Modul A
PROSES PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT
Oleh:
Kelompok 6
Gifar Faris Hafiz 13716024
Rizki Ramadan 13716028
Chevira Destri Pramesthi 13716037
Khansa Lathifah 13716051
Esa Lahan Asawan 13716057
Rekayasa material sudah dilakukan oleh manusia sejak tahun 10.000 sebelum
masehi dan terus berkembang mengikuti perkembangan teknologi yang semakin
pesat. Pesatnya perkembangan teknologi menyebabkan kebutuhan akan material
yang mampu memenuhi kriteria teknik dari suatu teknologi meningkat. Salah satu
material yang memiliki sifat yang unggul adalah komposit karena komposit
memiliki kekuatan yang sangat tinggi namun jauh lebih ringan dari logam dan
keramik. Sehingga material komposit banyak diaplikasikan pada teknologi yang
membutuhkan bobot yang ringan untuk meningkatkan performanya sepert UAV,
mobil, pesawat dan lain-lain.
Saat ini jumlah penggunaan material komposit sudah hampir menyamai material
lainnya dan aplikasinya pun semakin luas. Selain karena sifat mekaniknya yang
sangat baik, material komposit merupakan material yang ramah lingkungan dari
segi pemrosesannya dan juga hemat energi karena massa jenis nya yang ringan
menjadikan material ini banyak diminati.
1.2. Tujuan
1. Menentukan kekuatan komposit polimer berpenguat serat gelas dengan
metode wet hand lay-up dan Compression Molding.
2. Menentukan fraksi volume serat, fraksi volume matriks dan fraksi volume
void pada komposit polimer berpenguat serat dengan metode manufaktur wet
hand lay-up dan compression molding.
2
BAB II
TEORI DASAR
Material komposit adalah material gabungan dari dua atau lebih material
individu seperti logam, keramik, dan polimer secara makroskopis. Material
komposit dibuat untuk dapat mencapai kombinasi dari sifat yang tidak dapat
dimiliki oleh satu material dan juga untuk menggabungkan sifat terbaik dari
masing-masing penyusun. Material komposit tersusun dari material dasar
(matriks) yang berfungsi sebagai pengikat dan material lain (reincorcement)
yang berfungsi sebagai penguat.
3
2.1.2. Jenis Komposit Berdasarkan Matriks dan Penguatnya
CMC tersusun atas matriks keramik dan terdiri dari material lain
seperti serat atau keramik lain.
4
- Polymer Matrix Composites (PMC)
Merupakan komposit yang diperkuat oleh serat seperti serat gelas, serat
karbon, serat kevlar dan lain-lain. Serat yang menyusun komposit dapat
teridiri dari komposit berserat pendek dengan arah serat acak maupun
dengan arah tertentu dan komposit berserat panjang baik secara
unidirectional orientation maupun bidirectional orientation (woven).
5
2.1.3. Fiber Reinforced Polymer (FRP)
FRP merupakan komposit polimer berpenguat serat yang terdiri dari serat
sebagai penguat yang biasanya menggunakan serat gelas atau serat karbon dan
polimer (termoset atau termoplas) sebagai matriks yang berfungsi sebagai
pengikat. Serat gelas atau serat karbon digunakan sebagai penguat karena sifat
mekanik nya yang sangat tinggi, sedangkan polimer digunakan sebagai matriks
karena mampu mengikat serat-serat dan mampu mendistribusikan beban dari
serat ke serat. Selain itu FRP memiliki kekuatan mekanik spesifik yang sangat
baik, berikut perbandingannya dengan material lain:
Serat yang digunakan akan semakin baik apabila aspek rasionya semakin
tinggi, karena luas permukaannya akan semakin tinggi pula sehingga distribusi
beban menjadi lebih merata dan dapat menahan beban yang lebih kuat. Selain
itu, yang harus diperhatikan pada komposit adalah sifat anisotropik pada
seratnya karena akan menentukan arah serat yang dibuat. Apabila serat bersifat
anisotropik, serat tersebut akan memiliki kekuatan yang berbeda di arah
transversal dan arah longitudinal. Berikut perbandingan kekuatan serat yang
bersifat isotropik dan anisotropik:
6
Tabel 2.2. Sifat Anisotropik (Kevlar, Carbon) dan Isotropik (E Glass) pada
Serat
Jenis material penyusun yang digunakan pada FRP adalah polimer (termoset
atau termoplas) dan serat (biasanya serat gelas atau serat karbon). Pemilihan jenis
polimer disesuaikan dengan produk dan sifat yang ingin diperoleh dari polimer
tersebut. Berikut perbandingan kelebihan dan kekurangan polimer termoset dan
polimer termoplas sebagai matriks:
7
Tabel 2.3. Keunggulan (+) dan Kelemahan (-) Sifat Matriks Termoset dan
Termoplas
8
diproses namun membutuhkan katalis untuk curing. Sedangkan, termoplas harus
diproses diatas temperatur meltingnya agar viskositasnya rendah.
