Anda di halaman 1dari 49

BAB VII

TANGGAPAN FREKUENSI

Tanggapan frekuensi adalah tanggapan keadaan tunak suatu sistem terhadap


masukan sinusoidal. Dalam metoda tanggapan frekuensi, frekuensi sinyal masukan
dalam suatu daerah frekuensi tertentu diubah dan tanggapan frekuensi yang dihasilkan
dipelajari.
Kriteria kestabilan Nyquist memungkinkan untuk menyelidiki kestabilan mutlak
maupun relatif sistem linier lup tertutup dari karakteristik tanggapan frekuensi lup
terbukanya. Dalam menggunakan kriteria kestabilan ini tidak diperlukan untuk
menentukan akar-akar persamaan karakteristik. Pengujian tanggapan frekuensi pada
umumnya sederhana dan dapat dilakukan secara teliti dengan menggunakan pembangkit
sinyal sinusoidal yang telah tersedia dan alat-alat ukur yang teliti. Seringkali fungsi alih
komponen yang rumit dapat ditentukan secara eksperimental dengan pengujian
tanggapan frekuensi.
Metoda tanggapan frekuensi dapat diterapkan pada sistem yang tidak
mempunyai fungsi rasional. Solusi dari pada itu, sistem (kendalian) yang tidak diketahui
atau sistem yang benar-benar dikenal, dapat ditangani dengan metoda tanggapan
frekuensi sedemikian sehingga pengaruh derau yang tidak diinginkan dapat diabaikan
dan analisis serta perancangan semacam ini dapat diperluas ke sistem kendali non-linier.
Pada bab ini akan dibahas metoda Bode Plot dan metoda Nyquist untuk analisis
sistem kendali dalam kawasan frekuensi. Selanjutnya dibahas konsep kestabilan
menurut Bode Plot dan menurut kriteria Nyquist. Bila pada Bab V konsep kestabilan
sistem kendali dapat langsung diterapkan pada Root Locus yang berkawasan waktu,
maka pada bab ini konsep kestabilan pada Bode Plot dan Nyquist diterapkan secara
tidak langsung, yaitu dengan mengaitkan letak pole-pole lup tertutup sistem dengan
besaran margin fasa dan margin penguatan.

7.1 Pendahuluan
Perhatikan sistem linier yang tidak berubah dengan waktu seperti yang terlihat
pada Gambar 7-1 berikut ini.

184
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 185
____________________________________________________________________________

x(t) y(t)
G(s)
X(s) Y(s)
Gambar 7-1: Sistem linier yang tidak berubah dengan waktu.

Untuk sistem ini, maka


Y(s)
G(s) (7-1)
X(s)
Masukan x(t) adalah sinusoidal, yaitu
x(t) X sin t (7-2)
Jika sistem stabil, maka keluaran y(t) dapat dituliskan sebagai
y(t) Y sin( t + ) (7-3)
dengan
Y X G(j ) (7-4a)
dan

1 bagian imajiner G(j )


G(j ) tan (7-4b)
bagian riel G(j )
Suatu sistem linier yang tidak berubah dengan waktu stabil yang dikenai
masukan sinusoidal, pada keadaan tunak, akan mempunyai keluaran sinusoidal dengan
frekuensi yang sama dengan masukannya.Tetapi amplituda dan fasa dari keluaran, pada
umumnya, berbeda dengan masukannya. Pada kenyataannya, amplitudo keluaran
merupakan hasil kali amplitudo masukan dengan G(j ) ; sedangkan sudut fasa berbeda

dari masukannya sebesar G(j ).


Untuk masukan sinusoidal,

Y(j )
G(j ) perbandingan amplitudo keluaran sinussoidal terhadap
X(j )
masukan sinusoidal.

Y(j )
G(j ) pergeseran fasa keluaran sinusoidal terhadap masukan
X(j )
sinusoidal.
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 186
____________________________________________________________________________

Dengan demikian, karakteristik tanggapan suatu sistem terhadap suatu masukan


sinusoidal dapat diperoleh secara langsung dari
Y(j )
G(j ) (7-5)
X(j )
Fungsi alih sinusoidal G(j ), perbandingan Y(j ) dengan X(j ), merupakan
besaran kompleks dan dapat dinyatakan dengan besaran dan sudut fasa dengan
frekuensi sebagai parameter (sudut fasa negatif disebut fasa tertinggal (phase lag), dan
sudut fasa positif disebut fasa mendahului (phase lead)). Fungsi alih sinusoida setiap
sistem linier diperoleh dengan mensubstitusikan s = j pada fungsi alih sistem.

7.2 Diagram Bode


Fungsi alih sinusoidal dapat disajikan dalam dua diagram yang terpisah, satu
merupakan diagram besaran terhadap frekuensi dan yang lainnya adalah diagram sudut
fasa dalam derajat terhadap frekuensi. Diagram Bode terdiri dari dua grafik. Grafik
pertama merupakan diagram dari logaritma besaran fungsi sinusoidal, dan grafik yang
lain merupakan sudut fasa; di mana kedua grafik digambarkan terhadap frekuensi dalam
skala logaritmik.
Penyajian standar besaran logaritmik dari G(j ) adalah 20 log G(j ) , dengan

basis logaritma tersebut adalah 10. Satuan yang digunakan dalam penyajian besaran
adalah desibel (dB). Pada penyajian logaritmik, kurva digambarkan pada kertas
semilog, dengan menggunakan skala log untuk frekuensi dan skala linier untuk besaran
(dalam dB) atau sudut fasa (dalam derajat).

7.2.1 Faktor-Faktor Dasar dari G(j )H(j )


Faktor-faktor dasar yang menyusun sebarang fungsi alih G(j )H(j ) adalah
1. Penguatan K
2. Faktor integral derivatif (j ) 1

3. Faktor orde pertama (1 + j T) 1


2 1

4. Faktor kuadratik 1 2 j j
n n
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 187
____________________________________________________________________________

7.2.1.1 Penguatan K
Setiap angka yang lebih besar dari satu mempunyai nilai positif dalam dB,
sedangkan angka yang lebih kecil dari satu mempunyai nilai negatif. Kurva besaran log
untuk penguatan K yang konstan merupakan garis horizontal dengan besaran 20 log K
dB. Sudut fasa penguatan K adalah nol. Pengaruh perubahan penguatan K pada fungsi
alih dapat menaikkan atau menurunkan kurva besaran log fungsi alih tadi sesuai dengan
besar 20 log K, tetapi tidak mempunyai pengaruh pada sudut fasa.

dB
20 log K

Gambar 7-2: Kurva tanggapan frekuensi besaran log untuk penguatan K.

7.2.1.2 Faktor Integral dan Derivatif (j ) 1


1
Besaran logaristmik dari dalam desibel adalah
j

1
20 log 20 log dB
j

Sudut fasa dari 1 adalah konstan dan besarannya -900.


j

Dalam diagram Bode, perbandingan frekuensi diekspresikan dalam bentuk oktaf


atau dekade. Oktaf adalah suatu pita frekuensi dari 1 ke 2 1, dengan 1 adalah suatu
harga frekuensi sembarang. Dekade adalah suatu pita frekuensi dari 1 ke 10 1,

dengan 1 adalah suatu harga frekuensi sembarang.


