Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

MT3203 LABORATORIUM TEKNIK MATERIAL 3

Modul A
Proses Pembuatan dan Karakterisasi Komposit

Oleh:

Efvan Adhe Putra Pradana


13716023

Anggota:

Kelompok 4
Efvan Adhe Putra Pradana 13716023
Ahmad Shopian Hamzah 13716032
Deriansyah 13716040
Aditya Rifanda Hendrawan 13716048
Andika Pandu Nugroho 13716054

Tanggal Praktikum 05 Maret 2019


Tanggal Pengumpulan 17 Maret 2019
Asisten (NIM) Maradhana A (13715023)

LABORATORIUM TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


PROGRAM STUDI TEKNIK MATERIAL
FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Material komposit adalah material yang terdiri dari serat penguat dan resin
polimer. Serat penguat memberikan kekuatan dan kekakuan, sedangkan resin
adalah matriks perekat yang mengikat serat. Pada produk akhir, matriks resin
mentransfer beban yang diberikan ke serat penguat dan melindungi serat dari
lingkungan yang memungkinkan mempengaruhi serat. Komposit memiliki banyak
keunggulan dibandingkan base material pada umumnya karena komposit
mengkombinasikan sifat mekanik untuk memperoleh masing-masing keunggulan
dari dua jenis material tersebut. Keunggulan komposit diantaranya adalah memiliki
kekuatan tinggi, ringan, tahan korosi, durabilitas, fleksibilitas desain, bagian
konsolidasi, stabilitas dimensi, konduktivitas termal yang rendah, sifat tahan api
yang bagus, dan reproduksibilitas yang baik. [1]
Komposit FRP digunakan secara global dalam berbagai produk mulai dari
perlengkapan rekreasi, seperti batang pancing dan kapal, hingga komponen pesawat
komersial baru, seperti Boeing 787 Dreamliner. Pasar utama yang banyak dilihat
oleh industri komposit adalah arsitektur dan konstruksi, otomotif dan transportasi,
penerbangan, infrastruktur, rekreasi dan kelautan. Penggunaan komposit FRP
dalam aplikasi arsitektur sangat beragam dan mencakup produk untuk konstruksi
baru, rehabilitasi, restorasi historis, perabotan, dan instalasi dekoratif. [1]
Salah satu produk dari desain arsitektur adalah kursi. Seperti yang telah
diketahui kursi merupakan salah satu perabotan yang selalu dijumpai hampir
disetiap tempat seperti pada ruang tunggu, ruang rapat, stasiun, ruang tamu,
laboratorium, ruang kelas, dan lainnya. Dikarenakan banyaknya persebaran dari
kursi maka material yang digunakan harus disesuaikan dengan lokasi atau
lingkungan yang sedang ditempati oleh kursi tersebut. Apabila pada stasiun atau
halte yang cenderung berada pada lingkungan terbuka dan akan mengalami
beberapa perlakuan yang lebih ekstrem dibandingkan pada lingkungan tertutup
maka diperlukan material dengan ketahanan terhadap korosi, deteriorasi,
pembebanan, perubahan temperatur akibat paparan cahaya matahari atau perubahan
cuaca, dan lainnya. Jika material logam digunakan untuk kursi pada stasiun atau
halte maka besar kemungkinan akan terjadi korosi pada titik-titik tertentu yang
menerima tegangan terkonsentrasi, massanya yang cenderung tinggi
mengakibatkan sulit untuk pemasangannya, dan kurang dekoratif atau menarik jika
diletakan pada stastiun/ halte. jika digunakan polimer maka kekuatan yang dimiliki
cenderung kurang sehingga durabilitas yang dimiliki akan kecil dan rusak pada
waktu yang relatif lebih cepat dibandingkan jenis material lain meskipun cenderung
lebih tahan terhadap korosi/deteriorasi. Oleh karena ini diperlukan penggabungan
kelebihan dari keduanya yaitu dingunakan komposit dengan penguat serat untuk
kursi-kursi yang ada di stasiun/ halte.
1.2 Tujuan
1. Menentukan fraksi volume serat, matriks, dan void pada komposit hasil
metode Wet hand lay up dan Compression molding.
2. Menentukan massa jenis pada komposit hasil metode Wet hand lay up dan
