Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1. Promosi

2.1.1. Pengertian Promosi

Menurut Hermawan (2012:38) pengertian promosi adalah, “Promosi

adalah salah satu komponen prioritas dari kegiatan pemasatan yang

memberitahukan kepada konsumen bahwa perusahaan meluncurkan produk baru

yang menggoda konsumen untuk melakukan kegiatan pembelian”.

Sedangkan menurut Daryanto (2011:94), penegrtian promosi adalah “Promosi

adalah kegiatan terakhir dari marketing mix yang sangat penting karena

kebanyakan pasar lebih banyak bersifat pasar pembeli dimana keputusan terakhir

terjadinya transaksi jual beli sangat dipengaruhi oleh konsumen”.

2.2. Media Sosial

2.2.1. Pengertian Media Sosial

Berikut ini adalah definisi dari media sosial yang berasal dari berbagai

literatur penelitian, dikutip oleh Rulli Nasrullah (2018:11) adalah sebagai berikut:

1. Menurut Mandibergh, media sosial adalah media yang mewadahi kerja sama di

antara pengguna yang menghasilkan konten.

2. Menurut Shirky, media sosial dan perangkat lunak sosial merupakan alat untuk

meningkatkan kemampuan pengguna untuk berbagi, bekerjasama di antara


pengguna dan melakukan tindakan secara kolektif yang semuanya berada di

luar kerangka institusional maupun organisasi.

3. Boyd menjelaskan media sosial sebagai kumpulan perangkat lunak yang

memungkinkan individu maupun komunitas untuk berkumpul, berbagi,

berkomunikasi, dan dalam kasus tertentu saling berkolaborasi atau bermain.

4. Menurut Van Dijk, media sosial adalah platform media yang memfokuskan

pada eksistensi pengguna yang memfasilitasi mereka dalam beraktivitas

maupun berkolaborasi. Karena itu, media sosial dapat dilihat sebagai medium

(fasilitator) online yang menguatkan hubungan antarpengguna sekaligus

sebagai sebuah ikatan sosial.

Dari berbagai definisi atau pernyataan tersebut, menurut Nasrullah

(2018:11) mengambil kesimpulan bahwa definisi media sosial adalah “medium

di internet yang memungkinkan pengguna mempresentasikan dirinya maupun

berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain, dan

membentuk ikatan sosial secara virtual”.

2.2.2. Jenis-Jenis Media Sosial

Banyak sumber, terutama liputan media maupun kajian literatur, yang

membagi jenis media sosial. Ada yang berdasarkan model jaringan yang

terbentuk, berdasarkan karakteristik penggunanya, sampai berdasarkan pada file

atau berkas apa saja yang disebarkan (sharing) di antara pengguna. Dari berbagai

sumber tersebut, penulis mengambil kesimpulan bahwa setidaknya ada enam

kategori besar untuk melihat pembagian media sosial (Nasrullah,2019:39), yakni:


1. Media jejaring sosial (social networking)

Social networking atau jaringan sosial merupakan sarana yang bisa digunakan

pengguna untuk melakukan hubungan sosial, termasuk konsekuensi atau efek

dari hubungan sosial tersebut, di dunia virtual. Menurut Saxena (buku

Nasrullah,2019:40), situs jejaring sosial adalah media sosial yang paling

populer. Media sosial tersebut memungkinkan anggota untuk berinteraksi satu

sama lain. Interaksi terjadi tidak hanya pada pesan teks, tetapi juga termasuk

foto dan video yang mungkin menarik perhatian pengguna lain. Semua posting

(publikasi) merupakan real time, memungkinkan anggota untuk berbagi

informasi seperti apa yang sedang terjadi.

2. Jurnal online (blog)

Blog merupakan media sosial yang memungkinkan penggunanya untuk

mengunggah aktivitas keseharian, saling mengomentari, dan berbagi, baik

tautan web lain, informasi dan sebagainya. Karakter dari blog antara lain

penggunanya adalah pribadi dan konten yang dipublikasikan juga terkait

pengguna itu sendiri. Pada awalnya, cenderung dikelola oleh individu-individu,

namun sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan jangkauan terhadap khalak

membuat perusahaan maupun institusi bisnis juga terjun mengelola blog.

