Anda di halaman 1dari 19

BAB 9

RESPON FREKUENSI

9.1. Pendahuluan
Dalam bab 6, telah dibahas karakteritik suatu sistem dalam lingkup waktu dengan
masukan-masukan berupa Fungsi Step, Fungsi Ramp, Fungsi Impulsa, dan sebagainya, tanpa
memperhitungkan masalah frekuensi masukan. Pada bab ini, akan dipelajari mengenai
tanggapan/respon frekuensi. Tanggapan Frekuensi suatu sistem adalah tanggapan keadaan
tunak (steady state) sistem terhadap sinyal masukan sinusoidal. Pada metode tanggapan
frekuensi, frekuensi sinyal masukan akan divariasikan dalam jangkauan tertentu. Tanggapan
yang dihasilkan akibat perubahan frekuensi ini dipelajari.
Metode Tanggapan Frekuensi dan Metode Penempatan Akar adalah dua cara yang
berbeda dalam aplikasi prinsip dasar analisis yang sama. Salah satu kelebihan dari metode
Tanggapan Frekuensi adalah Fungsi Transfer Sistem dapat ditentukan secara eksperimen
dengan mengukur respon frekuensi. Namun, perancangan suatu sistem dalam domain
frekuensi menuntut perancang untuk lebih memperhatikan bandwidth sistem dan efek noise
serta gangguan pada respon sistem.

9.2. Respon Sistem Terhadap Masukan Sinusoidal


Bila diberikan suatu sistem linier time – invariant, seperti gambar 9.1.
R(s) G(s) C(s)
r(t) c(t)

Gambar 9.1. Sistem Linier Time-Invariant


C (s)
Fungsi Alih untuk sistem ini adalah :  G(s)
R( s)
Suatu masukan sinusoidal yang dinyatakan dengan r(t) = A sin t diaplikasikan
terhadap sistem tersebut. Keluaran yang dihasilkan bila diasumsikan sistem tersebut
merupakan suatu sistem yang stabil adalah bentuk gelombang sinusoidal juga. Hanya saja,
pada keluaran kemungkinan terjadi perubahan amplitudo atau pergeseran fasa, sehingga
persamaan keluaran bisa dituliskan sebagai :
c(t) = B sin (t + ) .............................. persamaan 9.1.
Dimana : - B  A G( j )

 Im [G( j )] 
-   G( j )  tan 1  
 Re [G( j )] 

Dalam Analisa Tanggapan Frekuensi, Fungsi Alih biasanya dituliskan dalam bentuk
fungsi dari j, dinamakan Fungsi Alih Sinusoidal, sehingga Fungsi Alih Sinusoidal dari
sistem pada Gambar 9.1 dapat dituliskan sebagai :
C ( j )
 G ( j ) .................................... persamaan 9.2.
R( j )
Ada beberapa cara yang biasa digunakan untuk merepresentasikan karakteristik dari
suatu sistem terhadap masukan sinusoidal dengan frekuensi yang divariasikan. Bab ini akan
membahas Diagram Bode, Nyquist (Polar) Plot, dan Log Magnitude versus Phase Plot.

9.2. Diagram Bode


Karakteristik suatu sistem dengan Persamaan Fungsi Alih Sinusoidal yang telah
diketahui terhadap perubahan frekuensi masukan, dapat digambarkan dalam suatu diagram
yang disebut Diagram Bode. Diagram Bode disebut juga Pemetaan Logaritmik Fungsi Alih
Sinusoidal dapat dinyatakan dalam dua diagram yang terpisah.
Kedua diagram Diagram Bode ini yaitu :
1. Diagram besaran/Magnitude dalam dB terhadap variasi frekuensi dalam skala logaritmik.
2. Diagram pergeseran sudut (phasa) dalam derajat terhadap variasi frekuensi dalam skala
logaritmik.