Compression molding.
3. Menentukan kekuatan tarik pada komposit hasil metode Wet hand lay up
dan Compression molding.
BAB II
TEORI DASAR
2.1 Material Komposit
Material komposit merupakan kombinasi antara logam, keramik, atau
polimer secara makroskopis yang umumnya tersusun dari serat, partikel atau
laminar sebagi penguat yang dilapisi dengan material dasar (matriks) yang
berfungsi sebagai pengikat dan pelapis material penguatnya. Perbedaan antara
material komposit dengan paduan logam adalah pada pencampuran material
komposit yang dapat dibedakan secara makroskopis antara matriks dan penguatnya,
sedangkan pada paduan logam pencampuran dilakukan secara mikroskopis berupa
difusi yang homogen sehingga tidak dapat dibedakan secara langsung secara visual.
Tujuan dilakukan penggabuangan material sehingga tercipta material komposit
adalah mengambil keunggulan dari tiap material penyusunnya. Sifat unggul yang
dapat diperoleh dari material komposit diantaranya adalah kekuatan, kekakuan,
ketahanan korosi, ketahanan aus, massa jenis, fatigue life, konduktivitas panas,
insulasi panas, dan insulasi akustik. Namun keseluruhan dari sifat unggul tersebut
tidak dapat diperoleh pada waktu yang bersamaan karena adanya kontradiksi seperti
antara insulasi panas dan konduktivitas panas. [2]
Berdasarkan jenis penguatnya material komposit dibedakan menjadi tiga
jenis yaitu komposit berpenguat partikel, komposit berpenguat serat, dan komposit
berpenguat struktural. Material komposit berpenguat partikel memiliki dua tipe
yaitu partikel kasar (cermets, semen, dan beton tulangan) dan dispersed-
strenghtened ( ThO2 pada paduan nikel dan alumina pada aluminium). Material
komposit berpenguat serat memiliki dua tipe yaitu serat pendek dan serat panjang
kontinu, material komposit ini memiliki kontruksi kak, kuat, dan ringan. Material
komposit berpenguat struktural memiliki dua tipe yaitu laminar (kayu multipleks
dan laminate karbon epoksi) dan sandwich (honeycomb karbon epoksi dan
corrugated paper) umumnya memiliki konstruksi yang ringan dengan kekakuan
dan kekuatan bending yang tinggi. [3]
Berdasarkan jenis matriks penyusunnya material komposit dibedakan
menjadi tiga jenis yaitu komposit matriks polimer, komposit matriks logam,
komposit matriks keramik. Pada pengaplikasiannya kommposit matriks polimer
sangat umum digunakan karena kemudahan dalam pembuatannya dan variasi
pemrosesan yang dimilikinya, contoh komposit jenis ini adalah carbon fiber
reinforced polymer (CFRP), glass fibe reinforced polymer (GFRP), dan metal fiber
reinforced polymer (MFRP). Komposit matriks logam umumnya digunakan pada
komponen aerospace dan mesin kendaraan mobil, contoh komposit jenis ini adalah
boron fiber reinforced aluminium, carbon fiber reinforced aluminum, dan alumina
particle reinforced aluminum. Komposit matriks keramik kebanyakan digunakan
pada heat exhanger, sistem insulasi panas, dan komponen yang digunakan pada
lingkungan korosif dan erosif, contohnya adalah zirkonia pada alumina dan carbon
fiber reinforced carbon. [3]
2.2 Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal terhadap Sifat Komposit Polimer
Sifat material komposit dipengaruhi oleh beberapa faktor internal
diantaranya adalah jenis serat penguat, jenis matriks, jenis prepreg atau preform,
interface antara serat dan matriks, dan pengaruh sizing. Serat penguat memiliki sifat
mekanik yang berbeda-beda dan semakin besar fraksi volume serat yang digunakan
maka sifat mekanik dari komposit akan mendekati sifat serat itu sendiri sehingga
wajar bila akan mempengaruhi sifat material komposit. [3]

Tensile Modulus

E-glass fibres
UD glass/epoxy (Vf 60%)
biaxial woven glass/epoxy (Vf 50%)
CSM glass/polyester (Vf 25%)

