Anda di halaman 1dari 16

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN

TINGGI DUNIA DAN DI INDONESIA

Disusun oleh:
Ditya Vanessa Putri
2111191018

TEKNIK INDUSTRI

UNIVERSITAS SANGGA BUANA BANDUNG


2019/202

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari konsep PT dan Industri dengan
judul “Perkembangan Pendidikan Tinggi Dunia dan Di Indonesia”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada guru
Bahasa Indonesia kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Bamdung, 28 Oktober 2019

2
Ditya Vanessa Putri

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... 2
DAFTAR ISI..................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 4
A. Latar Belakang............................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan......................................................................................... 5
D. Metode Pengumpulan Data......................................................................... 5

BAB II ISI......................................................................................................... 6

A. Perguruan Tinggi Indonesia dan Luar Negeri............................................. 6


B. Perbedaan Kuliah di Indonesia dan di Luar Negeri.................................... 7
C. Hubungan Perguruan Tinggi dan Industri di Indonesia.............................. 9

BAB III PENUTUP.......................................................................................... 13

A. Kesimpulan................................................................................................. 13
B. Saran........................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 15

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Universitas merupakan tempat pendidikan tinggi pada perguruan tinggi
setelah masa sekolah menengah atas telah diselesaikan. Pendidikan menjadi
kebutuhan pokok dalam kehidupan yang dimiliki setiap orang. Pendidikan tidak
terlepas dari bidang akademik yaitu belajar mengajar. Belajar merupakan suatu
teori dan ilmu yang tidak terlepas dari pendidikan. Pendidikan belajar untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan terhadap semua bidang. Untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan, seseorang harus membaca. Dengan membaca, seseorang
mendapatkan sebuah teori. Seiriing dengan berkembangnya waktu,
universitas/perguruan tinggi hingga saat ini terus bertambah dan bersaing dalam
bidang akademik maupun non akademik. Dalam setiap universitas memiliki
peraturan dan syarat yang berbeda-beda. Untuk itu, di zaman sekarang,
pendidikan tinggi sangat dituntut oleh orang tua untuk mendapatkan masa depan
yang baik. Pemilihan universitas menjadi pilihan untuk melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi. Pemilihan jurusan disesuaikan dengan bakat dan
kemampuan yang dimiliki oleh calon mahasiswa/i. Jurusan yang tepat menjadikan
seorang mahasiswa/i yang memiliki kehidupan yang tepat dimasa mendatang.
Di Indonesia, perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, institut,
politeknik, sekolah tinggi, dan universitas. Perguruan tinggi dapat
menyelenggarakan pendidikan akademik, profesi, dan vokasi dengan program
pendidikan diploma (D1, D2, D3, D4), sarjana (S1), magister (S2), doktor (S3),
dan spesialis. Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini
dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks
Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari
peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang
menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun.

4
Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99
(1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
B. Rumusan Masalah
 Bagaimama kualitas perguruan tinggi di Indonesia dan Luar Negri?
 Seperti apa kualitas perguruan tinggi di Indonesia dan Luar Negri?
 Bagaimama solusi yang dapat diberikan dari permasalahan – permasalahan
pendidikan di Indonesia dan di Luar Negri?
 Seperti apa hubungan antara perguruan tinggi dan industri di indonesia?
C. Tujuan Penulisan
 Mendeskripsikan ciri – ciri perguruan tinggi di Indonesia dan Luar Negri.
 Mendeskrisikam kualitas perguruan tinggi di Indonesia dan Luar Negri.
 Mendeskripsikan solusi yang dapat diberikan dari permasalahan –
permasalahan perguruan tinggi di Indonesia dan Luar Negri.
 Mendeskripsikan tentang hubungan perguruan tinggi dan industri di
imdonesia.
D. Metode Pengumpulan Data
 Studi literatur
Studi literatur adalah mencari referensi teori yang relefan dengan kasus
atau permasalahan yang ditemukan.