𝐸𝑐 = 𝐸𝑓 𝑉𝑓 + 𝐸𝑚 𝑉𝑚
𝜌𝑐 = 𝜌𝑓 𝑉𝑓 + 𝜌𝑚 𝑉𝑚
𝜎𝑐 = 𝜎𝑓 𝑉𝑓 + 𝜎𝑚 𝑉𝑚
Dengan Ec, ρc, dan σc adalah kekakuan, massa jenis dan kekuatan komposit.
Vf merupakan fraksi volume serat dan Vm adalah fraksi volume matriks. Lalu, Ef,
ρf, dan σf adalah kekakuan, massa jenis dan kekuatan serat sedangkan, Em, ρm, dan
σm merupakan kekakuan, massa jenis dan kekuatan matriks.
9
dapat diterapkan pada polimer termoset karena dikerjakannya pada
temperatur ruang dan membutuhkan polimer dengan viskositas yang rendah
agar impregnasi nya baik dan merata. Teknik ini membutuhkan kualitas resin
yang baik dengan yaitu resin hanya dapat kuring diatas temperatur ruang
karena salah satu permasalahan dari teknik ini adalah resin yang dapat curing
lebih cepat sehingga sulit untuk membuat komposit yang tebal.
- Compression Molding (CM)
Berbeda dengan teknik WHLU, pada teknik ini penekanan dibantu oleh
alat untuk memperoleh profil tertentu dan penekanan terus diberikan hingga
resin curing, setelah curing cetakan dapat dilepas. Karena penekanan dibantu
oleh alat sehingga konsistensi kualitas cukup baik dan penekanan yang
diberikan hingga resin curing mengakibatkan komposit yang dimanufaktur
dengan teknik ini memiliki fraksi volume serat yang lebih tinggi dari WHLU.
10
Tabel 2.5. Rekomendasi Geometri Spesimen Uji Tarik FRP ASTM D3039
Pada tabel tersebut dijelaskan untuk jenis orientasi serat yang berbeda
maka geometry dan dimensi spesimen uji tariknya berbeda pula. Berikut adalah
gambar ilustrasi dari spesimen uji tarik:
Setelah diuji tarik, FRP akan memiliki berbagai bentuk modus kegagalan
yang mungkin terjadi sebagai berikut:
11
Gambar 2.6. Ilustrasi Berbagai Bentuk Patahan pada Spesimen Uji Tarik
FRP
Untuk mengetahui fraksi volume dari serat perlu dilakukannya uji bakar.
Pada prinsipnya uji bakar dilakukan untuk mendegradasi matriks polimer
sehingga komposit akan menyisakan serat, lalu diukur massa serat tersebut
untuk dihitung melalui persamaan berikut:
𝑚𝑓
𝜌𝑓
𝑉𝑓 = 𝑚
𝑐
𝜌𝑐
12
Sedangkan Wf diperoleh dari perbandingan massa serat terhadap massa
komposit, sehingga sebelum diuji bakar massa komposit harus ditimbang
terlebih dahulu. Sedangkan massa jenis dapat diperoleh dari uji densitas
dengan alat neraca analitik.
𝑚𝑐 − 𝑚𝑓
𝜌𝑚
𝑉𝑚 = 𝑚𝑐
𝜌𝑐
Selain fraksi volume serat, dari uji bakar dapat diketahui fraksi void
melalui persamaan berikut:
𝑉𝑣𝑜𝑖𝑑 = 1 − 𝑉𝑓 − 𝑉𝑚
13
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
MULAI
(3) Persiapkan mika diatas meja kaca, lalu oles permukaan atas mika
tersebut dengan minyak agar tidak menempel dengan resin saat curing
(4) Siapkan resin ke dalam gelas plastik sebanyak 70% dari massa 4
lembar preform serta tambah hardener sebanyak 3-4% dari massa resin
(5) Letakan preform pertama diatas mika, lalu tuangkan resin secukupnya
pada tiap layer preform dengan penekanan dari roller. Setelah lapis ke-4
tutup layer paling atas dengan mika yang telah diberi minyak dengan
penekanan dari roller.
