Bab 2 Tinjauan Pustaka Aspal Porus PDF
Bab 2 Tinjauan Pustaka Aspal Porus PDF
TINJAUAN PUSTAKA
II - 1
Perkerasan aspal porus memiliki rongga/pori yang cukup besar dibandingkan
dengan jenis perkerasan lainnya karena menggunakan tidak kurang dari 85% dari
volume campuran aggregat kasar dan sedikit aggregat halus, hal ini mengakibatkan
ikatan (interloking) antar aggregat menjadi kurang dan membuat perkerasan aspal
porus memiliki stabilitas marshall yang lebih rendah dibandingkan perkerasan aspal
yang menggunakan gradasi rapat. Perkerasan aspal porus direncanakan sebagai lapis
permukaan jalan (wearing course) dan ditempatkan diatas lapisan kedap air. Karena
memiliki porositas yang besar memungkinkan perkerasan aspal porus dapat
mengalirkan air baik vertikal maupun horizontal sehingga air tidak menggenang
diatas permukaan jalan. Perkerasan aspal porus dapat meningkatkan kontak roda
kendaraan dengan permukaan jalan karena memiliki permukaan perkerasan yang
kasar serta mengurangi kesilauan dari permukaan jalan pada siang hari.
II - 2
Gambar 2.3 Perbandingan Perkerasan Aspal Konvensional dan
Perkerasan Aspal Porus Pada Saat Hujan
(Sumber : Measures for traffic safety|Expressway Management|Business
activities|NEXCO EAST)
Perkerasan aspal poros hanya digunakan pada lapis permukaan, yang berfungsi
untuk mempercepat proses pengairan air yang ada pada permukaan jalan dengan cara
meresap melalui celah pori-pori perkerasan aspal porus, sehingga untuk melindungi
lapisan dibawahnya maka perkerasan aspal porus harus diletakan diatas lapisan
perkerasan yang kedap air (impermeable) seperti pada gambar 2.4 atau dapat
menggunakan lapisan geotekstil dibawah perkerasan aspal porus sehingga air tidak
dapat masuk ke lapisan pondasi jalan yang akan mengakibatkan terjadinya kerusakan
jalan.
II - 3
Gambar 2.5 Perkerasan Porus Yang Menggunakan Geotekstile
(Sumber : Iowa Stormwater Management Manual, 2009)
Perkerasan aspal porus memiliki dua sistem pengairan (sistem drainase ganda)
yaitu air dapat mengalir lewat permukaan jalan yang miring serta dapat meresap
melalui pori-pori perkerasan, air mengalir menuju tepi badan jalan kemudian dapat
masuk ke saluran drainase yang ada dengan melewati pipa pengaliran atau langsung
meresap ke permukaan tanah seperti pada gambar 2.4, akan tetapi air yang melalui
bahu jalan dan masuk ke lapisan bawah perkerasan yaitu base course dan sub base
mengakibatkan butiran aggregat halus terbawa oleh aliran air yang nantinya akan
mengakibatkan celah atau rongga di dalam struktur bawah perkerasan sehingga
perkerasan aspal porus menjadi cepat rusak dan berlubang, sehingga pada perkerasan
aspal porus perlu diletakan lapisan geotekstil di bawah lapisan perkerasan aspal
porus sampai bahu jalan atau perkerasan aspal porus diletakan sampai pada daerah
bahu jalan seperti gambar 2.5 dibawah ini.
Sub base
Drainage Base course
Porous asphalt open graded mix
II - 4
Gambar 2.7 Potongan Perkerasan Aspal Porus
(Sumber : Iowa Stormwater Management Manual, 2009)
II - 5
nonstruktural, lapisan ini merupakan lapis aus yaitu lapisan yang langsung menderita
gesekan antara roda kendaraan (Ilham, 2014).
II - 6
5. Lalu lintas cepat, kecepatan diatas 40 km/jam
6. Daerah-daerah yang tidak memiliki kecendrungan untuk melakukan percepatan
mendadak, pengereman dan membelok.
II - 7
maupun penaburan. Jika temperatur mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat
aggregat pada tempatnya. Sebagai salah satu material konstruksi perkerasan lentur,
aspal merupakan salah satu komponen kecil, umumnya hanya 4-10% berdasarkan
berat atau 10-15% berdasarkan volume, tetapi merupakan komponen yang relatif
mahal (Sukirman, Silvia., 1999).