5
BAB II

ISI

A. Perguruan Tinggi Indonesia dan Luar Negri


Pendidikan di Indonesia mempunyai banyak permasalahan yang komplek,
dari segi bangunan yang rusak, sistem pengajar yang kurang baik, tidak adanya
perlatan yang mendukung sistem pengajaran, tidak tersedianya biaya bagi mereka
yang ingin belajar Karena faktor kemiskinan dan masih banyak lagi. Bahkan
dikatakan, bahwa sistem pendidikan di negeri ini seperti benang kusut yang sangat
sulit untuk diperbaiki dan entah harus dimulai dari mana. Kualitas pendidikan yang
rendah dan kurangnya peralatan dan infromasi yang memadai membuat matinya
kreatifitas para pelajar yang membuat tidak percaya dirinya saat terjun kedunia
pekerjaan yang sangat keras. Di masa ini, pelajar di Indonesia tidak menganggap
penting sebuah pendidikan itu, terkadang mereka lelah dengan sistem pembelajaran di
Indonesia yang tidak menarik, membosankan, dan terkesan ketinggalan zaman karena
tidak didukung dengan fasilitas yang dapat membuat pelajar tertarik untuk belajar.
Tugas yang menumpuk setiap hari membuat jenuh pelajar, mereka hanya membaca
dari buku tanpa bisa mengerti, melihat dan memperaktekannya langung agar dapat
menambah kreatifitasnya dan juga contoh-contoh didalam TV yang tidak
mengajarkan menjadi pelajar yang benar. Namun faktor terpenting adalah kurangnya
kesejahteraan guru pengajar di Indonesia.
Berbeda dengan pelajar di luar negeri seperti Amerika, mereka diberikan
fasilitas, tempat belajar yang nyaman, pengajar yang professional, dan peralatan
pengajaran yang baik. Para pelajar di luar negeri ini diajarkan bagaimana mereka
berkreasi, diajarkan berkomunikasi dengan baik agar tidak kaget saat terjun kedua

6
kerja. Walaupun tugas-tugas yang diberikan oleh guru tidak terlalu banyak, namun
mereka lebih banyak melakukan studi lapangan atau terjun langsung agar mengetahui
bagaimana rasanya menjadi seorang pekerja. Pemerintah disana juga sangat
mementingkan pendidikan, dengan memberikan beasiswa full kepada mereka yang
berprestasi, tidak berbeda dengan di Indonesia, namun orang Indonesia tidak
menghargai orang-orang yang pintar dan dapat membangun Indonesia lebih baik lagi,
seperti BJ. Habibie dia bisa membuat pesaawat namun rakyat Indonesia memandang
sebelah mata padanya, dan menganggapnya gila.
Perbedaan kurikulum Indonesia dengan luar negeri tidak jauh berbeda.
Terkadang banyak yang berpikir kurikulum di luar negeri lebih bagus dari pada di
Indonesia, ya memang saya akui, pendidikan di luar negeri memang sangat bagus dan
sangat internasional, dan kualitasnya Indonesia masih kalah dengan pendidikan diluar
negeri. Sebagai contoh, di negara lain pelajaran agama tidaklah begitu penting, karena
agama menjadi hak individu masing-masing dan lebih baik jika mereka
mendalaminya diluar proses jam belajar mengajar agar dapat menghargai perbedaan
yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan di Indonesia, diwajibkan negaranya untuk
memasukkan pelajaran agama kedalam pelajarannya, karena pelajaran agama
sangatlah penting bagi proses perkembangan suatu bangsa. Akhlak yang baik maka
negaranya akan maju
Di Indonesia kita mengenal suatu istilah “Wajib belajar 12 tahun” dan
dengan menggratiskan sekolah dari SD-SMA, namun di luar negeri pemerintah
menggeratiskan sekolah dari TK-SMA. Mengapa dari TK? Karena proses
perkembangan jiwa seorang pelajar itu dimulai dari TK yang mana mudah untuk
dibentuk karakternya. Di Indonesia pelajaran Bhs Inggris dimulai saat masuk SD ya
walau tidak sedikit TK yang sudah memulai memasukkan pelajaran Bhs Inggris
kedalam kurikulumnya, namun Bhs Inggris di Indonesia tidak dikembangkan dengan
baik, seperti menggunakan Bhs Inggris saat pelajarannya berlangsung atau
memperaktekannya langsung oleh para turis. Sedangkan pelajar di luar negeriwalau
pun dimulai dari tahun pertama SMP namun mereka mempelajari Bhs Inggris
minimal selama 6 tahun dan setiap satu bulan sekali mereka berinteraksi dengan para
turis yang dibawa oleh para pengajar untuk mempelancar Bahasa Inggrisnya.
B. Perbedaan Kuliah di Indonesia dan Luar Negri
Perbedaan itu terletak pada sistem kuliah yang dilakukan. Kalo perkuliahan
di luar negeri banyak menekankan praktik daripada teori.Mahasiswa dituntut untuk