Logaritma magnitude biasanya dinyatakan dalam satuan desibel (dB), yang


mempunyai kesetaraan terhadap magnitude berupa :
1 dB |G(j)| = 20 log10 |G(j)| .................. persamaan 9.3.
Contoh :
1. |G(j)| = 1  20 log |G(j)| = 20 log 1 = 20 . 0 = 0 dB
2. |G(j)| = 10  20 log |G(j)| = 20 log 10 = 20 . 1 = 20 dB
3. |G(j)| = 100  20 log |G(j)| = 20 log 100 = 20 . 2 = 40 dB
4. |G(j)| = 0.1  20 log |G(j)| = 20 log (1/10) = 20 . (-1) = – 20 dB
5. |G(j)| = 0.01  20 log |G(j)| = 20 log (1/100) = 20 . (-2) = – 40 dB
Untuk membuat suatu gambar Diagram Bode dari suatu Fungsi Alih yang kompleks,
maka Fungsi Alih tersebut dapat dipisah-pisahkan menjadi beberapa faktor pengali.
Tujuannya untuk mendapatkan cara menggambar yang lebih mudah untuk faktor-faktor yang
lebih sederhana tersebut. Kemudian karena fungsi dari magnitude merupakan operasi
logaritmik, gambar faktor-faktor tersebut dapat dijumlahkan untuk mendapatkan gambar
logaritma Magnitude Vs Frekuensi. Demikian pula dengan Gambar Sudut Vs Frekuensi,
karena faktor pengali merupakan penjumlahan sudut, secara mudah dapat dijumlahkan sudut-
sudut yang dihasilkan oleh masing-masing faktor pengali pembentuk gambar Sudut Vs
Frekuensi.
j
Misal diberikan suatu fungsi alih : G( j )  maka Fungsi Alih
(1  j )(1  j )
tersebut dapat dibagi menjadi faktor-faktor pengali sebagai berikut :
G( j )  [ j ][1  j ]1[1  j ]1 .................... persamaan 9.4.
Terdapat tiga pengali yaitu masing-masing : j, (1 + j)–1, dan (1 – j)–1. Masing-
masing faktor pengali ini dicari Diagram Bode-nya, lalu masing-masing ditambahkan untuk
mendapatkan gambar Diagram Bode yang lengkap dari Fungsi Alih yang diberikan.

9.2.1. Faktor-Faktor Pengali


Secara umum, faktor-faktor pengali dasar yang sangat sering terdapat pada Fungsi
Transfer G(j) H(j), dapat dikelompokkan menjadi empat :
1. Faktor Pengali Gain (Penguatan) K
Kurva besaran-log untuk penguatan K (K = konstanta positif) merupakan garis
horizontal dengan besaran 20 log |K| (dB). Sudut phasa penguatan K adalah nol.
Kurva besaran-log untuk penguatan K (K = konstanta negatif) merupakan garis
horizontal dengan besaran -20 log |K| (dB). Sudut phasa penguatan K adalah 1800.
Pengaruh perubahan penguatan K pada Funggsi Alih dapat menaikan atau
menurunkan kurva besaran-log Fungsi Alih sesuai dengan besar 20 log K, tetapi tidak
mempunyai pengaruh pada sudut phasa.
Log magnitude dari Gain K dalam desibel adalah :
1
20 log (K x 10n) = 20 log K + 20n = -20 log + 20n (dB) ............ persamaan 9.5.
K
Jika bilangan membesar dengan faktor 10, maka harga log magnitude (dB) membesar
dengan faktor 20, sesuai persamaan.
Karakteristik logaritmik dari Gain K adalah sebagai berikut :
 |G(j)| = K, K > 1  20 log |G(j)| = 20 log K
 |G(j)| = K, K < 1  20 log |G(j)| = – 20 log K
 |G(j)| = K x 10n ,  20 log |G(j)| = 20 log K + 20 log 10n = 20 log K + 20n

Gambar logaritma magnitude dari Gain K berupa garis lurus dengan slope tertentu,
pada gambar 9.2.a. Sudut Gain K terhadap frekuensi bernilai nol, seperti gambar 9.2.b.
20

