Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KOMPOSIT
2.1.1 Pengertian Komposit
Bahan komposit menunjukkan artian bahwa dua atau lebih material
digabung pada skala makroskopis untuk membentuk material ketiga yang
berbeda. Material-material yang berbeda dapat digabung dalam skala mikroskopis
seperti memadukan logam. Bila suatu komposit dirancang dengan baik maka akan
memberikan kualitas yang bagus daripada komponen atau konstituen
penyusunnya. Beberapa sifat yang dapat dikembangkan dengan membentuk bahan
komposit yaitu [1] : kekuatan (strength), kekakuan (stiffness), tahanan korosi
(corrosion resistance), tahanan aus (wear resistance), daya pikat (attractiveness),
berat, perioda lelah (fatigue life), sifat ketergantungan suhu (temperature-
dependent behavior), insulasi termal, konduktivitas termal, dan insulasi akustik
(acoustical insulation).
Secara umum, tidak semua sifat-sifat di atas dikembangkan pada waktu
yang bersamaan karena dikhawatirkan malah akan mengganggu sifat material itu
sendiri misalnya insulasi termal dan konduktivitas termal. Tujuan pembentukan
bahan komposit itu sendiri yaitu untuk membentuk suatu bahan baru yang
memiliki sifat khusus untuk keperluan tertentu pula.
Bahan komposit memiliki sejarah penggunaan yang sangat panjang.
Penggunaan komposit untuk pertama sekali tidak diketahui tetapi beberapa
sejarah menunjukkan bahwa bahan komposit telah digunakan. Misalnya
penggunaan jerami untuk meningkatkan kekuatan bata. Plywood yang dapat
digunakan sebagai bahan pengganti kayu karena memiliki kekuatan dan tahanan
termal yang baik. Dewasa ini, bahan komposit matriks-resin dengan penguat serat
memiliki perbandingan kekuatan dan kekakuan terhadap berat yang sangat tinggi
telah menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi dalam industri mobil dan
penerbangan [1].

Universitas Sumatera Utara


2.1.2 Klasifikasi Bahan Komposit
Secara garis besar bahan komposit terdiri atas dua macam, yaitu bahan
komoposit partikel (particulate composite) dan bahan komposit serat (fiber
composite) [9].

2.1.2.1 Bahan Komposit Partikel (Particulate Composite)


Bahan komposit yang bahan penguatnya terdiri dari partikel-partikel
disebut bahan komposit partikel (particulate composite). Partikel, secara definisi
adalah bukan serat, karena tidak mempunyai ukuran panjang. Bahan komposit
partikel pada umumnya lebih lemah dan keliatannya (fracture toughness) lebih
rendah dibanding bahan komposit serat panjang. Tetapi dari segi lain, bahan ini
sering lebih unggul, seperti ketahanan terhadap aus. Partikel – partikel ini
umumnya digunakan sebagai pengisi dan penguat bahan komposit bermatriks
keramik (ceramic matrix composite). Bahan komposit keramik dan metal banyak
digunakan untuk perkakas potong berkecepatan tinggi (high speed cutting tool),
pipa proteksi termokopel dan piranti – piranti lain yang membutuhkan temperatur
tinggi dan tahan aus (abrasi).

2.1.2.2 Bahan Komposit Serat (Fiber Composite)


Bahan komposit serat adalah jenis bahan komposit yang umum dikenal,
paling banyak dipakai dan dibicarakan. Komposit serat ini juga merupakan jenis
komposit yang hanya terdiri dari satu laminat atau satu lapisan yang
menggunakan penguat berupa serat/fiber. Fiber yang digunakan bisa berupa glass
fibers, carbon fibers, aramid fibers (polyaramid) dan sebagainya. Fiber ini bisa
disusun secara acak maupun dengan orientasi tertentu bahkan bisa dengan bentuk
yang lebih komplek seperti anyaman. Ada dua hal yang membuat serat dapat
menahan gaya dengan efektif, yaitu jika :

a) Perekatan (bonding) antara serat dan matriks sangat baik dan kuat,
sehingga serat tidak mudah lepas dari matriks (debonding).
b) Aspect ratio, yaitu perbandingan antara panjang dan diameter serat harus
cukup besar. Hal ini disyaratkan agar tegangan geser yang terjadi pada
permukaan antara serat dan matriks kecil.

