Fiqh Kelas XI MA PDF
Fiqh Kelas XI MA PDF
PENDAHULUAN
BAB 1. JINAYAH
(Pembunuhan, Qishas, Diyat dan
Kafarat)
Indikator-Indikator
1. Menjelaskan dasar hukum larangan membunuh
2. Mengklasifikasikan macam –macam pembunuhan
3. Menjelaskan hukuman bagi pembunuh
4. Menjelaskan dasar hukum bagi pembunuh
5. Menjelaskan hikmah dilarangnya pembunuhan
6. Menjauhi dari perbuatan membunuh
7. Menjelaskan pengertian qisos
8. Menjelaskan hukum Qisos
9. Menyebutkan syarat-syarat qishash
10. Menjelaskan qishos pembunuhan oleh massa
11. Menjelaskan hikmah hukum qishash
12. Menjelaskan pengertian hukum diyat
Epitum BAB I
BAB 1
1.2.3
1.2.2
1.2.1
BAB I. JINAYAH
(Pembunuhan, Qishas, Diyat dan Kafarat)
A. Pembunuhan
1. Pengertian
Pembunuhan dalam bahasa arab disebut al-qatlu.
Pembunuhnya disebut al qaatilu dan yang terbunuh disebut al maqtul (
Moh. Karim dan Sholeh Zuhri,2005 :2). Secara istilah pembunuhan
adalah tindakan seseorang melenyapkan nyawa, atau lenyapnya jiwa
seseorang akibat perbuatan orang lain (Abu Malik Kamal, 2007: 312).
Perbuatan membunuh adalah merupakan kjarakter dari hewan
buas yang tak mengenal perikemanusiaan, dan seharusnya dihindari
oleh umat manusia. Penyebab orang melakukan tindakan ini cukup
beragam, ada yang akarena dendam, iri, dengki, perebutan wanita ,
dan lain-lain. Ambisi ingin menguasai sesuatu inilah yang terkadang
menjadikan orang gelap mata sehingga ia melakukan pembunuhan.
Dalam hukum Islam pembunuhan tersebut digolongkan dalam
hukum jinayat yang meliputi membunuh, melukai, memotong anggota
tubuh, dan menghilangkan manfaat anggota badan. Seseorang haram
menghilangkan nyawa maupun merusak anggota badan dan
menimpakan gangguan pada apapun di tubuhnya, karena setelah
kekafiran tidak ada dosa yang lebih besar daripada pembunuhan
terhadap orang mukmin, karena dalil-dalil berikut :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan
orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.
Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya,
hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi
ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.
(QS Al Baqarah :178)
2. Macam-Macam Pembunuhan
a. Pembunuhan Dengan Sengaja (Qatlul ‘Amdi)
Pembunuhan dengan sengaja menurut definisi jumhur „ulama
adalah “memukul dengan benda tajam atau benda tidak tajam (namun
diyakini bisa menghilangkan nyawa) (Abu Malik Kamal, 207 :312).
Definisi benda tajam sendiri adalah sesuatu yang bisa memotong dan
menembuskedalam badan, misalnya pisau, pedang dan yang sejenisny.
Sedangkan definisi benda tidak tajam adalah sesuatu yang menurut
asumsi umum bisa menyebabkan/ mengakibatkan hilangnya nyawa,
ketika digunakan, misalnya batu besar atau kayu.
Gambaran pembunuhan sengaja cukup bervariasi misalnya
:bahwa menjatuhkan seseorang dari tempat tinggi,
menenggelamkannya ke dalam air, membakarnya dengan api,
mencekiknya, atau memberi makanan yang telah diberi racun
sehingga orang yang menjadi objek perbuatan terbunuh juga termasuk
pembunuhan jenis ini, Melukainya dengan sesuatu yang bisa
menembus tubuh, seperti pisau, tombak, pistol dan lainnya,
kemudian dia meninggal disebabkan olehnya. , memukulnya dengan
sesuatu yang berat dan besar, seperti batu besar, tongkat besar,
atau dengan menabrakkan mobil padanya atau dengan
menimpakan tembok kepadanya dan lainnya yang menyebabkan
dirinya meninggal, melemparkannya ke dalam sesuatu yang tidak
memungkinkannya untuk menghindar, seperti melemparkannya
kedalam air yang bisa membuatnya tenggelam, atau api yang akan
membakarnya, atau memenjarakannya tanpa memberi makan dan
minum, sehingga menyebabkannya meninggal, mencekiknya dengan
tali maupun lainnya, atau menutup mulutnya sampai meninggal,
melemparkannya ke kandang singa dan semisalnya, atau
dilemparkan ular kepadanya ataupun anjing, sehingga dia meninggal
karenanya, membunuhnya dengan menggunakan santet (sihir), yang
secara umum hal tersebut menyebabkan kematian, bersaksinya dua
laki-laki dengan apa yang menyebabkannya dibunuh, kemudian
keduanya mengaku kalau mereka sengaja ingin membunuhnya, atau
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin
(yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)[334], dan
Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah)
ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta
membayar diat[335] yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh
itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah[336]. jika ia
(si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara
mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat
yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta
memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak
memperolehnya[337], Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua
bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan
adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”(QS An Nisa‟:92).
B. QISHAS
1. Pengertian
Kata qishas berasal dari qaasha, yuqasha, qishaas, artinya
mengambil balas. Secara istilah qishas adalah hukuman balas yang
seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun pengrusakan anggota
badan seseorang, yang dilakukan dengan sengaja (Moh. Karim dan
Sholih Zuhri,2005,6). Qishaash ialah mengambil pembalasan yang
sama. qishaash itu tidak dilakukan, bila yang membunuh mendapat
kema'afan dari ahli waris yang terbunuh yaitu dengan membayar diat
(ganti rugi) yang wajar. pembayaran diat diminta dengan baik,
umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang
membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya tidak
menangguh-nangguhkannya. bila ahli waris si korban sesudah Tuhan
menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh,
atau membunuh si pembunuh setelah menerima diat, Maka
terhadapnya di dunia diambil qishaash dan di akhirat dia mendapat
siksa yang pedih.(Tafsir Al Qur‟an).