7
terbiasa menganalisis sesuatu dan memberikan solusi dengan cepat dan tepat. Sebagai
contoh, ada tugas yang mengasah nalar dan argumentasi mahasiswa bisa ditemui pada
mata kuliah ekonomi contempo.Pada mata kuliah ini mahasiswa harus dapat
menganalisis serta menjawab pertanyaan tentang ekonomi dalam lima tahun ke depan
berdasarkan sejarah ekonomi hingga yang terjai saat ini. Jadi bukan disuruh nulisciri-
ciri perekonomian Eropadoang atau menulis tipe-tipe pengangguran yang ada di eropa
atau negar lain. Saran kepada pelajar Indonesia yang berniat melanjutkan studi di luar
negeri agar pintar dalam membuat catatan saku. Akan lebih baik kerjain tugas karena
dosen suka kalau kita aktif berpartisipasi di kelas. contohnya adalah perbedaan
dengan sistem akademik di Amerika yang dipaparkan sebagai berikut :

 Struktur Pendidikan

Sekolah Primer dan Sekunder Untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan


yang lebih tinggi, pelajar Amerika memasuki sekolah primer dan sekunder dalam
waktu 12 tahun. Tahun-tahun ini disebut sebagai grade (kelas) 1 sampai 12. Sekitar
umur 6 tahun, anak-anak A.S. memulai sekolah primer, yang disebut sebagai
"elementary school (sekolah dasar)." Mereka memasuki sekolah dasar selama lima
atau enam tahun dan kemudian dilanjutkan dengan sekolah sekunder. Sekolah
sekunder terdiri dari dua program: program pertama adalah "middle school (sekolah
menengah)" atau "junior high school (sekolah menengah pertama)" dan program
kedua adalah "high school (sekolah menengah atas)." Pelajar mendapatkan diploma
atau sertifikat setelah lulus dari high school. Setelah lulus high school (grade 12),
pelajar A.S. dapat melanjutkan ke college (perguruan tinggi 2-tahun) atau universitas.
College atau universitas dikenal sebagai "higher education (pendidikan tinggi)."

 Sistem Penilaian

Seperti layaknya pelajar Amerika, Anda harus mengirimkan transkrip


akademik sebagai bagian dari pendaftaran untuk penerimaan masuk ke universitas
atau college. Transkrip akademik yang memenuhi syarat adalah pernyataan resmi
dari nilai akademik Anda. Di A.S., transkrip akademik termasuk "grade (nilai)" dan

8
"Grade Point Average (GPA)/Index Prestasi Kumulatif (IPK), yang merupakan
ukuran dari pencapaian akademik Anda. Mata pelajaran biasanya dinilai dengan
menggunakan persentase, yang nantinya akan diubah ke dalam penilaian huruf.
Sistem penilaian dan GPA di A.S. bisa membingungkan, khususnya untuk mahasiswa
internasional. Interpretasi penilaian mempunyai banyak variasi. Sebagai contoh, dua
pelajar yang memasuki sekolah yang berbeda mengirimkan transkrip mereka ke
universitas yang sama. Mereka sama-sama mempunyai GPA 3,5, tetapi pelajar
pertama memasuki high school yang biasa-biasa saja, sedangkan pelajar kedua
memasuki sekolah yang berprestasi. Universitas dapat menginterpretasi nilai GPA
mereka secara berbeda karena kedua sekolah mempunyai perbedaan standar yang
dramatis.