0 20 40 60 80

GPa

Gambar 2.1 Pengaruh fraksi serat terhadap modulus komposit [3]


Berdasarkan jenisnya matriks polimer terdiri dari termoplastik dan termoset
yang memiliki keunggulannya masing-masing, namun umumnya termoset lebih
umum digunakan pada pemrosesan komposit matriks polimer. Matriks termoplastik
memiliki struktur molekul yang linear atau bercabang, mempunyai Tg dan Tm
sehingga dapat ditentukan temperatur dimana termoplastik dapat meleleh dan
melunak, memiliki sifat reversibel dan repeatable sehingga bila dipanaskan dapat
melunak atau meleleh kembali. Matriks termoset memiliki struktur molekul
berikatan crosslink dan terdapat tie chain antar rantainya, matriks ini hanya
memiliki Tg sehingga diperlukan ketelitian mengenai waktu curing termoset,
proses pembuatannya tidak reversibel sehingga tidak dapat di lelehkan kembali.
Sifat fisik dan mekanik dari matrik polimer dipengaruhi oleh struktur kimia
monomer, struktur rantai polimer, struktur inter dan intra molecular, berat molekul,
derajat kristalinitas, temperatur, taju regangan, teknik produksi. Sehingga polimer
memiliki sifat umum densitas ringan (0.9 – 2.6 g/cm3), energi pemrosesan yang
rendah, ketahanan korosi tinggi, sifat listrik dan thermal yang bervariasi (isolator –
konduktor), sifat mekanik yang beragam (elastis – kaku), sifat mekanik dan
ketahanan temperatur yang relatif rendah dibandingkan dengan logam dan keramik.
Sama halnya dengan serat, matriks polimer juga memiliki sifat mekanik yang
berbeda-beda dari tiap jenisnya sehingga akan mempengaruhi sifat mekanik yang
dimiliki material komposit. [3]
Prepreg merupakan lembaran lurus yang terdiri dari serat yang telah
diimpregnasi oleh matriks termoplastik atau termoset, umumnya memiliki fraksi
volume serat 70% dan disimpan pada pendingin (-17oC) untuk mencegah terjadinya
curing. Preform adalah serat yang telah tersusun menjadi lembaran-lembaran yang
siap digunakan, umumnya memiliki arsitektur yang berbeda dan hal ini sangat
mempengaruhi fraksi volume serat dan akan mempengaruhi sifat mekanik
komposit. Antara serat dan matriks terdapat interface yang merupakan media
transfer gaya anatar matriks dan serat sehingga sangat menentukan sifat mekanik
dari material komposit yaitu ketangguhan, ketahanan korosi, dan moisture
resistance. Apabila interface dari material komposit lemah maka kekuatan dan
kekakuan akan menurun, namun keuletan dari komposit akan meningkat.
Sebaliknya bila komposit memiliki interface yang kuat maka kekuatan dan
kekakuan akan cenderung baik namun memiliki ketangguhan yang rendah. Sifat
interface antara matriks dan serat dipengaruhi oleh wettability, ikatan antar rantai
polimer dengan serat, reaksi elektrostatik, ikatan kimia dari matrik polimer, dan
mechanical adhesion. [3]
Faktor eksternal yang mempengaruhi sifat material kommposit diantaranya
adalah proses pembuatan komposit dan pengalaman operator. Pada pembuatan
material kommposit memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing dalam
menghasilkan sifat mekanik material komposit dan pengalaman dari operator akan
sangat berpengaruh apabila metode yang digunakan memiliki tahapan manual. [3]