Jika besaran log -20 log dB digambarkan terhadap pada skala logaritmik,
akan diperoleh garis lurus.
(-20 log 10 ) dB = (-20 log -20) dB
dengan kemiringan garis tersebut adalah -20 dB/dekade (atau -6 dB/oktaf).
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 188
____________________________________________________________________________

Dengan cara yang sama, maka


20 log j 20 log dB
dengan sudut fasa yang konstan, yaitu 900. Kurva besaran log adalah suatu garis lurus
dengan kemiringan 20 dB/dekade. Gambar berikut memperlihatkan kurva tanggapan
frekuensi masing-masing untuk 1 dan j . Perbedaan kedua tanggapan frekuensi dari
j

faktor 1 dan j terletak pada tanda kemiringan kurva besaran - log dan tanda sudut
j

fasa. Kedua besaran log tersebut menjadi sama dengan 0 dB pada = 1.


dB dB

40 40
20 kem iri ngan = -20dB/dekade 20 kem iri ngan = 20dB/dekade

0 0
-20 -20
-40 -40
0,1 1 10 100 0,1 1 10 100

o o
0 180

o o
90 90

o
180 o 0
0,1 1 10 100 0,1 1 10 100

Gambar 7-3: Kurva tanggapan frekuensi besaran - log dan sudut


fasanya, untuk 1 dan j .
j

n
Jika fungsi alih mengandung faktor 1 atau (j )n, maka besaran log
j

masing-masing menjadi

1
20 log n log j 20n log dB
(j ) n
atau

20 log (j ) n n log j 20n log dB


Bab 7: Tanggapan Frekuensi 189
____________________________________________________________________________

n
Selanjutnya kemiringan kurva besaran log untuk faktor-faktor 1 dan (j )n,
j
n
masing-masing -20n dB/dekade dan 20n dB/dekade. Sudut fasa 1 = -90o n di
j

seluruh rentang frekuensi, sedangkan sudut fasa (j )n = 90o n di seluruh rentang


frekuensi. Kurva besaran melalui titik 0 dB, pada = 1.

7.2.1.3 Faktor Orde Pertama (1 j T) 1


1
Besaran log dari faktor orde pertama adalah
1 j T

1 2
20 log 20 log 1 T 2 dB
1 j T
1
Untuk frekuensi rendah, << , besaran log dapat didekati dengan
T
2
20 log 1 T2 20 log 1 = 0 dB
Jadi kurva besaran log pada frekuensi rendah terletak di garis konstan 0 dB.
1
Untuk frekuensi tinggi, >> , besaran log dapat didekati dengan
T
2
20 log 1 T2 20 log T dB
yang merupakan ekspresi perkiraan rentang frekuensi tinggi.
1
Pada , besaran log = 0 dB
T
10
, besaran log = -20 dB
T
1
Jadi harga -20 log T dB mengecil oleh 20 dB untuk setiap dekade . Untuk ,
T
kurva besaran log tersebut menjadi suatu garis lurus dengan kemiringan -20 dB/dekade
atau -6 dB/oktaf.
1
Kurva tanggapan frekuensi dari faktor dapat didekati dengan dua buah
1 j T
1
garis lurus asimtotis, satu garis lurus pada 0 dB untuk daerah frekuensi 0 < < , dan
T
yang lain garis lurus dengan kemiringan -20 dB/dekade (-6 dB/oktaf) untuk rentang
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 190
____________________________________________________________________________

1
frekuensi < < . Kurva besaran log dan kurva sudut fasanya terlihat pada gambar
T
berikut.

Gambar 7-4: Kurva tanggapan frekuensi besaran - log dan sudut fasanya, untuk
1
.
1 j T

Frekuensi pada perpotongan dua asimtot disebut frekuensi sudut (corner


1 1
frequency). Untuk faktor , frekuensi = merupakan frekuensi sudut karena
1 j T T
1
pada = kedua asimtot mempunyai nilai yang sama. (Ekspresi asimtot frekuensi
T
1
rendah pada = adalah 20 log 1 dB = 0 dB; ekspresi asimtotik frekuensi tinggi pada
T
1
= juga 20 log 1 dB = 0 dB). Frekuensi sudut membagi kurva tanggapan frekuensi
T
menjadi dua daerah, yaitu kurva untuk daerah frekuensi rendah dan kurva untuk daerah
frekuensi tinggi. Frekuensi sudut sangat penting dalam membuat sketsa kurva
1
tanggapan frekuensi logaritmik. Sudut fasa sebenarnya dari faktor adalah
1 j T
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 191
____________________________________________________________________________

1
tan T
Pada frekuensi nol, sudut fasanya adalah 00. Pada frekuensi sudut, sudut fasanya adalah

1 T
tan tan 1 1 450
T
Galat kurva besaran yang diakibatkan oleh asimtot-asimtot dapat dihitung.
Kesalahan maksimum terjadi pada frekuensi sudut dan hampir sama dengan -3 dB,
karena
20 log 1 1 20 log 1 10 log 2 3,03 dB 3 dB
1
Galat pada frekuensi satu oktaf di bawah frekuensi sudut, yaitu pada adalah
2T

1 5
20 log 1 20 log 1 20 log 0,97 dB - 1 dB
4 2
2
Galat pada frekuensi satu oktaf di atas frekuensi sudut, yaitu pada adalah
T

5
20 log 2 2 1 20 log 2 20 log 0,97 dB -1 dB
2
Jadi galat pada satu oktaf di bawah atau di atas frekuensi sudut hampir sama dengan -1
dB. Dengan demikian galat pada satu dekade di bawah atau di atas frekuensi sudut kira-
kira -0,04 dB. Dalam prakteknya, kurva tanggapan frekuensi yang teliti digambarkan
dengan menempatkan titik -3 dB pada frekuensi sudut dan titik -1 dB satu oktaf di
bawah atau di atas frekuensi sudut dan selanjutnya menghubungkan titik ini dengan
suatu kurva yang halus (smooth).
Suatu kelebihan diagram Bode adalah untuk faktor-faktor kebalikan, misalnya
hanya perlu diubah tandanya. Karena
1
20 log 1 j T 20 log
1 j T
1 1
1 j T tan T
1 j T
maka frekuensi sudut kedua kasus tersebut adalah sama.
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 192
____________________________________________________________________________

1
Kemiringan asimtot frekuensi tinggi dari adalah 20 dB/dekade. Dan sudut
1 j T
fasanya berubah dari 00 sampai 900 jika frekuensi diperbesar dai 0 sampai . Kurva
1
besaran log dan sudut fasa untuk faktor seperti terlihat pada gambar berikut.
1 j T

Gambar 7-5: Kurva tanggapan frekuensi besaran log dan sudut


fasanya, untuk 1 j T .

2 1

7.2.1.4 Faktor Kuadratik 1 2 j j


n n

Sistem kendali mempunyai faktor kuadratik yang berbentuk


1
2

1 2 j j
n n

Jika > 1, maka faktor kuadratik ini dapat dinyatakan sebagai perkalian dua buah orde
pertama dengan pole riel. Pole s1 dan s2 adalah akar-akar nyata, dengan bentuk
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 193
____________________________________________________________________________

s s
1 dan 1 ekivalen dengan j T + 1 , sehingga diagram Bode dapat digambarkan
s1 s2
sesuai dengan subbab 7.2.1.4.
Jika 0 < < 1, maka faktor kuadratik akan mempunyai dua akar kompleks sekawan.
Pendekatan asimtot pada kurva tanggapan frekuensi untuk suatu faktor dengan harga
rendah adalah tidak teliti. Hal ini disebabkan besaran dan fasa faktor kuadratik tersebut
tergantung pada frekuensi sudut dan rasio redaman .
Mengingat:

2 2 2
1
20 log 2 20 log 1 j 2
n n
1 2 j j
n n

maka untuk frekuensi rendah sedemikian rupa sehingga n, besaran log tersebut
menjadi
-20 log 1 = 0 dB
Jadi asimtot frekuensi rendah merupakan garis horizontal pada 0 dB.
Untuk frekuensi tinggi, n , besaran lognya menjadi
2
20 log 2 40 log dB
n n

Persamaan untuk asimtot frekuensi tinggi merupakan garis lurus dengan kemiringan -40
dB/dekade, karena
10
40 log 40 40 log
n n

Asimtot frekuensi tinggi memotong asimtot frekuensi rendah pada = n , karena pada
frekuensi ini
n
40 log 40 log 1 0 dB
n

Frekuensi ini merupakan frekuensi sudut pada frekuensi yang ditinjau.


