Anda di halaman 1dari 41

BAB IV

PERCOBAAN 3
DIAGRAM BODE

4.1 Tujuan Percobaan


Tujuan dilaksanakan percobaan Bode ini adalah:
1. Menganalisa suatu system dalam kawasan frekuensi
2. Menggambarkan respon Sistem dalam Kawasan Frekuensi dengan hubungan
antara magnitude dan frekuensi serta antara fasa dan frekuensi.

4.2 Dasar Teori


Diagram Bode atau disebut juga diagram logaritmik merupakan sarana untuk
menggambarkan respon sistem dalam kawasan frekuensi. Bode diagram dapat
dijelaskan melalui hubungan magnitude dan frekuensi serta hubungan antara fasa
dengan frekuensi.
Untuk menggambar respon dalam bode diagram fungsi alih system dapat
dinyatakan dalam G(j𝜔). Penyajian standar besar logaritmik dari G((j𝜔) adalah 20
Log |G((j 𝜔 )|, dimana basis dari logaritma tersebut adalah IO. Satuan yang
digunakan dalam penyajian tersebut adalah decibel (dB). Pada penyajian Iogaritmik
kurva-kurva digambar pada kertas semilog dengan menggunakan skala log untuk
frekuensi dan skala linier untuk besar (dB untuk magnitude dan derajat untuk fasa).
Kelebihan utama penggunaan Iogaritmik bahwa perkalian dapat diubah
menjadi penjumlahan. Selanjutnya terdapat suatu metode sederhana untuk
membuat sketsa kurva besaran—log kira-kira pendekatan. Metode ini didasarkan
pada pendekatan asimtotik.
Penyajian logaritmik berguna dalam menunjukan karakteristik fungsi alih
baik pada frekuensi rendah maupun frekuensi tinggi dalam satu diagram. Perluasan
rentang frekuensi rendah dengan menggunakan skala logaritmik untuk frekuensi
adalah sangat menguntungkan karena karakteristik frekuensi rendah pada system
praktis adalah sangat penting.

57
58

Seperti telah disebutkan sebelumnya, keunggulan dalam menggunakan


diagram logaritmik adalah kemudahan relatif untuk menggambar kurva respon
frekuensi. Faktor-faktor dasar yang sangat sering terdapat sembarang fungsi alih
G(j𝜔)H(j𝜔) adalah:
1. Penguatan K
2. Faktor integral dan turunan (j𝜔)
3. Faktor orde pertama (l +(j𝜔 T)*l
4. Faktor kuadratik [l + 2𝜁(j𝜔 /𝜔𝑛) + (j𝜔 /𝜔𝑛)2 }]
Proses untuk mendapatkan diagram logaritmik selanjutnya dapat
disederhanakan dengan menggunakan perkiraan asimtotik pada kuva tersebut untuk
setiap faktor.
4.2.1 Penguatan K
Kurva besaran-log untuk penguatan K dB yang konstan merupakan garis
horizontal dengan besaran 20 log K dB. Sudut fase penguatan K adalah nol.
Pengaruh perubahan penguatan K pada fungsi alih dapat menaikkan atau
menurunkan kurva besaran-log fungsi alih tadi sesuai dengan besar 20 log K, tetapi
tidak mempunyai pengaruh pada sudut fase.
Jika bilangan membesar dengan faktor 10 maka harga decibel membesar
dengan faktor 20, ini dapat dibuktikan sebagai berikut :
20log (K x 10 𝑛 ) = 20 log K +20 n
Perhatikan bahwa jika dinyatakan dalam dB, kebalikan suatu bilangan
berbeda dengan bilangan itu sendiri hanya pada tandanya saja, jadi untuk bilangan
K.
1
20 log K = - 20 log
𝐾

Gambar 4.1 (a) Respon magnitude factor penguatan k


(b)Respon fasa factor penguatan k
59

±1
4.2.2 Faktor Integral dan Turunan (j𝝎)
Besar logaritmik dari 1/j𝜔 dalam dB adalah
1
20 log 𝑗𝜔 = -20 log 𝜔 dB

Besar sudut fasanya adalah -90°. Jika -20 log 𝜔 dB digambar terhadap 𝜔
pada skala logaritmik akan diperoleh suatu garis lurus karena
(-20 log 10 𝜔 )dB = (-20 log 𝜔 - 20 ) dB
sehingga kemiringan garis tersebut adalah -20 dB/decade.
Dengan cara yang sama besar dari j𝜔 dalam dB adalah 20 log |j𝜔| = 20 log
𝜔 dB. Bcsar sudut fasanya adalah 90°. Kurva log besar akan membentuk garis lurus
dcngan kcmiringan 20dB/ decade.

Gambar 4.2 (a) Respon Magnitude factor (j𝜔)-1


(b) Respon fasa (j𝜔)-1

Gambar 4.3 a. Respon magnitude factor( j𝜔)


b. Respon fasa (j𝜔)
Secara jelas dapat kita lihat bahwa perbedaan respon frekuensi dari faktor l /
j𝜔 dan j𝜔 terletak pada tanda kemiringan kurva besaran log dan tanda sudut fase.
Ke-2 besaran-log tersebut menjadi sama dcngan 0 dB pada 𝜔 = 1. Jika fungsi alih
mengandung faktor (1/ j𝜔)n atau (j𝜔)n, maka besaran log masing-masing menjadi :
60

1
20 log |(𝑗𝜔)𝑛 | = -n x 20 log |j𝜔| = -20 log n 𝜔 dB

atau
20 log |(𝑗𝜔)𝑛 | = n x 20 log |j𝜔| = 20 log n 𝜔 dB
Selanjutnya kemiringan kurva besamn-log untuk faktor-faktor (1/ 𝑗𝜔)n dan
(𝑗𝜔)𝑛 , masing masing adalah -20n dB / dekade dan 20n / dekade. Sudut fase dari
(1/ 𝑗𝜔)n sama dcngzm -90° x n di seluruh rentang frekuensi, sedangkan sudut fase
(𝑗𝜔)𝑛 adalah Sama dengan 90° x n diseluruh rentang frekuensi. Kurva besaran ini
akan dilewatkan melalui titik (0 dB, m=l).