Gambar 2.2 Perbandingan pemrosesan terhadap harga dan kecepatan


produksi material komposit [3]
2.3 Proses Pembuatan Material Komposit
2.3.1 Wet Hand Lay Up
Wet hand lay up merupakan teknik manufaktur untuk material komposit
matriks polimer termoset. Metode yang digunakan adalah dengan meletakan dry
reinforcementi dan resin yang telah diberi katalis pada cetakan, selanjutnya resin
ditekan untuk mengimpregnasi serat dengan menggunakan roll, dilakukan metode
yang sama untuk lapisan selanjutnya, dan menunggu hingga resin curing. Proses
pengerjaan ini dapat dilakukan untuk beberapa lapis preform dengan
memperhatikan kompatibilitas material dan tahapan curing. Proses ini memerlukan
banyak tenaga tangan sehingga cenderung manual, bergantung terhadap keahlian
operator, hanya memproduksi dalam jumlah terbatas, memiliki batasan bentuk, dan
void yang relatif tinggi, namun relatif lebih murah, arsitektur mudah dikontrol, dan
dapat dilakukan pada temperatur kamar. [3]
Gambar 2.3 Metode wet hand lay up [3]
2.3.2 Compression Molding
Compression molding menggunakan metode pembuatan yang sama dengan
wet hand lay up namun pada tahapan akhirnya diberikan penekanan pada material
komposit sebelum hingga curing selesai. Metode ini merupakan adaptadi dari metal
stamping yang memiliki proses produksi relatif cepat dan memungkinkan untuk
diotomatisasi, dapat digunakan untuk matriks termoplastik atau termoset, fraksi
serat yang relatif lebih tinggi dibandingkan wet hand lay up, jenis prform yang dapat
digunakan beragam, memiliki surface finish yang baik, dan void yang lebih sedikit,
namun kurang cocok untuk serat panjang karena cenderung akan mendeformasi
serat, memiliki batasan bentuk, harga peralatan yang mahan dan membutuhkan
ruang, dan memerlukan cetakan yang tahan pemanasan dan tekanan tinggi. [3]

Gambar 2.3 Metode compression molding [3]


2.4 Karakterisasi Material Komposit
Karakterisasi pada material komposit yang umum dilakukan adalah uji
massa jenis, uji bakar, uji tarik, CT scan, dan materialografi. Pada uji massa jenis
yang distandarkan pada ASTM D729 yang menggunakan bantuan neraca analitik
akan diperoleh hasil massa jenis komposit dengan menimbang sampel dengan
dimensi yang telah disesuaikan, kemudian menimbang massa sebelum dicelupkan
air dan ketika dicelupkan, selanjutnya alat akan melakukan perhitungan ssecara
automatis dan memberikan hasil massa jenis komposit. Fraksi volume serat,
matriks, dan void dari komposit dapat ditentukan menggunakan uji bakar, uji larut,
CT scan, dan materialografi pada sampel. Uji bakar lebih sering digunakan untuk
menentukan fraksi volume karena kemudahan dan biaya yang cenderung lebih
minimum dibandingkan pengujian lainnya. Pada uji bakar sampel yang telah
dipotong sesuai dimensi ditimbang massanya selanjutnya dilakukan pemanasan
pada oven dengan temperatur 200oC selama 1 jam dalam crucible. Tahapan
selanjutnya adalah dilakukan proses pembakaran pada temperatur 500oC selama 3
jam hingga tersisa serat dan ditimbang massanya. Berdasarkan data tersebut fraksi
volume dapat dihitung berddasarkan persamaan berikut. [3]
𝑊𝑐 = 𝑊𝑓 + 𝑊𝑚
𝑤 𝑤𝑓
( 𝜌𝑚 ) (𝜌 )
𝑚 𝑓
𝑉𝑚 = 𝑤 𝑉𝑓 = 𝑤
( 𝜌𝑐 ) ( 𝜌𝑐 )
𝑐 𝑐

𝑉𝑣𝑜𝑖𝑑 = 1 − 𝑉𝑓 − 𝑉𝑚
Dimana Wc = fraksi berat komposit
Wm = fraksi berat matriks
Wf = fraksi berat serat
𝜌𝑐 = densitas komposit
𝜌𝑚 = densitas matriks (2.58 gr/cm3)
𝜌𝑓 = densitas serat (1.25 gr/cm3)
Vf = fraksi volume serat
Vm = fraksi volume matriks
Vvoid = fraksi volume void
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Pembuatan Komposit (Wet hand lay up)

Menggunakan perlengkapan praktikum (jas lab, sarung tangan, dan masker)

