) + 2e
2+ -

Pada katode, ion Cu  menangkap elektron dan mengendap menjadi logam Cu.
2+

Cu (aq) + 2e  → Cu(s)
2+ -

hal ini dapat diketahui dari berkurangnya massa logam Zn setelah reksi, sedangkan
massa logam Cu bertambah. Reaksi total yang terjadi pada sel galvani adalah:

Zn(s) + Cu (aq) → Zn (aq) + Cu(s)


2+ 2+

74
Gambar sel volta

Reaksi tersebut merupakan reaksi redoks yang spontan yang dapat


digunakan untuk memproduksi listrik melalui suatu rangkaian sel
elektrokimia.

C. Persamaan Nernst

Walther Hermann Nernstadalah kimiawan Jerman yang menerapkan asas-asas


termodinamika ke sel listrik. Dia menciptakan sebuah persamaan yang dikenal
sebagai persamaan Nernst, yang menghubungkan voltase sel ke propertinya. Lepas
dari Joseph Thomson, ia menjelaskan mengapa senyawa terionisasi dengan mudah

75
dalam air. Penjelasan ini disebut aturan Nernst-Thomson yang menyatakan bahwa
sulit halnya bagi ion yang ditangkap untuk menarik satu sama lain melalui insulasi
molekul air, sehingga terdisosiasi. 
 Persamaan Nernst adalah persamaan yang melibatkan potensial sel dengan
konsentrasi suatu reaksi. Reaksi oksidasi reduksi banyak yang dapat dilangsungkan
pada kondisi  tertentu untuk membangkitkan listrik. Dasarnya bahwa reaksi
oksidasi reduksi itu harus berlangsung spontan di dalam larutan air jika bahan
pengoksidasi dan pereduksi tidak sama. Dalam sel Galvani oksidasi diartikan
sebagai dilepaskannya elektron oleh atom, molekul atau ion dan reduksi berarti
diperolehnya elektron oleh partikel-partikel itu. Sebagai contoh reaksi oksidasi
sederhana dan berlangsung spontan adalah bila lembar tipis zink dibenamkan
dalam suatu larutan tembaga sulfat maka terjadi logam tembaga menyepuh pada
lembaran zink dan lembaran zink lambat laun melarut dan dibebaskan energi
panas.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.


Zn + CuSO  → ZnSO  + Cu
4 4

Reaksi yang sebenarnya adalah antara ion zink dengan tembaga yaitu :
Zn + Cu  → Zn  + Cu
2+ 2+

Tiap atom zink kehilangan dua elektron dan tiap ion tembaga memperoleh dua
elektron untuk menjadi sebuah atom tembaga.
Oksidasi : Zn → Zn  + 2e- 2+

Reduksi : Cu  + 2e- → Cu
2+

         Sel yang belum mencapai kesetimbangan kimia dapat melakukan kerja listrik
ketika reaksi di dalamnya mengerakkan elektron-elektron melalui sirkuit luar.
Kerja yang dapat dipenuhi oleh transfer elektron tertentu bergantung pada beda
potensial antara kedua elektron. Perbedaan potensial ini disebut potensial sel dan
diukur dalam volt (V). Jika potensial sel besar maka sejumlah elektron tertentu
yang berjalan antara kedua elekroda dapat melakukan kerja listrik yang besar.
Sebaliknya, jika potensial sel kecil maka elektron dalam jumlah yang sama
hanya dapat melakukan sedikit kerja.

       Sel yang reaksinya ada dalam kesetimbangan tidak dapat melakukan kerja dan
sel demikian memiliki potensial sel sebesar nol. Pada sel konsentrasi digunakan
dua elektrode yang sama namun konsentrasi larutannya yang berbeda. Elektrode
dalam larutan pekat merupakan katode (tempat terjadinya reaksi reduksi)
sedangkan elektrode dalam larutan encer merupakan anode (tempat terjadinya
reaksi oksidasi).