Banyak peristiwa pembunuhan atau penganiayaan yang terjadi
di tanah air kita ini yang dapat disaksikan di layar televisi maupun
media massa. Ketika salah satu keluarga korban diwawancarai rata-
rata menginginkan pelakunya dihukum setimpal atas perbuatannya
yang telah melakukan hal yang sama pada anggota keluarganya yang
terbunuh.
Dari contoh peristiwa diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
hukum qishas benar-benar sesuai dengan tuntutan hati nurani
sekaligus tuntutan keadilan hukum. Dan sangat tidak benar jika
qishas yang merupakan hukum Islam tidak manusiawi dan melanggar
hak asasi manusia, justru qishas merupakan hukum yang paling
memenuhi keadilan.
Qishas dilaksanakan apabila : a. membunuh dengan sengaja
maka hukumannya juga harus dibunuh, b. apabila merusak atau
menghilangkan ia perbuat. Misalnya jika seseorang menganiaya orang
lain dengan memotong tangannya maka hukum balasnya dengan
menmotong tangan, demikan seterusnya.
Pelaksanaan hukuman ini diserahkan pada pihak yang
berwenang (hakim) dan tidak diperkenankan dihakimi sendiri. Karena
jika dihakimi sendiri dikhawatirkan hukuman yang diterima oleh si
pelaku tidak adil lantaran seseorang yang menghakimi sendiri tersebut
masih menyimpan dendam terhadapnya. Hukuman qishas akan gugur
jika si pelaku mendapat maaf dari keluarga korban, walaupun
demikian ia berkewajiban untuk membayar diyat atau tebusan yang
jumlahnya cukup besar.
3. Syarat-Syarat Qishas
2. Macam-Macam Diyat
a. Diyat Mughaladah (Denda berat)
Yaitu harus membayar 100 ekor unta, terdiri dari 30 ekor
hiqqah (unta betina umur 3-4 tahun), 30 ekor jadz‟ah (unta betina
umur 4-5 tahun), dan 40 ekor khilfah (unta betina yang bunting).
Diyat ini diterapkan pada :
Pembunuhan disengaja (Qatlul „Amdi, tapi dimaafkan oleh
keluarga korban. Tekhnik pembayaran diyat ini adalah secara cast
(kontan), sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. “"Barang siapa
membunuh seorang Mukmin dengan sengaja maka dia harus
diserahkan kepada wali orang terbunuh, apabila berkehendak
mereka bisa membunuhnya, dan boleh pula bagi mereka untuk
meminta diyat, yaitu tiga puluh ekor hiqqoh (unta berumur empat
tahun), tiga puluh ekor jaz'ah (unta berumur lima tahun) dan empat
puluh ekor halifah (unta hamil), apa yang mereka ringankan
atasnya merupakan hak bagi mereka, itu disebabkan karena besarnya
diyat" (H.R Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Pembunuhan seperti disengaja (qatlu syibhul „amdi). Tidak ada
hukuman qishas terhadap kasus semacam ini, tetapi pembunuh wajib
membayar diyat, dengan masa pembayaran selama tiga tahun , dan
setiap tahun wajib membayar sepertiga dari ketentuan. Pembunuhan
tidak disengaja di tanah haram, yaitu di kota mekkah dan Madinah.
Pembunuhan tidak disengaja yang dilakukan pada bulan Muharram (
Zulqa‟dah, Zulhijjah, Muharram, dan Rajab). Pembunuhan tidak
disengaja terhadap muhrim, kecuali jika pembunuhnya orang tua
terhadap anak.
3. Hikmah-Hikmah Diyat
Menjadikan orang lebih berhati-hati terhadap orang lain,
apabila terjadi suatu masalah tidak mudah menganiaya
secar fisik, mengingat menganiaya orang lain akan terkena
sangsi hukuman, yaitu membayar denda berupa barang
yang cukup besar nilainya.
Diyat bermanfaat sebagai pelipur lara bagi si korban atau
keluarga korban. Meskipun tidak bisa secara langsung
menghilangkan rasa dendam dan rasa benci dalam hati
mereka, paling tidak bisa meringankan beban si korban
sebagai biaya pengobatan si korban serta biaya hidup di
kemudian hari.
Kehidupan bermasyarakat menjadi tenang, damai, tentram,
sejahtera karena masing-masing orang merasa dilindungi
oleh hukum.
Sebagai bukti perhatian Allah terhadap manusia dalam
menjaga derajat kemanusiaannya. Dan sekaligus
menunjukkan bahwa benar-benar derajat martabat manusia
itu mulia serta mahal harganya.
D. KAFARAT
1. Pengertian
Kafarat secara bahasa berarti tebusan. Secara Istilah kafarat
adalah perbuatan-perbuatan baik yang sesuai dengan ketentuan
syari‟at Islam dilakukan seseorang guna melebur kesalahan-kesalahan
berupa pelanggaran terhadap sesuatu yang diharamkan oleh Allah
SWT. (Moh. Karim dan Sholih Zuhri, 2005: 13).
2. Macam-Macam
a. Kafarat Pembunuhan
Menurut mazhab Syafi‟I dan Maliki pula, pembunuh haruslah dibunuh
(qishâsh) dengan cara seperti apa ia melakukan pembunuhan tersebut. Contohnya
dengan memukul menggunakan sesuatu alat yang tajam seperti besi atau pedang;
atau dengan alat berat seperti batu; atau dengan mencampakannya dari suatu
tempat tinggi; atau mencekik lehernya; atau melemparkannya; atau
melemaskannya; menahan makanan, merejam dalam air, membakar, atau dengan
cara-cara lain. Konsep ini disebut dengan mutslah atau mumâtsalah. Akan tetapi
seumpama mustahiq al-qishâsh memindahnya ke hukuman pancung dengan
pedang, maka diperbolehkan malah ia lebih utama. Atau membayar diyat atau
dibebaskan. Selain itu ia harus membayar kafarat, yaitu memerdekakan budak
wanita mukmin, tidak cacat, m asih muda, sehat, baligh, bukan budak mukatab atau
mudabbar. Jika tidak mampu memerdekakan budak seperti zaman sekarang maka
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin
(yang lain), kecuali Karena tersalah (Tidak sengaja), dan barangsiapa
membunuh seorang mukmin Karena tersalah (hendaklah) ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar
diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali
jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari
kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu,
Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan
kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya
yang beriman. barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka
hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk
penerimaan Taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana (Qs AN Nisaa‟ : 92).