Bab 7: Tanggapan Frekuensi 194
____________________________________________________________________________

1
Sudut fasa faktor kuadratik 2 adalah
1 2 j j
n n

2
1 1 n
2 tan 2 ..... (7-6)
1 2 j j 1
n n n

Sudut fasa merupakan fungsi dan . Pada = 0, sudut fasa = 00. Pada frekuensi sudut
= n, sudut fasa = - 900, tidak tergantung karena

1 2
tan tan1 900
0
Pada = , sudut fasa menjadi -1800. Kurva sudut fasa simetris miring terhadap
infleksi pada = -900.
2

Kurva tanggapan frekuensi untuk faktor 1 2 j j


n n

dapat diperoleh hanya dengan membalik tanda besaran log dan sudut fasa dari faktor
1
2 .
1 2 j j
n n

Untuk mencari kurva tanggapan frekuensi fungsi alih kuadratik, pertama-tama


harus ditentukan harga frekuensi sudut n dan rasio redaman .

Contoh 7-1
Gambarkan diagram Bode untuk fungsi alih lup terbuka
40(s 10)
G(s)H(s)
s(s 40)
Jawab :
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 195
____________________________________________________________________________

40(s 10)
G(s)H(s)
s(s 40)
j j
400 1 10 1
40(j 10) 10 10
G(j )H(j )
j (j 40) j j
40 j 1 j 1
40 40
Menggambar besaran log :
Tentukan frekuensi sudut : 10 dan 40
j 1
Buat garis-garis asimtot dari 1 dan
10 j
1
40
1
Buat garis asimtot (garis -20 dB/dekade atau -6 dB/oktaf melalui titik = 1).
j
Buat garis kurva 20 log 10 = 20 dB (garis horizontal).
Semua garis asimtot dan kurva dijumlahkan.
Lalu buat kurva yang lebih terperinci, yang merupakan diagram Bode.

Menggambar sudut fasa :


1
G(j )H(j ) j 1 G(j )H(j ) tan
10 10
1 G(j )H(j ) 5,710
2 G(j )H(j ) 11,310
5 G(j )H(j ) 26,57 0
10 G(j )H(j ) 450
20 G(j )H(j ) 63,430
40 G(j )H(j ) 76 0
1 1
G(j )H(j ) G(j )H(j ) tan
40
j 1
40
1 G(j )H(j ) 1,430
10 G(j )H(j ) 14,0 0
20 G(j )H(j ) 26,57 0
40 G(j )H(j ) 450
80 G(j )H(j ) 63,430
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 196
____________________________________________________________________________

1
G(j )H(j ) G(j )H(j ) 900
j

G(j )H(j ) 10 G(j )H(j ) 00


Semua sudut yang diperoleh dijumlahkan merupakan sudut fasa dari diagram
Bode yang bersangkutan.

Gambar 7-6: Kurva tanggapan frekuensi besaran - log dan sudut fasanya, untuk
Contoh 7-1.

7.2.2 Hubungan antara Tipe Sistem dengan Kurva Besaran - Log


Perhatikan diagram blok sistem kendali balikan satuan seperti pada gambar
berikut.
R(s) + E(s) C(s)
G(s)
-

Gambar 7-7: Sistem kendali balikan satuan.


Bab 7: Tanggapan Frekuensi 197
____________________________________________________________________________

Konstanta galat posisi statik, konstanta galat kecepatan statik dan konstanta galat
akselerasi statik, masing-masing menggambarkan perilaku frekuensi rendah dari sistem
tipe 0, tipe 1 dan tipe 2. Untuk setiap sistem, hanya ada satu konstanta galat statik yang
terhingga dan signifikan. (Makin besar harga konstanta galat statik terhingga tersebut,
maka penguatan lup menjadi semakin tinggi jika mendekati nol).
Tipe sistem menentukan kemiringan kurva besaran - log pada frekuensi rendah.
Jadi, informasi mengenai keberadaan dan besarnya galat keadaan tunak suatu sistem
kendali terhadap masukan dapat ditentukan dari pengamatan pada daerah frekuensi
rendah kurva besaran - log.

7.2.2.1 Penentuan Konstanta Galat Posisi Statik


Perhatikan Gambar 7-7 di atas. Asumsikan bahwa fungsi alih lup terbukanya
adalah
K(Ta s 1)(Tb s 1)(Tm s 1)
G(s)
s N (T1s 1)(T2 s 1)(Tp s 1)

atau
K(Ta j 1)(Tb j 1) (Tm j 1)
G(j )
j N (T1 j 1)(T2 j 1) (Tp j 1)

Gambar 7-8 memperlihatkan suatu contoh diagram besaran - log suatu sistem tipe 0.
Dalam suatu sistem, besaran G(j ) sama dengan Kp pada frekuensi rendah, atau

dB
-20 dB/dekade
20 log K p

-40 dB/dekade

0 dalam skala log

Gambar 7-8 : Kurva besaran - log suatu sistem tipe 0.


Bab 7: Tanggapan Frekuensi 198
____________________________________________________________________________

lim G(j ) Kp
0

Hal ini berarti asimtot frekuensi rendah berupa garis harizontal yang terletak pada 20
log Kp dB.

7.2.2.2 Penentuan Konstanta Galat Kecepatan Statik


Perhatikan sistem kendali balikan satuan seperti yang terlihat pada Gambar 7-7.
Gambar 7-9 memperlihatkan suatu contoh diagram besaran - log dari suatu sistem tipe
1. Perpotongan dari segmen keadaan mula -20 dB/dekade (atau perpanjangannya)
dengan garis =1 mempunyai besaran 20 log Kv.

dB 20 dB / dekade

20 log K v

0 3 1 Kv
2 dalam ska la log

1
- 40 dB / dekade

Gambar 7-9 : Kurva besaran - log suatu sistem tipe 1.

Dalam sistem tipe 1


Kv
G(j ) = , untuk << 1
j
sehingga
Kv
20 log = 20 log K v
j =1

Perpotongan dari segmen keadaan mula -20 dB/dekade (atau perpanjangannya) dengan
garis 0 dB mempunyai suatu frekuensi yang besarnya sama dengan Kv. Untuk melihat
hal ini, definisikan frekuensi pada perpotongan ini sebagai 1, maka

Kv
=1 atau Kv 1
j
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 199
____________________________________________________________________________

7.2.2.3 Penentuan Konstanta Galat Statik


Perhatikan sistem kendali balikan satuan seperti yang terlihat pada Gambar 7-7.
Gambar 7-10 memperlihatkan suatu contoh diagram besaran - log suatu sistem tipe 2.
Perpotongan dari segmen keadaan mula -40 dB/dekade (atau perpanjangannya) dengan
garis =1 mempunyai besaran 20 log Ka. Pada frekuensi rendah
Ka
G(j ) = , untuk << 1
(j ) 2
maka
Ka
20 log = 20 log K a
j =1

dB
- 40 dB / dekade

60 dB / dekade
20log K a

20 dB / dekade

0 a Ka
1 dalam ska la log

Gambar 7-10: Kurva besaran - log suatu sistem tipe 2.