Universitas Sumatera Utara


2.1.3 MATRIKS
Matrik dalam struktur komposit dapat berasal dari bahan polimer, logam,
maupun keramik [9]. Syarat pokok matrik yang digunakan dalam komposit adalah
matrik harus bisa meneruskan beban, sehinga serat harus bisa melekat pada matrik
dan kompatibel antara serat dan matrik. Umumnya matrik dipilih yang
mempunyai ketahanan panas yang tinggi [10]. Matrik yang digunakan dalam
komposit adalah harus mampu meneruskan beban sehingga serat harus bisa
melekat pada matrik dan kompatibel antara serat dan matrik artinya tidak ada
reaksi yang mengganggu. Bahan komposit matrik mempunyai kegunaan yaitu
sebagai berikut [10] :
a) Matrik memegang dan mempertahankan serat pada posisinya.
b) Pada saat pembebanan, merubah bentuk dan mendistribusikan tegangan ke
unsur utamanya yaitu serat.
c) Memberikan sifat tertentu, misalnya ductility, toughness dan electrical
insulation.
Bahan matrik yang sering digunakan dalam komposit antara lain [10]:
a) Polimer.
 Polimer merupakan bahan matrik yang paling sering digunakan.
Adapun jenis polimer yaitu: Thermoset, adalah plastik atau resin yang
tidak bisa berubah karena panas (tidak bisa di daur ulang). Misalnya :
epoxy, polyester, phenotic.
 Termoplastik, adalah plastik atau resin yang dapat dilunakkan terus
menerus dengan pemanasan atau dikeraskan dengan pendinginan dan
bisa berubah karena panas (bisa didaur ulang). Misalnya : Polyamid,
nylon, polysurface, polyether.
b) Keramik.
Pembuatan komposit dengan bahan keramik yaitu Keramik dituangkan
pada serat yang telah diatur orientasinya dan merupakan matrik yang tahan
pada temperatur tinggi. Misalnya :SiC dan SiN yang sampai tahan pada
temperatur 1650 C.

Universitas Sumatera Utara


c) Karet.
Karet adalah polimer bersistem cross linked yang mempunyai kondisi
semi kristalin dibawah temperatur kamar.
d) Matrik logam
Matrik cair dialirkan kesekeliling sistem fiber, yang telah diatur dengan
perekatan difusi atau pemanasan.
e) Matrik karbon.
Fiber yang direkatkan dengan karbon sehingga terjadi karbonisasi.
Pemilihan matrik harus didasarkan pada kemampuan elongisasi saat patah
yang lebih besar dibandingkan dengan filler. Selain itu juga perlunya diperhatikan
berat jenis, viskositas, kemampuan membasahi filler, tekanan dan suhu curring,
penyusutan dan voids.
Voids (kekosongan) yang terjadi pada matrik sangatlah berbahaya, karena
pada bagian tersebut fiber tidak didukung oleh matriks, sedangkan fiber selalu
akan mentransfer tegangan ke matriks. Hal seperti ini menjadi penyebab
munculnya crack, sehingga komposit akan gagal lebih awal. Kekuatan komposit
terkait dengan void adalah berbanding terbalik yaitu semakin banyak void maka
komposit semakin rapuh dan apabila sedikit void komposit semakin kuat.
Dalam pembuatan sebuah komposit, matriks berfungsi sebagai pengikat
bahan penguat, dan juga sebagai pelindung partikel dari kerusakan oleh faktor
lingkungan. Beberapa bahan matriks dapat memberikan sifat-sifat yang
diperlukan sebagai keliatan dan ketangguhan. Pada penelitian ini matrik yang
digunakan adalah polimer termoset dengan jenis resin polyester.
Matriks polyester paling banyak digunakan terutama untuk aplikasi
konstruksi ringan, selain itu harganya murah, resin ini mempunyai karakteristik
yang khas yaitu dapat diwarnai, transparan, dapat dibuat kaku dan fleksibel, tahan
air, tahan cuaca dan bahan kimia. Polyester dapat digunakan pada suhu kerja
mencapai 790C atau lebih tergantung partikel resin dan keperluannya. Keuntungan
lain matriks polyester adalah mudah dikombinasikan dengan serat dan dapat
digunakan untuk semua bentuk penguatan plastik [11].