d. Kafarat Dhihar
Kafarat zihar, yaitu ucapan menyamakan punggung ibu dengan
punggung istri. Hukumannya menurut QS Al-Mujadilah ayat 3 dan 4
adalah memerdekakan budak; jika tidak sanggup, berpuasa dua bulan
berturut-turut dan jika tidak mampu juga, memberi makan 60 orang
miskin. Jumhur ulama sepakat bahwa kafarat zihar ini dengan urutan
seperti yang ada dalam ayat itu, tanpa ada kebolehan memilih atau
mengganti-ganti urutan tersebut. Berbeda dengan jumhur ulama,
ulama Mazhab Maliki berpendapat bentuk-bentuk hukuman tersebut
merupakan tiga alternatif yang boleh dipilih tanpa terikat dengan
tertib yang ada dalam ayat. Boleh saja yang dua didahulukan kalau
kemaslahatan menghendaki demikian.
e. Kafarat Ila’:
Yaitu kafarat yang wajib dibayar lantaran suaminya melanggar
sumpahnya bahwa ia tidak akan menggauli istrinya selama waktu
tertentu. Kafarat yang wajib dilakukan sama dengan sumpah kafarat
sumpah.
3. Hikmah-Hikmah Kafarat
Mendidik manusia agar disiplin dan berhati-hati dalam bergaul
dengan anggota keluarganya maupun orang lain
Mendidik manusia untuk bertanggungjawab, karena setiap
pelanggaran yang dilakukan, ia harus menebusnya dengan
berbagai macam tebusan yang seimbangdengan tingkat
kesalahannya
Terciptanya kehidupan yang aman, damai, sejahtera dalama
keluarga dan masyarakat
Membebaskan perbudakan manusia kepada manusia, karena
setiap ada pelanggaran kafarat yang harus dibayar diantaranya
membebaskan budak. Jadi semakin banyak pula budak-budak
yang merdeka, sehingga sampai saat ini tidak ada lagi
perbudakan
Memotivasi manusia agar lebih bertaqarrub pada Allah.
Mendidik manusia untuk bertanggung jawab atas perbuatan
yang dilakukannya.
Kesimpulan
Pembunuhan adalah tindakan seseorang melenyapkan nyawa,
atau lenyapnya jiwa seseorang akibat perbuatan orang lain
Pembunuhan ada 3 macam (1) Pembunuhan yang disengaja
(Qatlul „amad); (2)
Pembunuhan yang tidak disengaja (Qatlul syibhul „amad); dan
(3) Pembunuhan yang tidak ada unsur membunuh (Qatlul
Khatha‟)
Dasar hukum pengharaman pembunuhan adalah Al Isra‟ ayat
35 dan hadits .
Qishaash ialah mengambil pembalasan yang sama. qishaash itu
tidak dilakukan, bila yang membunuh mendapat kema'afan dari
ahli waris yang terbunuh yaitu dengan membayar diat (ganti
rugi) yang wajar. pembayaran diat diminta dengan baik,
umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang
membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya
tidak menangguh-nangguhkannya. bila ahli waris si korban
sesudah Tuhan menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh
yang bukan si pembunuh, atau membunuh si pembunuh setelah
menerima diat, Maka terhadapnya di dunia diambil qishaash
dan di akhirat dia mendapat siksa yang pedih.
Dasar qishas adalah Al Baqarah :178
Syarat-Syarat diberlakukannya Qishash: pelaku baligh dan
berakal, bukanlah orang tua pembunuh, Jenis pembunuhannya
adalah disengaja, korban terpelihara darahnya, korban sama
derajadnya,dilakukan dalam hal yang sama.
Jika pembunuhan dilakukan oleh massa pada satu orang maka
massa tersebut semuanya diberlakukan qishash.
Diyat adalah Harta yang wajib diberikan kepada orang yang
menjadi korban pidana kejahatan atau kepada walinya, baik
dalam pidana pembunuhan atau lainnya diyat mughalladah,
diyat mukhaffafah, diyat selain pembunuhan.
Kafarat adalah perbuatan-perbuatan baik yang sesuai dengan
ketentuan syari‟at Islam dilakukan seseorang guna melebur
kesalahan-kesalahan berupa pelanggaran terhadap sesuatu
yang diharamkan oleh Allah SWT.
EVALUASI
c. Sunah diqishas
d. Jaiz diqishas
e. Tidak dikenai hukum diqishas
7. Pembunuhan yang dillakukan oleh anak terhadap orang
tuanya….
a. Wajib diqishas
b. Makruh diqishas
c. Sunah diqishas
d. Jaiz diqishas
e. Tidak dikenai hukum diqishas
8. Diyat wajib dibayar apabila ……. Kecuali……
a. Pembunuhan disengaja
b. Pembunuhan yang tidak disengaja
c. Pembunuh melarikan diri sebelum di qishas
d. Pembunuhan mirip sengaja
e. Membuat cacat orang lain lalu dimaafkan
9. Kafarat secara bahasa adalah ….
a. Denda b. Menghilangkan c. Balas
dendam
d. Tebusan e. Membunuh
Daftar Pustaka.
1. Al Asqalani, Ibnu Hajar, 2009, Mukhtasar Targhgib wa
Tarhib (Ensiklopedia Anjuran dan Larangan,penj. Syarief
Baraja‟), , Pustaka As Sunnah, Jakarta
2. Al Jazairi, Abu Bakr, Ensiklopedia Muslim (Minhajul
Muslim),2000, PT Darul Falah, Jakarta
3. Al-Khalafi, 2006, Al Wajiz (Ensiklopedia Fiqih Islam dalam
Al Qur‟an dan Sunah As Shahih, penj Ma‟ruf Abdul Jalil), ,
Pustaka As Sunnah, Jakarta.
4. Al-Qardhawi, Yusuf.1997,Sistem Masyarakat Islam dalam Al
Qur‟an dan Sunnah,Citra Islami Pers (Ebook).