Menyiapkan peralatan dan bahan praktikum

Memotong preform WR 400 sebanyak 4 layer dengan dimensi (30x15)cm

Menimbang massa keseluruhan preform WR 400

Menyiapkan resin dengan jumlah 50% massa preform WR 400

Mencampurkan resin dengan katalis (3%) dan dilakukan pengadukan

meletakan lapisan mica yang telah dilumuri wax pada meja kaca

Lapisan preform WR 400 diletakan pada mica dan dilakukan penuagan resin yang
telah dicampurkan katalis

Dilakukan pengerolan searah pada lapisan preform WR 400 hingga lapisan ke-4

Lapisan teratas ditutup menggunakan mica yang telah dilapisi wax


3.2 Pembuatan Komposit (Compression molding)

Menggunakan perlengkapan praktikum (jas lab, sarung tangan, dan masker)

Menyiapkan peralatan dan bahan praktikum

Memotong preform WR 400 sebanyak 4 layer dengan dimensi (30x15)cm

Menimbang massa keseluruhan preform WR 400

Menyiapkan resin dengan jumlah 50% massa preform WR 400

Mencampurkan resin dengan katalis (3%) dan dilakukan pengadukan

meletakan lapisan mica yang telah dilumuri wax pada meja kaca

Lapisan preform WR 400 diletakan pada mica dan dilakukan penuagan resin yang
telah dicampurkan katalis

Dilakukan pengerolan searah pada lapisan preform WR 400 hingga lapisan ke-4

Lapisan teratas ditutup menggunakan mica yang telah dilapisi wax

Meletakan komposit setengah jadi pada cetakan compression molding dan


memberikan tekanan 10 MPa selama 8 jam
3.3 Pengujian Massa Jenis Komposit

Menyiapkan sampel uji massa jenis komposit dengan dimensi (2.5x2.5)cm

Meletakan sampel uji pada neraca analitik sebelum dilakukan pencelupan dan dilakukan
penimbangan

Mencelupkan spesimen pada air dan dilakukan penimbangan

Massa jenis komposit akan tertera pada alat uji neraca analitik

3.4 Penentuan Fraksi Volume Komposit

Menyiapkan sampel uji massa jenis komposit dengan dimensi (2.5x2.5)cm sebanyak 3 buah

Menimbang massa kering komposit pada sampel uji

Memasukan sampel uji pada pada crucible dan dimasukan kedalam tungku dengan temperatur
500oC dengan waktu 3 jam

Menimbang preform serat yang tersisa


3.5 Penentuan Kekuatan Tarik Komposit

Memotong komposit dengan dimensi (17.5x2.5)cm sebanyak 3 buah

Memotong dan menempel karton sebagai grib dengan menyesuaikan lebar spesimen uji

Melakukan pengujian tarik pada sampel dan mencatat beban maksimum hingga komposit patah

Mengukur dimensi sampel uji setelah patah

Menentukan kekuatan kommposit


BAB IV
PENGOLAHAN DATA
4.1 Data Praktikum
4.1.1 Data Spesifikasi Komposit
Tabel 4.1 Spesifikasi komposit

Spesifikasi Wet hand lay up Compression molding


Matriks Poliester Poliester
Serat Serat gelas (WR 400) Serat gelas (WR 400)
Jumlah lapisan 4 lapis 4 lapis
Berat serat (4 lapis) 78.87 gr 74.72 gr
Berat matriks 41.91 gr 37.56 gr
Dimensi serat (pxl) 21x14 24x14
Tekanan - 10 MPa

4.1.2 Data Pengujian Massa Jenis dan Penentuan Fraksi Volume


Pengujian massa jenis pada sampel uji (2.5 x 2.5)cm menggunakan neraca analitik
pada temperatur 25oC dan menggunakan air sebagai cairan. Pada uji bakar
dilakukan pada temperatur 500oC selama 3 jam.

Tabel 4.2 Data massa jenis dan massa komposit

Massa Massa jenis


Massa komposit (gr)
Pemrosesan bakar (gr) (gr/cm3)
A B C Jumlah Jumlah Rata-rata
WHLU 1.6546 1.7614 1.6053 5.0213 3.37 1.3538
CM 1.6297 1.629 1.6978 4.0565 3.33 1.4349
4.1.3 Data Uji Tarik Komposit
Pengujian tarik dilakukan dengan dimensi sampel uji (17.5 x 2.5 x t)cm.