Universitas Sumatera Utara


2.2 SERAT
Serat dikelaskan dalam dua bagian besar yaitu serat alam dan serat buatan.
Serat alam yang utama adalah kapas, wol, sutra, sedangkan serat buatan seperti
rayon, poliester, akril, atau nilon. Setiap serat buatan (sintetik) terdiri dari rantai
polimer, dan kebanyakan merupakan polimer berkristal, sehingga sifat kimianya
bergantung kepada struktur rantai polimer tersebut. Serat mempunyai bentuk tipis
dan panjang. Dalam molekul rantai serat, orientasi molekul tersusun dalam arah
memanjang menurut arah panjang serat. Tegangan tarik, modulus elastik pada
arah memanjang (modulus Young) untuk bahan serat adalah relatif tinggi [12].

2.2.1 Ampas Tebu Sebagai Bahan Baku Komposit Partikel


Ampas tebu merupakan limbah berserat dari batang tebu setelah melalui
proses penghancuran dan ekstraksi. Ampas tebu, seperti halnya biomassa yang
lain, terdiri dari tiga penyusun utama, yaitu selulosa, hemiselulosa, lignin dan
sisanya unsur penyusun lainnya. Ampas tebu sebagian besar mengandung ligno-
cellulose. Panjang seratnya antara 1,7-2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro,
sehingga ampas tebu ini dapat memenuhi persyaratan untuk diolah menjadi
papan-papan buatan. Bagas mengandung air 48-52%, gula rata-rata 3,3% dan
serat rata-rata 47,7%. Serat bagas tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar
terdiri dari selulosa, pentosan dan lignin [13].
Adapun struktur pembentuk serat ampas tebu terdiri dari Selulosa,
Hemiselulosa, Pentosan dan Lignin yang komposisinya pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Struktur Pembentuk Ampas Tebu [6]
No. Komponen % Berat Kering
1 Selulosa 26%-43%
2 Hemiselulosa 17-23%
3 Pentosan 20%-33%
4 Lignin 13%-22%
Dari komposis diatas serat ampas tebu berpotensi menjadi pengisi dalam komposit
karena memiliki kadar selulosa yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara


2.3 EPOKSI
Resin epoksi termasuk ke dalam golongan thermosetting, sehingga dalam
pencetakan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut [14] :
1. Mempunyai penyusutan yang kecil pada pengawetan.
2. Dapat diukur dalam temperatur kamar dalam waktu yang optimal.
3. Memiliki viskositas yang rendah disesuaikan dengan material penyangga.
4. Memiliki kelengketan yang baik dengan material penyangga.
Resin epoksi mengandung struktur epoksi atau oxirene. Resin ini
berbentuk cairan kental atau hampir padat, yang digunakan untuk material ketika
hendak dikeraskan. Resin epoksi jika direaksikan dengan hardener yang akan
membentuk polimer crosslink. Hardener untuk sistem curing pada temperatur
ruang dengan resin epoksi pada umumnya adalah senyawa poliamid yang terdiri
dari dua atau lebih grup amina. Curing time sistem epoksi bergantung pada
kereaktifan atom hidrogen dalam senyawa amina [14].
Reaksi curing pada sistem resin epoksi secara eksotermis, berarti
dilepaskan sejumlah kalor pada proses curing berlangsung. Laju kecepatan proses
curing bergantung pada temperatur ruang. Untuk kenaikan temperatur setiap
10oC, maka laju kecepatan curing akan menjadi dua kali lebih cepat, sedangkan
untuk penurunan temperaturnya dengan besar yang sama, maka laju kecepatan
curing akan turun menjadi setengah dari laju kecepatan curing sebelumnya.
Epoksi memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dari pada polyester pada
keadaan basah, namun tidak tahan terhadap asam. Epoksi memiliki sifat mekanik,
listrik, kestabilan dimensi dan penahan panas yang baik [14].

2.4 ALKALISASI
Alkalisasi pada serat merupakan proses modifikasi permukaan serat
dengan cara perendaman serat ke dalam basa alkali. Reaksi berikut
menggambarkan proses yang terjadi saat perlakuan alkali pada serat:
Fiber – OH + NaOH Fiber-O-Na+ +H2O
Tujuan dari proses alkalisasi adalah mengurangi komponen penyusun serat
yang kurang efektif dalam menentukan kekuatan antarmuka yaitu hemiselulosa,
lignin atau pektin. Dengan pengurangan komponen lignin dan hemiselulosa, akan

10

Universitas Sumatera Utara


menghasilkan struktur permukaan serat yang lebih baik dan lebih mudah dibasahi
oleh resin, sehingga menghasilkan mechanical interlocking yang lebih baik.[15].