       Pada persamaan Nernst, bukanlah suatu tetapan kesetimbangan karena larutan-
larutan yang diperikan adalah pada konsentrasi-konsentrasi awal dan bukan
konsentrasi kesetimbangan. Bila suatu sel volta telah mati atau terdiscas habis,

76
barulah sistem itu berada dalam kesetimbangan. Pada kondisi ini Esel = 0 dan
faktor K dalam persamaan Nernst setara dengan tetapan kesetimbangan. Oleh
karena itu, potensial elektroda standar dihubungkan dengan tetapan kesetimbangan
untuk reaksi sel.

Persamaan tersebut dapat disederhanakan menjadi :

D. Elektrode dan Potensial Sel

Arus listrik yang terjadi pada sel volta disebabkan elektron mengalir dari elektroda
negatif ke elektroda positif. Hal ini disebabkan karena perbedaan potensial antara
kedua elektroda. Andaikan kita mengukur perbedaan potensial (∆V) antara dua
elektroda dengan menggunakan potensiometer ketika arus listrik yang dihasilkan
mengalir sampai habis. Maka akan diperoleh nilai limit atau perbedaan potensial
saat arus listriknya nol  yang disebut sebagai potensial sel (E°sel). 

Perbedaan potensial yang diamati bervariasi dengan jenis bahan elektroda dan
konsentrasi serta temperatur larutan elektrolit. Sebagai contoh untuk sel Daniell,
bila diukur dengan potensiometer beda potensial pada  suhu 25°C saat konsentrasi
ion Zn  dan Cu  sama adalah 1,10 V. Bila elektroda Cu/Cu  dalam sel Daniell
2+ 2+ 2+

diganti dengan elektroda Ag/Ag  , potensial sel adalah 1,56 V. Jadi dengan
+

berbagai kombinasi elektroda dapat menghasilkan nilai potensial sel yang sangat
bervariasi. Jadi alat potensiometer digunakan untuk mengukur perbedaan
potensial antara dua elektroda sedangkan untuk mengukur nilai potensial mutlak
untuk suatu elektroda tidak bisa dilakukan.

Oleh karena itu, diperlukan suatu elektroda yang dipakai sebagai standar atau
pembanding dengan elektroda-elektroda yang lainnya. Dan telah ditentukan yang
digunakan sebagai elektroda standar adalah elektroda Hidrogen. Elektroda
Hidrogen terdiri dari gas H  dengan tekanan 1 atm yang dialirkan melalui sekeping
2

logam platina (Pt) yang dilapisi serbuk Pt halus pada suhu 25°C dalam larutan
asam (H ) 1 M. Berdasarkan perjanjian elektroda Hidrogen diberi nilai potensial
+

0,00 Volt.

77
Potensial sel yang terdiri atas pasangan elektroda hidrogen/standar (H/H ) dan
+

elektroda Zn/Zn  adalah -0,76 V. Bila elektroda Zn/Zn  diganti dengan elektroda
2+ 2+

Cu/Cu  maka besar potensial selnya menjadi +0,34 V.


2+

H  + Zn  → 2H  + Zn       E° = -0,76 V


2
2+ +

H  + Cu  → 2H  + Cu       E° = +0,34 V


2
2+ +

karena besarnya potensial elektroda hidrogen = 0,00 V maka potensial reduksi


(E°red) Zn dan Cu dapat ditentukan :

Zn  + 2e → Zn       E° = -0,76 V  disingkat E°red Zn = -0,76 V


2+

Cu  + 2e → Cu      E° = +0,34 V disingkat E°red Cu = +0,34 V


2+

Potensial reduksi (E°red) menunjukkan kecenderungan untuk menerima


elektron. jadi berdasarkan nilai potensial elektroda di atas, potensial elektroda Zn
bernilai negatif (-) menunjukkan bahwa  Zn/Zn  lebih sukar untuk menerima
2+

elektron/direduksi dibanding dengan H/H  dan Cu bernilai positif (+) menunjukkan


+

bahwa  Cu/Cu  lebih mudah untuk menerima elektron/direduksi dibanding


2+

dengan H/H . +

Semakin sukar untuk direduksi berarti semakin mudah untuk dioksidasi dan
sebaliknya semakin mudah direduksi berarti semakin sukar dioksidasi. karena
besar potensial oksidasi (E°oks) berlawanan dengan potensial reduksi (E°red). 