(6) Ulangi proses (3), (4) dan (5) dengan 4 lembar preform kedua,
kemudian letakan pada alat Compression Molding yang diberi penekanan
sebesar 25 bar
14
(7) setelah curing potong komposit dengan ukuran 12,5 cm x 2,5 cm
sebanyak 4 kali pada masing-masing
BABkomposit,
IV lalu sebesar 2,5 cm x 2,5
cm sebanyak 2 kali padaPENGOLAHAN
masing-masing komposit.
DATA Lalu beri tanda pada
setiap spesimen
(8) Lakukan uji tarik, uji densitas dan uji bakar, lalu catat hasilnya
Selesai
15
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
Komposit dibuat melalui dua teknik yaitu wet hand lay-up (WHLU) dan
compression molding (CM) dengan tekanan 25 bar.
Jumlah lamina :4
16
b. Uji Densitas Serat
Temperatur : 23oC
Cairan : Air
Dimensi sampel : 2,5cmx2,5cm
Tabel 5.2. Data Hasil Uji Densitas Komposit
Massa Kering
Komposit Densitas (gr/cm3)
(gram)
WHLU 1,4567 1,6078
CM 1,7520 1,6866
17
- WHLU
Fraksi volume serat dapat diperoleh melalu persamaan 2 berikut :
𝑚𝑓
𝜌𝑓
𝑉𝑓 = 𝑚
𝑐
𝜌𝑐
0,8
2,58
𝑉𝑓 =
1,4567
1,6078
𝑽𝒇 = 𝟎, 𝟑𝟒𝟐𝟐
𝑚𝑐 − 𝑚𝑓
𝜌𝑚
𝑉𝑚 = 𝑚𝑐
𝜌𝑐
1,4567 − 0,8
1,2
𝑉𝑚 =
1,4567
1,6078
𝑽𝒎 = 𝟎, 𝟔𝟎𝟒
- CM
Fraksi volume serat dapat diperoleh melalu persamaan 2 berikut :
𝑚𝑓
𝜌𝑓
𝑉𝑓 = 𝑚
𝑐
𝜌𝑐
18
1,1
2,58
𝑉𝑓 =
1,7520
1,6866
𝑽𝒇 = 𝟎, 𝟒𝟏𝟎
𝑚𝑐 − 𝑚𝑓
𝜌𝑚
𝑉𝑚 = 𝑚𝑐
𝜌𝑐
1,7520 − 1,1
1,20
𝑉𝑚 =
1,7520
1,6866
𝑽𝒎 = 𝟎, 𝟓𝟐𝟑
19
1 5875 27,75 211,71
2 5550 27 205,56
CM 194,755
3 5850 27,75 210,81
4 4000 26,5 150,94
c. Hasil Akhir
20
BAB V
ANALISIS DATA
Material penyusun yang digunakan pada praktikum ini adalah serat gelas WR
sebagai penguat dan resin poliester sebagai matriksnya. Serat gelas digunakan
karena jauh lebih murah dari serat karbon namun kekuatan arah longitudinalnya
jauh lebih rendah dari serat karbon. Lalu, resin yang digunakan adalah poliester.
Poliester merupakan polimer termoset yang murah namun kualitasnya kurang baik
karena dapat curing pada temperatur ruang sehingga resin ini kurang cocok untuk
membuat komposit yang tebal karena resin cepat meningkat viskositasnya di
temperatur ruang yang dapat menyebabkan turunnya kemampuan impregnasi dari
resin seiring berjalannya waktu pengerjaan.
21
kekuatan tarik dari dua teknik manufaktur yang berbeda. Untuk teknik WHLU
diperoleh kekuatan sebesar 155,9775 MPa, sedangkan untuk teknik CM diperoleh
kekuatan sebesar 194,755 MPa. Dari data tersebut diketahui bahwa teknik CM
menghasilkan kekuatan tarik komposit yang lebih kuat dari pada teknik WHLU
dengan perbedaan sebesar 38,7775 MPa. Hal tersebut dapat terjadi karena
penekanan oleh teknik CM terus diberikan hingga komposit curing sempurna
sedangkan penekanan pada WHLU hanya dilakukan pada saat pengerolan setelah
resin dituangkan ke tiap layer preform. Sehingga, teknik CM mampu menghasilkan
fraksi volume serat yang lebih tinggi dari pada teknik WHLU. Fraksi volume serat
yang dihasilkan melalui teknik CM adalah sebesar 0,410 sedangkan melalui teknik
WHLU sebesar 0,3422, hal itu lah yang menyebabkan kekuatan komposit yang
dihasilkan dari teknik CM lebih tinggi dari pada teknik WHLU.