 Tahun Akademik

Kalender perkuliahan biasanya dimulai pada bulan Agustus atau September


dan dilanjutkan sampai bulan Mei atau Juni. Sebagian besar mahasiswa baru memulai
pada musim gugur, jadi sebaiknya mahasiswa internasional juga memulai pada saat
yang bersamaan. Awal-awal masa perkuliahan, merupakan saat-saat yang
menyenangkan bagi mahasiswa. Merupakan saat-saat dimana Anda akan menemukan
teman-teman baru, dimana semua masih dalam penyesuaian diri dengan fase baru
dalam kehidupan akademik mereka. Sebagian besar mata perkuliahan dirancang untuk
mahasiswa untuk diambil secara berurutan, dimulai dari musim gugur dan kemudian
dilanjutkan sepanjang tahun. Tahun akademik terdiri dari dua term yang disebut
sebagai "semester." (beberapa perguruan tinggi menggunakan tiga term kalender yang
disebut sebagai sistem "trimester"). Sebagian lagi menggunakan sistem kuarter dari
empat term, termasuk sesi pilihan musim panas. Pada dasarnya, Anda tidak
menghitung sesi musim panas, tahun akademik terdiri dari dua semester atau tiga term
kuarter.
C. Hubungan Perguruan Tinggi dan Industri di Indonesia
Lembaga pemeringkat perguruan tinggi Quacquarelli Symonds (QS) pada
pekan lalu merilis laporan QS Graduate Employability Rankings 2020. Laporan

9
tersebut menyusun peringkat 500 universitas di dunia berdasarkan persentase lulusan
yang berhasil mendapatkan pekerjaan. Menariknya, menurut Direktur Riset QS Ben
Sowter, tidak ada hubungan yang jelas antara prestise sebuah universitas dengan
kemampuan lulusannya mendapatkan pekerjaan. Contohnya di Indonesia, Universitas
Bina Nusantara yang menempati posisi papan bawah (801-1000) dalam QS World
University Rankings justru mendapat skor dan peringkat employability yang sejajar
dengan Universitas Indonesia dan Institut Teknologi Bandung yang menduduki posisi
papan atas dalam QS World University Rankings. Terlepas dari pro-kontra metode
analisis yang digunakan oleh QS, analisis Ben Sowter tersebut kiranya dapat menjadi
peringatan bagi semua perguruan tinggi di Tanah Air untuk tidak melupakan nasib
lulusannya di tengah semangat kompetisi antar perguruan tinggi untuk menaikkan
prestise di tingkat nasional maupun internasional.

 Masih Stabil

Tingginya tingkat pendidikan ternyata tidak menjamin mudahnya


mendapatkan pekerjaan. Data Biro Pusat Statistik 2019 menunjukkan tingkat
pengangguran lulusan diploma dan universitas masing-masing berada di kisaran 6
hingga 7 persen, jauh di atas tingkat pengangguran lulusan SD (2,7 persen) dan SMP
(5 persen). Karakteristik lapangan pekerjaan di Indonesia masih didominasi oleh
sektor yang tidak memerlukan kualifikasi pendidikan tinggi, yaitu sektor pertanian
dan perdagangan yang menyerap hampir 50 persen dari 130 juta tenaga kerja. Dan
menariknya, salah satu dampak counter-intuitive dari Revolusi Industri 4.0 adalah
munculnya jenis-jenis pekerjaan baru yang tidak menuntut seseorang untuk memiliki
ijazah perguruan tinggi tetapi menawarkan gaji yang lumayan. Layanan transportasi
berbasis online misalnya, sanggup memberikan pendapatan yang lumayan dengan
waktu kerja yang fleksibel. Mayoritas masyarakat Indonesia menganut konsumerisme
di mana pendidikan masih dianggap sebagai komoditas yang dilihat dari aspek
untung-rugi. Biaya kuliah yang semakin mahal tanpa adanya jaminan mendapatkan
pekerjaan yang layak menjadikan pilihan masuk ke perguruan tinggi sebagai investasi