Zn  → Zn  + 2e     E° = +0,76 V  disingkat E°oks Zn = +0,76 V


2+

Cu → Cu  + 2e     E° = -0,34 V disingkat E°oks Cu = -0,34 V


2+

Potensial Sel  Volta

Potensial sel volta dapat ditentukan dengan percobaan dengan menggunakan


potemsiometer/voltmeter dan secara teoritis potensial sel dapat dihitung
berdasarkan perbedaan potensial reduksi (E°red) kedua elektroda atau penjumlahan
potensial oksidasi pada anoda dengan potensial reduksi pada katoda. 

 sebagai contoh pada sel daniel :

Zn  + 2e → Zn       E° = -0,76 V  


2+

Cu  + 2e → Cu      E° = +0,34 V 


2+

78
Yang mempunyai harga potensial reduksi (E°red) lebih kecil akan di oksidasi
dan yang potensial reduksi (E°red) lebih besar akan direduksi.

Anoda (oksidasi)       :   Zn            → Zn  + 2e     E° = +0,76 V


2+

Katoda (reduksi)       :  Cu  + 2e  → Cu               E° = +0,34 V


2+

Reaksi total (redoks) :   Zn + Cu  → Zn  + Cu    E° = +1,10 V


2+ 2+

secara singkat dapat dihitung :

Nilai E°red yang lebih kecil akan dioksidasi dan yang lebih besar akan
direduksi. maka Zn akan dioksidasi dan Cu akan direduksi.

E°oks Zn = +0,76 V

E°red Cu = +0,34 V

E°sel  = E°oks + E°red = 0,76 + 0,34 = 1,10 V

nilai potensial sel (E°sel) yang positif menunjukkan bahwa reaksi tersebut
dapat berlangsung secara spontan.maka sebaliknya reaksi :

Cu + Zn  → Cu  + Zn     E° = -1,10 V


2+ 2+

Nilai potensial sel (E°sel) nya negatif menunjukkan bahwa dalam keadaan
normal tidak akan terjadi reaksi. Reaksi dapat terjadi bila ada suplai elektron dari
luar/dialiri listrik yang akan dibahas pada bab sendiri yakni pada bab elektrolisis.

Tabel Potensial Elektroda Standar

Setengah Reaksi Reduksi ( pada Katoda ) E red (volts)