Frekuensi a pada perpotongan segmen keadaan mula -40 dB/dekade (atau


perpanjangannya) dengan garis 0 dB memberikan kuadrat Ka. Hal ini dapat dilihat dari

Ka
20 log = 20 log 1 = 0
(j ) 2
Ka
1
(j ) 2
2
Ka a

sehingga a Ka
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 200
____________________________________________________________________________

7.2.3 Menggambar Diagram Bode dengan MATLAB


Perintah bode menghitung besaran dan sudut fasa tanggapan frekuensi sistem
linier kontinyu yang tidak berubah dengan waktu. Bila perintah bode (tanpa argumen di
sebelah kiri sumbu khayal) dimasukkan dalam komputer, MATLAB akan menghasilkan
suatu diagram Bode pada layar.
Bila diperintahkan dengan argumen di sebelah kiri,
[mag,phase,w]=bode(num,den,w)
bode mengembalikan tanggapan frekuensi sistem dalam matriks mag, phase, dan w.
Tidak tampak diagram pada layar. Matriks mag dan phase berisi besaran dan sudut fasa
tanggapan frekuensi sistem yang dievaluasi pada titik-titik frekuensi yang ditentukan.
Sudut fasa dikembalikan dalam satuan derajat. Besaran dapat dikonversikan ke desibel
dengan pernyataan.
magdB=20*log10(mag)
Untuk rentang frekuensi tertentu, digunakan perintah logspace(d1,d2) atau
logspace(d1,d2,n). logspace(d1,d2) menghasilkan suatu vektor yang terdiri dari 50 titik
logaritmik yang sama di antara dekade 10d1 dan 10d2. Sebagai contoh, untuk
menghasilkan 50 titik di antara 0,1 rad/dtk dan 100 rad/dtk, masukkan perintah
w=logspace(-1,2)
logspace(d1,d2,n) menghasilkan n titik logaritmik sama di antara dekade10d1 dan
10d2. Sebagai contoh, untuk menghasilkan 100 titik di antara 1 rad/dtk dan 100 rad/dtk,
masukkan perintah
w=logspace(0,3,100)

Untuk memasukkan frekuensi ini bila menggambar diagram Bode, gunakan


perintah bode(num,den,w) atau bode(A,B,C,D,iu,w). Perintah ini menyatakan vektor
frekuensi w yang ditentukan.

Contoh 7-2
Diberikan fungsi alih sistem
25
G (s) 2
s 4s 25
Gambarkan diagram Bodenya untuk fungsi alih di atas.
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 201
____________________________________________________________________________

Jawab :
Program MATLAB :
num=[0 0 25];
den=[1 4 25];
bode(num,den)
subplot(2,1,1);
title(Diagram bode dari G(s) = 25/(s^2+42+25))

25
Gambar 7-11: Diagram Bode dari G(s) 2 .
s 4s 25

Contoh 7-3
Diberikan fungsi alih lup terbuka suatu sistem adalah
9(s2 0,2s 1)
G (s)
s(s2 1,2s 9)
Gambarkan diagram Bodenya.

Jawab :
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 202
____________________________________________________________________________

Program MATLAB :
num=[ 0 9 1.8 9];
den=[ 1 1.2 9 0];
bode(num,den)
subplot(2,1,1);
title(Diagram Bode dari G(s) = 9(s^2+0,2s+1)/[s(s^2+1,2s+9)]

Diagram Bode yang dihasilkan secara otomatis akan mempunyai rentang frekuensi 0,1
rad/dtk sampai 10 rad/dtk.

9(s2 0,2s 1)
Gambar 7-12: Diagram Bode dari G(s) .
s(s2 1,2s 9)

Jika diinginkan gambar diagram Bode dari 0,1 rad/dtk sampai 1000 rad/dtk, masukkan
perintah
w=logspace(-2,3,100)
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 203
____________________________________________________________________________

Perintah ini menghasilkan 100 titik logaritmis yang sama di antara 0,01 rad/dtk dan 100
rad/dtk.

9(s2 0,2s 1)
Gambar 7-13: Diagram Bode dari G(s) .
s(s2 1,2s 9)

Program MATLAB-nya :
num=[ 0 9 1.8 9];
den=[ 1 1.2 9 0];
w=logspace(-2,3,100);
bode(num,den,w)
subplot(2,1,1);
title(Diagram Bode dari G(s) = 9(s^2+0,2s+1)/[s(s^2+1,2s+9)]

Jika digunakan perintah


bode(num,den,w)
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 204
____________________________________________________________________________

kemudian rentang frekuensi ditentukan, tetapi rentang besaran dan rentang sudut fasa
secara otomatis akan ditentukan.
Untuk rentang besaran dan rentang sudut fasa tertentu, gunakan perintah
[mag,phase,] = bode(num,den,w)
Matriks mag dan phase berisi besaran dan sudut fasa tanggapan frekuensi yang
dievaluasi pada titik-titik frekuensi yang ditentukan. Sudut fasa dikembalikan ke dalam
satuan derajat. Besaran dapat dikonversikan ke desibel dengan pernyataan
magdB=20*log(mag)

7.3 Diagram Polar


Diagram polar suatu fungsi alih sinusoidal G(j ) adalah suatu diagram besaran
G(j ) terhadap sudut fasa G(j ) pada koordinat polar, jika diubah dari 0 sampai .

Jadi diagram polar adalah tempat kedudukan vektor G(j ) G(j ) jika diubah dari 0

sampai . Dalam diagram polar, sudut fasa positif (negatif) diukur berlawanan arah
dengan arah jarum jam (searah dengan arah jarum jam) dari sumbu riel positif. Diagram
polar sering disebut diagram Nyquist. Gambar 7-11 berikut merupakan contoh diagram
polar.

Im
Re G(j )

2 Re
G(j )
Im G(j )
G(j )

1
0

Gambar 7-14: Diagram polar.

Setiap titik pada diagram polar dari G(j ) merupakan titik terminal dari vektor
untuk harga tertentu. Proyeksi G(j ) pada sumbu nyata dan sumbu khayal adalah
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 205
____________________________________________________________________________

komponen nyata dan komponen khayal G(j ). Untuk menggambar diagram polar, baik

besaran G(j ) maupun sudut fasa G(j ) harus dihitung secara langsung untuk setiap

frekuensi . Meskipun demikian, karena diagram logaritmik (Bode) mudah digambar,


maka data yang diperlukan untuk menggambar diagram polar dapat diperoleh secara
langsung dari diagram logaritmik tersebut, yaitu jika diagram ini digambarkan lebih
dahulu dan skala desibel diubah menjadi skala besaran biasa. Atau MATLAB (program
komputer) dapat digunakan untuk menentukan suatu diagram polar G(j ) atau

mendapatkan G(j ) dan G(j ) secara teliti untuk harga yang berubah dalam

rentang frekuensi yang diperlukan.


Suatu keuntungan penggunaan diagram polar adalah bahwa diagram tersebut
melukiskan karakteristik tanggapan frekuensi sistem di seluruh rentang frekuensi pada
satu diagram. Kelemahannya adalah diagram ini tidak dapat secara jelas menunjukkan
kontribusi tiap-tiap faktor fungsi alih lup terbuka.

1
7.3.1 Faktor Integral Dan Derivatif (j )
1
Diagram polar dari G( j ) = adalah sumbu khayal negatif, karena
j
1 1 1
G( j ) j 900
j
Diagram polar dari G( j ) = j adalah sumbu khayal positif

G( j ) j 900

1
7.3.2 Faktor Orde Pertama 1 + j T
Untuk fungsi alih sinusoidal,
1 1 1
G(j ) tan T
1 j T 1 2
T 2

1
Harga G(j ) pada = 0 dan = , masing-masing adalah
T
1 1
G(j0) 1 00 dan G(j ) 450
T 2
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 206
____________________________________________________________________________

Jika menuju ,maka besaran G(j ) menuju 0 dan sudut fasa mendekati - 90 0 .
Diagram polar dari fungsi alih ini adalah setengah lingkaran jika frekuensi diubah dari 0
sampai ,seperti terlihat pada gambar berikut. Pusat terletak di 0,5 pada sumbu nyata
dan jari-jarinya =0,5.