Selain uji tarik, komposit dipotong dengan dimensi tertentu untuk dilakukan uji
densitas dan uji bakar. Dari hasil uji bakar diperoleh fraksi volume dari material
penyusun komposit. Setelah pengujian bakar diperoleh fraksi void dari masing-
masing teknik manufaktur. Pada teknik WHLU fraksi volume void yang dihasilkan
sebesar 0,0538 sedangkan pada teknik CM diperoleh fraksi volume void sebesar
0,067. Hasil tersebut menunnjukan teknik WHLU memiliki fraksi volume void
yang lebih rendah dari teknik CM, hal tersebut dapat terjadi karena penuangan resin
terhadap preform tidak merata sedangkan pada teknik CM penekanan tiap layer
setelah penuangan resin tidak sebesar oleh teknik WHLU yang diberi penekanan
yang lebih tinggi pada tiap layernya, sehingga pesebaran resin tidak merata
menyebabkan void yang lebih tinggi dari yang dihasilkan oleh teknik WHLU.
22
BAB VI
6.1. Kesimpulan
Pada praktikum ini diperoleh kekuatan dan fraksi volume penyusun pada
komposit polimer berpenguat serat gelas melalui dua teknik manufaktur
(WHLU dan CM). Kekuatan tarik yang diperoleh pada teknik WHLU adalah
sebesar 155,9775 MPa sedangkan, pada teknik CM adalah sebesar 194,755
Mpa.
Fraksi volume serat, fraksi volume matriks dan fraksi volume void yang
diperoleh pada teknik WHLU secara berturut-turut adalah sebesar 0,3422 ;
0,604 dan 0,0538. Sedangkan, fraksi volume serat, fraksi volume matriks dan
fraksi volume void yang diperoleh pada teknik CM secara berturut-turut adalah
sebesar 0,410 ; 0,523 dan 0,067.
6.2.Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
[2] D. ASTM, "Standard Test Method for Tensile Properties of Polymer Matrix
Composite Materials," in ASTM D3039, 2002.
[3] http://www.substech.com/dokuwiki/doku.php?id=classification_of_composites
diakses pada 05/03/2019 pada pukul 23.15
24
LAMPIRAN
25
Lampiran 2. Tugas Setelah Praktikum
Soal:
Jawab:
26
b. Komponen tersebut adalah propeller yang biasa digunakan sebagai rotor pada
kapal laut.
c. Jenis komposit yang digunakan pada propeller tersebut adalah CFRP (Carbon
Fibre Reinforced Plastic), serat yang digunakan adalah serat karbon yang
memiliki kekuatan tarik sepesifik arah longitudinal yang tinggi dan polimer
epoxy.
d. Pembebanan yang sering diterima oleh komponen adalah beban pulsating saat
propeller berputar di area cakram, gaya sentrifugal, gaya bending, dan gaya
dorong axial.
e. CFRP pada propeller dimanufaktur dalam bentuk pre-preg sehingga serat dan
matriksnya sudah menyatu dalam satu layer. Pre-preg tersebut susun berlapis
diatas cetakan, lalu cetakan divakumkan dengan vacuum bag. Setelah cetakan
vakum, cetakan beserta pre-preg diletakan di dalam autoclave dengan
pemberian tekanan dan temperatur tertenty hingga komposit curing sempurna.
f. Apabila dibandingkan dengan logam, material CFRP memiliki kekuatan
mekanik spesifik di arah longitudinal yang sangat tinggi, selain itu material
CFRP tahan terhadap lingkungan (korosi) dan fatigue life nya lebih tinggi serta
defleksinya lebih rendah dari logam misalnya aluminium.
g. Tipikal modus kegagalan pada komponen ini dapat terjadi diujung blade pada
propeller. Hal tersebut dapat terjadi karena defleksi terbesar terjadi pada ujung-
ujung blade berdasarkan analisis berikut:
27
Gambar 8.2 Analisis Defleksi Pada Propeller
28
Gambar 8.3 Proses Pembuatan Woven Roving
- Pasir beserta campurannya dilelehkan pada tungku pembakaran.
- Lelehan pasir dan campurannya tersebut diproses melalui serangkaian
lubang yang sangat kecil untuk membentuk filament tipis.
- Filament akan melewati beberapa proses hingga melewati roving winder,
pada roving winder filament dianyam hingga membentuk preform dengan
pola anyaman.
29