10
Log magnitude (dB)

–10

–20

– 30

– 40
0.01 0.1 1 10
Frekuensi
Gambar 9.2.a. Log Magnitude Vs Frekensi

180o K<0
Sudut ( o)

90o

0o K>0
0.01 0.1 1 10
Frekuensi

Gambar 9.2.b. Sudut Vs Frekensi


Gambar 9.2. Diagram Bode untuk Faktor Pengali Gain K

2. Faktor Pengali Integral dan Turunan (j) 1


Log magnitude dari (j)–1 dalam dB adalah :
1
20 log = 20 log |(j)–1| = –20 log  (dB) ...................... persamaan 9.6.
j
Sudut dari (j)–1 adalah konstan, yaitu –90o. Pada diagram Bode, rasio frekuensi
dinyatakan dalam bentuk oktaf atau dekade.
Oktaf : adalah pita frekuensi dari 1 sampai 21, dengan 1 adalah suatu harga
frekuensi sembarang.
Dekade : adalah pita frekuensi dari 1 sampai 101 dengan 1 juga merupakan suatu
frekuensi sembarang.
Jika besaran logaritma -20 log  (dB) digambarkan terhadap  pada skala logaritmik,
maka diperoleh suatu garis lurus. Untuk menggambarkan garis lurus ini, perlu menempatkan
satu titik (0 dB,  = 1) karena (-20 log 10) dB = (-20 log – 20) dB, sehingga kemiringan
garis tersebut adalah –20 dB/dekade atau –6 dB/oktaf karena (-20 log 2) dB = (-20 log –
20 . 0,3 = -20 log – 6) dB.
Karakteristik log magnitude terhadap kenaikan frekuensi adalah :
  = 0.01  –20 log (1/100) = –20 . (-2) = 40 dB
  = 0.1  –20 log (1/10) = –20 . (-1) = 20 dB
  = 1  –20 log (1) = –20 . 0 = 0 dB
  = 10  –20 log (10) = –20 . 1 = –20 dB
  = 100  –20 log (100) = –20 . 2 = –40 dB

Jadi, gambar log magnitude merupakan garis lurus dengan penurunan (slope turun)
sebesar –20 dB/decade dan mempunyai sudut konstan -90o. Diagram Bode untuk faktor
pengali (j)–1, ditunjukkan gambar 9.3.
Log magnitude (dB)

Sudut ( o)

Frekuensi
Frekuensi

Gambar 9.3. Diagram Bode untuk Faktor Pengali (j)–1


Besaran-log kemiringan dan sudut fase (j)-1 :

20 log  j  n  n  20 log j  20n log  dB

Identik dengan faktor pengali (j)–1 adalah log magnitude untuk faktor pengali (j)+1.
Log magnitude dari (j)+1 dalam dB adalah : 20 log |j| = 20 log  (dB).
Jadi, kurva besaran-log dari faktor pengali (j)+1 merupakan garis lurus dengan
kenaikan kemiringan (slope naik) 20 dB/dekade dan mempunyai sudut phasa konstan dan
sama dengan 90o. Gambar 9.4 menunjukkan kurva respon frekuensi Diagram Bode untuk
faktor pengali (j)+1.
Log magnitude (dB)

Sudut ( o)

Frekuensi
Frekuensi
Gambar 9.4. Diagram Bode untuk Faktor Pengali (j)+1

Besaran-log kemiringan dan sudut fase (j)+1 :

20 log  j n  n  20 log j  20n log  dB

Perbedaan respon frekuensi dari faktor (j)-1 dan (j)+1 terletak pada kemiringan
kurva besaran-log dan sudut-fase. Kedua besaran-log tersebut menjadi sama dengan 0 dB
pada  = 1.

3. Faktor Pengali Orde Pertama (1 + jT) 1


Besaran Log magnitude dari faktor pengali (1 + jT)–1 adalah :
1
20 log = 20 log |(1 + jT)–1| = – 20 log 1   2T 2 (dB)
1  jT 

Untuk frekuensi rendah dimana nilai  jauh lebih kecil dari 1/T (  0), besaran log

magnitude dapat didekati oleh persamaan : –20 log 1   2T 2  – 20 log 1 = 0 dB.