10
merugi. Jika hal ini tidak diatasi, animo masyarakat untuk kuliah dikhawatirkan akan
menurun. Akibatnya nasib 4600 institusi pendidikan tinggi kita akan berada di ujung
tanduk. Di Amerika Serikat misalnya, jumlah mahasiswa baru terus mengalami
penurunan selama 9 tahun berturut-turut sejak 2011 sampai sekarang. Salah satu
faktor yang menjadi sebab penurunan minat kuliah adalah membaiknya perekonomian
Amerika selama 10 tahun terakhir yang menyebabkan mudahnya mendapatkan
pekerjaan yang membutuhkan keterampilan rendah. Konsekuensinya, jumlah
perguruan tinggi yang gulung tikar terus meningkat. Sejak 2016, 23 perguruan tinggi
swasta dan 32 perguruan tinggi negeri harus ditutup atau dipaksa melakukan merger.
Diperparah lagi dengan angka putus kuliah (drop-out) yang saat ini berada di angka
kritis 40%. David Kirp membahas krisis drop-out ini dalam buku terbarunya The
College Drop-out Scandal (2019). Di Indonesia sendiri, data Kemenristekdikti
menunjukkan jumlah mahasiswa baru masih stabil di angka 1,4 juta mahasiswa per
tahun sejak 2014 hingga 2018. Angka ini diharapkan akan terus meningkat seiring
dengan membaiknya kesejahteraan masyarakat. Demikian pula dengan angka putus
kuliah yang masih berada di kisaran 1-4 persen. Tetapi dunia pendidikan tinggi di
Indonesia tidak boleh berdiam diri. Krisis yang terjadi di Amerika Serikat bisa saja
terjadi di Indonesia jika pendidikan tinggi kita tidak direvitalisasi.
 Harus Berbenah

Untuk menjaga kepercayaan publik, dunia pendidikan tinggi kita harus


berbenah. Diperlukan sebuah model baru pendidikan tinggi yang sanggup mengikuti
cepatnya perkembangan zaman. Ironisnya, mayoritas universitas di seluruh dunia saat
ini masih menganut model yang dicetuskan oleh filsuf Jerman Wilhelm von
Humboldt pada awal abad ke-19. Mustahil dunia pendidikan tinggi mampu mengikuti
perkembangan jaman jika modus operandinya tidak berubah selama 200 tahun!.
David Staley dalam bukunya Alternative Universities: Speculative Design for
Innovation in Higher Education (2019) mengajukan beberapa model baru yang bisa
diadopsi oleh dunia pendidikan tinggi. Salah satu model yang cukup menarik adalah
Polymath University --setiap mahasiswa mengambil tiga disiplin ilmu (triple majors),
misalnya akuntasi-fisika-sejarah, bisnis-sosiologi-filsafat, keuangan-astronomi-
agama, atau beberapa kombinasi lain. Lahirnya ide Polymath University didasari oleh
realitas dunia pekerjaan saat ini yang membutuhkan lulusan universitas yang mampu
berpikir kreatif, lintas ilmu, dan multidimensi. Kemudian ada pula model Interface