2.5 PROSES PABRIKASI KOMPOSIT


Material komposit dapat diproduksi dengan berbagai macam metode
proses pabrikasi. Metode-metode pabrikasi ini disesuaikan dengan jenis matriks
penyusun komposit dan bentuk material komposit yang diinginkan sesuai aplikasi
selanjutnya [14] antara lain :

2.5.1 Open Molding Process (Pencetakan Terbuka)


1. Handlay-up Process
Proses ini dilakukan dalam kondisi dingin dan dengan memanfaatkan
keterampilan tangan. Serat bahan komposit ditata sedemikian rupa
mengikuti bentuk cetakan atau mandril, kemudian dituangkan resin
sebagai pengikat antara satu lapisan serat dengan lapisan yang lain.
Demikian seterusnya, sehingga sesuai dengan ukuran dan bentuk yang
telah ditentukan. Ada dua cara aplikasi resin yaitu [14]:
a. Manual Resin Application, proses pengaplikasian antara resin dan
fiber dilakukan secara manual dengan tangan.
b. Mechanical Resin Application, proses pengaplikasian antara resin
dan fiber menggunakan bantuan mesin dan berlangsung secara
kontinu.
2. Chopped Laminate Process
Proses ini menggunakan alat pemotong fiber yang biasanya serat panjang
membentuk serat menjadi lebih pendek [14].
a. Atomized Spray-Up, pada teknik pabrikasinya sistem pada metode
ini tidak kontinu, biasanya digunakan untuk membuat material
komposit dengan ukuran yang lebih kecil.
b. Non Atomized Application, untuk metode ini pada
pengaplikasiannya menggunakan mesin potong fiber, pelaminasi
resin dan tekanan dari roller yang berjalan kontinu. Metode ini
lebih menguntungkan bila digunakan untuk pabrikasi material

11

Universitas Sumatera Utara


komposit yang berdimensi besar mengingat prosesnya yang
kontinu.
3. Filament Winding Process
Proses ini melalui metode yang memanfaatkan sistem gulungan benang
pada sebuah sumbu putar. Serat komposit dibuat dalam bentuk benang
digulung pada sebuah mandril yang dibentuk sesuai dengan bentuk
rancangan benda teknik, misalnya berbentuk tabung, kemudian resin yang
berfungsi sebagai matriks dituangkan bersamaan dengan proses
penggulungan serat tersebut, sehingga keduanya merekat dan saling
mengikat antara satu lapisan gulungan dengan gulungan berikutnya,
sampai membentuk benda teknik yang direncanakan [14].

2.5.2 Close Molding Process (Pencetakan Tertutup)


1. Compression molding
Metode ini menggunakan cetakan yang ditekan pada tekanan tinggi
sampai mencapai 1000 Psi. Di awali dengan mengalirkan resin dan
reinforcement dengan viskositas yang tinggi ke dalam cetakan dengan
suhu 330 – 400oF, kemudian mold ditutup dan penekanan terhadap
material komposit tersebut, sehingga terjadi perubahan kimia yang
menyebabkan mengerasnya material komposit secara permanen mengikuti
bentuk cetakan [14].
2. Pultrusion
Pada metode ini pembentukan material komposit yang menggabungkan
antara resin dan fiber berlangsung secara kontinu. Proses pultrusi
digunakan pada pabrikasi komposit yang berprofil penampang lintang
tetap, seperti padaberbagai macam rods, bar section, ladder side rails, tool
handles dan komponen elektrikal kabel. Reinforcement yang digunakan
seperti roving, mat diletakkan pada tempat yang khusus dengan
menggunakan performing shapers atau guides untuk membentuk
karakteristiknya. Proses penguatan dilakukan melalui resin bath atau wet
out yaitu tempat material diselubungi dengan cairan resin. Adanya panas