4.2.3 Faktor Orde Pertama (l+𝒋𝝎𝑻)±𝟏


Besaran log pada faktor orde pertama 1 / (l+ 𝑗𝜔𝑇) adalah
1
20 log |l+ 𝑗𝜔𝑇| = -20log√𝑇 2 𝜔 2 dB

untuk frekuensi rendah, sedemikian rupa sehingga 𝜔 <<1/T, besaran-


log dapat didekati dengan
-20log√𝑇 2 𝜔 2 dB = -20log1=0dB
Jadi , kurva besaran log pada Frekuensi rendah terletak di garis konstan
0 dB. Untuk frekuensi tinggi, sedemikian rupa schingga 𝜔 >> 1/ T
-20log√𝑇 2 𝜔 2 dB = -20log 𝜔𝑇 dB
Pada = 1 /T, besaran 𝜔 log sama dengan 0 dB, pada 𝜔 = 10 / T, besaran
lognya adalah -20 dB. Jadi harga -20 𝜔T dB mengecil oleh 20 dB untuk setiap
dekade dari 𝜔; Untuk 𝜔 > 1/ T, kurva bcsaran log tersebut mcnjadi garis Iurus
dengan kemiringan -20dB./ dekade. Analisis diatas menunjukkam bahwa penyajian
logaritmik kurva respons frekuensi dari faktor 1 / (1 +j 𝜔 T) dapat didekati dcngan
2 buah garis lurus asimtot. satu garis Iurus pada 0 dB untuk dacmh frckucnsi 0 < 𝜔
< 1/T`, dan yang lain garis lurus dcngan kemiringan -20 dB/ dekade (atau -6 dB /
oktaf) untuk rentang frekuensi l /T< 𝜔 <∞
61

(a) (b)
Gambar 4.4 (a) Respon Magnitude factor (1 + j𝜔𝑇 )-1
(b) Respon fasa factor (1 + j𝜔𝑇 ) -1
Sudut fase eksak 𝜙 dari faktor (1 + j𝜔𝑇 )adalah :
𝜙 = tan-1 𝜔𝑇
Pada Frekuensi nol, sudut fasenya adalah 0°. Pada frekuensi patah, sudut
fasenya adalah :
𝑇
𝜙 = - tan-1 =- tan-1= -45°
𝑇

Di titik tak terhingga, sudut fasenya mcnjadi -90°.


Dengan cara yang sama besar log dari factor (1 + j𝜔𝑇) adalah:
20 log |1+ j𝜔𝑇 | = 20 log √1 + 𝑇 2 𝜔 2 dB
Untuk frekuensi rendah, sedemikian sehingga 𝜔 << 1/T, log-besar dapat
didekati dengan :
20 log √1 + 𝑇 2 𝜔 2 = 20log 1 -0 dB
Untuk frekurnsi tinggi sedemikian sehingga 𝜔 >> 1/T, log besar dapat
didekati dengan:
20 log √1 + 𝑇 2 𝜔 2 = 20 log𝜔𝑇 dB
Pada 𝜔 = 1/T, log besar tersebut sama dengan 0 dB; pada 𝜔 =10/T, log-besar
tersebut adalah 20 dB. Jadi, harga 20 log 𝜔T dB membesar 20 dB setiap decade
dari 𝜔 . Untuk 𝜔 >> 1/T kurva log-besar tersebut menjadi garis lurus dengan
kemiringan 20dB / decade.
62

(a) (b)
Gambar 4.5 (a) Respon Magnitude factor (1 + j𝜔𝑇 )
(b) Respon fasa factor (1 + j𝜔𝑇 )

Sudut fase eksak Φ dari faktor (1 + j𝜔𝑇 )adalah :


Φ = tan-1 𝜔𝑇
Pada Frekuensi nol, sudut fasenya adalah 0°. Pada frekuensi patah, sudut
fasenya adalah :
𝑇
Φ = tan-1 𝑇 = Φ = tan-1= 45° Di titik tak terhingga, sudut fasenya

mcnjadi 90°.
4.2.4 Faktor Kuadratik [ 1 + 2𝜻(j𝝎 /(j𝝎 ) +(j𝝎 /𝝎𝒏 )2]-1
Sistem control sering mempunyai factor kuadratik yang berbentuk :
1
𝝎 𝝎 2
1 + 𝟐𝜻 (𝒋 𝝎𝒏) + (𝒋 𝝎𝒏)

Kurva respon frekuensi asimtotiknya dapat diperoleh dengan cara seperti ini :

1 𝝎𝟐 2 𝜔 2
20 log 𝝎 2
= 20 log √(1 − )+ (2𝜁 )
𝝎
1+𝟐𝜻(𝒋 )+(𝒋 ) 𝝎𝒏𝟐 𝜔𝑛
𝝎𝒏 𝝎𝒏

Untuk frekuensi rendah sedemikian rupa sehingga 𝜔 << 𝜔 n ,log-besar tersebut


menjadi :
-20 log 1 = 0 dB
Jadi asimtot untuk frekuensi rendah merupakan garis horisontal pada 0 dB. . Untuk
frekuensi tinggi sedemikian Sehingga 𝜔 >> 𝜔n log-besar tersebut mcnjadi:
𝜔2 𝜔
-20 log = -40 log dB
𝜔𝑛 2 𝜔n
63

Persamaan untuk asimtot frekuensi tinggi merupakan garis lurus dengan


Kemiringan -40 dB/decade karcna:
𝜔 𝜔
-40 log 𝜔n = -40-40 log 𝜔ndB

Asimtot frekuensi tinggi memotong frekuensi rendah pada 𝜔 = 𝜔n , karena pada


frekuensi ini :
𝜔
-40 log 𝜔n = -40 log 1 = 0 dB

Frekuensi ini merupakan frekuensi patah pada factor kuadratik yang ditinjau.
Dua asimtot yang diturunkan tidak bergantung dengan harga . Rasio redaman
𝜁 menentukan besaran puncak resonansi ini. Kesalahan besar untuk harga 𝜁 kecil.
Sudut fase faktor kuadratik [1 + 2𝜁(j𝜔 /(j𝜔 ) +(j𝜔 /𝜔𝑛 )2]-1 adalah
𝜔
2𝜁 𝜔n
-1
Φ = - tan [ 𝜔 2 ] Sudut fase tersebut merupakan fungsi dari 𝜔 dan 𝜁.
1−( )
𝜔n

Pada 𝜔 =0, sudut fase = 0°.