°

 
Li (aq) + e  → Li(s)
+ -

-3.04

 
K (aq) + e  → K(s)
+ -

-2.92

 
Ca (aq) + 2e  → Ca(s)
2+ -

-2.76

Na (aq) + e  → Na(s)
+ -
 

79
-2.71

 
Mg (aq) + 2e  → Mg(s)
2+ -

-2.38

 
Al (aq) + 3e  → Al(s)
3+ -

-1.66

 
2H O(l) + 2e  → H (g) + 2OH (aq)
2
-
2
-

-0.83

 
Zn (aq) + 2e  → Zn(s)
2+ -

-0.76

 
Cr (aq) + 3e  → Cr(s)
3+ -

-0.74

 
Fe (aq) + 2e  → Fe(s)
2+ -

-0.41

 
Cd (aq) + 2e  → Cd(s)
2+ -

-0.40

 
Ni (aq) + 2e  → Ni(s)
2+ -

-0.23

 
Sn (aq) + 2e  → Sn(s)
2+ -

-0.14

 
Pb (aq) + 2e  → Pb(s)
2+ -

-0.13

 
Fe (aq) + 3e  → Fe(s)
3+ -

-0.04

 
2H (aq) + 2e  → H (g)
+ -
2

0.00

 
Sn (aq) + 2e  → Sn (aq)
4+ - 2+

0.15

80
 
Cu (aq) + e  → Cu (aq)
2+ - +

0.16

 
ClO (aq) + H O(l) + 2e  → ClO (aq) + 2OH (aq)
4
-
2
-
3
- -

0.17

 
AgCl(s) + e  → Ag(s) + Cl (aq)
- -

0.22

 
Cu (aq) + 2e  → Cu(s)
2+ -

0.34

 
ClO (aq) + H O(l) + 2e  → ClO (aq) + 2OH (aq)
3
-
2
-
2
- -

0.35

 
IO (aq) + H O(l) + 2e  → I (aq) + 2OH (aq)
-
2
- - -

0.49

 
Cu (aq) + e  → Cu(s)
+ -

0.52

 
I (s) + 2e  → 2I (aq)
2
- -

0.54

 
ClO (aq) + H O(l) + 2e  → ClO (aq) + 2OH (aq)
2
-
2
- - -

0.59

 
Fe (aq) + e  → Fe (aq)
3+ - 2+

0.77

 
Hg (aq) + 2e  → 2Hg(l)
2
2+ -

0.80

 
Ag (aq) + e  → Ag(s)
+ -

0.80

 
Hg (aq) + 2e  → Hg(l)
2+ -

0.85

ClO (aq) + H O(l) + 2e  → Cl (aq) + 2OH (aq)


-
2
- - -
 

81
0.90

 
2Hg (aq) + 2e  → Hg (aq) 2+ -
2
2+

0.90

 
NO (aq) + 4H (aq) + 3e  → NO(g) + 2H O(l)
3
- + -
2

0.96

 
Br (l) + 2e  → 2Br (aq)
2
- -

1.07

 
O (g) + 4H (aq) + 4e  → 2H O(l)
2
+ -
2

1.23

 
Cr O (aq) + 14H (aq) + 6e  → 2Cr (aq) +
2 7
2- + - 3+

7H O(l) 2

1.33

 
Cl (g) + 2e  → 2Cl (aq)
2
- -

1.36

 
Ce (aq) + e  → Ce (aq)
4+ - 3+

1.44

 
MnO (aq) + 8H (aq) + 5e  → Mn (aq) + 4H O(l)
4
- + - 2+
2

1.49

 
H O (aq) + 2H (aq) + 2e  → 2H O(l)
2 2
+ -
2

1.78

 
Co (aq) + e  → Co (aq)
3+ - 2+

1.82

 
S O (aq) + 2e  → 2SO (aq)
2 8
2- -
4
2-

2.01

 
O (g) + 2H (aq) + 2e  → O (g) + H O(l)
3
+ -
2 2

2.07

 
F (g) + 2e  → 2F (aq)
2
- -

2.87

82
 

tabel di atas lebih dikenal sebagai deret volt, adapun deret volta disusun dalam
baris sebagai berikut :

K-Ba-Sr-Ca-Na-Mg-Al-Zn-Cr-Fe-Ni-Sn-Pb-H-Cu-Hg-Ag-Pt-Au 

Semakin ke kanan semakin mudah direduksi yang berarti semakin mudah


menerima elektron dan merupakan oksidator (penyebab zat lain mengalami
oksidasi).

Semakin ke kiri semakin mudah dioksidasi yang berarti semakin mudah melepas
elektron dan merupakan reduktor (penyebab zat lain mengalami reduksi).

Logam di sebelah kiri dapat bereaksi dengan ion logam di sebelah kanannya :

Zn + Cu  → Zn  + Cu
2+ 2+

Logam di sebelah kanan tidak dapat bereaksi dengan ion logam di sebelah kirinya:

Cu + Zn  → tidak bereaksi
2+

83
84

Anda mungkin juga menyukai