11
University, di mana mahasiswa dan dosen berinteraksi langsung dengan kecerdasan
buatan (artificial intelligence). Model universitas ini dilatarbelakangi oleh semakin
terintegrasinya kecerdasan buatan dalam sektor industri dan jasa. Lulusan universitas
harus mampu berinteraksi dan berpikir bersama komputer, bukan hanya sekedar
menggunakannya.
Revolusi dunia pendidikan tinggi adalah proses yang tidak mudah. Hanya ada tiga
institusi yang nyaris tidak berubah selama 200 tahun: institusi agama, monarki, dan
universitas. Revolusi harus dimulai dari sekarang sebelum masyarakat kehilangan
kepercayaan terhadap pendidikan tinggi. Saya mengusulkan tiga strategi utama untuk
menginisiasi revolusi dunia pendidikan tinggi.
Pertama, perombakan kurikulum (curriculum revamp) dengan melibatkan dunia
industri dalam penyusunan dan implementasi kurikulum baru. Untuk menyesuaikan
isi kurikulum dengan perkembangan zaman, perombakan dilakukan secara berkala
setiap 3-5 tahun dan dievaluasi setiap tahun. Dunia industri terlibat secara aktif dalam
proses revamp sebagai penasihat. Mereka mengevaluasi dan mengusulkan kandungan
kurikulum yang sesuai dengan praktik-praktik terbaru di dunia industri dan jasa.
Mereka juga terlibat secara aktif sebagai tenaga pengajar bantuan (adjunct) dalam
mata kuliah tertentu.

Kedua, memperkuat keunikan (difference) dan keistimewaan (distinction) setiap


program studi yang ada. Sebagai contoh, kepala program studi S1 Ilmu Hukum di
Universitas A harus membuat programnya berbeda dengan program studi S1 Ilmu
Hukum di Universitas B. Lulusan setiap prodi dari universitas berbeda akan memiliki
keunikan dan keistimewaan yang memberi nilai tambah kepada kualitas dan
kompetensi lulusan. Universitas juga didorong untuk membuat program-program
studi baru yang unik untuk mengakomodasi perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Ketiga, program magang (internship) yang diintegrasikan dalam kurikulum. Kabar
gembiranya, tahun ini Kemenristekdikti memutuskan bahwa 45 jam kerja magang
setara dengan satu satuan kredit semester (SKS) sehingga mahasiswa tidak kehilangan
SKS selama proses magang. Ke depannya, magang dapat dinaikkan statusnya sebagai
kegiatan wajib dengan beban SKS tertentu.
Pada 2016, Malaysia telah memperkenalkan program 2U2I (2 tahun di universitas dan
2 tahun di industri) untuk menghasilkan lulusan yang memiliki keterampilan dan

12
kesiapan kerja yang tinggi. Demikian juga beberapa universitas di Inggris memiliki
program 3+1 (3 tahun di universitas dan 1 tahun di industri) dengan tujuan yang sama.
Tentu saja revolusi dunia pendidikan tinggi harus didukung oleh seluruh pemegang
kepentingan, mulai dari Kemenristekdikti, universitas, tenaga pengajar, dan
mahasiswa. Tidak ada perubahan yang nyaman. Setiap perubahan pasti mendobrak
kenyamanan. Tetapi akan lebih tidak nyaman jika perguruan tinggi harus gulung tikar
karena kehilangan kepercayaan dari masyarakat.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perguruan tinggi dengan pendidikan tinggi yang diselenggarakannya
diharapkan mampu untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau
kesenian. Dari perguruan tinggi dihasilkan para sarjana, magister, doktor, dan sebutan
profesional lainnya. Kesemuanya diharapkan merupakan SDM yang berkualifikasi
tinggi sebagai “produk” perguruan tinggi dengan kompetensi akademik dan
profesional yang memadai, serta menjadikannya sebagai profil manusia Indonesia