Pada frekuensi patah sudut fase = -90°, tidak bergantung pada 𝜁 karena :
2𝜁
Φ = - tan-1 [ 0 ] = -90° Pada 𝜔 = ∞, Φ = -180° . Kurva sudut fase

simetrik miring tcrhadap titik kaku (inf1eksi) pada Φ = -90°. Untuk Mencari Kurva
respon frekuensi fungsi alih kuadratik, pertama tama kita harus menentukan harga
frekuensi patah 𝜔n dan ratio redaman kuadratik 𝜁

Gambar 4.6 kurva besar-log bersama -sama dengan kurva asimtot dan sudut fase
dari fungsi alih kuadratik
64

4.3 Alat dan Bahan


1. Laptop.
2. Program Matlab.

4.4 Cara Kerja


1. Menyiapkan program Matlab.
2. Membuat persamaan transfer function sistem
>> tf=([num],[denum]).
Persamaan orde dua:
8
𝐺 (𝑠 ) =
𝑠2
+ 4𝑠 + 83
16𝑠 + 8
𝐺 (𝑠 ) = 2
𝑠 + 64𝑠 + 78
4
𝐺 (𝑠 ) = 2
32𝑠 + 3𝑠 + 79
8𝑠 + 5
𝐺 (𝑠 ) = 2
8𝑠 + 8𝑠 + 27
3. Melakukan simulasi diagram bode transfer function
>> bode (tf).
65

4.5 Data Percobaan

8
Gambar 4.7 Diagram Bode Sistem Orde Dua 𝐺 (𝑠) = 𝑠 2+4𝑠+83

16𝑠+8
Gambar 4.8 Diagram Bode Sistem Orde Dua 𝐺 (𝑠) = 𝑠 2+64𝑠+78
66

4
Gambar 4.9 Diagram Bode Sistem Orde Dua 𝐺 (𝑠) = 32𝑠 2+3𝑠+79

8𝑠+5
Gambar 4.10 Diagram Bode Sistem Orde Dua 𝐺 (𝑠) = 8𝑠 2+8𝑠+27
67

4.6 Analisa dan Pembahasan


8
4.6.1 Sistem Orde Dua 𝐺 (𝑠) = 𝑠2 +4𝑠+83
8
𝐺 (𝑠 ) =
𝑠2 + 4𝑠 + 83
8
Fungsi alih G(s) bisa diubah menjadi 𝐺 (𝑠) = 1 4 , maka
83( 𝑠2 + 𝑠+1)
83 83

didapatkan faktor-faktor penyusun G(s), yakni:


8
1. 𝐺1 (𝑠) = 83

1 4 −1
2. 𝐺3 (𝑠) = ( 𝑠 2 + 𝑠 + 1)
83 83

Dengan demikian
20 log 𝐺 (𝑗𝜔) = 20 log 𝐺1 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺2 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺3 (𝑗𝜔)
dan
∅𝐺(𝑠) = ∅𝐺1 (𝑠) + ∅𝐺2 (𝑠) + ∅𝐺3 (𝑠)
Perhitungan Log Magnitude
8
o 𝐺1 (𝑠) = 83 < 1

Log magnitudenya diberikan oleh:


20 log G ( j ) = −20 log K dB
8
20 𝑙𝑜𝑔|𝐺(𝑗𝜔)| = −20 𝑙𝑜𝑔 83 = 20,3 dB

1 4 −1
o 𝐺2 (𝑠) = (83 𝑠 2 + 83 𝑠 + 1)

Log magnitudenya diberikan oleh:

2 2
1  2   2 
20 log = −20 log 1 − 2  +  2 2 
 n   n 
2
     
1 + 2  j  +  j 
 n   n 

dimana 𝜔𝑛 =9,11 dan  = 0,21


68

Untuk frekuensi rendah dimana  jauh lebih kecil dari n, log magnitude
dapat didekati oleh nilai:
– 20 log 1 = 0 dB
Ini berarti untuk frekuensi-frekuensi rendah, garis asimptotnya merupakan
garis mendatar pada nilai 0 dB.
Untuk frekuensi tinggi dimana  jauh lebih besar dari n, log magnitude
dapat didekati oleh persamaan:
2 
− 20 log = −40 log
n
2
n
Untuk mendapatkan pendekatan kurva pada frekuensi tinggi, kita perlu
mencari beberapa titik untuk menggambarkan garis asimptot kurva tersebut:
/n = 1 → – 40 log /n = – 40 log 1 = 0 dB
/n = 10 → – 40 log /n = – 40 log 10 = – 40 dB
Dari dua titik tersebut kita bisa menggambarkan asimptot dari kurva log
magnitude pada frekuensi tinggi, yaitu berupa garis lurus dengan penurunan (slope
turun) sebesar – 40 dB/decade.
Jadi, besar log magnitude untuk G(s) bisa dihitung sebagai berikut.
/n = 1 → 20 log G(j) = 20 log G1 ( j) + 20 log G 2 (j)
= 20,3 + 0
= 20,3 dB
/n = 10 → 20 log G(j) = 20 log G1 ( j) + 20 log G 2 (j)
= 20,3 + (-40)
= -19,7 dB
Perhitungan Sudut Fasa
8
o 𝐺1 (𝑠) = 83
8
Sudut fasa dari 83 diberikan oleh

∅ = 𝑡𝑎𝑛−1 𝜔𝑇
 = 0 →∅= tan-1 (0.T) = 0o
 = 1/T →∅= tan-1 (1/T.T) = 45o (pada frekuensi sudut)
 =  → ∅ = tan-1 (.T) = 90o
69

1 4 −1
o 𝐺2 (𝑠) = (83 𝑠 2 + 83 𝑠 + 1)

1 4 −1
Sudut fasa dari (83 𝑠 2 + 83 𝑠 + 1) diberikan oleh

    
   2
 1   n 
 =  2 
= − tan −1  2 
1 + 2  j   + 2 j    1 −    
           n  
  n   n    
dimana 𝜔𝑛 = 9,11 dan  = 0,21

/n = 0 →∅= – tan-1 (0/1) = 0o


/n = 3,31 →∅= – tan-1 (2/0) = – 90o (pada frekuensi sudut)
/n =  → ∅ = – tan-1 (/–) = – 180o

Dari hasil perhitungan di atas faktor pertama dapat dibuat grafik sebagai
berikut:
Untuk faktor pertama

MAGNITUDE
25 20,3 20,3
log magnitude (dB)

20
15
10
5
0
1 10
Frekuensi

Diagram Bode

8
Gambar 4.11 Diagram magnitude faktor pertama Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) = 83
70

FASA
1
0,8
0,6
Sudut 0,4
0,2 0 0 0
0
0 1 infinite
Frekuensi

Diagram Bode

8
Gambar 4.12 Diagram fasa faktor pertama Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) = 83

Untuk faktor kedua

0 MAGNITUDE
0
1 10
-10
log magnitude (dB)

-20

-30
-40
-40

-50
Frekuensi Diagram Bode

1 4 −1
Gambar 4.13 Diagram magnitud faktor kedua Sistem Orde Dua 𝐺2 (𝑠) = (83 𝑠 2 + 83 𝑠 + 1)
71

0
FASA
0
0 1 infinite
-50
-90
Sudut -100

-150 -180

-200
Frekuensi

Diagram Bode

1 4 −1
Gambar 4.14 Diagram fasa faktor kedua Sistem Orde Dua 𝐺2 (𝑠) = (83 𝑠 2 + 83 𝑠 + 1)