5. As‟ad, Mahrus dan A. Wahid,2006,Memahami Fiqih,
Armico,Bandung
6. As-Sayuti,Jalaludin.1981,Al Jami‟us Shagir, Beirut, Darul
Fikr.
7. At-Tuwaijiri,Syaikh Muhammad bin Ibrahim,2009,
Mukhtasarul Fiqhul Islami (Ringkasan Fiqh Islam, terj. Eko
Haryato Abu Ziad dan Mohammad Latif, LC), Team
Indonesia Islam House.com.
8. Departemen Agama RI. 1971, Al Qur‟an dan terjemahannya,
, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/ Tafsir Al Qur;an,
Jakarta
9. _____________________.1985/1986, AlQur‟an dan Tafsirnya..
Proyek Pengadaan Kitab Suci, Depag.
PENDAHULUAN
BAB 2. Hudud
(Zina ,Qadzaf, Miras,
Mencuri,Menyamun, Dan Bughat )
(Kata Kunci)
Epitum BAB II
BAB 2
2.1. 2.1. 2.1. 2.2. 2.2. 2.2. 2.2. 2.3.4 2.4.6 2.5.3 2.6.4
1 2 3 1 2 3 4
2.4.2
2.4.1
Penjelasan Epitum
2.1 Zina
2.1.1 Pengertian Zina
2.1.2 Macam-Macam Zina
2.1.2.1 Zina Muhson
2.1.2.2 Zina Ghairu Muhson
2.1.3 Hikmah-Hikmah Dilarangnya Zina
2.2 Qadzaf
2.2.1 Pengertian Qadzaf
2.2.2 Hukum Qadzaf
2.2.3 Had Qadzaf
2.2.3.1 Syarat-Syarat Pelaksanaan Qadzaf
2.2.3.2 Had Qadzaf Gugur
2.2.4 Hikmah-Hikmah Had Qadzaf
2.3 Minuman Keras
2.3.1 Pengertian minuman Keras
2.3.2 Hukum Minuman Keras
2.3.3 Hukuman Minuman Keras
2.3.4 Hikmah Diharamkannya Minuman Keras
2.4 Mencuri
2.4.1 Pengertian Mencuri
2.4.2 Dasar Hukum Mencuri
2.4.3 Penetapan Pencurian
2.4.4 Had/Hukuman Pencurian
2.4.5 Nishab Barang Yang Dicuri
2.4.6 Hikmah Dilarangnya Pencurian
2.5 Menyamun/Merampok
2.5.1 Pengertian Menyamun/Merampok
Dikerjakan Untuk Memenuhi Tugas Kuliah
FIQIH KELAS
Fiqh KelasXI MA
XI MA 31 “Pengembangan Bahan Ajar”
STAIN JEMBER 2011
Oleh Mukhtar Fitriawan Bilawal
Untuk Kelas XI Madrasah Aliyah
BAB 2. Hudud
(Zina ,Qadzaf, Miras, Mencuri,Menyamun, Dan
Bughat)
A. Zina
1.Pengertian Zina
Zina secara bahasa
memiliki beberapa arti, menurut
Abu Malik Kamal bin As Sayyid
Salim diantaranya adalah
kekejian dan kesempitan. Berasal
dari kata zana zunu yang artinya
masuk dan sempit. Menurut
istilah dalam kitab Mu‟jamul
Wasith zina diartikan sebagai
bercampurnya seseorang dengan seorang wanita tanpa melalui akad
yang sesuai dengan syar‟i. Zina secara istilah juga didefinisikan secara
berbeda-beda oleh para imam fiqhiyah, yaitu :
Al-Malikiyah mendefinisikan bahwa zina itu adalah hubungan
seksual yang dilakukan oleh seorang mukallaf muslim pada
kemaluan wanita yang bukan haknya (bukan istri atau budak)
tanpa syubhat atau disengaja.
Sedangkan As-syafi‟iyyah mendefiniskan bahwa zina adalah
masuknya kemaluan laki-laki atau bagiannya ke dalam
kemaluan wanita yang bukan mahram dengan dilakukan
dengan keinginannya di luar hal yang syubhat.
Dan Al-Hanabilah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan
fahisyah (hubungan seksual di luar nikah) yang dilakukan pada
kemaluan atau dubur.
Dapat disimpulkan dari berbagai definisi istilah, bahwa zina
adalah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang lelaki dengan
seorang perempuan tanpa nikah yang sah mengikut hukum syarak
(bukan pasangan suami isteri) dan kedua-duanya orang yang mukallaf.
Dalil larangan zina secara umum adalah firman Allah SWT :
Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki
yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-
wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang
baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang
dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang
menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga) [QS
An Nuur 24:26]
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-
tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama
Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan
hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan orang-orang yang beriman.[QS An Nuur 24:2]
Ada tiga golongan (manusia) yang Allah tidak akan berbicara kepada
mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan tidak
melihat kepada mereka, dan bagi mereka siksa yang sangat pedih, yaitu
; Orang tua yang berzina, raja yang pendusta (pembohong) dan orang
miskin yang sombong [Hadits shahih riwayat Muslim 1/72 dari
jalan Abu Hurairah]
Dalam hadist Sumarah bin Jundab yang panjang tentang mimpi
Nabi saw, Beliau saw bersabda:
“Kemudian kami berjalan dan sampai kepada suatu bangunan serupa
tungku api dan di situ kedengaran suara hiruk-pikuk. Lalu kami tengok
ke dalam, ternyata di situ ada beberapa laki-laki dan perempuan yang
telanjang bulat. Dari bawah mereka datang kobaran api dan apabila
kena nyala api itu, mereka memekik. Aku bertanya, “Siapakah orang
itu” Jawabnya, “Adapun sejumlah laki-laki dan perempuan yang
telanjang bulat yang berada di dalam bangunan serupa tungku api itu
adalah para pezina laki-laki dan perempuan.” [Shahih: Shahihul
Jami’us Shaghir no: 3462 dan Fathul Bari XII: 438 no: 7047].