Im
1
2
1 T2
1
G(j ) 0
T
=

T 0 0,5 Re
2 2
1 T

1
G(j ) T=1
T

1
Gambar 7-15: Diagram polar dari .
1 j T

Untuk membuktikan bahwa diagram polar ini merupakan setengah lingkaran,


didefinisikan
G(j ) X + jY
dengan
1
X= 2 = bagian riel dari G(j )
1+ T2
T
Y= 2 = bagian imajiner dari G(j )
1+ T2
maka diperoleh
2 2 2 2
1 2 2 11 T2 T 1
(X ) Y 2 2 2 2
2 21 T 1 T 2

Jadi, pada bidang X-Y, G(j ) berupa lingkaran dengan pusat di X = , Y = 0 dan jari-
jari , seperti diperlihatkan gambar berikut. Lingkaran bagian bawah berkaitan dengan
0 , sedangkan lingkaran bagian atas berkaitan dengan - 0.
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 207
____________________________________________________________________________

1
0 0,5
0 X
0

Gambar 7-16: Diagram dari G(j ) pada bidang X - Y.

Diagram polar dan fungsi alih 1 + j T berupa garis lurus melalui titik (1,0)
dalam bidang kompleks dan paralel dengan sumber imajiner, seperti yang terlihat pada
gambar berikut.

Im

0 Re

Gambar 7-17: Diagram polar dari j T.

2 1

7.3.3 Faktor Kuadratik 1 2 j j


n n

Bagian frekuensi rendah dan frekuensi tinggi alih sinusoidal berikut


1
G(j ) 2 ; >0
1 2 j j
n n

Masing-masing diberikan oleh


lim G(j ) = 1 00 dan lim G(j ) = 0 1800
0

Diagram polar fungsi alih sinusoidal dimulai dari 1 00 dan berakhir pada 0 -1800 jika
membesar dari 0 menuju . Jadi bagian frekuensi tinggi dari G(j ) menyinggung
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 208
____________________________________________________________________________

sumbu riel negatif. Harga-harga G(j ) dalam rentang frekuensi yang diinginkan dapat
dihitung secara langsung, atau dengan menggunakan diagram Bode, atau dengan
menggunakan MATLAB.
Contoh diagram polar dari fungsi alih yang diperhatikan, seperti yang terlihat
pada gambar berikut. Bentuk eksak dari suatu diagram polar tergantung dari harga rasio
redaman , tetapi bentuk umum dari diagram sama, baik untuk keadaan kurang teredam
(1> >0) dan terlalu diredam ( >1).

1
Gambar 7-18: Diagram polar dari G(j ) 2
; >0
1 2 j j
n n

Im

0 1 Re

Gambar 7-19: Diagram polar dari 1 2 j j untuk >0


n n
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 209
____________________________________________________________________________

7.3.4 Bentuk Umum Diagram Polar


Diagram polar dari fungsi alih yang berbentuk
K(1 + Ta j )(1 + Tb j )
G(j )
(j ) (1 + T1 j )(1 + T2 j )
; n > m.
b o (j ) m b 1 (j ) m-1
a o (j ) n a 1 (j ) n-1

Bentuk umumnya adalah sebagai berikut.


1. Untuk = 0 atau sistem tipe 0.
Titik awal diagram polar adalah berhingga dan terletak pada sumbu riel positif.
Garis yang menyinggung diagram polar pada = 0 adalah tegak lurus sumbu
nyata. Titik akhir yang berkaitan dengan = terletak di titik asal, dan kurva
tersebut menyinggung salah satu sumbu.
2. Untuk = 1 atau sistem tipe 1.
Bentuk j pada penyebut menambah - 900 pada sudut fasa total dari G(j ) untuk 0
. Pada = 0, besaran dari G(j ) adalah dan sudut fasanya menjadi - 900.
Pada frekuensi rendah, diagram polar mempunyai asimtot berupa garis lurus yang
sejajar dengan sumbu khayal negatif. Pada = , besaran G(j ) menjadi nol
sehingga kurva konvergen ke titik asal dan menyinggung salah satu sumbu.
3. Untuk = 2 atau sistem tipe 2.
Bentuk (j )2 pada penyebut menambah pada sudut fasa total dari G(j ) untuk 0
. Pada = 0, besaran G(j ) menjadi dan sudut fasanya menjadi -1800. Pada
frekuensi rendah, diagram polar mempunyai asimtot berupa garis lurus yang sejajar
dengan sumbu riel negatif. Pada = , besaran G(j ) menjadi nol dan kurva
menyinggung salah satu sumbu.
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 210
____________________________________________________________________________

Bentuk umum bagian frekuensi rendah diagram polar dari sistem tipe 0, tipe 1,
dan tipe 2 terlihat pada gambar berikut.

Gambar 7-20: Diagram polar dari sistem tipe 0, tipe 1, dan tipe 2.

Terlihat bahwa jika derajat polinomial penyebut dari G(j ) lebih besar dari derajat
polinomial pembilangnya, maka tempat kedudukan G(j ) konvergen ke titik pusat (0,0)
searah dengan arah jarum jam. Pada = , tempat kedudukan menyinggung salah salah
satu sumbu.
Bentuk kurva diagram polar yang rumit disebabkan oleh dinamika
pembilangnya, yaitu konstanta waktu dalam pembilang dari fungsi alih.

Gambar 7-21: Diagram polar dari fungsi alih dengan dinamika pembilang.
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 211
____________________________________________________________________________

Dalam analisis sistem kendali, diagram polar dari G(j ) pada rentang frekuensi yang
diinginkan harus ditentukan secara teliti.

7.3.5 Cara Menggambar Diagram Nyquist


Diagram Nyquist adalah sebuah cara untuk membuat tanggapan frekuensi, di
mana setiap phasor dari fungsi alih digambarkan dalam koordinat polar, dengan
frekuensi sebagai variabelnya.
Beberapa cara menggambar diagram Nyquist adalah sebagai berikut.
a. Cara tidak langsung
Dengan terlebih dahulu membuat diagram Bode. Lalu untuk setiap frekuensi,
besaran dan sudut fasanya dapat ditentukan. Cara ini teliti, tetapi memerlukan waktu
yang cukup lama.
b. Cara langsung
Dengan menghitung besaran dan sudut fasanya pada ttitik tertentu saja (titik-titik
penting). Cara ini cepat, tetapi tidak teliti.

Contoh 7-4 :
5
Penguatan lup terbuka G( j ) H( j )
j (0,6 j 1)(0,1j 1)
untuk
5
G(j )H(j ) 90 0
j
5
G(j )H(j ) 0 270 0
(j )3 0,06
Lalu digambarkan seperti berikut

270 0

180 0 00
-1
0,433
( 4)

90 0
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 212
____________________________________________________________________________

Perpotongan dengan garis -1800 (dicari dengan cara coba-coba), yaitu pada
tertentu, dalam hal ini pada = 4 rad/dtk.
5
G( j ) H( j )
4 j(2,4 j 1)(0,4 j 1)
5
2 2 2 2
0,433 180 0
4( 2,4 1 )( 0,4 1 )

c. Cara pemetaan
Untuk menggambarkan G(s)H(s) dengan pemetaan dari bidang s ke bidang GH
(koordinat bola). Diperlukan kurva yang lengkap, termasuk frekuensi kompleks dan
negatif. Mes kipun demikian, cara ini tidak teliti.

7.3.6 Menggambar Diagram Nyquist dengan MATLAB


Diagram Nyquist, seperti diagram Bode, biasanya digunakan dalam representasi
tanggapan frekuensi dari sistem kendali balikan linier yang tidak berubah dengan waktu.
Diagram Nyquist adalah diagram polar, sedangkan diagram Bode adalah diagram
rectangular.
Dalam MATLAB, perintah nyquist menghitung tanggapan frekuensi untuk
sistem linier kontinyu yang tidak berubah dengan waktu. Bila tanpa argumen bagian
sebelah kiri sumbu khayal, nyquist akan menghasilkan suatu diagram Nyquist pada
layar.
Perintah
nyquist(num,den)
menggambar diagram Nyquist dari fungsi alih
num(s)
G(s)
den(s)
dengan num dan den berisi koefisien polinomial dalam pangkat s yang menurun.
Perintah
nyquist(num,den,w)
menggunakan vektor frekuensi w yang ditentukan oleh pemakai. Vektor w menyatakan
titik-titik frekuensi dalam radian per detik di mana tanggapan frekuensi akan dihitung.
Bila diminta dengan argumen sebelah kiri
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 213
____________________________________________________________________________

[re,im,w] = nyquist(num,den)
atau
[re,im,w] = nyquist(num,den,w)
MATLAB mengembalikan tanggapan frekuensi sistem dalam matriks re, im, dan w.
Tidak terdapat diagram pada layar. Matriks re dan im berisi bagian riel dan imajiner dari
tanggapan frekuensi sistem yang dievaluasi pada titik-titik frekuensi tertentu dalam
vektor w. Perhatikan bahwa re dan im mempunyai banyak kolom sebagai keluaran dan
satu baris untuk setiap elemen dalam w.

Contoh 7-5
Diberikan fungsi alih lup terbuka dari sistem adalah
1
G(s) 2
s 0,8s 1
Gambarkan diagram Nyquist-nya dengan MATLAB.

Jawab :
Karena sistem diberikan dalam bentuk fungsi alih, perintah
nyquist(num,den)
dapat digunakan untuk menggambar suatu diagram Nyquist.
Program MATLABnya :
num=[0 0 1];
den=[ 1 1.8 1];
nyquist(num,den)
grid
title(Diagram Nyquist dari G(s) = 1/(s^2+0,8s+1))
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 214
____________________________________________________________________________

1
Gambar 7-22: Diagram Nyquist dari G(s) 2
s 0,8s 1

Jika diinginkan menggambar diagram Nyquist dengan rentang yang ditentukan,


misalnya dari -2 sampai 2 pada sumbu riel dan -2 sampai 2 pada sumbu imajiner,
masukkan perintah
v=[ -2 2 -2 2]
axis(v);
atau
axis ([-2 2 -2 2]);

Program Matlab nya


% .. Diagram Nyquist ..
num=[0 0 1];
den=[1 0.8 1];
nyquist(num,den)
v=[-2 2 -2 2]; axis(v)
grid
title(Diagram Nyquist dari G(s) = 1/(s^2+0,8s+1))
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 215
____________________________________________________________________________

1
Gambar 7-23: Diagram Nyquist dari G(s) 2
untuk rentang -2 hingga +2
s 0,8s 1

7.3.7 Kriteria Kestabilan Nyquist

Kriteria kestabilan Nyquist adalah kriteria kestabilan yang mengaitkan antara


tanggapan frekuensi lup terbuka G(j )H(j ) dengan banyaknya pole loop tertutup 1+
G(j )H(j ) yang terletak di sebelah kanan sumbu khayal pada bidang s. Sistem stabil
bila semua akar persamaan karakteristik 1 G s H s 0, atau semua pole loop
tertutup terletak disebelah kiri bidang-s. Sistem tetap stabil meskipun pole-pole/zero-
zero fungsi alih loop terbuka ada yang terletak disebelah kanan bidang-s.
Kriteria ini sangat berguna karena kestabilan mutlak sistem lup tertutup dapat
ditentukan secara grafis dari kurva tanggapan frekuensi lup terbuka sehingga tidak perlu
mencari pole-pole lup tertutup. Kurva tanggapan frekuensi lup terbuka yang diperoleh
secara analitis maupun yang diperoleh secara eksperimental dapat digunakan untuk
analisis kestabilan.
Untuk memahami konsep kestabilan Nyquist, diperlukan pemahaman tentang
konsep pemetaan dari bidang-s ke bidang F ( s) 1 G ( s) H ( s) terlebih dahulu.
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 216
____________________________________________________________________________

Gambar 7-24 menunjukkan hasil pemetaan tersebut untuk beberapa kasus. Beberapa
catatan yang dapat diambil dari Gambar 7-24 adalah sebagai berikut:
1. Bila ada n pole dikelilingi oleh kurva tertutup bidang-s, maka titik asal akan
dikelilingi n kali berlawanan arah jarum jam pada di bidang F(s).
2. Bila ada pole dan zero dengan jumlah sama pada kurva tertutup di bidang -s,
maka kurva tertutup di bidang F(s) tak mengelilingi titik asal.
3. Bila ada zero yang dilingkupi oleh kurva tertutup di-bidang-s, maka kurva
tertutup pada bidang F(s) nya akan mengelilingi titik asal searah jarum jam
sebanyak jumlah zero tersebut.
4. Bila kurva tertutup di bidang-s tak mencakup pole atau zero, maka kurva
pemetaannya di bidang F(s) tak mengelilingi titik asal pula.
5. Pemetaan dari bidang-s ke bidang F(s) merupakan pemetaan 1-1, sebaliknya
tidak.
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 217
____________________________________________________________________________

Gambar 7-24: Pemetaan dari bidangs ke bidang F(s) = 1 + G(s)H(s)


Bab 7: Tanggapan Frekuensi 218
____________________________________________________________________________

Secara umum, persamaan karakteristik suatu sistem kendali dapat dinyatakan sbb:
p( s)
F ( s)
q ( s)
Bila P = jumlah pole F(s) yang terletak di dalam beberapa lintasan tertutup dibidang-s,
dan Z = jumlah zero F(s) yang terletak di dalam beberapa lintasan tertutup di bidang-s,
dengan lintasan-lintasan tersebut tidak melalui pole-pole / zero-zero tersebut. Apabila
lintasan-lintasan pada bidang-s tersebut dipetakan pada bidang F(s), maka jumlah total
N lintasan tertutup di bidang F(s) yang mengelilingi titik asal searah jarum jam = Z - P.

Dalam aplikasinya, teori pemetaan pada analisis kestabilan harus memenuhi


beberapa persyaratan berikut ini:

Lintasan tertutup pada bidang-s mencakup semua bidang sebelah kanan (disebut
lintasan Nyquist) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7-25.

Gambar 7-25: Lintasan Nyquist

Semua pole dan zero 1 + G(s) H(s) yang memiliki bagian nyata positip tercakup
pada lintasan Nyquist.
Sistem stabil bila tak ada akar-akar persamaan karakteristik 1+G(s)H(s) = 0, atau
pole-pole loop tertutup didalam lintasan Nyquist.

Untuk memudahkan analisis selanjutnya, maka bidang F(j) = 1 + G(j)H(j) yang


menggambarkan sistem loop tertutup dipetakan pada bidang G(j)H(j) yang
menggambarkan sistem loop terbuka. Pemetaan ini menghasilkan pergeseran titik asal
pada bidang [1+G(j)H(j)] ke titik 1 + j0 pada bidang G(j)H(j) sebagaimana
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 219
____________________________________________________________________________

ditunjukkan pada Gambar 7-26. Dengan demikian, pengelilingan titik asal pada kurva [1
+ G(j ) H(j )] berubah menjadi pengelilingan titik -1 + j0 pada kurva G(j ) H(j ).

Gambar 7-26: Pemetaan dari bidang [1+ G(j)H(j)] ke bidang G(j)H(j)

Berikut ini adalah kriteria kestabilan Nyquist untuk kasus G(s)H(s) tak memiliki
pole/zero pada sumbu maya j . Bila fungsi alih loop terbuka G(s)H(s) memiliki k pole

di sebelah kanan bidang-s dan lim


s ~ G(s)H(s) = konstan, maka sistem stabil bila kurva
G(j )H(j ) mengelilingi titik -1 + j0 sebanyak k kali berlawanan arah jarum jam.

Secara matematis, kriteria tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:


Z=N+P
dengan:
Z = banyaknya akar persamaan karakteristik 1+G(s)H(s)=0, atau pole-pole loop
tertutup yang terletak disebelah kanan bidang-s.
N = Berapa kali titik -1+j0 pada bidang G(j )H(j ) dikelilingi searah jarum
jam.
P = banyaknya pole loop terbuka G(s)H(s) yang terletak disebelah kanan
bidang-s.

Kriteria tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut: Banyaknya akar


F(s)=1+G(s)H(s) yang terletak di daerah tak stabil sama dengan banyaknya pole
G(s)H(s) di daerah tak stabil ditambah dengan berapa kali kurva F(s) mengelilingi titik
asal searah jarum jam.
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 220
____________________________________________________________________________

Dengan demikian, sistem stabil bila Z = 0. Hal ini dapat terjadi apabila:
1. P = 0 dan N = 0
2. Bila P 0, maka N = -P

Pada kasus pertama, sistem yang tak memiliki pole dan zero loop terbuka yang terletak
disebelah kanan bidang-s (disebut sistem fasa minimum) akan stabil bila kurva Nyquist
pada bidang G(j )H(j ) tak mengelilingi titik 1+j0. Sedang pada kasus kedua, yaitu
untuk sistem yang memiliki P pole dan /atau zero loop terbuka yang terletak disebelah
kanan bidang-s (disebut sistem fasa non minimum) akan stabil bila kurva Nyquist pada
bidang G(j )H(j ) mengelilingi titik 1+j0 berlawanan arah jarum jam sebanyak P
kali.
Pada sistem yang memiliki beberapa loop, maka kestabilannya harus dianalisis
secara hati-hati mengingat sistem tersebut mungkin memiliki pole-pole yang terletak
disebelah kanan bidang-s. Perlu dicatat bahwa meskipun sistem loop dalamnya tidak
stabil, dengan perancangan yang sesuai sistem keseluruhan dapat stabil. Inspeksi
pengelilingan titik 1 + j0 oleh kurva G(j )H(j ) tidak cukup untuk melacak ketidak
stabilan pada sistem loop banyak. Dalam kasus ini, kestabilan lebih mudah diuji dengan
kriteria Routh.
Bila ada fungsi transendental (misal e-Ts) pada G(s)H(s), dekati fungsi tersebut
dengan 2 suku pertama deret sebagai berikut:

Ts (Ts ) 2 (Ts )3 Ts
1 1
Ts 2 8 48 Ts 2 2 Ts (7-7)
e e
Ts (Ts ) 2 (Ts )3 Ts 2 Ts
1 1
2 8 48 2

Selanjutnya gunakan kriteria Routh untuk menganalisis kestabilannya.

Bila kurva G(j )H(j ) melalui titik 1+j0, hal ini menunjukkan ada pole-pole loop
tertutup pada sumbu j , sehingga sistem akan berosilasi. Disamping itu, lintasan
Nyquist tak boleh melalui pole/zero 1+G(s)H(s).
Bila ada pole atau zero G(s)H(s) dititik asal (pada bidang-s), maka lintasan Nyquist
harus tidak mencakupnya seperti terlihat pada Gambar 7-27.
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 221
____________________________________________________________________________

.
Gambar 7-27: Kurva Nyquist tidak melintasi pole / zero loop terbuka pada titik asal

Contoh 7-6:
Tentukan kestabilan sistem yang memiliki fungsi alih lup terbuka:
k
GsH s
ss 1

Jawab:
Pemetaan s ej ; 0
dengan ; 90o sampai 90o , maka

k k
G ej H ej e j
ej

(setengah lingkaran dengan jari-jari ~ dan bermula dari +900 hingga -900)

Gambar 7- 28 : Pemetaan Kurva Nyquist dari kompleks bidang s ke


k
bidang kompleks GH untuk G s H s
ss 1
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 222
____________________________________________________________________________

Dari Gambar 7-28 terlihat bahwa N = 0, P= 0, sehingga Z = 0 yang berarti sistem


tersebut adalah stabil.

Contoh 7- 7:

Tentukan kestabilan sistem yang memiliki fungsi alih lup terbuka:


k
GsH s
s2 Ts 1

Jawab:

Pemetaan s ej ; t 0; : 90 o sampai 90o ,

diperoleh :

lim k
GsH s e j2
s te j 2

(lingkaran dengan jari-jari ~ dan berawal dari 180o hingga -180o).

Gambar 7-29 : Pemetaan Kurva Nyquist dari kompleks bidang s ke


k
bidang kompleks GH untuk G s H s
2
s Ts 1

Terlihat dari Gambar 7-29 bahwa : N=2, P=2, sehingga Z=2 yang menunjukkan
adanya 2 pole lup tertutup sistem berada didaerah tak stabil pada bidang s.
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 223
____________________________________________________________________________

Contoh 7-8:
Analisislah kestabilan sistem yang memiliki fungsi alih lup terbuka berikut ini.

Gambar 7-30: Kurva Nyquist sistem pada Contoh 7-8 pada bidang GH

Contoh 7-9:
Analisislah kestabilan sistem yang memiliki fungsi alih lup terbuka berikut ini.

Gambar 7-31: Kurva Nyquist sistem pada Contoh 7-9 pada bidang GH
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 224
____________________________________________________________________________

Contoh 7-10:
Analisislah kestabilan sistem yang memiliki fungsi alih lup terbuka berikut ini.

Gambar 7-32: Kurva Nyquist sistem pada Contoh 7-10 pada bidang GH

Contoh 7-11:
Analisislah kestabilan sistem yang memiliki fungsi alih lup terbuka berikut ini.

Gambar 7-33: Kurva Nyquist sistem pada Contoh 7-11 pada bidang GH.
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 225
____________________________________________________________________________

Contoh 7-12:
Analisislah kestabilan sistem yang memiliki fungsi alih lup terbuka berikut ini.

Gambar 7-34: Kurva Nyquist sistem pada Contoh 7-12 pada bidang GH

Contoh 7-13:
Analisislah kestabilan sistem yang memiliki fungsi alih lup terbuka berikut ini.
10
G(s) H(s)
s(s 2)(s 3)

270 0

sistem stabil

180 0 1 0 00

90 0
10
Gambar 7-35: Kurva Nyquist sistem untuk G(s) H(s) pada bidang GH
s(s 2)(s 3)

100
Bila penguatan lup terbukanya diperbesar 10 kali, maka G(s) H(s) .
s(s 2)(s 3)
Terlihat pada Gambar 7-36 bahwa sistem tersebut masih stabil.
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 226
____________________________________________________________________________

270 0

180 0 1 0 00
sistem stabil

90 0

100
Gambar 7-36: Kurva Nyquist sistem untuk G(s) H(s) pada bidang GH
s(s 2)(s 3)

500
Bila penguatan lup terbukanya diperbesar 50 kali, maka G(s) H(s) .
s(s 2)(s 3)
Terlihat pada Gambar 7-37 bahwa sistem tersebut tidak stabil.

270 0

sistem tidak
stabil

180 0 1 0 00

90 0

500
Gambar 7-37: Kurva Nyquist sistem untuk G(s) H(s) pada bidang GH
s(s 2)(s 3)

K
Jadi untuk G(s) H(s) sistemnya akan stabil bersyarat (conditionally
s(s 2)(s 3)
stable).

7.4 Margin Fasa dan Margin Penguatan


Kestabilan sistem pada kawasan waktu dapat ditentukan dari letak pole-pole
sistem lup tertutupnya. Sistem stabil bila semua pole tersebut terletak disebelah kiri
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 227
____________________________________________________________________________

sumbu maya pada bidang-s. Dengan kata lain, sumbu maya merupakan batas antara
stabil dan tidak stabil.
Pada kawasan frekuensi, syarat kestabilan dapat diturunkan dari persamaan
karakteristik sistem balikan satuan [1 + G(j )=0 atau G(j )= -1], dengan G(j ) adalah
elemen maju. Persamaan kompleks ini selanjutnya dapat dipecah menjadi persamaan
untuk magnitude dan untuk sudut fasa. Dari persamaan untuk magnitude selanjutnya
diturunkan konsep margin penguatan dan margin fasa diturunkan dari persamaan kedua.
Konsep kestabilan akan lebih mudah dipahami setelah memahami pengertian margin
fasa dan margin penguatan.

7.4.1 Margin Fasa


Margin fasa adalah banyaknya fasa tertinggal yang ditambahkan pada frekunesi
gain cross over yang diinginkan agar sistem berbatasan dengan keadaan tidak stabil.
Frekuensi gain cross over adalah frekuensi di mana G(j ) = 1. Margin fasa adalah
1800 ditambah sudut fasa dari fungsi alih lup terbuka pada frekuensi gain cross over
atau
= 1800 + (7-8)

Dari gambar berikut terlihat bahwa dalam diagram polar sebuah garis harus
digambar dari pusat ke titik di mana lingkaran satuan berpotongan dengan diagram
G(j ). Sudut dari sumbu riel negatif ke garis ini adalah margin fasa. Margin fasa positif
untuk > 0 dan negatif untuk < 0. Untuk sistem fasa minimum (tidak terdapat pole
atau zero di kanan sumbu khayal bidang s) yang stabil, margin fasa harus positif. Dalam
diagram logaritmik, titik kritis dalam bidang kompleks berkaitan dengan garis 0 dB dan
-1800.
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 228
____________________________________________________________________________

G dB G dB
margin penguatan margin penguatan
positif negatif

0 log 0 log

0 0

90 0 90 0
180 0 180 0
log log
270 0 270 0
margin fasa
margin fasa positif negatif

Sistem stabil Sistem tidak stabil

Im Im
Bidang G Bidang G

margin
margin fasa
penguatan
negatif
positif 1
Kg 1
1

-1 Re -1
Re

margin 1
fasa positif Kg
G( j ) margin
G( j ) penguatan
negatif

Sistem stabil Sistem tidak stabil


Gambar 7-23: Margin fasa dan margin penguatan dari sistem stabil
dan sistem tidak stabil.

7.4.2 Margin Penguatan


Margin fasa adalah kebalikan dari besaran G(j ) pada frekuensi di mana sudut
fasa = -1800. Bila didefinisikan frekuensi phase cross over 1 adalah frekuensi di mana
sudut fasa fungsi alih lup terbuka = -1800, maka margin penguatan Kg adalah
1
Kg (7-9a)
G( j 1 )
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 229
____________________________________________________________________________

Dalam bentuk desibel

K g dB 20 log K g 20 log G ( j 1 ) (7-9b)

Margin fasa yang diekspresikan dalam desibel, positif jika Kg > 1 dan negatif jika Kg <
1. Jadi suatu margin fasa positif (dalam desibel) berarti sistem stabil, dan margin fasa
negatif (dalam desibel) berarti sistem tidak stabil.
Sistem stabil dalam fasa minimum ditunjukkan oleh margin penguatannya, yaitu
seberapa besar penguatan dapat dinaikkan sebelum sistem menjadi tidak stabil. Sistem
tidak stabil ditunjukkan oleh seberapa besar penguatan yang harus diturunkan agar
sistem menjadi stabil.

7.5 Tanggapan Frekuensi Lup Tertutup


7.5.1 Sistem Balikan Satuan
Untuk suatu sistem lup tertutup stabil, tanggapan frekuensi dapat diperoleh secara
mudah dari lup terbuka. Fungsi alih lup tertutupnya adalah
C(s) G(s)
R(s) 1 G(s)
Diagram Nyquist untuk lup terbukanya [G (j )] ditunjukkan pada Gambar 7-24.

Im

-
-1+j0 O
P Re

G( j )

Gambar 7-24: Diagram Polar G(j ) pada bidang G(j ).

Perbandingan dari vektor OA dan PA adalah tanggapan frekuensi lup tertutup untuk
nilai pada titik yang bersangkutan.
OA G( j 1 ) C( j 1)
(7-10)
PA 1 G( j 1 ) R( j 1)

Hal ini memperlihatkan bahwa setiap titik pada bidang G(j ) terhubung ke suatu nilai
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 230
____________________________________________________________________________

C( j )
tertentu.
R( j )
Besaran tanggapan frekuensi lup tertutup didefinisikan sebagai M dan sudut fasanya ,
C( j )
sehingga Mej .
R( j )

7.5.2 Lingkaran M : Magnitude


Untuk mendapatkan tempat kedudukan besaran konstan, G(j ) dilihat sebagai
suatu nilai kompleks yang dituliskan sebagai
G(j ) = X + jY
Dengan X dan Y bernilai riil, maka M menjadi

X jY
M=
1 X jY

dan M 2 adalah
X2 Y2
M2 2
1 X Y2
sehingga
X2 1 M 2 2M 2 X M 2 1 M2 Y2 0 ......... (7-11)

1
Jika M = 1, maka dari persamaan (7-11) didapat X . Persamaan ini adalah
2
1
persamaan garis yang paralel dengan sumbu Y dan melalui titik ,0 . Jika M 1,
2
persamaan (7-11) dapat dituliskan sebagai
2M 2 M2
X2 X Y2 0
M2 1 M2 1
M2
Bila pada kedua sisinya ditambahkan , didapat
(M 2 1) 2

2 2M 2 M2 M2 M2
X X Y2
M2 1 2
M 1 (M 2 1) 2 (M 2 1) 2
sehingga
2
M2 M2
X Y2 ........................................ (7-12)
M2 1 (M 2 1) 2
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 231
____________________________________________________________________________

M2
Persamaan (7-12) merupakan persamaan lingkaran yang berpusat di X= dan
M2 1
M
Y=0, dengan jari-jari .
M2 1
Tempat kedudukan konstanta M pada bidang G(s) adalah sekumpulan lingkaran.
Titik pusat dan jari-jarinya untuk suatu M tertentu dapat ditentukan dapat dengan
mudah.

Gambar 7-25: Lingkaran M pada bidang G(j ).

7.5.3 Lingkaran N: Sudut Fasa


Sudut fasa dalam bentuk X dan Y diperoleh seperti berikut.
X jY
ej
1 X jY
Sudut fasa adalah

1 X 1 Y
tan tan
Y 1 X
Jika didefinisikan tan =N
maka

1 Y 1 Y
N tan tan tan
X 1 X
Bab 7: Tanggapan Frekuensi 232
____________________________________________________________________________

karena
tan A tan B
tan(A B)
1 tan A tan B
maka diperoleh
Y Y
X 1 X Y
N 2
Y Y X X Y2
1
X 1 X
atau
1
X2 X Y2 Y 0
N
2
1 1
Tambahkan pada kedua sisinya sehingga diperoleh
4 2N
2 2 2
1 1 1 1
X Y .. (7-13)
2 2N 4 2N
Persamaan (7-13) merupakan persamaan lingkaran yang berpusat di
2
1 1 1 1
X dan Y dengan jari-jari
2 2N 4 2N

Gambar 7-26: Lingkaran N pada bidang G(j ).

Anda mungkin juga menyukai