12

Universitas Sumatera Utara


akan mengaktifkan sistem curing sehingga akan mengubah fasa resin
menjadi padat [14].
3. Resin Transfer Molding (RTM)
Pada proses ini resin ditransfer atau diinjeksikan ke dalam suatu tempat
yang berisi fiberglass reinforcement. Metode ini termasuk closed mold
process dimana reinforcement diletakkan di antara dua permukaan cetakan
yang terdiri dari dua bagian yang satu disebut bagian female dan yang
lainnya disebut male. Pasangan cetakan tersebut lalu ditutup, diberi klem,
lalu resin termoset berviskositas rendah diinjeksikan pada tekanan 50 - 100
psi ke dalam lubang cetakan melalui port injeksi. Resin diinjeksikan
sampai memenuhi seluruh rongga cetakan hingga meresap dan membasahi
seluruh material reinforcement [14].
4. Vacuum Bag Molding
Metode ini merupakan pengembangan metode close mold yang bertujuan
untuk meningkatkan sifat mekanik dengan cara meminimalisasi jumlah
udara yang terperangkap dalam proses pembuatannya. Selain itu dengan
berkurangnya tekanan di dalam vacuum bag molding maka tekanan udara
atmosferik dari luar akan digunakan sebagai gaya untuk menghilangkan
kelebihan resin yang ada dalam laminasi sehingga menghasilkan
kandungan fiber reinforcement yang tinggi. Bentuk cetakan yang
digunakan disesuaikan dengan bentuk produk yang ingin dibuat [14].
5. Wet Lay-Up
Metode ini reinforcement digabungkan dengan menggunakan tangan
seperti metode hand lay-up untuk kemudian ditaruh ke dalam cetakan
vacuum bag untuk mempercepat proses laminasi dan menghilangkan udara
yang terperangkap yang dapat menimbulkan adanya void dalam produk
komposit yang dicetak [14].
6. Prepreg
Metode ini merupakan metode advance dalam pembuatan komposit
dengan adanya pemanasan atau cetakan yang diletakan pada autoclave
setelah campuran komposit dimasukkan. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan gaya tekan dari luar. Teknik menggunakan prepreg-vacuum

13

Universitas Sumatera Utara


bag-autoclave banyak dimanfaatkan untuk pembuatan peralatan pesawat
terbang dan perlengkapan militer [14].
7. Vacuum Infusion Processing
Metode ini adalah variasi dari vacuum bag molding dimana resin yang
dituang dalam ruang hampa masuk ke dalam cetakan dan membentuk
laminasi. Pada metode ini tekanan dalam rongga cetakan lebih rendah
dibandingkan tekanan atmosferik udara. Setelah cetakan dipenuhi resin
kemudian dilapisi dengan fiber reinforcement dapat menggunakan tangan
yang disebut dengan istilah lay-up dry, kemudian resin diinfusikan
kembali ke dalam cetakan untuk menyempurnakan sistem laminasi
komposit sehingga tidak terdapat ruang untuk kelebihan resin. Rasio resin
yang sangat tinggi terhadap fiber glass yang digunakan memungkinkan
penggunaan metode vacuum Infusion yang menghasilkan sifat mekanik
sistem laminasi yang sangat baik. Vacuum InfusionProcessing dapat
digunakan untuk pencetakan dengan struktur yang besar dan tidak
dianjurkan untuk proses dengan volume yang rendah [14].
Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode Open Molding Process
dengan metode Handlay-up Process. Metode ini digunakan karena komposit yang
akan dicetak memerlukan keterampilan tangan untuk mencetaknya sesuai dengan
bentuk cetakan dari masing-masing uji yang akan dilakukan.

2.6 PENGUJIAN KOMPOSIT


2.6.1 Pengujian Kekuatan Tarik (Tensile Strength) ASTM D 638
Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan
mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Dengan melakukan uji tarik kita
mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan
mengetahui sejauh mana material bertambah panjang. Bila kita terus menarik
suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap
berupa kurva. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan
perubahan panjang.
Dengan melakukan uji tarik kita mengetahui bagaimana bahan tersebut
bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material bertambah
panjang. Bila kita terus menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan

14

Universitas Sumatera Utara


profil tarikan yang lengkap berupa kurva. Kurva ini menunjukkan hubungan
antara gaya tarikan dengan perubahan panjang.

Gambar 2.1 Uji Tarik ASTM D 638 [16]


Adapun yang menjadi perhatian dalam gambar tersebut adalah
kemampuan maksimum bahan dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya
disebut Ultimate Tensile Strength disingkat dengan UTS. Untuk semua bahan,
pada tahap sangat awal uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan
berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah
linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban
mengikuti aturan Hooke, yaitu rasio tegangan (stress) dan regangan (strain)
adalah konstan [16].
Pengujian dilakukan sampai sampel uji patah, maka pada saat yang sama
diamati pertambahan panjang yang dialami sampel uji. Kekuatan tarik atau tekan
diukur dari besarnya beban maksimum (Fmaks) yang digunakan untuk
memutuskan/mematahkan spesimen bahan dengan luas awal A0. Hasil pengujian
adalah grafik beban versus perpanjangan (elongasi) [16].
Enginering Stess (σ) :