Namun untuk menjalankan hukum zina seperti ini, maka ada
beberapa syarat penting yang harus dipenuhi. Pertama, Pelakunya
adalah seorang mukallaf, yaitu aqil dan baligh. Sedangkan bila seorang
anak kecil atau orang gila melakukan hubungan seksual di luar nikah
maka tidak termasuk dalam kategori zina secara syar`i yang wajib
dikenakan sangsi yang sudah baku. Begitu juga bila dilakukan oleh
seorang idiot yang para medis mengakui kekuranganya itu.
Kedua, Pasangan zinanya itu adalah seorang manusia, baik
laki-laki ataupun seorang wanita. Sehingga bila seorang laki-laki
berhubungan seksual dengan binatang seperti anjing, sapi dan lain-lain
tidak termasuk dalam kategori zina, namun punya hukum tersendiri.
Ketiga, Dilakukan dengan manusia yang masih hidup.
Sedangkan bila seseorang menyetubuhi seorang mayat yang telah mati,
juga tidak termasuk dalam kategori zina yang dimaksud dan memiliki
konsekuensi hukum tersendiri. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa
zina itu hanyalah bila dilakukan dengan memasukkan kemaluan laki-
laki ke dalam kemaluan wanita. Jadi bila dimasukkan ke dalam dubur
(anus), tidak termasuk kategori zina yang dimaksud dan memiliki
hukum tersendiri. Namun Imam Asy-Syafi`i dan Imam Malik dan
Imam Ahmad tetap menyatakan bahwa hal itu termasuk zina yang
2. Macam Zina
Zina terbagi dalam 2 golongan yaitu :
a. Zina Muhson
Dalam kitab At Tasyri‟ Al Jina‟i pengertian muhson adalah
orang yang pernah menikah dan memenuhi syarat-syarat:
a. Mukallaf dalam artian akil baligh
b. Orang merdeka
c. Telah terjadi persetubuhan dalam bingkai pernikahan
Apakah muhshan itu harus beragama islam? Disini kalangan
ahli fikih berbeda pendapat akan tetapi yang dianggap paling benar
adalah pendapat dan pandangan dari Syafi‟i dan Ahmad bahwa
keduanya sudah menikah, berdasarkan riwayat bahwa Nabi SAW
pernah didatangi seorang laki-laki dan seorang perempuan dari
kalangan Yahudi yang telah berzina, kemudian beliau merajam
keduanya. Jadi pengertian dari Zina Muhson yaitu zina yang dilakukan
oleh orang yang sudah baligh, berakal, merdeka, sudah pernah nikah
secara sah. Maksudnya adalah yang dilakukan oleh suami, istri, duda
ataupun janda.
Para Imam Fiqhiyah berbeda pendapat mengenai hukum yang
akan dilaksanakan pada pezina muhson :
Pertama, Pezina tersebut dicambuk sebelum dirajam. Pendapat
ini mengikuti riwayat Ahmad dan yang dipegang oleh kalangan
madzhab Dhahiri dengan dalil :
Dari Ubadah bin Shamit RA, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda :
Artinya : “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka
deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan
janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
(menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari
akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan
oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”( QS. An Nur: 2).
Para ahli fiqh berbeda pendapat mengenai apakah selain
hukuman cambuk pelaku diberi tambahan hukuman. Ada 3 pendapat
mengenai ini:
Pertama, Selain hukam cambuk dia wajib dikenai hukuman
pengasingan dari tempat asalnya dalam waktu satu tahun. Ini menurut
pendapat imam Syafi‟i Ahmad, dan Ibnu Hazm mereka berpegang
dengan alasan dari sebuah hadits yang artinya :
Dari Ubadah bin Shamid, sesungguhnya Rasulullah bersabda
“Ambillah dariku!, Ambillah dariku! Allah telah membuat aturan bagi
mereka: Perjaka yang berzina dengan perawan dicambuk seratus kali
B. QADZAF
1. Pengertian Qadzaf
Menurut bahasa qadzaf berasal dari kata - -
sinonimnya Ar Ramyu - - (Abdul Malik Kamal:2007: 86)
artinya melempar atau melontar. Sedangkan menurut istilah syara‟
qadzaf menurut Ibnu Sayyid Salim adalah menuduh zina atau
memungkiri nasab yang mengharuskan hukuman keduanya. Sedang
menurut Moh. Karim dan Sholih Zuhri qadzaf adalah melempar suatu
tuduhan berbuat zina terhadap seseorang.
2. Hukum Qadzaf
Menuduh orang lain berbuat zina tanpa ada pembuktian
menurut ijma‟ ulama‟ adalah haram dan termasuk salah satu dosa
besar, merujuk pada firman Allah :
3. Had Qadzaf
Orang merdeka yang menuduh seseorang berbuat zina dan tidak
benar, maka dikenai had 80 kali cambukan, baik laki-laki ,maupun
perempuan muslim maupun non muslim (yang tinggal di Darul Islam).
C. MENCURI
1. Pengertian Mencuri
Mencuri menurut bahasa adalah shariqah yang artinya adalah
mengambil sesuatu yang bukan miliknya secara sembunyi-sembunyi.
Mencuri menurut istilah adalah mengambil harta terjaga
milik orang lain, tanpa syubhat padanya, pada tempatnya yang
dikhususkan, dengan takaran khusus, dengan cara sembunyi-
sembunyi. Mencuri menurut pengertian umum adalah mengambil suatu
barang milik orang lain secara sembunyi sembunyi dengan atau tampa
hak milik nya dan tanpa sepengetahuan pemiliknya (Ahmad Jamil,
2008:31).
Sedangkan menurut syara‟ adalah perbuatan orang mukallaf
(baligh dan berakal ) yang mengambil suatu barang milik orang lain
secara sembunyi sembunyi dan tanpa keragu-raguan sedikitpun hingga
mencapai jumlah satu nishab dari tempat simpanan nya , dan orang
yang mengambil tidak mempunyai andil pemilikan terhadap barang
yang di ambil. (Abu Malik Kamal,2007: 144).