Tabel 4.3 Data hasil uji tarik komposit

Pemrosesan Tebal komposit (cm) Beban Maksimum (N)


A B C A B C
WHLU 0.19 0.2 0.222 4700 4300 5000
CM 0.23 0.23 0.213 5600 4000 4700
4.2 Pengolahan Data
4.2.1 Penentuan Fraksi Volume Komposit
Fraksi volume serat, matriks dan void dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan berikut.

𝑊𝑐 = 𝑊𝑓 + 𝑊𝑚

𝑤 𝑤𝑓
( 𝜌𝑚 ) (𝜌 )
𝑚 𝑓
𝑉𝑚 = 𝑤 𝑉𝑓 = 𝑤
( 𝜌𝑐 ) ( 𝜌𝑐 )
𝑐 𝑐

𝑉𝑣𝑜𝑖𝑑 = 1 − 𝑉𝑓 − 𝑉𝑚

Dimana Wc = fraksi berat komposit

Wm = fraksi berat matriks

Wf = fraksi berat serat

𝜌𝑐 = densitas komposit

𝜌𝑚 = densitas matriks (2.58 gr/cm3)

𝜌𝑓 = densitas serat (1.25 gr/cm3)

Vf = fraksi volume serat

Vm = fraksi volume matriks

Vvoid = fraksi volume void


Dengan menggunakan persamaan tersebut dan data pada tabel 4.2 akan diperoleh
hasil fraksi sebagai berikut.

Tabel 4.4 Fraksi volume serat, matriks, dan void

Pemrosesan Wc Wf Wm Vf Vm Vvoid ρc
WHLU 1 0.671141 0.328859 0.352167 0.356168 0.291666 1.3538
CM 1 0.671845 0.328155 0.373655 0.376696 0.249649 1.4349

4.2.2 Penentuan Kekuatan Komposit


Kekuatan komposit dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut.

𝐹𝑚𝑎𝑘𝑠
𝜎𝑐 =
𝐴

𝐴=𝑙𝑥𝑡

Dengan σc = kekuatan komposit (MPa)

Fmaks = gaya maksimum setelah patah (N)

A = luas penampang komposit

l = lebar spesimen (mm)

t = tebal spesimen (mm)

Dengan menggunakan persamaan tersebut dan data pada tabel 4.3 akan diperoleh
hasil kekuatan sebagai berikut.

Tabel 4.5 Kekuatan komposit

A σrata
Proses Sampel l (mm) t (mm) F (N) σ (MPa)
(mm2) (MPa)
A 25 1.9 47.5 4700 98.9473
WHLU B 25 2 50 4300 86 91.6791
C 25 2.22 55.5 5000 90.0900
A 25 2.3 57.5 5600 97.3913
CM B 25 2.3 57.5 4000 69.5652 85.0731
C 25 2.13 53.25 4700 88.2629
4.3 Hasil Akhir
Berdasarkan pengolahan data maka dapat diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 4.6 Spesifikasi komposit

Spesifikasi Komposit WHLU CM


Kekuatan tarik (σc) [MPa] 91.6791 85.0731
Massa jenis (ρc) [gr/cm3] 1.3538 1.4349
Fraksi volume serat (Vf) 0.352167 0.373655
Fraksi volume matriks (Vm) 0.356168 0.376696
Fraksi volume void (Vvoid) 0.291666 0.249649
BAB V
ANALISIS DATA
Proses manufaktur material komposit yang dilakukan pada praktikum ini
adalah wet hand lay up dan compression molding. Preparasi alat untuk kedua proses
dilakukan bersamaan dan menggunakan bahan yang sama yaitu preform WR 400
(4 lapis dengan dimensi [21 x 14] cm) dan resin poliester (50% massa preform)
dengan penambahan katalis (3% massa resin). Pada proses manufaktur wet hand
lay up preform diletakan pada cetakan yang telah dilapisi wax dan dituangkan resin
yang telah diberi katalis, selanjutnya dilakukan pengerolan berbagai arah dan
perataan dibantu dengan kuas, setelah keempat lapisan selesai bagian akhir diberi
lapisan mica yang telah diberi wax dan menunggu hingga resin curing. Sedangkan
pada proses manufaktur comression molding langkah awal yang dilakukan sama
dengan wet hand lay up, namun ditahap akhir material komposit yang belum
mengalami curing diletakan pada cetakan compression molding dan diberikan
tekanan 10 MPa selama 8 jam.

Metode karakterisasi material yang dilakukan pada praktikum ini adalah uji
massa jenis, uji bakar, dan uji tarik. Uji massa jenis bertujuan untuk menentukan
massa jenis dari material komposit dengan menimbang massa kering komposit pada
neraca analistik dan massa material komposit saat terendam air selanjutnya neraca
analitik akan mengolah data tersebut dan dapat diperoleh densitas material
komposit untuk wet hand lay up dan compression molding secara berturut-turut
adalah 1.3538 gr/cm3 dan 1.4349 gr/cm3. Hasil uji massa jenis menunjukan bahwa
massa jenis metode compression molding memiliki nilai lebih besar dibandingkan
wet hand lay up yang dapat memberikan hipotesis bahwa fraksi volume serat yang
dimiliki oleh material komposit metode compression molding lebih tinggi
dibandingkan wet hand lay up. Uji bakar dilakukan untuk menentukan hipotesis
fraksi yang disebutkan sebelumnya, uji bakal dilakukan dengan mempersiapkan
sampel dengan dimensi (2.5 x 2.5) cm untuk masing-masing metode dan diletakan
pada crucible dan langsung dilakukan uji bakar pada tungku dengan temperatur
500oC selama 8 jam, selanjutnya menimbang massa serat yang sudah terpisah
dengan matriks (matriks akan terdekomposisi). Berdasarkan pengolahan data
diperoleh fraksi volume serat, matriks, dan void untuk metode wet hand lay up
secara berturut-turut adalah 35.2167% ; 35.6168% ; dan 29.1666%. serta fraksi
volume serat, matriks, dan void untuk metode compression molding 37.3655% ;
37.6696% ; dan 24.9649%. Berdasarkan hasil ini maka hipotesis yang dilakukan
sebelumnya benar bahwa fraksi volume serat dan matriks yang dimiliki oleh metode
compression molding lebih tinggi dibandingkan wet hand lay up, serta fraksi
volume void yang dimiliki compression molding lebih kecil. Dari nilai fraksi
volume tersebut dapat ditentukan hipotesis untuk kekuatan yang dimiliki
compression molding akan lebih tinggi dibandingkan wet hand lay up.

Uji tarik dilakukan dengan menyiapkan sampel dengan dimensi (17.5 x


2.5)cm dan ditentukan gaya maksimum saat sampel mengalami kegagalan. Pada uji
tarik yang dilakukan untuk menentukan kekuatan tarik material komposit dan
membuktikan hipotesis memperoleh hasil untuk metode wet hand lay up dan
compression molding secara berturut-turut adalah 91.6791 MPa dan 85.0731 MPa.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai tersebut tidak sesuai dengan hipotesis yang
memberikan nilai fraksi volume void lebih rendah pada compression molding. Hal
tersebut dikarenakan terdapat faktor lain yang mempengaruhi nilai kekuatan selain
fraksi void seperti pengambilan daerah sampel dan dimensi yang kurang tepat pada
masing-masing metode manufaktur, sifat interface yang buruk antara matriks dan
serat karena pemberian penekanan yang berlebih sehingga pada compression
molding menghasilkan kekuatan lebih rendah. Impregnasi dari matrik yang kurang
merata pada saat pelapisan dapat mempengaruhi sifat interface dan saat
pengambilan sampel, kondisi serat yang kurang baik atau telah mengalami
deformasi sebelum pemrosesan karena penyimpanan juga akan mempengaruhi
hasil akhir material komposit, dan karena tahapan awal dilakukan secara manual
ada kemungkinan bahwa operator dalam pengerolan dan penuangan resin pada serat
yang tidak terstandarisasi mengakibatkan perbedaan kualitas antara wet hand lay
up dan compression molding.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Fraksi volume serat, matriks dan void yang dihasilkan dari pemrosesan wet
hand lay up dan compression molding adalah :
Fraksi volume serat WHLU (Vf) : 35.2167 %
Fraksi volume matriks WHLU (Vm) : 35.6168 %
Fraksi volume void WHLU (Vvoid) : 29.1666 %
Fraksi volume serat CM (Vf) : 37.3655%
Fraksi volume matriks CM (Vm) : 37.6696%
Fraksi volume void CM (Vvoid) : 24.9649 %
2. Massa jenis komposit yang diperoleh dari pemrosesan wet hand lay up dan
compression molding adalah :
Densitas WHLU (ρc) : 1.3538 g/cm3
Densitas CM (ρc) : 1.4349 g/cm3
3. Kekuatan tarik yang diperoleh berdasarkan pengujian komposit dari
pemrosesan wet hand lay up dan compression molding adalah :
Kekuatan Tarik WHLU (σc) : 91.6791 MPa
Kekuatan Tarik CM (σc) : 85.0731 MPa