Hal ini berarti, untuk frekuensi-frekuensi rendah, kurva log magnitude terletak
(mendekati) di garis konstan 0 dB (kurva log magnitude mempunyai suatu asimptot yaitu
garis lurus pada nilai konstan 0 dB).
Untuk frekuensi tinggi dimana nilai  jauh lebih besar dari 1/T (  ), besaran log
magnitude dapat didekati oleh persamaan :

–20 log 1   2T 2  –20 log T dB

Untuk mendapatkan pendekatan kurva pada frekuensi tinggi, perlu dicari beberapa
titik untuk menggambarkan garis asimptot kurva tersebut :

 = 1/T  –20 log 1   2T 2 = –20 . 0 = 0 dB

 = 10/T  –20 log 1   2T 2 = –20 . 1 = –20 dB

 = 100/T  –20 log 1   2T 2 = –20 . 2 = –40 dB


.
.
.

Pada  = 1/T, besaran-log = 0 dB. Pada  = 10/T, besaran-log = –20 dB. Jadi harga –
20 log T dB mengecil sebesar 20 dB untuk setiap dekade dari . Untuk  > 1/T, kurva
besaran-log menjadi suatu garis lurus dengan kemiringan –20 dB/dekade atau –6 dB/oktaf.

Respon frekuensi Diagram Bode untuk faktor (1 + jT)–1 atau 1/(1+jT) dapat
didekati dengan dua buah garis lurus asimptot yaitu :
⁻ satu garis lurus pada 0 dB untuk daerah frekuensi 0 <  < 1/T
⁻ garis asimptot dengan penurunan (slope turun) sebesar –20 dB/dekade atau –6 dB/oktaf
untuk rentang frekuensi 1/T <  < . Pada frekuensi tinggi, dimana nilai  jauh lebih
besar dari 1/T, kurva log magnitude berhimpit dengan garis ini (Exact Curve berhimpit
dengan Corner Frequency pada gambar 9.5).

Garis asimptot dari kurva log magnitude saling berpotongan dengan garis asimptot
dari kurva sudut pada frekuensi  = 1/T. Frekuensi pada perpotongan dua asimptot disebut
Frekuensi Sudut atau Frekuensi Patah (Corner Frequency atau Break Frequency). Kurva log
magnitude dan kurva sudut (1 + jT)–1 ditunjukkan gambar 9.5.
Untuk Faktor Pengali 1/(1+jT), frekuensi  = 1/T merupakan Frekuensi Patah
karena pada  = 1/T, kedua asimptot mempunyai harga yang sama. Frekuensi Patah
membagi kurva respon frekuensi menjadi dua, yaitu kurva frekuensi rendah dan kurva
frekuensi tinggi.
Sudut phasa eksak  dari faktor pengali (1 + jT)–1 adalah :  = –tan–1 T.
Pada frekuensi nol, nilai sudut phasa adalah 00 :  = 0  –tan–1 T = –tan–1 0 = 0o.

Pada Frekuensi Patah, sudut phasa adalah :   tan 1  tan 1 1  45 atau
T
T
 = 1/T (pada frekuensi sudut)  –tan–1 T = –tan–1 (1) = –45o.
Log magnitude (dB)
Sudut ( o)

Frekuensi
Gambar 9.5. Diagram Bode untuk Faktor Pengali (1 + jT)–1

Di titik tak terhingga, sudut phasa menjadi –900. Karena sudut phasa dinyatakan oleh
fungsi tangen balik, maka sudut phasa simetrik miring terhadap titik kaku (infleksi) di  = –
450 atau  =   –tan–1 T = –tan–1  = –90o
Error kurva besaran yang ditimbulkan oleh penggunaan asimptot-asimptot dapat

dihitung dengan : error  20 log 1   2T 2  20 log T (dB)


Identik dengan faktor pengali (1 + jT)–1 adalah faktor pengali (1 + jT)+1. Bode
diagramnya ditunjukkan gambar 9.6.
20