3. Penetapan Pencurian
Suatu perkara dapat ditetapkan sebagai pencurian apabila memenuhi
syarat sebagai berikut
a) Orang yang mencuri adalah mukalaf, yaitu sudah baligh
dan berakal
b) Pencurian itu dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi
c) Orang yang mencuri sama sekali tidak mempunyai andil
memiliki terhadap barang yang dicuri
d) Barang yang dicuri adalah benar-benar milik orang lain
e) Barang yang dicuri mencapai jumlah nisab
f) Barang yang dicuri berada di tempat penyimpanan atau di
tempat yang layak.
g) Ada 2 orang saksi yang patut memberikan kesaksian, serta
keduanya tidak berbeda dalam kesaksiannya. Jarak antara
peristiwa pencurian dsengan kesaksian belum satu bulan.
D. MENYAMUN/MERAMPOK/MEMBAJAK
1. Pengertian
Perampok adalah mereka yang mencegat orang lain dengan
senjata di tengahpadang pasir ataupun dalam kota, lalu mereka
merampas harta dengan paksa, terang-terangan dan bukan dengan
jalan pencurian, mereka juga disebut orang yang merampok siapa
yang menghunuskan senjata, membuat takut orang dalam
perjalanan dan memiliki kekuatan tubuh atau dengan bantuan orang
lain untuk melakukan berbagai macam kejahatan, seperti membunuh,
kejahatan seseorang untuk menerobos rumah dan bank, kejahatan
menculik gadis untuk menodainya, kejahatan menculik anak kecil
dan lain sebagainya, mereka itulah
yang dikatakan perampok dari pengertian ini dapat di ketahui cirri
perampok adalah:
a) dilakukan berkelompok orang maupun satu orang
b) dilakukan atas dasar kekuatan yang di milki, sehingga selalu
ada unsure pemaksaan, kekerasan dan ancaman
c) sasaran perbuatan tidak hanya harta benda , akan tetapi kadang
kadang jiwa juga menjadi korban
d) baik pelaku atau korban adalah orang yang ma‟shum darahnya
yaitu sama sama orang Islam atau orang kafir dzimmi bukan
kafir hirbi
2. Hukumnya
Hukum menyamun/merampok/merombajak adalah dosa besar,
dan menganggap perbuatan tersebut memerangi Allah dan Rasul-Nya.
Hukuman bagi perampok adalah sebagai mana firman Allah SWT :
Artinya ;
E. BUGHAT
1. Pengertian
2. Ciri-Ciri Bughat
Kaum muslim bias di katakan bughat apabila memenuhi
ketentuan sebagai berikut ;
b. Mereka memiliki kekuatan , berarti mereka dapat
melawan penguasa
c. Mereka telah keluar dan tidak mengikuti perintah
penguasa
d. Mereka mempunyai alsan untuk keluar dan alsan di
anggab benar oleh mereka
e. Mereka mempunyai pengikut dan setuju dengan tindakan
mereka
f. Mereka mempunyai pemimpin yang di taati
Contoh bughat: Setelah wafatnya Rasulullah saw muncullah
gerakan murtadd yakni keluar dari Islam yang dipelopori leh orang-
orang munafik dan mereka yang membentuk kekuatan menentang
pemerintahan Abu Bakar dengan cara enggan membayar zakat.
Kemudian abu Bakr bersikap tegas memerangi mereka sampai mereka
kembali pada Islam dan taat pada aturan zakat, dan sebagian yang lain
ada yang terbunuh.
Contoh lain pada masa Rasulullah saw. Di madinah, orang-
orang Yahudi Bani Quraidhah melakukan pengingkaran terhadap
perjanjian perdamaian yang dibuat bersama rasulullahsaw. Lalu
mereka melakukan pembangkangan , penyerangan dan pembunuhan
terhadap umat islamoleh Rasulullah saw. Akhirnya Bani Quraidhah ini
diperangi.perbuatan orang-orang Bani Quraidhah termasuk bughat.
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu
berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau
yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang
melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada
perintah Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya
menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.(QS Al-Hujuraat : 9)
Kesimpulan
Evaluasi
Bentuk Pilihan Ganda 5. Al quran menyebutkan
Berilah tanda silang pada salah bahwa minuman keras
satu jawaban yang dianggap benar termasuk perbuatan ..
! a. Orang kafir
b. Orang yahudi
1. Orang yang menuduh orang c. Orang fasiq
lain berzina dengan d. Orang nasrani
tanpa saksi, harus didera e. Syaiton
sebanyak .. 6. Surat al isro ayat 32 adalah
a. 70 kali dasar hukumnya ..
b. 180 kali a. Qodzaf
c. 110 kali b. Menuduh
d. 80 kali c. Mencuri
e. 40 kali d. Zina
2. Minuaman keras dilarang e. Merampok
dan di haram kan 7. Pelaku zina yang belum
trdapat dalam surat.. menikah didebut
a. Al Maidah : 90 a. Muhson
b. An Nur :19 b. Al azmi
c. Al Maidah : 80 c. Ghoiru muhson
d. An Nisa : 15 d. Qodzaf
e. Al Baqorah : 90 e. Baligh
3. Orang yang mabuk di 8. Allah mela‟nat orang yang
karenakan minuman meminum minuamn keras ,
keras wajib di kenakan .. kecuali..
a. Had a. Pembasmi miras
b. Rajam b. Pembawanya
c. Qishos c. Pemiliknya
d. Qodzaf d. Penjualnya
e. Diyat e. Peminumnya
4. Pelaku miras wajib di kenai 9. Sumpah suami menuduh
hukuman dera sebanyak .. istrinya berzina di sebut
a. 40 kali a. Qodzaf
b. 80 kali b. Ila‟
c. 110 kail c. Muhson
d. 60 kali d. Zani
e. 50 kali e. Il‟an
PENDAHULUAN
BAB 3. PERADILAN
(Pengadilan, Hakim, dan Saksi )
BAB. 3
3.1 3.2
3.1.4
3.2.1 3.2.2
3.1.3
3.2.1.6 3.2.2.3
3.2.2.3
3.1.2
3.2.1.5
3.2.2.2
3.2.2.2
3.1.1
3.2.1.4
3.2.2.1
3.2.2.1
3.2.1.3
3.2.1.2
3.2.1.1
PENJELASAN:
BAB 3. PERADILAN / AQDIYAH
3.1 Peradilan
3.1.1 Pengertian Peradilan
3.1.3 Fungsi Peradilan
3.1.4 Hikmah Peradilan
3.2 Hakim Dan Saksi
3.2.1. Hakim
3.2.1.1 Pengertian Hakim
3.2.1.2 Fungsi dan Tugas Hakim
3.2.1.3 Syarat-Syarat Hakim
3.2.1.4 Macam-Macam Hakim
3.2.1.5 Adab/ Etika Hakim
3.2.1.6 Kedudukan hakim wanita
3.2.2 Saksi
3.2.2.1 Pengertian Saksi
3.2.2.2 Fungsi Saksi
3.2.2.3 Syarat-Syarat Saksi
Deskripsi : Salah satu syarat negara yang berkeadilan adalah negara yang
mempunyai peradilan. Yang memiliki hakim yang adil dalam memutuskan
perkara, dan ketersediaan saksi yang betul-betul mengetahui permasalahan
dalam perkara. Dalam Islam kedudukan hakim dipandang sebagai
kedudukan yang sangat penting, karena mengurusi hajat hidup masyarakat
yang berda disekelilingnya. Tak terkecuali kedudukan hakim wanita yang
memunculkan pendapat tersendiri dari kalangan ulama‟ fiqh. Dalam Bab 3 ini
kita akan membahas tentang proses Aqhdiyah dalam Islam.