ζ= (2.1)

dimana :
Fmaks = Beban yang diberikan terhadap penampangspesimen (N)
A0 = Luas penampang awal spesimen sebelum diberikan pembebanan (m2)
ζ = Enginering Stress (Nm-2)

Enginering Strain (ε):

15

Universitas Sumatera Utara


ε= (2.2)

dimana :
ε = Enginering Strain
l0 = Panjang mula-mula spesimen sebelum pembebanan
Δl = Pertambahan panjang
Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:

E= (2.3)

dimana :
E = Modulus Elastisitas atau Modulus Young(Nm-2)
ζ = Enginering Stress (Nm-2)
ε = Enginering Strain
Dari gambar kurva hubungan antara gaya tarikan dan pertambahan
panjang kita dapat membuat hubungan antara tegangan dan regangan (stress vs
strain). Selanjutnya kita dapat gambarkan kurva standar hasil eksperimen uji tarik
[16].

Gambar 2.2 Kurva Tegangan dan Regangan Hasil Uji Tarik

2.6.2 Pengujian Kekuatan Lentur (Bending Strength) ASTM D 790


Material komposit mempunyai sifat tekan yang lebih baik dibanding sifat
tariknya. Kekuatan tarik di pengaruhi oleh ikatan molekul material penyusunnya.
Pada pengujian bending ini bertujuan untuk mengetahui besarnya kekuatan lentur
dari material komposit. Pengujian dilakukan dengan jalan memberi beban lentur

16

Universitas Sumatera Utara


secara perlahan-lahan sampai spesimen mencapai titik lelah. Pada perlakuan uji
bending bagian atas spesimen mengalami proses penekanan dan bagian bawah
mengalami proses tarik sehingga akibatnya spesimen mengalami patah bagian
bawah karena tidak mampu menahan tegangan tarik. Dimensi balok dapat kita
lihat pada gambar berikut ini [11]:

Gambar 2.3 Penampang Uji Bengkok [11]


Momen bending yang terjadi pada komposit dapat dihitung dengan
persamaan :
M= x (2.4)

Menentukan kekuatan bending menggunakan persamaan [11] :

ζb = (2.5)

Sedangkan untuk menentukan modulus elastisitas bending menggunakan


rumus sebagai berikut [11] :

Eb = (2.6)

dimana:
M = momen bending
ζb = kekuatan bending (MPa)
P = beban yang diberikan(N)
L = jarak antara titik tumpuan (mm)
b = lebar spesimen (mm)
d = tebal spesimen (mm)
δ = defleksi (mm)
Eb = modulus elastisitas (MPa)
Sedangkan kekakuan dapat dicari dengan persamaan [11] :

(2.7)

17

Universitas Sumatera Utara


(2.8)
dimana :
D : kekakuan (N/mm2)
E : modulus elastisitas (N/mm2)
I : momen inersia (mm4)
b : lebar (mm)
d : tinggi (mm)

2.6.3 Pengujian Kekuatan Bentur (Impact Strength) ASTM D 4812-11


Pengujian impak dilakukan untuk mengetahui karakteristik patah dari
bahan.Pengujian ini biasanya mengikuti dua metode yaitu metode Charpy dan
Izod yang dapat digunakan untuk mengukur kekuatan impak, yang kadang juga
disebut seabgai ketangguhan ketok (notch toughness).Untuk metode Charpy dan
Izod, spesimen berupa dalam bentuk persegi dimana terdapat bentuk V-notch
(Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Spesimen V-Notch Metoda Charpy dan Izod [17]


Spesimen Charpy berbentuk batang dengan penampang lintang bujur
sangkar dengan takikan V oleh proses permesinan (gambar 2.4). Mesin pengujian
impact diperlihatkan secara skematik dengan (gambar 2.5). Beban didapatkan dari
tumbukan oleh palu pendulum yang dilepas dari posisi ketinggian h. Spesimen
diposisikan pada dasar seperti pada (gambar 2.5) tersebut. Ketika dilepas, ujung
pisau pada palu pendulum akan menabrak dan mematahkan spesimen
ditakikannya yang bekerja sebagai titik konsentrasi tegangan untuk pukulan
impact kecepatan tinggi. Palu pendulum akan melanjutkan ayunan untuk