Log magnitude (dB)


10

– 10
1 1 10
10T T T
Frekuensi

90o
Sudut ( o)

45o

0o
1 1 10
10T T T
Frekuensi

Gambar 9.6. Diagram Bode untuk Faktor Pengali (1 + jT)+1

4. Faktor Pengali Kuadratik [1 + 2(j/n) + (j/n)2]  1


Untuk Faktor Kuadratik [1 + 2(j/n) + (j/n)2] –1
, Sistem pengendalian
1
mempunyai faktor kuadratik yang berbentuk berupa :
2
     
1  2  j  j
  


 n   n 

Kurva respon frekuensi asimptotik (Log magnitude) Faktor Kuadratik [1 + 2(j/n)


+ (j/n)2] –1, dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:

2 2
  2  2 
 20 log 1  j    2 
1
20 log
2  2  2
        n   n
1  2  j  j
 


 n   n 

Untuk frekuensi rendah dimana  jauh lebih kecil dari n ( < n), log magnitude
dapat didekati oleh nilai : –20 log 1 = 0 dB.
Berarti untuk frekuensi-frekuensi rendah, garis asimptotnya merupakan garis mendatar pada
nilai 0 dB.
Untuk frekuensi tinggi, dimana  jauh lebih besar dari n ( > n), log magnitude
2 
dapat didekati oleh persamaan :  20 log 2  40 log dB.
n n
Persamaan untuk asimptot frekuensi tinggi merupakan garis lurus dengan kemiringan –40
10 
dB/dekade karena  40 log  40  log .
n n

Asimptot frekuensi tinggi memotong asimptot frekuensi rendah  = n, karena pada

frekuensi ini  40 log  40 log1  0 dB.
n
Frekuensi ini merupakan Frekuensi Patah Faktor Kuadratik.
Untuk mendapatkan pendekatan kurva pada frekuensi tinggi, perlu dicari beberapa
titik untuk menggambarkan garis asimptot kurva tersebut :
/n = 1  – 40 log /n = – 40 log 1 = – 40 . 0 = 0 dB
/n = 10  – 40 log /n = – 40 log 10 = – 40 . 1 = –40 dB

Dari dua titik tersebut, bisa digambarkan asimptot dari kurva log magnitude pada
frekuensi tinggi, yaitu berupa garis lurus dengan penurunan (slope turun) sebesar –40
dB/decade.
Kedua garis asimptot tersebut tidak dipengaruhi oleh besarnya nilai  . Dekat dengan
frekuensi sudut, yakni pada  = n, terjadi puncak resonansi. Rasio peredaman ()
merupakan magnitude dari puncak resonansi ini. Untuk nilai yang semakin kecil, puncak
resonansi yang terjadi akan semakin besar, seperti gambar 9.7.
Sudut dari faktor pengali [1 + 2( j/n) + (j/n)2] –1 diberikan oleh :

    
   2
 1   n 
   2 
  tan 1  2 
1  2  j    2 j   
    
1  
         n  
  n   n    
Misal :
/n = 0   = –tan-1 (0/1) = 0o
/n = 1   = –tan-1 (2/0) = –90o
/n =    = –tan-1 (/–) = –180o
Variasi nilai  menyebabkan adanya perubahan bentuk kurva sudut. Kurva besaran-
log dan sudut phasa faktor kuadratik, ditunjukkan gambar 9.7.a dan 9.7.b atau gambar 9.7.c.