Kata Kunci : Hakim, Adil, saksi, hukum
A. PERADILAN
1. Pengertian Peradilan
Hukum merupakan salah satu kekuatan utama bagi
masyarakat. Maka masyarakat manapun selalu memerlukan hukum
atau undang-undang yang mengatur hubungan sesama mereka.
Hukum memberikan sanksi kepada orang yang menyimpang dari
kaidah-kaidahnya, baik hukum tersebut berasal dari langit (wahyu)
atau buatan manusia. Karena hati nurani dan motivasi saja tidak
cukup untuk makhluk secara umum dalam memelihara keselamatan
berjamaah, menjaga eksistensinya baik yang bersifat materi atau moral
dan menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena
itu Allah mengutus para rasul-Nya dan menurunkan kitab-Nya untuk
menentukan dan mengatur perjalanan hidup dengan benar. Allah SWT
berfirman:
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka
menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka,
supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang
telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum
yang telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya
Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka
disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya
kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik”. (Al Maidah :49).
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu
dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia
dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah
kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena
(membela) orang-orang yang khianat “(QS. An Nisa‟ : 105).
2. Fungsi Peradilan
Allah Berfirman :
3. Hikmah Peradilan
Disyari‟atkannya peradilan dalam ajaran Islam, mengandung
banyak hikmah, antara lain :
I. Hakim
1. Pengertian Hakim
3. Syarat-Syarat Hakim
Untuk menjadi seorang hakim/ qadhi yang adil dan bijaksana,
hendaknya memenuhi syarat-syarat tertentu sesuai dengan ajaran
Islam. Pada dasarnya qadhi/ hakim dalam Islam itu harus dari ahli
ijtihad, dan apabila tidak memenuhi syarat, maka ia harus meminta
tolong kepada ahli ijtihad, sehingga kebenaran itu menjadi jelas. Tidak
memutuskan perkara dengan kebodohan dan hawa nafsunya karena
jika demikian maka ia termasuk qadhi-qadhi neraka (Yusuf Al
Qardhawi,1997).
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat”(QS An Nisa‟ 58).
6. Laki-laki artinya seorang hakim sebaiknya jangan wanita,
sebab wanita tidak diperkenankan dalam ajaran Islam
menjadi hakim, sebab wanita terlalu besar perasaannya
dibanding akalnya. Sedangkan laki-laki lebih kuat akalnya,
sehingga dalam mempertimbangkan sesuatu lebih banyak
menggunakan akal daripada perasaannya.
7. Memahami dasar-dasar hukum yang terkandung dalam Al-
Qur‟an
8. Memahami dasar-dasar hukum dan ajaran agama yang
terkandung dalam Al Hadits.
9. Memahami dengan baik ijma‟ umat dan khilafiyahnya.
4. Macam-Macam Hakim
Dalam Islam macam hakim dibagi menjadi 3, yaitu 1 hakim
yang masuk surga dan 2 hakim yang akan masuk neraka. Hal ini
sesuai dengan hadits yang berbunyi:
Dari Abu Buraidah ra. dari Rasulullah saw. Beliau bersabda : Hakim
itu ada 3 macam : “yang dua (macam) di neraka sedang yang satu akan
masuk syurga, yaitu :
1. Seorang hakim yang mengetahui yang haq lalu ia memutuskan
perkara dengannya, maka ia akan masuk surga,
2. (kedua) seorang hakim yang memutuskan perkara diantara
orang-orang tanpa dasar pengetahuan, maka ia pasti masuk
neraka,
3. dan (ketiga) seorang hakim yang sengaja berbuat dhalim dalam
(menetapkan) hukum, maka ia pasti masuk neraka” (HR. Abu
Daud, Ibnu Majah, At Tarmidzi ( Shahih : Shahihul
Jami’us Shagir no: 4446, ‘Aunul Ma’bud IX: 487 no 3556
dan Ibnu Majah II :776 no: 2315))
Batas minimal saksi ialah 2 orang, jika 2 saksi tidak ada maka
cukup dengan satu saksi dan satu sumpah saja. Abdullah bin Al
Abbas RA berkata, “ Sesungguhnya Nabi Muhammad saw
memutuskan dengan sumpah dan satu saksi.”( Diriwayatkan
oleh Muslim).
c. Sumpah (Yamin). Jika penuduh tidak dapat menghadirkan
barang bukti, maka tertuduh disuruh bersumpah 1 kali,
kemudian dia dibebaskan dari tuduhan.
d. Nukul, maksudnya adalah bahwa tertuduh menolak sumpah.