18

Universitas Sumatera Utara


mencapai ketinggian maksimum h’ yang lebih rendah dari h. Energi yang diserap
dihitung dari perbedaan h’ dan h (mgh –mgh’), adalah ukuran dari energi impact.
Posisi simpangan lengan pendulum terhadap garis vertikal sebelum dibenturkan
adalah α dan posisi lengan pendulum terhadap garis vertikal setelah membentur
spesimen adalah β. Dengan mengetahui besarnya energi potensial yang diserap
oleh material maka kekuatan impact benda uji dapat dihitung (ASTM D256).
Es = energi awal – energi yang tersisa
= m.g.h – m.g.h’ (2.9)
= m.g(R – Rcos α) – m.g(R – Rcos β) (2.10)
Es = m.g.R(cos β – cos α), (2.11)
dimana :
Esrp : energi serap (J)
m : berat pendulum (kg) = 20 kg
g : percepatan gravitasi (m/s2) = 10 m/s2
R : panjang lengan (m) = 0,8 m
α : sudut pendulum sebelum diayunkan = 30o
β : sudut ayunan pendulum setelah mematahkan spesimen
Harga impact dapat dihitung dengan :

(2.12)

dimana :
HI : Harga Impact (J/mm2)
Esrp : energi serap (J)
Ao : Luas penampang (mm2)

19

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.5 Peralatan Uji Bentur [17]
Keretakan akibat uji benturada tiga bentuk [11], yaitu :
1. Patahan getas
Permukaan patahan terlihat rata dan mengkilap, kalaupotongan-
potongannya kita sambungkan lagi, ternyatakeretakannya tidak disertai
dengan deformasinya bahan.Patahan jenis ini mempunyai harga
impactyang rendah.
2. Patahan liat
Permukaan patahan ini tidak rata, nampak seperti buram danberserat, tipe
ini mempunyai harga impactyang tinggi.
3. Patahan campuran
Patahan yang terjadi merupakan campuran dari patahangetas dan patahan
liat. Patahan ini paling banyak terjadi.
Semakin besar posisi sudut β akan semakin getas, demikian sebaliknya.
Artinya pada material getas, energi untuk mematahkan material cenderung
semakin kecil, demikian sebaliknya [11].

20

Universitas Sumatera Utara


2.6.4 Analisa Penyerapan Air (Water Adsorption) ASTM D 570
Penyerapan air (water absorption) dalam komposit merupakan
kemampuan komposit dalam menyerap uap air dalam waktu tertentu.
Penyerapan air pada komposit merupakan salah satu masalah terutama dalam
penggunaan komposit di luar ruangan. Semua komposit polimer akan
menyerap air jika berada di udara lembab atau ketika polimer tersebut
dicelupkan di dalam air. Penyerapan air pada komposit berpenguat serat alami
memiliki beberapa pengaruh yang merugikan dalam sifatnya dan mempengaruhi
kemampuannya dalam jangka waktu yang lama juga penurunan secara perlahan
dari ikatan interface komposit serta menurunkan sifat mekanis komposit seperti
kekuatan tariknya. Penurunan ikatan antarmuka komposit menyebabkan
penurunan sifat mekanis komposit tersebut. Karena itu, pengaruh dari penyerapan
air sangat vital untuk penggunaan komposit berpenguat serat alami di
lingkungan terbuka [18].

2.6.5 Karakteristik Fourier Transform Infra Red (FT-IR)


Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik
yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada
daerah sidikjadi sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat
digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif
dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang
gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar.
Dalam ilmu material analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi
atau interaksi antara bahan-bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas
gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang
terkandung dalam suatu campuran [19].

2.6.6 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)


Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) digunakan untuk
mengkarakterisasi morfologi permukaan sampel dengan menggunakan metode
Secondary Electron Image (SEI). Hasil yang didapat adalah foto polaroid dan
mampu memfoto dengan perbesaran dari 35x sampai 10000x. Sampel yang difoto

21

Universitas Sumatera Utara


berukuran kecil, yaitu 5 mm x 5 mm untuk luas permukaan dan sampel dalam
keadaan kering. Untuk sampel yang tidak bersifat konduktif, sampel harus dilapisi
terlebih dahulu dengan bahan yang bersifat konduktif. Ion sputtering, alat yang
digunakan untuk melapisi sampel ini tersedia juga di Laboratorium Uji Polimer
(LUP). Bahan pelapisnya adalah emas (Au) [16].