6.2.Saran
Seharusnya diberikan panduan pasti dalam metode wet hand lay up agar dapat
terstandarisasi pemrosesan material.
Daftar Pustaka

[1] L. Buck, Furniture Design With Composite Materials, Brunei Darussalam:


Department of Furniture, Faculty of Design, Buckinghamshire College Brunei
University, 1997.

[2] R.M.Jones, Mechanics of Composite Materials, Blacksburg: Taylor & Francis,


1999.

[3] Hermawan.J, “Slide Materi Kuliah Material Komposit,” Teknik Material,


Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2019.

[4] Y.Ohbuchi, H.Iida, T.Katayama, “Redesign of ZIGZAG Chair by fiber


reinforced plastics: fusing product design and engineering,” Osaka Institute of
Technology, Japan, 2015.

[5] Industry, Wool Fiberglass Insulation Manufacturing, “Background


Information For Proposed, EPA-450/3-83-022a,” Environmental Protection
Agency, Research Triangle, US, 1983.
LAMPIRAN
TUGAS SETELAH PRAKTIKUM
1. Ambil contoh sebuah komponen teknik (engineering component) yang terbuat
dari komposit (tidak harus FRP), jelaskan secara detail :
(a) Gambar komponen tersebut

Gambar 7.1 Kursi ZIG ZAG dengan material CFRP [4]


(b) Nama dan penggunaan komponen
Kursi yang terbuat dari komposit ini merupakan salah saru inovasi dari kursi kayu
dengan desain yang sama namun diberikan modifikasi untuk meningkatkan
performa dan menurukan massanya.
(c) Identifkasi jenis komposit
Jenis komposit yang digunakan pada kursi ZIG ZAG tersebut adalah komposit
polimer berpenguat serat dengan jenis spesifik CFRP (carbon fiber reinforced
polymer).
(d) Pembebanan yang diterima komponen
Pembebanan yang diterima komponen adalah pembebanan torsional dan beban
tekan yang terjadi pada tumpuan, sandaran, dan dudukan.
(e) Proses produksi komponen
. Kursi ZIGZAG yang dirancang dibuat dengan cetakan CFRP hand lay-up
berdasarkan hasil analisis, dan stylish serta kekuatannya dimodifikasi dari material
awalnya yaitu kayu.
(f) Sifat-sifat unggul komponen
Dengan penggunaan material komposit CFRP yang memiliki kekuatan spesifik
yang sangat tinggi dan modulus elastis dengan anisotropik tinggi mengakibatkan
kursi ini lebih mampu menahan pembebanan torsional.
(g) Tipikal modus kegagalan komponen
Tipikal modus kegagalan yang terjadi pada komponen adalah fatigue limit dan
terjadinya retak delaminasi pada bagian penumpu akibat beban torsional yang
diberikan secara dinamik.
2. Jelaskan proses produksi serat yang anda pakai ketika praktikum!
Serat yang digunakan pada praktikum adalah serat E-glass fiber WR 400. Dengan
proses sebagai berikut.
Gambar 7.2 Pemrosesan E-glass fiber [5]
LAMPIRAN
DOKUMENTASI PRAKTIKUM

Anda mungkin juga menyukai