3. Jurnal online sederhana atau mikroblog (microblogging)

Microblogging merupakan jenis media sosial yang memfasilitasi pengguna

untuk menulis dan memublikasikan aktivitas serta atau pendapatnya. Secara

historis, kehadiran jenis media sosial ini merujuk pada munculnya twitter yang

hanya menyediakan ruang tertentu atau maksimal 140 karakter. Sama seperti
media sosial lainnya, di Twitter pengguna bisa menjalin jaringan dengan

pengguna lain, menyebarkan informasi, mempromosikan pendapat/pandangan

pengguna lain, sampai membahas isu terhangat (trading topic) saat itu juga dan

menjadi bagian dari isu tersebut dengan turut berkicau (tweet) menggunakan

tagar (hastag) tertentu.

4. Media sosial (social bookmarking)

Situs berbaggi media (media sharing) merupakan jenis media sosial yang

memfasilitasi penggunanya untuk berbagi media, mulai dari dokumen, video,

audio, dan gambar. Beberapa contoh media berbagi ini adalah Youtobe, Flickr,

Photobucket, atau Snapfish.

5. Penanda Sosial (social bookmarking)

Penanda sosial merupakan media sosial yang bekerja untuk mengorganisasi,

menyimpan, mengelola, dan mencari informasi atau berita tertentu secara

online. Beberapa situs social bookmarking yang populer adalah Delicious.com,

StumbleUpon.com, Digg.com, Reddit.com, dan untuk di Indonesia ada

LintasMe.

6. Media konten bersama atau Wiki.

Menurut Gilmor (Nasrullah, 2019:46) merupakan media atau situs web yang

secara program memungkinkan para penggunanyaberkolaborasi untuk

membangun konten secara bersama.


2.2.3 Indikator Promosi Media Sosial

Menurut Tuten dalam buku Nasrullah (2019 : 163) penggunaan media sosial

adalah konsumen yang bisa mempromosikan sebuah produk atau dalam istilah

sebagai CGM atau consumer generated media. Berkaitan dengan evolusi

konsumen dari sekedar mengonsumsi menjadi bagian dari periklanan, praktik

CGM terbagi atas beberapa tipe, diantaranya:

1. Consumer Generated Multimedia (CGM2) adalah tipe konsumen yang

mengunggah pengalaman dan pendapat mereka tentang sebuah produk atau

jasa dalam berbagai bentuk media, baik berupa audio, video, maupun animasi.

Konten ini sangat berbeda dengan citizen advertising, di mana iklan sengaja

dibuat untuk memengaruhi atau mengajak pengguna lain secara verbal

memakai sebuah produk/jasa. CGM2 lebih kepada pengalaman pengguna di

media sosial.

2. Consumer Solicited Media (CSM) merupakan tipe konsumen yang diundang

untuk berkonstribusi terhadap sebuah konten yang berkaitan dengan produk

atau jasa. Tipe ini menunjukkan konsumen dilibatkan dalam periklanan dan

cenderung tidak berbayar. Perusahaan menyediakan panduan maupun

spesifikasi dan dalam beberapa kasus mengundang konsumen untuk melihat

aset/pabrik milik mereka.

3. Incentivized Consumer Generated Media (iCGM). Tipe ini menunjukkkan

konsumen di media sosial yang diberikan insentif, dibayar, atau diberikan

produk dari perusahaan. Namun, pemberian kompensasi ini dalam bentuk


hadiah. Misalnya, konsumen di media sosial membuat sebuah tulisan tentang

produk tertentu dalam rangka lomba penulisan (review) yang dilaksanakan oleh

perusahaan tertentu.

4. Consumer Fortified media (CFM) merupakan tipe konsumen yang

menyebarkan atau mendiskusikan sebuah konten. Tipe ini menunjukkan bahwa

sebuah konten yang berkaitan dengan produk/jasa menjadi bahan diskusi dari

konsumen yang juga pengguna media sosial. Melalui jejaring media sosialnya,

konsumen menuliskan pendapatnya dan kadang melampirkan tautan (link)

terhadap informasi produk atau jasa.

5. Compesated Consumer Generated Media (cCGM). Tipe terakhir ini

menjelaskan bagaimana konsumen dibayar untuk tulisan atau publikasi mereka

di media sosial oleh perusahaan. Blogger misalnya, dilibatkan secara khusus

dengan undangan dan kesepakatan tertentu untuk mendukung kampanye

produk/jasa yang sedang diluncurkan oleh perusahaan.

2.2.4 Pengaruh Promosi Media Sosial terhadap Keputusan Konsumen

Media sosial dengan beragam bentuknya, mulai dari forum, situs jejaring

sosial, berbagai media, atau berbagi opini, memberikan media bagi pengguna

untuk berinteraksi sekaligus berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial virtual.

Semakin lama dan sering terjadi interaksi di antara pengguna, semakin kuat ikatan

relasi virtual yang terjadi di antara mereka. Karena itu, sebuah produk atau jasa

bisa saja menjadi jauh lebih efektif apabila dipromosikan oleh pengguna di media

sosial. Selain adanya kedekatan interaksi pengguna, berdasarkan pengalaman


pengguna, juga karena hubungan yang ada di media sosial berdasarkan pada

kenyataan serta apa yang disebut dengan contact comfort (Nasrullah, 2019:165).

Dalam praktek pemasaran tradisional, konsep friendvertising dikenal

dengan periklanan dari mulut ke mulut atau word of mounth. Iklan di media massa

hanyalah salah stu cara efektif dalam menjangkau konsumen, namun konsumen

yang bercerita tentang produk atau jasa lebih efektif dalam menjangkau konsumen

baru. Oleh sebab itu, konsep friendvertising juga memanfaatkan posisi pengguna

di media sosial yang bisa menjadi duta dari pemasran produk atau jasa dalam

menjangkau konsumen baru di media sosial.

Secara sederhana, bisa disimpulkan bahwa target atau objek dari iklan

pemasaran adalah khalayak. Semakin besar jumlah dan luas wilayah khalayak

yang disasar dalam program pemasaran, semakin terbuka peluang untuk

memasarkan produk serta kesempatan produk tersebut dibeli oleh khalayak.

Kemudian, semakin banyak produk itu diserap oleh khalayak, secara otomatis

nilai sebuah produk akan semakin tinggi, seperti nilai jual, nilai prestise, dan nilai

guna. Media sosial dalam konteks ini menawarkan khalayak yang beragam,

banyak, dan berada di wilayah yang lebih luas atau global. Tidak hanya itu,

khalayak di media sosial tidak sebatas sebagai konsumen semata, tetapi juga

menjadi kekuatan dalam pemasaran atau sebagai media iklan itu sendiri

(Nasrullah, 2019:167-168).
2.3 Kualitas Pelayanan

2.3.1 Pengertian Kualitas Pelayanan

1. Kualitas pelayanan dipandang salah satu komponen yang perlu diwujudkan

oleh perusahaan karena memiliki pengaruh untuk mendatangkan konsumen

baru dan dapat mengurangi kemungkinan pelanggan lama untuk berpindah ke

perusahaan lainnya. Semakin banyaknya pesaing maka akan semakin banyak

pilihan bagi konsumen untuk menetapkan pilihan. Hal ini membuat semakin

sulit untuk mempertahankan konsumen lama, karena kualitas layanan harus

ditingkatkan semaksimal mungkin.

2. Menurut Parasuraman dkk, kualitas pelayanan adalah sebagai pedoman dasar

bagi pemasaran jasa, karena ini merupakan produk yang dipasarkan adalah

suatu kinerja (yang berkualitas) dan kinerja juga yang akan dibeli oleh

pelanggan. Oleh karena itu, kualitas kinerja pelayanan merupakan dasar

bagi pemasaran jasa (Adam, 2015:10).