Sehingga bila digabungkan maka diagram bode hasil perhitungan untuk sistem
orde satu sebagai berikut:

MAGNITUDE
30
20,3 20,3
20

10
log magnitude (dB)

0
0
1 10
-10

-20

-30
-40
-40

-50
Frekuensi

Faktor 1 Faktor 2 Diagram Bode

8
Gambar 4.15 Diagram Magnitude Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) = 2
4𝑠 +𝑠+83
72

0
FASA0 0
0
-20 0 1 infinite
-40
-60
-90
-80
Sudut

-100
-120
-140
-160 -180
-180
-200
Frekuensi

Faktor 1 Faktor 2 Diagram Bode

8
Gambar 4.16 Diagram Fasa Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
4𝑠2 +𝑠+83

Dan hasil percobaan menggunakan matlab sebagai berikut

8
Gambar 4.17 Diagram Bode Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) = 2
4𝑠 +𝑠+83

Dari kedua grafik di atas dapat dilihat hasil perhitungan dan simulasi
dengan Matlab hampir mendekati. Bentuk dari kurva magnitude dan fasa antara
perhitungan dan simulasi hampir sama. Perbedaan yang terjadi dapat diakbatkan
oleh pembulatan angka dalam perhitungan.
Dari respon keluaran sistem pada gambar diagram Bode di atas, dapat
diketahui bahwa sistem adalah stabil. Karena pada diagram Bode tersebut diketahui
sudut phasenya lebih kecil dari 180o, walaupun magnitude/gainnya sama dengan
73

nol. Jika ditinjau kestabilan sistem dari penempatan zero dan pole, sistem memiliki
akar-akar zero dan pole yang berada di sebelah kiri sumbu imajiner. Overshoot yang
terjadi adalah merupakan pengaruh  pada orde dua yang bernilai kurang dari 1.

16𝑠+8
4.6.2 Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) = 𝑠2+64𝑠+78
16𝑠 + 8
𝐺 (𝑠 ) =
𝑠 2 + 64𝑠 + 78
8(2𝑠+1)
Fungsi alih G(s) bisa diubah menjadi 𝐺(𝑠) = 1 64 , maka
78( 𝑠2 + 𝑠+1)
78 78

didapatkan faktor-faktor penyusun G(s), yakni:


8
1. 𝐺1 (𝑠) = 78

2. 𝐺2 (𝑠) = (2𝑠 + 1)
1 16 −1
3. 𝐺3 (𝑠) = (78 𝑠 2 + 78 𝑠 + 1)

Dengan demikian
20 log 𝐺 (𝑗𝜔) = 20 log 𝐺1 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺2 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺3 (𝑗𝜔)
dan
∅𝐺(𝑠) = ∅𝐺1 (𝑠) + ∅𝐺2 (𝑠) + ∅𝐺3 (𝑠)
Perhitungan Log Magnitude
8
o 𝐺1 (𝑠) = 78 < 1

Log magnitudenya diberikan oleh:

20 log|(1 + 𝑗𝜔𝑇) | = 20 log √1 + 𝜔 2 𝑇 2 𝑑𝐵


8
−20 log 𝐺1 (𝑗𝜔) = −20 log = −19,7𝑑𝐵
78
o 𝐺2 (𝑠) = (2𝑠 + 1)
Log magnitudenya diberikan oleh:

20 log|(1 + 𝑗𝜔𝑇)| = 20 log √1 + 𝜔 2 𝑇 2 𝑑𝐵


Sehingga diperoleh nilai T = 2.
Untuk frekuensi rendah dimana  jauh lebih kecil dari 1/T, log
magnitude dapat didekati oleh persamaan:

20 log √1 + 𝜔 2 𝑇 2 ≈ 20 log 1 = 0 𝑑𝐵
74

Ini berarti untuk frekuensi-frekuensi rendah, kurva log magnitude


mempunyai asimptot yaitu garis lurus pada nilai konstan 0 dB.
Untuk frekuensi tinggi dimana  jauh lebih besar dari 1/T, log
magnitude dapat didekati oleh persamaan:
20 log √1 + 𝜔 2 𝑇 2 ≈ 20 log 𝜔𝑇
Untuk mendapatkan pendekatan kurva pada frekuensi tinggi, kita
perlu mencari beberapa titik untuk menggambarkan garis asimptot kurva
tersebut:
1
= → 20 log 1 +  2T 2 = 0 dB
T
10
= → 20 log 1 +  2T 2 = 20 dB
T
Dari dua titik tersebut kita bisa menggambarkan asimptot dari kurva log
magnitude pada frekuensi tinggi, yaitu berupa garis lurus dengan
peningkatan (slope naik) sebesar 20 dB/decade.

1 16 −1
o 𝐺3 (𝑠) = (78 𝑠 2 + 78 𝑠 + 1)

Log magnitudenya diberikan oleh:

2 2
1  2   2 
20 log = −20 log 1 − 2  +  2 2 
 n   n 
2
    
1 + 2  j  +  j 
 n   n 

dimana 𝜔𝑛 =8,83 dan  = 3,62


Untuk frekuensi rendah dimana  jauh lebih kecil dari n, log magnitude
dapat didekati oleh nilai:
– 20 log 1 = 0 dB
Ini berarti untuk frekuensi-frekuensi rendah, garis asimptotnya merupakan
garis mendatar pada nilai 0 dB.
Untuk frekuensi tinggi dimana  jauh lebih besar dari n, log magnitude
dapat didekati oleh persamaan:
75

2 
− 20 log = −40 log
n
2
n
Untuk mendapatkan pendekatan kurva pada frekuensi tinggi, kita
perlu mencari beberapa titik untuk menggambarkan garis asimptot kurva tersebut:
/n = 1 → – 40 log /n = – 40 log 1 = 0 dB
/n = 10 → – 40 log /n = – 40 log 10 = – 40 dB
Dari dua titik tersebut kita bisa menggambarkan asimptot dari kurva
log magnitude pada frekuensi tinggi, yaitu berupa garis lurus dengan penurunan
(slope turun) sebesar – 40 dB/decade.
Jadi, besar log magnitude untuk G(s) bisa dihitung sebagai berikut.
 /n = 1 → 20 log 𝐺 (𝑗𝜔) = 20 log 𝐺1 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺2 (𝑗𝜔) +
20 log 𝐺3 (𝑗𝜔)
= -17 + 0 + 0
= -19,7 dB
/n = 10 → 20 log 𝐺 (𝑗𝜔) = 20 log 𝐺1 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺2 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺3 (𝑗𝜔)
= -19,7 + 20 + (-40)
= -39,7 dB

Perhitungan Sudut Fasa


8
o 𝐺1 (𝑠) = 78
8
Sudut fasa dari 78 bernilai 0o

o 𝐺2 (𝑠) = (2𝑠 + 1)
𝐺1 (𝑠) = (2𝑠 + 1)
Sudut fasa dari (2𝑠 + 1)diberikan oleh
∅ = 𝑡𝑎𝑛−1 𝜔𝑇
 = 0 →∅= tan-1 (0.T) = 0o
 = 1/T →∅= tan-1 (1/T.T) = 45o (pada frekuensi sudut)
 =  → ∅ = tan-1 (.T) = 90o
76

1 16 −1
o 𝐺3 (𝑠) = (78 𝑠 2 + 78 𝑠 + 1)

1 16 −1
Sudut fasa dari (78 𝑠 2 + 78 𝑠 + 1) diberikan oleh

    
   2
 1   n 
 =  2 
= − tan −1  2 
1 + 2  j   + 2 j    1 −    
           n  
  n   n    
dimana 𝜔𝑛 = 8,83 dan  = 3,62

/n = 0 →∅= – tan-1 (0/1) = 0o


/n = 3,31 →∅= – tan-1 (2/0) = – 90o (pada frekuensi sudut)
/n =  → ∅ = – tan-1 (/–) = – 180o
Jadi, besar sudut fasa untuk G(s) bisa dihitung sebagai berikut.
/n = 0 → ∅𝐺(𝑠) = ∅𝐺1 (𝑠) + ∅𝐺2(𝑠) + ∅𝐺3 (𝑠)
= 0° + 0° + 0°
= 0°
/n = 1 → ∅𝐺(𝑠) = ∅𝐺1 (𝑠) + ∅𝐺2(𝑠) + ∅𝐺3 (𝑠)
= 0° + 45° + (-90°)
= -45°
/n =  → ∅𝐺(𝑠) = ∅𝐺1 (𝑠) + ∅𝐺2(𝑠) + ∅𝐺3 (𝑠)
= 0° + 90° + (-180°)
= -90°
77

Dari hasil perhitungan di atas faktor pertama dapat dibuat grafik sebagai
berikut:
Untuk faktor pertama

MAGNITUDE
0
1 10
log magnitude (dB)

-5

-10

-15
-19,7 -19,7
-20

-25
Frekuensi

Diagram Bode

16𝑠+8
Gambar 4.18 Diagram magnitude faktor pertama Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
𝑠2 +64𝑠+78

FASA
1
0,8
0,6
Sudut

0,4
0,2 0 0 0
0
0 1 infinite
Frekuensi

Diagram Bode

16𝑠+8
Gambar 4.19 Diagram fasa faktor pertama Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
𝑠2 +64𝑠+78

Untuk faktor kedua


78

MAGNITUDE
25
20
20

log magnitude (dB) 15

10

5
0
0
1 10 Diagram Bode
Frekuensi
16𝑠+8
Gambar 4.20 Diagram magnitud faktor kedua Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
𝑠2 +64𝑠+78

FASA
100 90

80
60 45
Sudut

40
20 0
0
0 1 infinite
Frekuensi

Diagram Bode

16𝑠+8
Gambar 4.21 Diagram fasa faktor kedua Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
𝑠2 +64𝑠+78

Untuk faktor ketiga


79

0 MAGNITUDE
0
1 10
-10

log magnitude (dB) -20

-30
-40
-40

-50
Frekuensi Diagram Bode

1 64 −1
Gambar 4.22 Diagram magnitud faktor ketiga Sistem Orde Dua 𝐺3 (𝑠) = (78 𝑠 2 + 78 𝑠 + 1)

0
FASA
0
0 1 infinite
-50
-90
Sudut

-100

-150 -180

-200
Frekuensi

Diagram Bode

1 64 −1
Gambar 4.23 Diagram fasa faktor ketiga Sistem Orde Dua 𝐺3 (𝑠) = (78 𝑠 2 + 78 𝑠 + 1)
80

Sehingga bila digabungkan maka diagram bode hasil perhitungan untuk


sistem orde satu sebagai berikut:

MAGNITUDE
30
20
20

10
log magnitude (dB)

0
0
1 10
-10
-19,7 -19,7
-20 -19,7

-30
-40
-40 -39,7

-50
Frekuensi

Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Diagram Bode

16𝑠+8
Gambar 4.24 Diagram Magnitude Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
𝑠2 +64𝑠+78

FASA
150
90
100
45
50
0 0 0
0 0
Sudut

0 1 infinite
-50 -45
-90
-100 -90

-150 -180

-200
Frekuensi

Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Diagram Bode

16𝑠+8
Gambar 4.25 Diagram Fasa Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
𝑠2 +64𝑠+78
81

Dan hasil percobaan menggunakan matlab sebagai berikut:

16𝑠+8
Gambar 4.26 Diagram Bode Sistem Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
𝑠2+64𝑠+78

Dari kedua grafik di atas dapat dilihat hasil perhitungan dan simulasi
dengan Matlab hampir mendekati. Bentuk dari kurva magnitude dan fasa antara
perhitungan dan simulasi hampir sama. Perbedaan yang terjadi dapat diakbatkan
oleh pembulatan angka dalam perhitungan.
Dari respon keluaran sistem pada gambar diagram Bode di atas, dapat
diketahui bahwa sistem adalah stabil. Karena pada diagram Bode tersebut diketahui
sudut phasenya lebih kecil dari 180o, walaupun magnitude/gainnya sama dengan
nol. Jika ditinjau kestabilan sistem dari penempatan zero dan pole, sistem memiliki
akar-akar zero dan pole yang berada di sebelah kiri sumbu imajiner.

4
4.6.3 Sistem Orde Dua 𝑮(𝒔) =
32𝑠2+3𝑠+79
4
𝐺 (𝑠 ) =
32𝑠 2 + 3𝑠 + 79
4
Fungsi alih G(s) bisa diubah menjadi 𝐺 (𝑠) = 32 3 , maka
𝑠2 + 𝑠+1
79 79

didapatkan faktor-faktor penyusun G(s), yakni:


4
1. 𝐺1 (𝑠) = 79
32 3 −1
2. 𝐺3 (𝑠) = (79 𝑠 2 + 79 𝑠 + 1)

Dengan demikian
20 log 𝐺 (𝑗𝜔) = 20 log 𝐺1 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺2 (𝑗𝜔)
82

dan
∅𝐺(𝑠) = ∅𝐺1 (𝑠) + ∅𝐺2(𝑠)
Perhitungan Log Magnitude
4
o 𝐺1 (𝑠) =
79

Log magnitudenya diberikan oleh:

20 log|(1 + 𝑗𝜔𝑇) | = 20 log √1 + 𝜔 2 𝑇 2 𝑑𝐵


4
−20 log 𝐺1 (𝑗𝜔) = −20 log = −25,9 𝑑𝐵
79

32 3 −1
o 𝐺2 (𝑠) = (79 𝑠 2 + 79 𝑠 + 1)

Log magnitudenya diberikan oleh:

2 2
1  2   2 
20 log = −20 log 1 − 2  +  2 2 
 n   n 
2
    
1 + 2  j  +  j 
 n   n 

dimana 𝜔𝑛 =1,57 dan  = 0,03


Untuk frekuensi rendah dimana  jauh lebih kecil dari n, log magnitude
dapat didekati oleh nilai:
– 20 log 1 = 0 dB
Ini berarti untuk frekuensi-frekuensi rendah, garis asimptotnya merupakan
garis mendatar pada nilai 0 dB.
Untuk frekuensi tinggi dimana  jauh lebih besar dari n, log magnitude
dapat didekati oleh persamaan:
2 
− 20 log = −40 log
n
2
n
Untuk mendapatkan pendekatan kurva pada frekuensi tinggi, kita perlu
mencari beberapa titik untuk menggambarkan garis asimptot kurva tersebut:
/n = 1 → – 40 log /n = – 40 log 1 = 0 dB
/n = 10 → – 40 log /n = – 40 log 10 = – 40 dB
83

Dari dua titik tersebut kita bisa menggambarkan asimptot dari kurva log
magnitude pada frekuensi tinggi, yaitu berupa garis lurus dengan penurunan (slope
turun) sebesar – 40 dB/decade.
Jadi, besar log magnitude untuk G(s) bisa dihitung sebagai berikut.
/n = 1 → 20 log G(j) = 20 log G1 ( j) + 20 log G 2 (j)
= -25,9 + 0
= -25,9 dB
/n = 10 → 20 log G(j) = 20 log G1 ( j) + 20 log G 2 (j)
= -25,9 + (-40)
= -65,9 dB

Perhitungan Sudut Fasa


4
o 𝐺1 (𝑠) = 79
4
Sudut fasa dari 79 diberikan oleh

∅ = 𝑡𝑎𝑛−1 𝜔𝑇
 = 0 →∅= tan-1 (0.T) = 0o
 = 1/T →∅= tan-1 (1/T.T) = 45o (pada frekuensi sudut)
 =  → ∅ = tan-1 (.T) = 90o
32 3 −1
o 𝐺2 (𝑠) = ( 𝑠 2 + 𝑠 + 1)
79 79

32 3 −1
Sudut fasa dari (79 𝑠 2 + 79 𝑠 + 1) diberikan oleh

    
   2
 1   n 
 =  2 
= − tan −1  2 
1 + 2  j   + 2 j    1 −    
           n  
  n   n    
dimana 𝜔𝑛 = 1,57 dan  = 0,03

/n = 0 →∅= – tan-1 (0/1) = 0o


/n = 3,31 →∅= – tan-1 (2/0) = – 90o (pada frekuensi sudut)
/n =  → ∅ = – tan-1 (/–) = – 180o
84

Dari hasil perhitungan di atas faktor pertama dapat dibuat grafik sebagai
berikut:
Untuk faktor pertama

MAGNITUDE
0
1 10
log magnitude (dB)

-5
-10
-15
-20
-25,9 -25,9
-25
-30
Frekuensi

Diagram Bode

4
Gambar 4.27 Diagram magnitude faktor pertama Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
32𝑠2 +3𝑠+79

FASA
1
0,8
0,6
Sudut

0,4
0,2 0 0 0
0
0 1 infinite
Frekuensi

Diagram Bode

4
Gambar 4.28 Diagram fasa faktor pertama Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
32𝑠2 +3𝑠+79
85

Untuk faktor kedua

0 MAGNITUDE
0
1 10
-10
log magnitude (dB)
-20

-30
-40
-40

-50
Frekuensi Diagram Bode

4
Gambar 4.29 Diagram magnitude faktor kedua Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
32𝑠2 +3𝑠+79

0
FASA
0
0 1 infinite
-50
-90
Sudut

-100

-150 -180

-200
Frekuensi

Diagram Bode

4
Gambar 4.30 Diagram fasa faktor kedua Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
32𝑠2 +3𝑠+79

Sehingga bila digabungkan maka diagram bode hasil perhitungan untuk sistem
orde satu sebagai berikut:
86

0
MAGNITUDE
0
1 10
-10
log magnitude (dB)

-20 -25,9 -25,9

-30
-40
-40

-50

-60 -65,9

-70
Frekuensi

Faktor 1 Faktor 2 Diagram Bode

4
Gambar 4.31 Diagram Magnitude Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) = 2
32𝑠 +3𝑠+79

0
FASA0 0
0
-20 0 1 infinite
-40
-60
-90
-80
Sudut

-100
-120
-140
-160 -180
-180
-200
Frekuensi

Faktor 1 Faktor 2 Diagram Bode

4
Gambar 4.32 Diagram Fasa Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
32𝑠2 +3𝑠+79

Dan hasil percobaan menggunakan matlab sebagai berikut:


87

4
Gambar 4.33 Diagram Bode Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
32𝑠2 +3𝑠+79

Dari kedua grafik di atas dapat dilihat hasil perhitungan dan simulasi
dengan Matlab hampir mendekati. Bentuk dari kurva magnitude dan fasa antara
perhitungan dan simulasi hampir sama. Perbedaan yang terjadi dapat diakbatkan
oleh pembulatan angka dalam perhitungan.
Dari respon keluaran sistem pada gambar diagram Bode di atas, dapat
diketahui bahwa sistem adalah stabil. Karena pada diagram Bode tersebut diketahui
sudut phasenya lebih kecil dari 180o, walaupun magnitude/gainnya sama dengan
nol. Jika ditinjau kestabilan sistem dari penempatan zero dan pole, sistem memiliki
akar-akar zero dan pole yang berada di sebelah kiri sumbu imajiner. Overshoot yang
terjadi adalah merupakan pengaruh  pada orde dua yang bernilai kurang dari 1.

8𝑠+5
4.6.4 Sistem Orde Dua 𝑮(𝒔) =
8𝑠2+8𝑠+27

8𝑠 + 5
𝐺 (𝑠 ) =
8𝑠 2 + 8𝑠 + 27
8
5( 𝑠+1)
5
Fungsi alih G(s) bisa diubah menjadi𝐺(𝑠) = 8 8 , maka
25( 𝑠2 + 𝑠+1)
27 27

didapatkan faktor-faktor penyusun G(s), yakni:


5
1. 𝐺1 (𝑠) = 27
8
2. 𝐺2 (𝑠) = (5 𝑠 + 1)
8 8 −1
3. 𝐺3 (𝑠) = ( 𝑠 2 + 𝑠 + 1)
27 27
88

Dengan demikian
20 log 𝐺 (𝑗𝜔) = 20 log 𝐺1 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺2 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺3 (𝑗𝜔)
dan
∅𝐺(𝑠) = ∅𝐺1 (𝑠) + ∅𝐺2 (𝑠) + ∅𝐺3 (𝑠)
Perhitungan Log Magnitude
5
o 𝐺1 (𝑠) = 27 < 1

Log magnitudenya diberikan oleh:

20 log|(1 + 𝑗𝜔𝑇) | = 20 log √1 + 𝜔 2 𝑇 2 𝑑𝐵


2
−20 log 𝐺1 (𝑗𝜔) = −20 log = −14,64 𝑑𝐵
5
8
o 𝐺2 (𝑠) = (5 𝑠 + 1)

Log magnitudenya diberikan oleh:

20 log|(1 + 𝑗𝜔𝑇)| = 20 log √1 + 𝜔 2 𝑇 2 𝑑𝐵


Sehingga diperoleh nilai T = 1,6.
Untuk frekuensi rendah dimana  jauh lebih kecil dari 1/T, log magnitude dapat
didekati oleh persamaan:

20 log √1 + 𝜔 2 𝑇 2 ≈ 20 log 1 = 0 𝑑𝐵
Ini berarti untuk frekuensi-frekuensi rendah, kurva log magnitude mempunyai
asimptot yaitu garis lurus pada nilai konstan 0 dB.
Untuk frekuensi tinggi dimana  jauh lebih besar dari 1/T, log magnitude dapat
didekati oleh persamaan:

20 log 1 +  2T 2  20 log T
Untuk mendapatkan pendekatan kurva pada frekuensi tinggi, kita perlu mencari
beberapa titik untuk menggambarkan garis asimptot kurva tersebut:
1
= → 20 log 1 +  2T 2 = 0 dB
T
10
 = T → 20 log 1 +  T = 20 dB
2 2

Dari dua titik tersebut kita bisa menggambarkan asimptot dari kurva log
magnitude pada frekuensi tinggi, yaitu berupa garis lurus dengan peningkatan
(slope naik) sebesar 20 dB/decade.
89

8 8 −1
o 𝐺3 (𝑠) = (27 𝑠 2 + 27 𝑠 + 1)

Log magnitudenya diberikan oleh:

2 2
1  2   2 
20 log = −20 log 1 − 2  +  2 2 
 n   n 
2
    
1 + 2  j  +  j 
 n   n 

dimana 𝜔𝑛 =1,83 dan  = 0,27


Untuk frekuensi rendah dimana  jauh lebih kecil dari n, log magnitude
dapat didekati oleh nilai:
– 20 log 1 = 0 dB
Ini berarti untuk frekuensi-frekuensi rendah, garis asimptotnya merupakan
garis mendatar pada nilai 0 dB.
Untuk frekuensi tinggi dimana  jauh lebih besar dari n, log magnitude
dapat didekati oleh persamaan:
2 
− 20 log = −40 log
n
2
n
Untuk mendapatkan pendekatan kurva pada frekuensi tinggi, kita perlu
mencari beberapa titik untuk menggambarkan garis asimptot kurva tersebut:
/n = 1 → – 40 log /n = – 40 log 1 = 0 dB
/n = 10 → – 40 log /n = – 40 log 10 = – 40 dB
Dari dua titik tersebut kita bisa menggambarkan asimptot dari kurva log
magnitude pada frekuensi tinggi, yaitu berupa garis lurus dengan penurunan (slope
turun) sebesar – 40 dB/decade.
Jadi, besar log magnitude untuk G(s) bisa dihitung sebagai berikut.
 /n = 1 → 20 log 𝐺 (𝑗𝜔) = 20 log 𝐺1 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺2 (𝑗𝜔) +
20 log 𝐺3 (𝑗𝜔)
= -14 + 0 + 0
= -14,64 dB
/n = 10 → 20 log 𝐺 (𝑗𝜔) = 20 log 𝐺1 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺2 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺3 (𝑗𝜔)
= -14,64 + 20 + (-40)
= -34,64 dB
90

Perhitungan Sudut Fasa


5
o 𝐺1 (𝑠) = 27

Sudut fasa dari 8 diberikan oleh


∅ = 𝑡𝑎𝑛−1 𝜔𝑇
 = 0 →∅= tan-1 (0.T) = 0o
 = 1/T →∅= tan-1 (1/T.T) = 45o (pada frekuensi sudut)
 =  → ∅ = tan-1 (.T) = 90o
8
o 𝐺2 (𝑠) = ( 𝑠 + 1)
5
8
𝐺1 (𝑠) = ( 𝑠 + 1)
5
Sudut fasa dari (2𝑠 + 1)diberikan oleh
∅ = 𝑡𝑎𝑛−1 𝜔𝑇
 = 0 →∅= tan-1 (0.T) = 0o
 = 1/T →∅= tan-1 (1/T.T) = 45o (pada frekuensi sudut)
 =  → ∅ = tan-1 (.T) = 90o
8 8 −1
o 𝐺3 (𝑠) = (27 𝑠 2 + 27 𝑠 + 1)

8 8 −1
Sudut fasa dari (27 𝑠 2 + 27 𝑠 + 1) diberikan oleh

    
   2
 1   n 
 =  2 
= − tan −1  2 
1 + 2  j   + 2 j    1 −    
           n  
  n   n    
dimana 𝜔𝑛 = 1,83 dan  = 0,27

/n = 0 →∅= – tan-1 (0/1) = 0o


/n = 3,31 →∅= – tan-1 (2/0) = – 90o (pada frekuensi sudut)
/n =  → ∅ = – tan-1 (/–) = – 180o
Dari hasil perhitungan di atas faktor pertama dapat dibuat grafik sebagai
berikut:
91

Untuk faktor pertama

MAGNITUDE
0
1 10
log magnitude (dB) -5

-10
-14,64 -14,64
-15

-20
Frekuensi

Diagram Bode

8𝑠+5
Gambar 4.34 Diagram magnitude faktor pertama Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
8𝑠2 +8𝑠+27

FASA
1
0,8
0,6
Sudut

0,4
0,2 0 0 0
0
0 1 infinite
Frekuensi

Diagram Bode

8𝑠+5
Gambar 4.35 Diagram fasa faktor pertama Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
8𝑠2 +8𝑠+27
92

Untuk faktor kedua

MAGNITUDE
25
20
20
log magnitude (dB)
15

10

5
0
0
1 10 Diagram Bode
Frekuensi
8𝑠+5
Gambar 4.36 Diagram magnitud faktor kedua Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
8𝑠2 +8𝑠+27