13
yang memiliki dimensi-dimensi: iman dan taqwa, jati diri Indonesia, IPTEK,
demokratis, tanggung jawab sosial, percaya diri, kreatif dan kritis, disiplin,
berwawasan ke depan, dan mampu menghadapi/mengantisipasi tantangan masa depan
serta tutuntutan kehidupan yang semakin kompleks dan global. SDM yang bermutu,
profesional dan memiliki kualifikasi yang tinggi, tentmerupakan tumpuan dan harapan
kita bangsa Indonesia.
Kuantitas bukan lagi menjadi indikator utama bagi suatu perguruan tinggi
dalam mencapai kesuksesan, melainkan kualitas lulusannya. Kesuksesan sebuah
negara dalam menghadapi revolusi industri 4.0 erat kaitannya dengan inovasi yang
diciptakan oleh sumber daya yang berkualitas, sehingga Perguruan Tinggi wajib dapat
menjawab tantangan untuk menghadapi kemajuan teknologi dan persaingan dunia
kerja di era globalisasi. Dalam menciptakan sumber daya yang inovatif dan adaptif
terhadap teknologi, diperlukan penyesuaian sarana dan prasarana pembelajaran dalam
hal teknologi informasi, internet, analisis big data dan komputerisasi. Perguruan tinggi
yang menyediakan infrastruktur pembelajaran tersebut diharapkan mampu
menghasilkan lulusan yang terampil dalam aspek literasi data, literasi teknologi dan
literasi manusia. Terobosan inovasi akan berujung pada peningkatan produktivitas
industri dan melahirkan perusahaan pemula berbasis teknologi, seperti yang banyak
bermunculan di Indonesia saat ini.
Tantangan berikutnya adalah rekonstruksi kurikulum pendidikan tinggi yang
responsif terhadap revolusi industri juga diperlukan, seperti desain ulang kurikulum
dengan pendekatan human digital dan keahlian berbasis digital. Menteri Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi M. Nasir mengatakan, “Sistem perkuliahan berbasis
teknologi informasi nantinya diharapkan menjadi solusi bagi anak bangsa di pelosok
daerah untuk menjangkau pendidikan tinggi yang berkualitas.”
Persiapan dalam menghasilkan lulusan yang mampu beradaptasi dengan Revolusi
Industri 4.0 adalah salah satu cara yang dapat dilakukan Perguruan Tinggi untuk
meningkatkan daya saing terhadap kompetitor dan daya tarik bagi calon mahasiswa.
B. Saran
Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut
perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara
sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia
agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan
meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu. Dengan meningkatnya kualitas

14
pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya
dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di
dunia internasional.
universitas harus bisa mewadahi berbagai kegiatan mahasiswa yang
tujuannya untuk meningkatkan kapasitas mahasiswa, baik dari sisi kognitif,
psikomotorik maupun afektif. Universitas harus lebih berani memperbarui kurikulum
dan materi mengikuti perkembangan teknologi yang begitu dinamis. Universitas juga
harus lebih agresif menjalin kerja sama dengan dunia industri. infrastruktur dan SDM
merupakan hal yang utama untuk kasus ini. Namun kalau memang ada keterbatasan
biaya dan funding pemerintah tidak mencukupi, mungkin sudah saatnya kerja sama
dengan industri tanpa mengurangi idealisme pihak disisi kampus ataupun industri.

15
DAFTAR PUSTAKA

-Ali Nurudin. 2016. Liberalisasi Pendidikan Tinggi di Indonesia. Makalah.

-Annisa, Aldinah. 2016. Perbedaan Pendidikan di Dalam dan di Luqr Negeri.

http://annisaldinah.blogspot.com/2016/04/perbedaan-pendidikan-didalam-dan-diluar.html?
m=1. (17 April 2016).

-Bimo, Ario Tejo. 2019. Sarjana Menganggur dan Revolusi Pendidikan Tinggi.

https://m.detik.com/news/kolom/d-4727746/sarjana-menganggur-dan-revolusi-pendidikan-
tinggi. (30 September 2019).

-Boni, Manihuruk. 2016. Perbedaan kuliah di Dalam Negeri Dengan di Luar Negeri.

https://www.google.co.id/amp/s/www.kompasiana.com/amp/bonimanihuruk/perbedaan-
kuliah-di-dalam-negri-dengan-di-luar-negri_5808f0d8b29273b5349e7f6b. (20 Oktober 2016)

16

Anda mungkin juga menyukai