3. Menurut Sugiarto yang dikutip oleh Sunyoto (2013 : 45) menyatakan bahwa

kualitas pelayanan merupakan suatu penyajian produk atau jasa sesuai ukuran

yang berlaku ditempat produk tersebut diadakan dan penyampaiannya

setidaknya sama dengan yang diharapkan dan diinginkan konsumen.

4. Kualitas pelayanan akan menjadi penting karena berdampak langsung terhadap

perusahaan. Kualitas pelayanan yang baik akan menjadi sebuah keuntungan

suatu perusahaan, karena dengan penilaian postif di mata konsumen maka

perusahaan akan mendapat feedback (umpan balik) yangbaik dan akan menjadi

pelanggan tetap.
2.3.2 Dimensi Kualitas Pelayanan

Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry, dalam Tjiptono dan

Chandra (2016) lima dimensi utama yang disusun sesuai urutan

tingkat kepentingan relatifnya sebagai berikut :

1. Reliabilitas (reliability)

Reliabilitas berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan

layanan secara akurat sejak pertama kali dengan tidak mebuat kesalahan

apapun dan menyampaikan jasa sesuai dengan waktu yang telah disepakati

bersama.

2. Daya Tanggap (responsiveness)

Daya tanggap berkenaan dengan kemampuan para karyawan untuk membantu

pelanggan serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian

memberikan jasa secara cepat.

3. Jaminan (assurancee )

Jaminan adalah suatu sikap sopan karyawan dalam menguasai pengetahuan

dan keterampilan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah

pelanggan.

4. Empati (emphaty )

Empati adalah suatu sikap memberi perhatian kepada pelanggan dan

memahami kebutuhan pelanggan.


5. Bukti Fisik (tangibles)

Bukti fisik meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, dan sarana komunikasi yang

digunakan suatu perusahaan.

2.4 Keputusan Pembelian

2.4.1 Pengertian Keputusan Pembelian

Menurut Schiffman dan Kanuk (Sangadji & Sopiah 2013) mendefinisikan

keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua pilihan alternative atau

lebih. Menurut Kotler (2009) keputusan membeli yaitu : “beberapa tahapan yang

dilakukan oleh konsumen sebelum melakukan keputusan pembelian suatu

produk.” Keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh perilaku konsumen.

Proses pengambilan keputusan pembelian merupakan suatu peilaku konsumen

untuk menentukan proses keputusan dalam membeli suatu produk.

2.4.2 Langkah-Langkah Keputusan Pembelian

Keputusan membeli atau mengkonsumsi suatu produk dengan merek

tertentu akan diawali oleh langkah-langkah sebagai berikut (Sumarwan,

2019:361) :

1. Pengenalan Kebutuhan

Pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah,

yaitu suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara keadaan yang

diinginkan dan keadaan yang sebenarnya terjadi. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi pengaktifan kebutuhan, yaitu waktu, perubahan situasi,


pemilikan produk, konsumsi produk, perbedaan individu, dan pengaruh

pemasaran.

2. Pencarian Informasi

Pencarian informasi mulai dilakukan ketika konsumen memandang bahwa

kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu

produk. Konsumen akan mencari informasi yang tersimpan di dalam

ingatannya (pencarian internal) dan mencari informasi dari luar (pencarian

eksternal). Ada tiga faktor yang menentukan proses pencarian informasi yang

ekstensif yaitu faktor resiko, produk, karakteristik konsumen, dan faktor

situasi.

3. Evaluasi Alternatif

Evaluasi Alternatif adalah proses mengevaluasi pilihan produk dan merek

sehingga dapat memilih sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Pada

proses evaluasi alternatif, konsumen membandingkan berbagai pilihan yang

dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Ada tiga atribut penting yang

sering digunakan untuk evaluasi yaitu harga, merek dan negara asal atau

pembuat produk. Setelah konsumen telah menentukan kriteria atau atribut

dari produk atau merek yang dievaluasi, maka langkah berikutnya konsumen

menentukan alternatif pilihan. Setelah melakukan alternatif yang dipilih,

selanjutnya konsumen akan menentukan produk atau merek yang akan

dipilihnya.

Anda mungkin juga menyukai