Dalam hal ini, hakim dapat memutuskan perkara tanpa sumpah
jika tertuduh dan penuduh menolak untuk bersumpah. Dalam
pasal 161 ayat 2 KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum
Pidana) Indonesia bahwasanya pengucapan sumpah adalah
merupakan syarat mutlak:” Keterangan saksi atau ahli yang
tidak disumpah atau tidak mengucapakan janji, tidak dapat
dianggap sebagai alat bukti yang sah tetapi hanyalah
merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan
hakim. (UU. Hukum Acara Pidana, UU No 8 tahun 1981).
e. Kesaksian (Syahadat) adalah mengemukakan keadaan
sebenarnya untuk menetapkan hak orang lain. Sedangkan
jumlah saksi dalam suatu perkara adalah :
4 orang laki-laki dalam perkara zina
3 orang laki-laki dalam perkara seorang kaya yang
menjadi pailit
2 orang laki-laki dalam perkara hudud selain zina dan
pembunuhan
2 orang laki-laki atau 1 orang laki-laki dan 2 orang
perempuan untuk perkara utang piutang
1 orang laki-laki ditambah sumpah penggugat untuk
perkara harta benda
4 orang wanita untuk perkara yang tidak dapat dilihat
oleh laki-laki seperti kelahiran bayi, keperawanan,
menyusukan, haid, atau cacat wanita.
f. Sumpah lima puluh orang (Dasamah)
Kalau terjadi kematian seseorang akibat pembunuhan dan
pelakunay tidak diketahui, maka untuk pembenaran dapat
dilakukan sumpah oleh 50 orang. Dan untuk dapat diterima
bahwa korban meninggal dunia akibat pembunuhan, maka wali
korban dapat menunjuk 5 orang penduduk kampung yang
dicurigai agar bersumpah bahwa dirinya tidak membunuh dan
tidak mengetahui pembunuhnya.
g. Keputusan hakim
II. SAKSI
1. Pengertian Saksi
Memberikan kesaksian sangat diwajibkan oleh Allah kepada
orang yang benar-benar mengetahui duduk perkara suatu masalah.
Bahkan Allah merinci dengan jelas dan padat bagaimana cara untuk
memberikan kesaksian dalam mengurusi suatu masalah dalam
kehidupan bermasyarakat dalam Al Qur;an yaitu dalam surah Al
Baqarah ayat 282.
Keberhasilan suatu proses peradilan juga sangat bergantung
pada alat bukti yang berhasil diungkap atau dimunculkan di tingkat
pengadilan, terutama yang berkenaan dengan saksi. Tidak sedikit
kasus yang pembuktiannya sulit untuk diungkapkan karena
ketiadaannya saksi. Saksi merupakan unsur penting dalam suatu
proses peradilan.
Saksi adalah orang yang melihat dan mengetahui suatu
peristiwa, ia diminta hadir kepersidangan untuk dimintai
keterangannya supaya bilamana diperlukan ia bisa menunjukkan
duduk peristiwa sebenarnya (Mahrus As‟ad, 2006 : 18). Sedangkan
menurut KUHAP Indonesia pasal 1 angka 36 yang dimaksud saksi
adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan, dan peradilan tantang suatu perkara pidana
yang ia dengar sendiri, lihat sendiri, dan ia alami sendiri (UU No 8
Tahun 1981).
Saksi merupakan kunci dalam membuktikan kebenaran dalam
suatu proses persidangan. Kesaksiannya perlu dikeluarkan demi
kepentingan dan kejelasan perkara yang tengah diperiksa
kebenarannya, dan untuk dapat memutuskan perkara tersebut dengan
seadil-adilnya.
Dalam menyampaikan kesaksiannya, saksi tidak boleh
berdusta ataupun merahasiakan hal-hal yang diketahuinya.
Sebagaimana firman Allah swt :
3. Syarat-Syarat Saksi
Secara umum orang –orang yang dapat menjadi saksi harus
memenuhi syarat-syarat, diantaranya sebagai berikut :
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal sehat
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-
orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi
saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap
sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan” (QS Al Maidah:8).
Untuk menjadi saksi yang adil setidak-tidaknnya memiliki
beberapa syarat, yaitu :
1. Menjauhkan diri dari dosa besar dan perbuatan tercela.
2. Bersih dari kebiasaan berbuat dosa kecil
3. Tidak pernah berbuat bid‟ah
4. Jujur ketika marah
5. Berbudi luhur.
Keluarga dekat yang memiliki hubungan darah dengan pihak-
pihak yang bersengketa atau hamba sahaya terhadap tuannya, tidak
sah menjadi saksi. Dalam pasal 168 KUHAP juga disebutkan sebagai
berikut :
“Kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini, maka tidak dapat
didengar kesaksiannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi ;
1. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus keatas atau
kebawah sampai derajat ke tiga dari terdakwa atau yang
bersama-sama terdakwa.
2. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai
terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang
mempunyai hubungan perkawinan dan anak-anak mereka
sampai derajat ketiga
Kesimpulan
k. Syarat-Syarat Saksi
Islam
Baligh
Berakal sehat
merdeka , bukan hamba sahaya
Adil, bukan orang fasik yang cenderung berbuat dusta.
Bukan musuh terdakwa dan juga bukan anggota
keluargannya
Daftar Pustaka.
Al Asqalani, Ibnu Hajar,Mukhtasar Targhgib wa Tarhib (Ensiklopedia
Anjuran dan Larangan,penj. Syarief Baraja‟),2009, Pustaka As Sunnah,
Jakarta
Al Jazairi, Abu Bakr, Ensiklopedia Muslim (Minhajul Muslim),2000, PT
Darul Falah, Jakarta
Al-Khalafi, Al Wajiz (Ensiklopedia Fiqih Islam dalam Al Qur‟an dan
Sunah As Shahih, penj Ma‟ruf Abdul Jalil),2006, Pustaka As Sunnah,
Jakarta.
As‟Ad, Mahrus dan A. Wahid Sy. 2006, Memahami Fiqih,Armico,
Bandung
Al-Qardhawi, Yusuf.1997,Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur‟an dan
Sunnah,Citra Islami Pers (Ebook).
As-Sayuti,Jalaludin.1981,Al Jami‟us Shagir, Beirut, Darul Fikr.
Departemen Agama RI. Al Qur‟an dan terjemahannya,1971, Yayasan
Penyelenggara Penerjemah/ Tafsir Al Qur;an, Jakarta
_____________________. AlQur‟an dan Tafsirnya.1985/1986. Proyek
Pengadaan Kitab Suci, Depag.
www.pemantauperadilan.com/Perlindungan_terhadap_saksi.pdf
www.badilag.net/tugas+hakim