2.7 APLIKASI KOMPOSIT EPOKSI


Penggunaan serat alam (organik) seperti serat ampas tebu memiliki
potensi untuk digunakan sebagai pengganti fiberglass ataupun pengisi lainnya
pada material komposit diperkuat serat (Abrao,2006). Potensi serat alam ini
didukung oleh beberapa keunggulan serat organik, antara lain : densitas yang
rendah, ramah lingkungan, ketersediaan yang melimpah, ketangguhan yang
tinggi, proses penyiapan yang relatif mudah, harga bahan baku yang relatif murah,
dan mengurangi konsumsi energi pabrikasi. Dari Tabel 2.4 dapat dilihat bahwa
beberapa serat alam seperti kayu dan flax memiliki harga yang jauh lebih murah
dibandingkan serat gelas [35].
Tabel 2.2 Perbandingan Harga antara Serat Alam dan Serat Sintetik [35]
Harga Spesifik Graviti Harga
Serat $/m3 kg/m3 $/kg
Kayu 420 1600 0,26
Flax 600 1500 0,40
Gelas 4850 2600 1,87
Serat Ampas Tebu* 0,01 0,125 0,08
*Untuk penelitian ini
Material komposit dapat digunakan dalam berbagai macam aplikasi, bahan ini
dapat digunakan dalam sektor aksesoris otomotif, beberapa diantaranya kaca
spion, pengisi jok mobil, bamper mobil, dll. Dalam proses pabrikasi aksesoris
tersebut biasanya menggunakan metode hand lay up. Adapun industri otomotif
yang menggunakan resin epoksi sebagai matriks dalam pembuatan aksesoris
mobil sudah dijumpai pada tahun 1955 yaitu oleh perusahaan otomotif amerika
yang memproduksi leaf spring yang digunakan pada mobil sports.

22

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.6 Jenis Mobil Sports Yang Menggunakan Komponen Leaf Spring Dari
Komposit Epoksi.
Penggunaan lain dari komposit serat alam tidak hanya sebatas pada
industri automotif tetapi juga pada aplikasi lain seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Aplikasi Lain Penggunaan Komposit Serat Alam


2.8 ANALISIS BIAYA
Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisa biaya terhadap pembuatan
komposit epoksi berpengisi serat ampas tebu. Rincian biaya diberikan dalam
Tabel 2.6 berikut.

23

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3 Rincian Biaya Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi Ampas Tebu
Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total
(Rp)
Resin Epoksi dan Hardener 2 kg Rp 92.500/kg 185.000,-
LilinCetakan (Malam) 4 buah Rp 5.000/buah 20.000,-
Serat ampas tebu 1 kg Rp 1000/kg 1.000,-
Plastik Transparan 10 lembar Rp 500/lembar 5.000,-
Analisa Sifat Mekanik
 Uji kekuatan bentur 36 sampel Rp 30.000/sampel 1.080.000,-
 Uji kekuatan lentur 36 sampel Rp 30.000/sampel 1.080.000,-
 Uji kekuatan tarik 36 sampel Rp 30.000/sampel 1.080.000,-
Analisa Fourier Transform 3 sampel Rp 75.000/sampel 225.000,-
Infra-Red (FTIR)
Analisa Scanning Electron 3 sampel Rp 175.000/ sampel 525.000,-
Microscopy (SEM)
Total 4.201.000,-

Produk yang dihasilkan nantinnya akan memiliki sifat ketahanan termal


yang tinggi oleh karena itu maka sasaran produk yang ingin dihasilkan dapat
berupa produk barang pecah belah yang memiliki ketahanan termal tinggi.
Diasumsikan bahwa pembuatan produk menggunakan basis 1 set epoksi
(2kg epoksi+hardener) dengan rasio epoksi dan serat ampas tebu 70:30, maka
perkiraan produk yang dapat dibuat sekitar 10 buah pelat.
Tabel 2.4 Perkiraan Rincian Biaya Pembuatan Produk
Bahan dan Peralatan Jumlah yang Biaya Total (Rp)
diperlukan
Resin Epoksi dan Hardener 2 kg 185.000,-
Ampas tebu 100 g 100,-
Biaya Tambahan - 18510,-
Total Rp 203.610,-

24

Universitas Sumatera Utara


Total biaya yang diperkirakan untuk membuat 10 buah pelat produk yaitu
sebesar Rp 203.610,-. Bila harga ini dibagi per buah pelat satu buah pelat produk
memiliki harga Rp. 23.361,- ~ Rp. 24.000.-. Adapun harga produk sejenis di
pasaran memiliki rentang harga Rp 25.000,- s/d Rp 50.000,-. Oleh karena itu,
maka produk ini memiliki potensi untuk dipasarkan dan bersaing dengan produk
lainnya yang sejenis.

25

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai