PERCOBAAN 3
DIAGRAM BODE
57
58
±1
4.2.2 Faktor Integral dan Turunan (j𝝎)
Besar logaritmik dari 1/j𝜔 dalam dB adalah
1
20 log 𝑗𝜔 = -20 log 𝜔 dB
Besar sudut fasanya adalah -90°. Jika -20 log 𝜔 dB digambar terhadap 𝜔
pada skala logaritmik akan diperoleh suatu garis lurus karena
(-20 log 10 𝜔 )dB = (-20 log 𝜔 - 20 ) dB
sehingga kemiringan garis tersebut adalah -20 dB/decade.
Dengan cara yang sama besar dari j𝜔 dalam dB adalah 20 log |j𝜔| = 20 log
𝜔 dB. Bcsar sudut fasanya adalah 90°. Kurva log besar akan membentuk garis lurus
dcngan kcmiringan 20dB/ decade.
1
20 log |(𝑗𝜔)𝑛 | = -n x 20 log |j𝜔| = -20 log n 𝜔 dB
atau
20 log |(𝑗𝜔)𝑛 | = n x 20 log |j𝜔| = 20 log n 𝜔 dB
Selanjutnya kemiringan kurva besamn-log untuk faktor-faktor (1/ 𝑗𝜔)n dan
(𝑗𝜔)𝑛 , masing masing adalah -20n dB / dekade dan 20n / dekade. Sudut fase dari
(1/ 𝑗𝜔)n sama dcngzm -90° x n di seluruh rentang frekuensi, sedangkan sudut fase
(𝑗𝜔)𝑛 adalah Sama dengan 90° x n diseluruh rentang frekuensi. Kurva besaran ini
akan dilewatkan melalui titik (0 dB, m=l).
(a) (b)
Gambar 4.4 (a) Respon Magnitude factor (1 + j𝜔𝑇 )-1
(b) Respon fasa factor (1 + j𝜔𝑇 ) -1
Sudut fase eksak 𝜙 dari faktor (1 + j𝜔𝑇 )adalah :
𝜙 = tan-1 𝜔𝑇
Pada Frekuensi nol, sudut fasenya adalah 0°. Pada frekuensi patah, sudut
fasenya adalah :
𝑇
𝜙 = - tan-1 =- tan-1= -45°
𝑇
(a) (b)
Gambar 4.5 (a) Respon Magnitude factor (1 + j𝜔𝑇 )
(b) Respon fasa factor (1 + j𝜔𝑇 )
mcnjadi 90°.
4.2.4 Faktor Kuadratik [ 1 + 2𝜻(j𝝎 /(j𝝎 ) +(j𝝎 /𝝎𝒏 )2]-1
Sistem control sering mempunyai factor kuadratik yang berbentuk :
1
𝝎 𝝎 2
1 + 𝟐𝜻 (𝒋 𝝎𝒏) + (𝒋 𝝎𝒏)
Kurva respon frekuensi asimtotiknya dapat diperoleh dengan cara seperti ini :
1 𝝎𝟐 2 𝜔 2
20 log 𝝎 2
= 20 log √(1 − )+ (2𝜁 )
𝝎
1+𝟐𝜻(𝒋 )+(𝒋 ) 𝝎𝒏𝟐 𝜔𝑛
𝝎𝒏 𝝎𝒏
Frekuensi ini merupakan frekuensi patah pada factor kuadratik yang ditinjau.
Dua asimtot yang diturunkan tidak bergantung dengan harga . Rasio redaman
𝜁 menentukan besaran puncak resonansi ini. Kesalahan besar untuk harga 𝜁 kecil.
Sudut fase faktor kuadratik [1 + 2𝜁(j𝜔 /(j𝜔 ) +(j𝜔 /𝜔𝑛 )2]-1 adalah
𝜔
2𝜁 𝜔n
-1
Φ = - tan [ 𝜔 2 ] Sudut fase tersebut merupakan fungsi dari 𝜔 dan 𝜁.
1−( )
𝜔n
simetrik miring tcrhadap titik kaku (inf1eksi) pada Φ = -90°. Untuk Mencari Kurva
respon frekuensi fungsi alih kuadratik, pertama tama kita harus menentukan harga
frekuensi patah 𝜔n dan ratio redaman kuadratik 𝜁
Gambar 4.6 kurva besar-log bersama -sama dengan kurva asimtot dan sudut fase
dari fungsi alih kuadratik
64
8
Gambar 4.7 Diagram Bode Sistem Orde Dua 𝐺 (𝑠) = 𝑠 2+4𝑠+83
16𝑠+8
Gambar 4.8 Diagram Bode Sistem Orde Dua 𝐺 (𝑠) = 𝑠 2+64𝑠+78
66
4
Gambar 4.9 Diagram Bode Sistem Orde Dua 𝐺 (𝑠) = 32𝑠 2+3𝑠+79
8𝑠+5
Gambar 4.10 Diagram Bode Sistem Orde Dua 𝐺 (𝑠) = 8𝑠 2+8𝑠+27
67
1 4 −1
2. 𝐺3 (𝑠) = ( 𝑠 2 + 𝑠 + 1)
83 83
Dengan demikian
20 log 𝐺 (𝑗𝜔) = 20 log 𝐺1 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺2 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺3 (𝑗𝜔)
dan
∅𝐺(𝑠) = ∅𝐺1 (𝑠) + ∅𝐺2 (𝑠) + ∅𝐺3 (𝑠)
Perhitungan Log Magnitude
8
o 𝐺1 (𝑠) = 83 < 1
1 4 −1
o 𝐺2 (𝑠) = (83 𝑠 2 + 83 𝑠 + 1)
2 2
1 2 2
20 log = −20 log 1 − 2 + 2 2
n n
2
1 + 2 j + j
n n
Untuk frekuensi rendah dimana jauh lebih kecil dari n, log magnitude
dapat didekati oleh nilai:
– 20 log 1 = 0 dB
Ini berarti untuk frekuensi-frekuensi rendah, garis asimptotnya merupakan
garis mendatar pada nilai 0 dB.
Untuk frekuensi tinggi dimana jauh lebih besar dari n, log magnitude
dapat didekati oleh persamaan:
2
− 20 log = −40 log
n
2
n
Untuk mendapatkan pendekatan kurva pada frekuensi tinggi, kita perlu
mencari beberapa titik untuk menggambarkan garis asimptot kurva tersebut:
/n = 1 → – 40 log /n = – 40 log 1 = 0 dB
/n = 10 → – 40 log /n = – 40 log 10 = – 40 dB
Dari dua titik tersebut kita bisa menggambarkan asimptot dari kurva log
magnitude pada frekuensi tinggi, yaitu berupa garis lurus dengan penurunan (slope
turun) sebesar – 40 dB/decade.
Jadi, besar log magnitude untuk G(s) bisa dihitung sebagai berikut.
/n = 1 → 20 log G(j) = 20 log G1 ( j) + 20 log G 2 (j)
= 20,3 + 0
= 20,3 dB
/n = 10 → 20 log G(j) = 20 log G1 ( j) + 20 log G 2 (j)
= 20,3 + (-40)
= -19,7 dB
Perhitungan Sudut Fasa
8
o 𝐺1 (𝑠) = 83
8
Sudut fasa dari 83 diberikan oleh
∅ = 𝑡𝑎𝑛−1 𝜔𝑇
= 0 →∅= tan-1 (0.T) = 0o
= 1/T →∅= tan-1 (1/T.T) = 45o (pada frekuensi sudut)
= → ∅ = tan-1 (.T) = 90o
69
1 4 −1
o 𝐺2 (𝑠) = (83 𝑠 2 + 83 𝑠 + 1)
1 4 −1
Sudut fasa dari (83 𝑠 2 + 83 𝑠 + 1) diberikan oleh
2
1 n
= 2
= − tan −1 2
1 + 2 j + 2 j 1 −
n
n n
dimana 𝜔𝑛 = 9,11 dan = 0,21
Dari hasil perhitungan di atas faktor pertama dapat dibuat grafik sebagai
berikut:
Untuk faktor pertama
MAGNITUDE
25 20,3 20,3
log magnitude (dB)
20
15
10
5
0
1 10
Frekuensi
Diagram Bode
8
Gambar 4.11 Diagram magnitude faktor pertama Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) = 83
70
FASA
1
0,8
0,6
Sudut 0,4
0,2 0 0 0
0
0 1 infinite
Frekuensi
Diagram Bode
8
Gambar 4.12 Diagram fasa faktor pertama Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) = 83
0 MAGNITUDE
0
1 10
-10
log magnitude (dB)
-20
-30
-40
-40
-50
Frekuensi Diagram Bode
1 4 −1
Gambar 4.13 Diagram magnitud faktor kedua Sistem Orde Dua 𝐺2 (𝑠) = (83 𝑠 2 + 83 𝑠 + 1)
71
0
FASA
0
0 1 infinite
-50
-90
Sudut -100
-150 -180
-200
Frekuensi
Diagram Bode
1 4 −1
Gambar 4.14 Diagram fasa faktor kedua Sistem Orde Dua 𝐺2 (𝑠) = (83 𝑠 2 + 83 𝑠 + 1)
Sehingga bila digabungkan maka diagram bode hasil perhitungan untuk sistem
orde satu sebagai berikut:
MAGNITUDE
30
20,3 20,3
20
10
log magnitude (dB)
0
0
1 10
-10
-20
-30
-40
-40
-50
Frekuensi
8
Gambar 4.15 Diagram Magnitude Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) = 2
4𝑠 +𝑠+83
72
0
FASA0 0
0
-20 0 1 infinite
-40
-60
-90
-80
Sudut
-100
-120
-140
-160 -180
-180
-200
Frekuensi
8
Gambar 4.16 Diagram Fasa Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
4𝑠2 +𝑠+83
8
Gambar 4.17 Diagram Bode Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) = 2
4𝑠 +𝑠+83
Dari kedua grafik di atas dapat dilihat hasil perhitungan dan simulasi
dengan Matlab hampir mendekati. Bentuk dari kurva magnitude dan fasa antara
perhitungan dan simulasi hampir sama. Perbedaan yang terjadi dapat diakbatkan
oleh pembulatan angka dalam perhitungan.
Dari respon keluaran sistem pada gambar diagram Bode di atas, dapat
diketahui bahwa sistem adalah stabil. Karena pada diagram Bode tersebut diketahui
sudut phasenya lebih kecil dari 180o, walaupun magnitude/gainnya sama dengan
73
nol. Jika ditinjau kestabilan sistem dari penempatan zero dan pole, sistem memiliki
akar-akar zero dan pole yang berada di sebelah kiri sumbu imajiner. Overshoot yang
terjadi adalah merupakan pengaruh pada orde dua yang bernilai kurang dari 1.
16𝑠+8
4.6.2 Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) = 𝑠2+64𝑠+78
16𝑠 + 8
𝐺 (𝑠 ) =
𝑠 2 + 64𝑠 + 78
8(2𝑠+1)
Fungsi alih G(s) bisa diubah menjadi 𝐺(𝑠) = 1 64 , maka
78( 𝑠2 + 𝑠+1)
78 78
2. 𝐺2 (𝑠) = (2𝑠 + 1)
1 16 −1
3. 𝐺3 (𝑠) = (78 𝑠 2 + 78 𝑠 + 1)
Dengan demikian
20 log 𝐺 (𝑗𝜔) = 20 log 𝐺1 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺2 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺3 (𝑗𝜔)
dan
∅𝐺(𝑠) = ∅𝐺1 (𝑠) + ∅𝐺2 (𝑠) + ∅𝐺3 (𝑠)
Perhitungan Log Magnitude
8
o 𝐺1 (𝑠) = 78 < 1
20 log √1 + 𝜔 2 𝑇 2 ≈ 20 log 1 = 0 𝑑𝐵
74
1 16 −1
o 𝐺3 (𝑠) = (78 𝑠 2 + 78 𝑠 + 1)
2 2
1 2 2
20 log = −20 log 1 − 2 + 2 2
n n
2
1 + 2 j + j
n n
2
− 20 log = −40 log
n
2
n
Untuk mendapatkan pendekatan kurva pada frekuensi tinggi, kita
perlu mencari beberapa titik untuk menggambarkan garis asimptot kurva tersebut:
/n = 1 → – 40 log /n = – 40 log 1 = 0 dB
/n = 10 → – 40 log /n = – 40 log 10 = – 40 dB
Dari dua titik tersebut kita bisa menggambarkan asimptot dari kurva
log magnitude pada frekuensi tinggi, yaitu berupa garis lurus dengan penurunan
(slope turun) sebesar – 40 dB/decade.
Jadi, besar log magnitude untuk G(s) bisa dihitung sebagai berikut.
/n = 1 → 20 log 𝐺 (𝑗𝜔) = 20 log 𝐺1 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺2 (𝑗𝜔) +
20 log 𝐺3 (𝑗𝜔)
= -17 + 0 + 0
= -19,7 dB
/n = 10 → 20 log 𝐺 (𝑗𝜔) = 20 log 𝐺1 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺2 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺3 (𝑗𝜔)
= -19,7 + 20 + (-40)
= -39,7 dB
o 𝐺2 (𝑠) = (2𝑠 + 1)
𝐺1 (𝑠) = (2𝑠 + 1)
Sudut fasa dari (2𝑠 + 1)diberikan oleh
∅ = 𝑡𝑎𝑛−1 𝜔𝑇
= 0 →∅= tan-1 (0.T) = 0o
= 1/T →∅= tan-1 (1/T.T) = 45o (pada frekuensi sudut)
= → ∅ = tan-1 (.T) = 90o
76
1 16 −1
o 𝐺3 (𝑠) = (78 𝑠 2 + 78 𝑠 + 1)
1 16 −1
Sudut fasa dari (78 𝑠 2 + 78 𝑠 + 1) diberikan oleh
2
1 n
= 2
= − tan −1 2
1 + 2 j + 2 j 1 −
n
n n
dimana 𝜔𝑛 = 8,83 dan = 3,62
Dari hasil perhitungan di atas faktor pertama dapat dibuat grafik sebagai
berikut:
Untuk faktor pertama
MAGNITUDE
0
1 10
log magnitude (dB)
-5
-10
-15
-19,7 -19,7
-20
-25
Frekuensi
Diagram Bode
16𝑠+8
Gambar 4.18 Diagram magnitude faktor pertama Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
𝑠2 +64𝑠+78
FASA
1
0,8
0,6
Sudut
0,4
0,2 0 0 0
0
0 1 infinite
Frekuensi
Diagram Bode
16𝑠+8
Gambar 4.19 Diagram fasa faktor pertama Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
𝑠2 +64𝑠+78
MAGNITUDE
25
20
20
10
5
0
0
1 10 Diagram Bode
Frekuensi
16𝑠+8
Gambar 4.20 Diagram magnitud faktor kedua Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
𝑠2 +64𝑠+78
FASA
100 90
80
60 45
Sudut
40
20 0
0
0 1 infinite
Frekuensi
Diagram Bode
16𝑠+8
Gambar 4.21 Diagram fasa faktor kedua Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
𝑠2 +64𝑠+78
0 MAGNITUDE
0
1 10
-10
-30
-40
-40
-50
Frekuensi Diagram Bode
1 64 −1
Gambar 4.22 Diagram magnitud faktor ketiga Sistem Orde Dua 𝐺3 (𝑠) = (78 𝑠 2 + 78 𝑠 + 1)
0
FASA
0
0 1 infinite
-50
-90
Sudut
-100
-150 -180
-200
Frekuensi
Diagram Bode
1 64 −1
Gambar 4.23 Diagram fasa faktor ketiga Sistem Orde Dua 𝐺3 (𝑠) = (78 𝑠 2 + 78 𝑠 + 1)
80
MAGNITUDE
30
20
20
10
log magnitude (dB)
0
0
1 10
-10
-19,7 -19,7
-20 -19,7
-30
-40
-40 -39,7
-50
Frekuensi
16𝑠+8
Gambar 4.24 Diagram Magnitude Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
𝑠2 +64𝑠+78
FASA
150
90
100
45
50
0 0 0
0 0
Sudut
0 1 infinite
-50 -45
-90
-100 -90
-150 -180
-200
Frekuensi
16𝑠+8
Gambar 4.25 Diagram Fasa Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
𝑠2 +64𝑠+78
81
16𝑠+8
Gambar 4.26 Diagram Bode Sistem Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
𝑠2+64𝑠+78
Dari kedua grafik di atas dapat dilihat hasil perhitungan dan simulasi
dengan Matlab hampir mendekati. Bentuk dari kurva magnitude dan fasa antara
perhitungan dan simulasi hampir sama. Perbedaan yang terjadi dapat diakbatkan
oleh pembulatan angka dalam perhitungan.
Dari respon keluaran sistem pada gambar diagram Bode di atas, dapat
diketahui bahwa sistem adalah stabil. Karena pada diagram Bode tersebut diketahui
sudut phasenya lebih kecil dari 180o, walaupun magnitude/gainnya sama dengan
nol. Jika ditinjau kestabilan sistem dari penempatan zero dan pole, sistem memiliki
akar-akar zero dan pole yang berada di sebelah kiri sumbu imajiner.
4
4.6.3 Sistem Orde Dua 𝑮(𝒔) =
32𝑠2+3𝑠+79
4
𝐺 (𝑠 ) =
32𝑠 2 + 3𝑠 + 79
4
Fungsi alih G(s) bisa diubah menjadi 𝐺 (𝑠) = 32 3 , maka
𝑠2 + 𝑠+1
79 79
Dengan demikian
20 log 𝐺 (𝑗𝜔) = 20 log 𝐺1 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺2 (𝑗𝜔)
82
dan
∅𝐺(𝑠) = ∅𝐺1 (𝑠) + ∅𝐺2(𝑠)
Perhitungan Log Magnitude
4
o 𝐺1 (𝑠) =
79
32 3 −1
o 𝐺2 (𝑠) = (79 𝑠 2 + 79 𝑠 + 1)
2 2
1 2 2
20 log = −20 log 1 − 2 + 2 2
n n
2
1 + 2 j + j
n n
Dari dua titik tersebut kita bisa menggambarkan asimptot dari kurva log
magnitude pada frekuensi tinggi, yaitu berupa garis lurus dengan penurunan (slope
turun) sebesar – 40 dB/decade.
Jadi, besar log magnitude untuk G(s) bisa dihitung sebagai berikut.
/n = 1 → 20 log G(j) = 20 log G1 ( j) + 20 log G 2 (j)
= -25,9 + 0
= -25,9 dB
/n = 10 → 20 log G(j) = 20 log G1 ( j) + 20 log G 2 (j)
= -25,9 + (-40)
= -65,9 dB
∅ = 𝑡𝑎𝑛−1 𝜔𝑇
= 0 →∅= tan-1 (0.T) = 0o
= 1/T →∅= tan-1 (1/T.T) = 45o (pada frekuensi sudut)
= → ∅ = tan-1 (.T) = 90o
32 3 −1
o 𝐺2 (𝑠) = ( 𝑠 2 + 𝑠 + 1)
79 79
32 3 −1
Sudut fasa dari (79 𝑠 2 + 79 𝑠 + 1) diberikan oleh
2
1 n
= 2
= − tan −1 2
1 + 2 j + 2 j 1 −
n
n n
dimana 𝜔𝑛 = 1,57 dan = 0,03
Dari hasil perhitungan di atas faktor pertama dapat dibuat grafik sebagai
berikut:
Untuk faktor pertama
MAGNITUDE
0
1 10
log magnitude (dB)
-5
-10
-15
-20
-25,9 -25,9
-25
-30
Frekuensi
Diagram Bode
4
Gambar 4.27 Diagram magnitude faktor pertama Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
32𝑠2 +3𝑠+79
FASA
1
0,8
0,6
Sudut
0,4
0,2 0 0 0
0
0 1 infinite
Frekuensi
Diagram Bode
4
Gambar 4.28 Diagram fasa faktor pertama Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
32𝑠2 +3𝑠+79
85
0 MAGNITUDE
0
1 10
-10
log magnitude (dB)
-20
-30
-40
-40
-50
Frekuensi Diagram Bode
4
Gambar 4.29 Diagram magnitude faktor kedua Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
32𝑠2 +3𝑠+79
0
FASA
0
0 1 infinite
-50
-90
Sudut
-100
-150 -180
-200
Frekuensi
Diagram Bode
4
Gambar 4.30 Diagram fasa faktor kedua Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
32𝑠2 +3𝑠+79
Sehingga bila digabungkan maka diagram bode hasil perhitungan untuk sistem
orde satu sebagai berikut:
86
0
MAGNITUDE
0
1 10
-10
log magnitude (dB)
-30
-40
-40
-50
-60 -65,9
-70
Frekuensi
4
Gambar 4.31 Diagram Magnitude Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) = 2
32𝑠 +3𝑠+79
0
FASA0 0
0
-20 0 1 infinite
-40
-60
-90
-80
Sudut
-100
-120
-140
-160 -180
-180
-200
Frekuensi
4
Gambar 4.32 Diagram Fasa Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
32𝑠2 +3𝑠+79
4
Gambar 4.33 Diagram Bode Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
32𝑠2 +3𝑠+79
Dari kedua grafik di atas dapat dilihat hasil perhitungan dan simulasi
dengan Matlab hampir mendekati. Bentuk dari kurva magnitude dan fasa antara
perhitungan dan simulasi hampir sama. Perbedaan yang terjadi dapat diakbatkan
oleh pembulatan angka dalam perhitungan.
Dari respon keluaran sistem pada gambar diagram Bode di atas, dapat
diketahui bahwa sistem adalah stabil. Karena pada diagram Bode tersebut diketahui
sudut phasenya lebih kecil dari 180o, walaupun magnitude/gainnya sama dengan
nol. Jika ditinjau kestabilan sistem dari penempatan zero dan pole, sistem memiliki
akar-akar zero dan pole yang berada di sebelah kiri sumbu imajiner. Overshoot yang
terjadi adalah merupakan pengaruh pada orde dua yang bernilai kurang dari 1.
8𝑠+5
4.6.4 Sistem Orde Dua 𝑮(𝒔) =
8𝑠2+8𝑠+27
8𝑠 + 5
𝐺 (𝑠 ) =
8𝑠 2 + 8𝑠 + 27
8
5( 𝑠+1)
5
Fungsi alih G(s) bisa diubah menjadi𝐺(𝑠) = 8 8 , maka
25( 𝑠2 + 𝑠+1)
27 27
Dengan demikian
20 log 𝐺 (𝑗𝜔) = 20 log 𝐺1 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺2 (𝑗𝜔) + 20 log 𝐺3 (𝑗𝜔)
dan
∅𝐺(𝑠) = ∅𝐺1 (𝑠) + ∅𝐺2 (𝑠) + ∅𝐺3 (𝑠)
Perhitungan Log Magnitude
5
o 𝐺1 (𝑠) = 27 < 1
20 log √1 + 𝜔 2 𝑇 2 ≈ 20 log 1 = 0 𝑑𝐵
Ini berarti untuk frekuensi-frekuensi rendah, kurva log magnitude mempunyai
asimptot yaitu garis lurus pada nilai konstan 0 dB.
Untuk frekuensi tinggi dimana jauh lebih besar dari 1/T, log magnitude dapat
didekati oleh persamaan:
20 log 1 + 2T 2 20 log T
Untuk mendapatkan pendekatan kurva pada frekuensi tinggi, kita perlu mencari
beberapa titik untuk menggambarkan garis asimptot kurva tersebut:
1
= → 20 log 1 + 2T 2 = 0 dB
T
10
= T → 20 log 1 + T = 20 dB
2 2
Dari dua titik tersebut kita bisa menggambarkan asimptot dari kurva log
magnitude pada frekuensi tinggi, yaitu berupa garis lurus dengan peningkatan
(slope naik) sebesar 20 dB/decade.
89
8 8 −1
o 𝐺3 (𝑠) = (27 𝑠 2 + 27 𝑠 + 1)
2 2
1 2 2
20 log = −20 log 1 − 2 + 2 2
n n
2
1 + 2 j + j
n n
8 8 −1
Sudut fasa dari (27 𝑠 2 + 27 𝑠 + 1) diberikan oleh
2
1 n
= 2
= − tan −1 2
1 + 2 j + 2 j 1 −
n
n n
dimana 𝜔𝑛 = 1,83 dan = 0,27
MAGNITUDE
0
1 10
log magnitude (dB) -5
-10
-14,64 -14,64
-15
-20
Frekuensi
Diagram Bode
8𝑠+5
Gambar 4.34 Diagram magnitude faktor pertama Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
8𝑠2 +8𝑠+27
FASA
1
0,8
0,6
Sudut
0,4
0,2 0 0 0
0
0 1 infinite
Frekuensi
Diagram Bode
8𝑠+5
Gambar 4.35 Diagram fasa faktor pertama Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
8𝑠2 +8𝑠+27
92
MAGNITUDE
25
20
20
log magnitude (dB)
15
10
5
0
0
1 10 Diagram Bode
Frekuensi
8𝑠+5
Gambar 4.36 Diagram magnitud faktor kedua Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
8𝑠2 +8𝑠+27
FASA
100 90
80
60 45
Sudut
40
20 0
0
0 1 infinite
Frekuensi
Diagram Bode
8𝑠+5
Gambar 4.37 Diagram fasa faktor kedua Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
8𝑠2 +8𝑠+27
93
0 MAGNITUDE
0
1 10
-10
log magnitude (dB)
-20
-30
-40
-40
-50
Frekuensi Diagram Bode
8𝑠+5
Gambar 4.38 Diagram magnitud faktor ketiga Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
8𝑠2 +8𝑠+27
0
FASA
0
0 1 infinite
-50
-90
Sudut
-100
-150 -180
-200
Frekuensi
Diagram Bode
8𝑠+5
Gambar 4.39 Diagram fasa faktor ketiga Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
8𝑠2 +8𝑠+27
Sehingga bila digabungkan maka diagram bode hasil perhitungan untuk sistem
orde satu sebagai berikut:
94
MAGNITUDE
30
20
20
10
log magnitude (dB)
0
0
1
-14,64 10
-14,64
-10
-14,64
-20
-30
-40 -34,64
-40
-50
Frekuensi
8𝑠+5
Gambar 4.40 Diagram Magnitude Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
8𝑠2 +8𝑠+27
FASA
150
90
100
45
50
0 0 0
0 0
Sudut
0 1 infinite
-50 -45
-90
-100 -90
-150 -180
-200
Frekuensi
8𝑠+5
Gambar 4.41 Diagram Fasa Sistem Orde Dua 𝐺(𝑠) =
8𝑠2+8𝑠+27
8𝑠+5
Gambar 4.42 Diagram Bode Sistem Orde Dua𝐺(𝑠) =
8𝑠2 +8𝑠+27
Dari kedua grafik di atas dapat dilihat hasil perhitungan dan simulasi
dengan Matlab berbeda. Bentuk dari kurva magnitude dan fasa antara perhitungan
dan simulasi tidak sama. Pebedaan yang terjadi diakbatkan oleh pembulatan angka
dalam perhitungan serta kesalahan dalam perhitungan.
Dari respon keluaran sistem pada gambar diagram Bode di atas, dapat
diketahui bahwa sistem adalah stabil. Karena pada diagram Bode tersebut diketahui
sudut phasenya lebih kecil dari 180o, walaupun magnitude/gainnya sama dengan
nol. Jika ditinjau kestabilan sistem dari penempatan zero dan pole, sistem memiliki
akar-akar zero dan pole yang berada di sebelah kiri sumbu imajiner.
96
4.7 Kesimpulan
1. Diagram Bode merepresentasikan besar respon keluaran sistem fungsi
frekuensi dalam bentuk grafik amplitude (dB) dan grafik phasa (θ) .
2. Pada diagram bode yang menggunakan sistem karakteristik orde 2, ada
pengaruh zeta () hanya pada sistem frekuensi. Pengaruh zeta berpengaruh
pada besar resonansi pada sistem. Jadi semakin besar zeta semakin kecil
akan kesalahan (resonansi) yang terjadi sedangkan sebaliknya semakin
besar zeta maka akan semakin besar kesalahan (resonansi) yang terjadi.
3. Kestabilan sistem dapat dilihat dari diagram Bode. Sistem stabil jika
magnitude/gain lebih kecil dari 0 dB dan sudut phase lebih kecil dari 180 o.
Sedangkan sistem tidak stabil bila magnitude/gain lebih besar dari 0 dB dan
sudut phase lebih besar dari 180o.
8
4. Pada hasil simulasi percobaan sistem orde 2 𝐺(𝑠) = 𝑠 2+4𝑠+83 menunjukan
(dilihat dari bagian real) yang berada di sebelah kiri sumbu imajiner yaitu
s1= -0,9 dan s2 = -63. Maka baik secara simulasi maupun perhitungan
terbukti sistem stabil.
4
8. Pada hasil simulasi percobaan sistem orde 2 𝐺(𝑠) = 32𝑠2 +3𝑠+79
menunjukan sistem stabil karena sudut phasenya lebih kecil dari 180o .
4
9. Pada hasil perhitungan percobaan sistem orde 2 𝐺(𝑠) = 32𝑠 2+3𝑠+79
dari bagian real) yang berada di sebelah kiri sumbu imajiner yaitu s1=
-0,05 + 1,35i dan s2 = -0,05 - 1,35i. Maka baik secara simulasi maupun
perhitungan terbukti sistem stabil.
8𝑠+5
10. Pada hasil simulasi percobaan sistem orde 2 𝐺(𝑠) = 8𝑠2 +8𝑠+27 menunjukan