FASA
100 90

80
60 45
Sudut

40
20 0
0
0 1 infinite
Frekuensi

Diagram Bode

8𝑠+5
Gambar 4.37 Diagram fasa faktor kedua Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
8𝑠2 +8𝑠+27
93

Untuk faktor ketiga

0 MAGNITUDE
0
1 10
-10
log magnitude (dB)
-20

-30
-40
-40

-50
Frekuensi Diagram Bode

8𝑠+5
Gambar 4.38 Diagram magnitud faktor ketiga Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
8𝑠2 +8𝑠+27

0
FASA
0
0 1 infinite
-50
-90
Sudut

-100

-150 -180

-200
Frekuensi

Diagram Bode

8𝑠+5
Gambar 4.39 Diagram fasa faktor ketiga Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
8𝑠2 +8𝑠+27

Sehingga bila digabungkan maka diagram bode hasil perhitungan untuk sistem
orde satu sebagai berikut:
94

MAGNITUDE
30
20
20

10
log magnitude (dB)

0
0
1
-14,64 10
-14,64
-10
-14,64
-20

-30
-40 -34,64
-40

-50
Frekuensi

Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Diagram Bode

8𝑠+5
Gambar 4.40 Diagram Magnitude Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
8𝑠2 +8𝑠+27

FASA
150
90
100
45
50
0 0 0
0 0
Sudut

0 1 infinite
-50 -45
-90
-100 -90

-150 -180

-200
Frekuensi

Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Diagram Bode

8𝑠+5
Gambar 4.41 Diagram Fasa Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
8𝑠2+8𝑠+27

Dan hasil percobaan menggunakan matlab sebagai berikut:


95

8𝑠+5
Gambar 4.42 Diagram Bode Sistem Orde Dua𝐺(𝑠) =
8𝑠2 +8𝑠+27

Dari kedua grafik di atas dapat dilihat hasil perhitungan dan simulasi
dengan Matlab berbeda. Bentuk dari kurva magnitude dan fasa antara perhitungan
dan simulasi tidak sama. Pebedaan yang terjadi diakbatkan oleh pembulatan angka
dalam perhitungan serta kesalahan dalam perhitungan.
Dari respon keluaran sistem pada gambar diagram Bode di atas, dapat
diketahui bahwa sistem adalah stabil. Karena pada diagram Bode tersebut diketahui
sudut phasenya lebih kecil dari 180o, walaupun magnitude/gainnya sama dengan
nol. Jika ditinjau kestabilan sistem dari penempatan zero dan pole, sistem memiliki
akar-akar zero dan pole yang berada di sebelah kiri sumbu imajiner.
96

4.7 Kesimpulan
1. Diagram Bode merepresentasikan besar respon keluaran sistem fungsi
frekuensi dalam bentuk grafik amplitude (dB) dan grafik phasa (θ) .
2. Pada diagram bode yang menggunakan sistem karakteristik orde 2, ada
pengaruh zeta () hanya pada sistem frekuensi. Pengaruh zeta berpengaruh
pada besar resonansi pada sistem. Jadi semakin besar zeta semakin kecil
akan kesalahan (resonansi) yang terjadi sedangkan sebaliknya semakin
besar zeta maka akan semakin besar kesalahan (resonansi) yang terjadi.
3. Kestabilan sistem dapat dilihat dari diagram Bode. Sistem stabil jika
magnitude/gain lebih kecil dari 0 dB dan sudut phase lebih kecil dari 180 o.
Sedangkan sistem tidak stabil bila magnitude/gain lebih besar dari 0 dB dan
sudut phase lebih besar dari 180o.
8
4. Pada hasil simulasi percobaan sistem orde 2 𝐺(𝑠) = 𝑠 2+4𝑠+83 menunjukan

sistem stabil karena sudut phasenya lebih kecil dari 180o .


8
5. Pada hasil perhitungan percobaan sistem orde 2 𝐺(𝑠) = 𝑠 2 +4𝑠+83

menunjukan sistem stabil karena sistem memiliki akar-akar pole (dilihat


dari bagian real) yang berada di sebelah kiri sumbu imajiner yaitu s1=
-2+7i dan s2 = -2-7i. Maka baik secara simulasi maupun perhitungan
terbukti sistem stabil.
16𝑠+8
6. Pada hasil simulasi percobaan sistem orde 2 𝐺(𝑠) = 𝑠 2+64𝑠+78 menunjukan

sistem stabil karena sudut phasenya lebih kecil dari 180o .


7. Pada hasil perhitungan percobaan sistem orde 2 𝐺(𝑠) =
16𝑠+8
menunjukan sistem stabil karena sistem memiliki akar-akar pole
𝑠 2 +64𝑠+78

(dilihat dari bagian real) yang berada di sebelah kiri sumbu imajiner yaitu
s1= -0,9 dan s2 = -63. Maka baik secara simulasi maupun perhitungan
terbukti sistem stabil.
4
8. Pada hasil simulasi percobaan sistem orde 2 𝐺(𝑠) = 32𝑠2 +3𝑠+79

menunjukan sistem stabil karena sudut phasenya lebih kecil dari 180o .
4
9. Pada hasil perhitungan percobaan sistem orde 2 𝐺(𝑠) = 32𝑠 2+3𝑠+79

menunjukan sistem stabil karena sistem memiliki akar-akar pole (dilihat


97

dari bagian real) yang berada di sebelah kiri sumbu imajiner yaitu s1=
-0,05 + 1,35i dan s2 = -0,05 - 1,35i. Maka baik secara simulasi maupun
perhitungan terbukti sistem stabil.
8𝑠+5
10. Pada hasil simulasi percobaan sistem orde 2 𝐺(𝑠) = 8𝑠2 +8𝑠+27 menunjukan

sistem stabil karena sudut phasenya lebih kecil dari 180o.


8𝑠+5
11. Pada hasil perhitungan percobaan sistem orde 2 𝐺(𝑠) = 8𝑠 2 +8𝑠+27

menunjukan sistem stabil karena sistem memiliki akar-akar pole (dilihat


dari bagian real) yang berada di sebelah kiri sumbu imajiner yaitu s1=
-0.5 + 1,7i dan s2 = -0.5 - 1,7i . Maka baik secara simulasi maupun
perhitungan terbukti sistem stabil.
12. Komponen dalam sistem fungsi alih yang mempengaruhi tanggapan
frekuensi antara lain bati (gain) konstan, pole dan zero yang terletak pada
titik awal (origin), pole dan zero yang tidak terletak pada titik awal, pole
dan zero kompleks, dan waktu tunda ideal.

Anda mungkin juga menyukai