Aspal berfungsi sebagai material pengikat dengan unsur utama bitumen.
Bitumen merupakan zat perekat (cementitious) berwarna hitam atau gelap yang dapat
diperoleh dari alam ataupun sebagai hasil produksi, dan mengandung senyawa
hidrokarbon yang merupakan bahan dasar utama aspal, sehingga aspal sering disebut
juga bitumen.
Secara garis besar komposisi kimiawi aspal terdiri dari asphaltenes, resins dan
oils. Asphaltenes terutama terdiri dari senyawa hidrokarbon, merupakan material
berwarna hitam atau coklat tua yang menyebar di dalam larutan yang disebut
maltenes. Maltenes merupakan cairan kental yang terdiri dari resins dan oils. Resins
adalah cairan berwarna kuning atau coklat tua yang memberikan sifat adhesi dari
aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan
jalan, sedangkan oils yang berwarna lebih muda merupakan media dari resins dan
asphaltene. Pengerasan aspal dapat terjadi karena oksidasi, penguapan dan
perubahan kimiawi lainnya. Reaksi kimiawi dapat mengubah resins menjadi
asphaltenes dan oils menjadi resins.
Daya tahan (durabilitas) aspal berupa kemampuan aspal untuk
mempertahankan sifatnya akibat pengaruh cuaca dan tergantung pada sifat campuran
aspal dan aggregat yang digunakan dalam material perkerasan jalan. Aspal berfungsi
antara lain sebagai berikut :
a. Sebagai bahan pengikat, meningkatkan adhesi dan kohesi sehingga
memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan aspal dan antara aspal
dengan agregat.
b. Sebagai bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang
ada di dalam agregat itu sendiri.
Aspal dengan penetrasi rendah digunakan pada daerah yang memiliki temperatur
tinggi/bercuaca panas atau lalu lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal dengan
penetrasi tinggi digunakan pada daerah yang memiliki temperatur rendah/bercuaca
II - 8
dingin atau lalu lintas dengan volume rendah. Pada penelitian ini digunakan aspal
penetrasi 60/70. Selain itu aspal yang digunakan harus memenuhi beberapa syarat
sebagaimana tercantum pada tabel 2.7 berikut :
II - 9
Tabel 2.3 Persyaratan Aspal Modifikasi
Persyaratan
Uraian Metode Satuan
Min Maks
Penetrasi, 25 oC, 5 dtk,
SNI 06-2456-1991 50 80 0,1 mm
50 gr
o
Titik lembek SNI 06-2434-1991 54 - C
o
Titik nyala SNI 06-2433-1991 225 - C
Daktilitas, 25 oC SNI 06-2432-1991 50 - Cm
Berat jenis SNI 06-2441-1991 1 - -
Kekentalan pada 135 oC SNI 03-6441-2000 300 200 Cst
Stabilitas penyimpanan
pada 163 oC selama 48
o
jam perbedaan titik Shell Bitumen 1995 - 2 C
lembek antara bagian
atas dan bawah
Kelarutan dalam TCE RSNI 12-2004 99 - % berat
Penurunan berat
SNI 06-2440-1991 - 1 % berat
(TFOT)
Perbedaan penetrasi
SNI 06-2456-1991 - 40 % asli
setelah TFOT, O,1 mm
Perbedaan titik lembek
SNI 06-2434-1991 - 6,5 % asli
setelah TFOT, oC
Elastic recovery pada
AASHTO T 301-1995 30 - %
25 oC
(sumber : Spesifikasi Umum Badan Litbang, Dep. PU, Edisi April 2005)
2.3.3 Aggregat
Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral
lainnya, baik berupa hasil alam maupun hasil buatan (DPU 1987).
Aggregat adalah partikel mineral yang berbentuk butiran – butiran yang
merupakan salah satu komponen dalam kombinasi dengan berbagai macam tipe
perkerasan mulai dari sebagai bahan material untuk membentuk beton, lapis pondasi
jalan, material pengisi dan lain-lain (Atkins, H.N.,1997).
Aggregat/batuan didefinisikan secara umum sebagai formasi kulit bumi yang
keras dan kenyal (solid). ASTM (1974) mendefinisikan batuan sebagai suatu bahan
yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa
fragmen-fragmen. Aggregat/batuan merupakan komponen utama dari lapisan
II - 10
perkerasan jalan yaitu mengandung 90 - 95% aggregat berdasarkan persentase berat
atau 75 – 85% aggregat berdasarkan persentase volume. Dengan demikian daya
dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat aggregat dan
hasil campuran aggregat dengan material lain (Sukirman,Silvia , 1999).
Aggregat dapat diklasifikasikan berdasarkan asal kejadiannya aggregat/batuan,
proses pengolahannya, dan besar parikel-partikel aggreggat.
II - 11
mesin pemecah batu (Stone Crusher) sehingga ukuran partikel-partikel yang
dihasilkan dapat dicapai sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
3. Aggregat buatan merupakan mineral filler/pengisi (partikel dengan ukuran
<0,075 mm), diperoleh dari hasil sampingan pabrik-pabrik semen dan mesin
pemecah batu.
II - 12
Tabel 2.4 Ketentuan Aggregat Kasar
Pengujian Standar Nilai
Kekekalan bentuk aggregat terhadap
SNI 3407:2008 Maks 12%
larutan natrium dan magnesium sulfat
Campuran AC
Maks 30%
bergradasi kasar
Abrasi dengan
Semua jenis SNI 2417:2008
mesin Los Angeles
campuran aspal Maks 40%
bergradasi lainnya
Kelekatan aggregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95%
Angularitas (kedalaman dari permukaan < DoT's
95/90 *
10 cm) Pennsylvania
Angularitas (kedalaman dari permukaan ≥ Test Method, PTM
80/75 *
10 cm) No. 621
Partikel pipih dan lonjong (**) ASTM D4791 Maks 10%
Material lolos ayakan no. 200 SNI 03-4142-1996 Maks 1%
catatan :
(*) 95/90 menunjukan 95% aggregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu
atau lebih dari 90% aggregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau
lebih.
(**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5
(sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010)
II - 13
(Cold bin Feeds) yang terpisah sedemikian rupa sehingga rasio aggregat pecah
halus dan pasir dapat dikontrol dengan baik.
4. Aggregat halus harus mempunyai ketentuan sebagaimana yang ditunjukkan pada
tabel berikut ini :
II - 14
2.4 Gradasi Perkerasan Aspal Porus
Gradasi aggregat adalah pembagian ukuran butiran yang dinyatakan dalam
persen dari berat total. Ukuran butir dapat diperoleh melalui pemeriksaan analisa
saringan. Gradasi aggregat dinyatakan dalam persentase lolos atau tertahan, yang
dihitung berdasarkan berat aggregat. Gradasi aggregat dibedakan menjadi tiga tipe
gradasi yang disesuaikan dengan kebutuhan perkerasan yaitu gradasi senjang, gradasi
rapat dan grradasi seragam atau gradasi terbuka.
Gradasi yang digunakan pada aspal porus adalah gradasi tipe seragam yaitu
memiliki aggregat kasar yang banyak dan hanya mengandung sedikit aggregat halus,
sehingga terdapat banyak rongga kosong antar aggregat. Campuran beraspal yang
dibuat dengan gradasi ini bersifat porus atau memiliki permeabilitas yang tinggi,
stabilitas yang rendah dan memiliki berat isi yang kecil. Beberapa gradasi aspal
porus yang ada dapat dilihat dibawah ini :
II - 15
Tabel 2.8 Gradasi Australia Asphalt Pavement Association (AAPA) 1997
Diameter Diameter Aggregat Maksimum
Saringan (mm) 10 mm 14 mm 20 mm
26,5 100
19 100 95
13,2 100 95 55
9,5 90 50 30
6,7 40 27 20
4,75 30 11 10
2,36 12 9 8
1,18 8 8 6
0,6 6 6,5 4
0,3 5 5,5 3
0,15 4 4,5 3
0,08 3,5 3,5 2
Kadar aspal 5,5-6,5 5,0-6,0 4,5-5,5
Sumber : Australian Asphalt Pavement Association (AAPA) 1997
II - 16
2.5.1 Durabilitas atau Keawetan
Keawetan atau durabilitas adalah kemampuan perkerasan aspal porus
menerima repetisi beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda
kendaraan dan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan
iklim seperti udara, air, atau perubahan temperatur. Durabilitas perkerasan aspal
porus sangat dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya pori
dalam campuran, kepadatan dan kedap airnya campuran.
II - 17
2.6 Serat Selulosa Roadcel-50
Roadcel-50 adalah nama yang digunakan untuk serat selulosa oleophilick
micronized yang digunakan sebagai bahan stabilisasi bagi aspal pada campuran
beraspal. Roadcel-50 diproduksi oleh PT. Olah Bumi Mandiri Jakarta dan telah
digunakan pada beberapa ruas jalan di Indonesia untuk meningkatkan kinerja jalan.
Pickel and Lytton (1991), menyatakan serat selulosa yang digunakan sebagai
aditive campuran beton aspal dapat meningkatkan modulus kekakuan, sehingga
memperbaiki daya tahan terhadap “rutting” dan mengurangi retak-retak akibat
meningkatnya tegangan tarik dari campuran. Serat selulosa juga dapat menaikkan
kadar aspal optimum campuran sehingga dapat meningkatkan sifat durabilitas selain
itu dapat melindungi oksidasi dari aspal semen selama pelaksanaan konstruksi
sampai masa pelayanan dan juga mengurangi “rutting”, sehingga serat sululosa juga
berfungsi sebagai bahan anti oksidasi campuran beton aspal.
Pustlitbang Jalan (1993) pernah melakukan penelitian mengenai Roadcel-50
sebagai bahan tambah campuran aspal dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 2.8
berikut ini :
II - 18
Lismianto (1993), pernah menyatakan bahwa serat selulosa merupakan bahan
stabilisasi aspal yang bekerja secara fisik dan mekanik. Stabilitas secara fisik berarti
dapat menaikkan titik lembek aspal serta menurunkan penetrasi dan viskositas.
Stabilitas secara mekanik yaitu meningkatkan daya rekat antara aspal dengan
aggregat sebagai efek penulangan tiga dimensi oleh serat selulosa. Selain itu serat
selulosa juga berfungsi untuk menstabilkan binder, menjamin binder lapis tipis yang
permanen, mencegah difusi air, melindungi aspal dari proses penuaan (ageing), dan
mencegah deformasi dan retak permukaan jalan pada suhu tinggi.
II - 19
2. Sifat kimia
Roadcel-50 terdiri dari selulosa (wood) fiber (C6H10O5)n, dan naturally
occurring clay (Koalin-H2Al2Si2O8H2O).
II - 20
2.7 Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO)
2.7.1 Metode Australian Asphalt Pavement Association (AAPA) 1997
Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO) metode Australian Asphalt Pavement
Association (AAPA) hanya mensyaratkan tiga parameter yaitu Void in Mixture
(VIM), Cantabro Loss (CL) dan Asphalt Drain Down/Flow Down (AFD). Hasil
pegujian VIM dan CL terhadap kadar aspal diplot menjadi kurva seperti gambar 2.9
dibawah ini :
Gambar 2.9 Contoh cara penentuan KA min, KA max dan KAO sementara
(Sumber : Australian Asphalt Pavement Association (AAPA) 1997 dalam Jurnal Teknik Sipil Vol.21
(Sofyan M. Saleh, Renni Anggraini,Hesty Aquina) Universitas Syiah Kuala, 2014)
Dari grafik diatas, ditentukan nilai Kadar Aspal Minimum (BC min) dengan
cara memplot nilai minimum Cantabro Loss yaitu sebesar 20% pada kurva regresi
hubungan Cantabro Loss terhadap kadar aspal sehingga didapatkan untuk nilai CL
20% diperoleh Kadar Aspal Minimum (BC min) sebesar 4,27% pada gambar 2.9
contoh penentuan KAO di atas dan diplot nilai VIM sebesar 20% pada kurva regresi
hubungan antara VIM terhadap kadar aspal untuk menentukan Kadar Aspal
Maksimum (BC Maks). Nilai tengah dari BC min dan BC maks diambil sebagai nilai
Kadar Aspal Optimum Sementara (KAO sementara), Nilai KAO sementara diplot
pada kurva hubungan antara AFD/aliran aspal terhadap kadar aspal seperti pada
gambar 2.10 dibawah ini :
II - 21
Gambar 2.10 Contoh cara penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO)
(Sumber : Australian Asphalt Pavement Association (AAPA) 1997 dalam Jurnal Teknik Sipil Vol.21
(Sofyan M. Saleh, Renni Anggraini,Hesty Aquina) Universitas Syiah Kuala, 2014)
Untuk nilai KAO sementara 5.17% pada contoh diatas didapatkan nilai
AFD/aliran aspal sebesar 0.101%. Sehingga Nilai Kadar Aspal Optimum (KAO)
metode Australian Asphalt Pavement Association (AAPA) 1997 adalah dengan
menjumlahkan KAO sementara dengan nilai AFD yang didapatkan.
minimum
15 y = -2,227x + 31,63 500
R² = 0,925 400
10 y = -91,53x2 + 1019,x - 2324,
5 300 R² = 0,903
0 200
4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0
Kadar Aspal (%) Kadar Aspal (%)
II - 22
Kadar Aspal Terhadap Flow Kadar Aspal Terhadap MQ
500 maksim
10 y = 0,094x + 3,757 um
8 R² = 0,014 400
MQ (Kg/mm)
Flow (mm)
6 300
y = 3,087x + 98,33
4 200 R² = 0,191
2 100
minimu
0 m 0
4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0
4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0
Kadar Aspal (%) Kadar Aspal (%)
VMA ( %)
R² = 0,845
25,00
2,00 24,00
23,00 y = 0,684x2 - 7,686x + 46,87
1,00
22,00 R² = 0,494
0,00 21,00
20,00
4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0
4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0
Kadar Aspal (%)
Kadar Aspal (%)
27,00
25,00
23,00 y = 8,135x - 20,31
21,00
19,00 R² = 0,994
17,00
15,00
4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0
Kadar Aspal (%)
Grafik KAO
MQ
Flow
Stabilitas
VFB
VMA
VIM
Kepadatan
II - 23
Dari grafik diatas didapatkan nilai Kadar Aspal minimum sebesar 5,25% dan
Kadar Aspal Maksimum sebesar 6,09%. Sehingga, nilai Kadar Aspal Optimum
adalah nilai tengah dari Ka min dan KA maks.
5,25+6,09
KAO = = 5,67%
2
2.7.3 Japanese Method
Metode Jepang atau Japanese Method menggunakan karakteristik aspal porus
seperti VIM, VMA, VFB, Specific grafity, Cantabro Loss, dan Asphalt Flow Down
dalam menentukan Kadar Aspal Optimum (KAO). Data penelitian yang didapatkan
dibuat kurva regresi hubungan antara parameter karakteristik aspal porus terhadap
kadar aspal, dari kurva yang terbentuk ditarik garis lurus pada masing – masing
ujung kurva regresi yang sejajar dengan ujung kurva regresi. Perpotongan kedua
garis lurus tersebut merupakan nilai Kadar Aspal Optimum (KAO). Dari masing-
masing kurva regresi didapatkan Kadar Aspal Optimum (KAO). Kemudian KAO
yang didapatkan pada masing-masing karakteristik aspal porus dirata-ratakan
sehingga didapatkan Kadar Aspal Optimum (KAO) dengan Japanese Method.
Contoh penentuan KAO dengan menggunakan metode jepang ini dapat dilihat pada
gambar 2.12 di bawah ini :
II - 24
Gambar 2.12 Contoh Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO)
(Sumber : Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies Vol.5 October, 2003)
2.8.1 Marshall
Perencanaan campuran beraspal yang umum dilakukan di Indonesia adalah
metode Marshall. Metode marshall dikembangkan oleh Bruce Marshall dari Misisipi
State Highway Department sekitar tahun 1940-an. Pengujian ini distandarisasikan di
dalam American Society for Testing and Materials,1989 (ASTM D 1559-89).
Pengujian di Indonesia distandarisasi dalam SNI 06-2489-1991. Pengujian ini
bertujuan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow)
dari campuran aspal dan aggregat. Kelehan plastis adalah keadaan perubahan bentuk
suatu campuran yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan
dalam mm atau 0,01". Pengujian stabilitas bertujuan untuk mengukur ketahanan
II - 25
campuran terhadap beban lalu lintas dan uji kelelehan plastis untuk
memperhitungkan perubahan bentuk yang terjadi akibat beban lalu lintas.
Alat marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring
(cincin penguji) yang berkapasitas 2500 kg atau 5000 pon. Proving ring ini
dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas
campuran. Disamping itu terdapat arloji kelelehan (flow meter) untuk mengukur
kelelehan plastis (flow).
II - 26
Cantabro Test adalah salah satu test di laboratorium untuk mengetahui
besarnya batas kekuatan hancur/keausan akibat pengaruh impact
(tumbukan/pembebanan) baban roda lalu lintas pada lapis perkerasan. Pembebanan
lalu lintas pada lapis permukaan perkerasan secara berulang-ulang akan
menyebabkan lapis perkerasan menjadi aus, hal ini akan menyebabkan lapis
perkerasan mengalami penurunan sifat daya tahan mesin tes abrasi Los Angeles tanpa
menggunakan bola baja.
Prinsip dasar dari pengujian dari Cantabro Test adalah membandingkan
besarnya berat pada campuran beraspal yang telah dilakukan pengujian dengan berat
awal. Besarnya kehilangan berat pada Cantabro Test dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut :
Mi 1−Mi 2
CALi = x 100 ........................................................... (2.1)
Mi 1
Dimana :
CALi = Cantabro Abrasion Loss (%)
Mi1 = Berat mula-mula benda uji (gr)
Mi2 = Berat benda uji setelah pengujian (gr)
II - 27
2.8.3 Uji Permeabilitas
Pengujian permeabilitas adalah kemampuan media yang porus untuk
mengalirkan fluida. Setiap material dengan ruang kosong diantaranya disebut poros
dan apabila ruang kosong itu saling berhubungan maka akan memiliki sifat
permeabilitas. Maka batuan, tanah, beton, dan banyak material lain dapat merupakan
material porus dan permeabel. Semakin tinggi nilai permeabilitas suatu campuran
mengidikasikan bahwa campuran tersebut memiliki rongga yang besar yang dapat
mengalirkan air. Material dengan ruang kosong yang lebih besar akan mempunyai
angka pori yang lebih besar pula.
Pengujian permeabilitas pada penelitian ini menggunakan prinsip Falling Head
Permeability dimana air didalam tabung jatuh bebas dengan ketinggian tertentu
sampai melewati rongga pada campuran aspal porus.
II - 28
A = Luas potongan spesimen (cm2)
t = Waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan air dari h1 ke h2
h1 = Tinggi batas air paling atas pada tabung (cm)
h2 = Tinggi batas air paling bawah pada tabung (cm)
Dimana :
A = Berat wadah setelah pengujian (gr)
B = Berat awal wadah sebelum digunakan (gr)
C = Berat total sampel (gr)
II - 29
Gambar 2.16 Alat Pengujian Drain Down
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
II - 30
VIM dinyatakan dalam persen (%) terhadap volume total campuran. Berdasarkan
definisi tersebut, maka rongga dalam campuran beraspal (Void in mixture, VIM)
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
Gmb
VIM = 100 1 - ............................................................... (2.6)
Gmm
Keterangan :
VIM = Rongga udara campuran, persen total campuran
Gmb = Berat jenis bulk campuran padat
Gmm = Berat jenis maksimum campuran, rongga udara nol
Dari rumus tersebut dapat diketahui bahwa nilai VIM sangat tergantung
pada nilai Gmb dan Gmm sehingga kesalahan dalam penentuan kedua parameter ini
akan menyebabkan kesalahan pada percobaan nilai VIM.
II - 31
akan menentukan kinerja campuran aspal, dimana kadar aspal efektif (Pbe) dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan :
Pab
Pbe = Pbt – ( x Pagg) ............................................... (2.8)
100
Keterangan :
Pbe = Kadar aspal efektif , persen total campuran
Pbt = Kadar aspal, persen total campuran
Pba = Penyerapan aspal, persen total aggregat
Pagg = Kadar aggregat, persen total campuran
Keterangan :
Pbabs = Banyaknya aspal yang terserap oleh aggregat
Gsb = Berat jenis bulk aggregat
Gse = Berat jenis efektif aggregat
Keterangan :
W total = Berat total campuran
Pbt = Kadar aspal, persen terhadap berat total campuran
Gse = Berat jenis efektif aggregat
Gbt = Berat jenis aspal
II - 32