20
 = 0.5  = 0.1
 = 0.2
10
 = 0.3
Log magnitude (dB)

–10
 = 0.7
–20
Asimptot
 = 1.0
–30

– 40
0 1 10
/n

Gambar 9.7.a. Log magnitude untuk Faktor Pengali [1 + 2( j/n) + (j/n)2] –1

 = 0.1
0o
 = 0.2
Sudut (o)

 = 0.5  = 0.3
o
– 90
 = 0.7

 = 1.0
– 180o
0 1 10
/n

Gambar 9.7.b. Sudut Phasa untuk Faktor Pengali [1 + 2( j/n) + (j/n)2] –1
Log magnitude (dB)
Sudut (o)

/n

Gambar 9.7.c. Diagram Bode untuk [1 + 2( j/n) + (j/n)2] –1


Gambar 9.7. Diagram Bode untuk Faktor Pengali [1 + 2( j/n) + (j/n)2] –1

Orde Sistem Slope awal (dB/dec) Perpotongan dengan garis 0 dB

0 0 Parallel to 0 axis
1 -20 =K
2 -40 = K1/2
3 -60 = K1/3
. . .
. . .
. . .
N -20N = K1/N

Frekuensi resonansi dan puncak resonansi dapat dihitung dengan cara berikut :
1 1
Magnitude dari G(j) adalah : G ( j )  
2
 2   2 
2 g ( )
1  2    2 2 
     
 n   n 
Nilai ini mempunyai nilai puncak pada frekuensi tertentu. Nilai puncaknya disebut
dengan Puncak Resonansi, sedangkan frekuensinya disebut Frekuensi Resonansi. Nilai
puncak akan terjadi bila nilai g() minimum.
Persamaan g() dapat dituliskan kembali menjadi :
2
 2   n2 (1  2 2 ) 
g ( )     4 (1   )
2 2

 n 2

Nilai g() minimum bila :  2   n2 (1  2 2 )

   n2 1  2 2   = r (frekuensi resonansi)

Nilai frekuensi resonansi ini, hanya akan terjadi bila  bernilai 0    0.707 , karena
di luar dari nilai itu, akan menghasilkan nilai akar yang imajiner dan itu tidak mungkin terjadi
pada nilai frekuensi.
Nilai puncak didapatkan bila :
1
M r  G( j ) max  G( j r )  , 0    0.707
2 1   2

Dari persamaan ini, dapat dibuktikan bahwa untuk nilai  yang lebih kecil akan
menghasilkan nilai puncak (puncak resonansi) yang lebih besar.
Sudut yang terjadi pada frekuensi resonansi diberikan oleh :

1  2 2 
G( j    tan 1
 90   sin 1
 1 2

Metode penggambarannya untuk faktor pengali [1 + 2( j/n) + (j/n)2] +1, identik
dengan faktor pengali [1 + 2( j/n) + (j/ n)2] –1
. Hasil penggambarannya hanya
merupakan pembalikan dari Diagram Bode pada Gambar 9.7.

9.2.2. Prosedur Umum Penggambaran Diagram Bode


Secara umum, penggambaran diagram Bode dapat dilakukan dengan urut-urutan
metode berikut :
1. Ubah Fungsi Alih dalam domain s, dengan menggantikan s = j.
2. Susun kembali persamaan Fungsi Alih Sinusoidal menjadi perkalian dari faktor-faktor
pengali.
1 1 1 1 1 1
3. Cari/tentukan Frekuensi Pojok dan tandai dengan : , , ,... , , Rad/sec.
T1 T2 T3 Ta Tb Tc
4. Plot magnitude : Slope akan berubah di setiap Frekuensi Pojok/Patah. Untuk Zero
ditandai oleh +20 dB/dec dan untuk Pole -20 dB/dec. Perubahan Slope untuk konjugasi
kompleks adalah +40 dB/dec.
5. Mulai plot/gambar dengan ketentuan tabel sebelumnya, Sistem Orde 0, Slope Awal = 0,
dst.
6. Gambarkan sebuah garis menuju ke Frekuensi Pojok kedua dengan menambahkan slope,
dengan ketentuan :
i. Slope zero = +20 dB/dec
ii. Slope pole = -20 dB/dec
7. Hitung sudut phasa untuk nilai frekuensi yang berbeda dan gambarkan sudut phasa
terhadap perubahan frekuensi.
8. Tentukan masing-masing gambar dari faktor pengali tersebut, beserta garis-garis
asimptotnya.
9. Jumlahkan garis-garis asimptot dari keseluruhan faktor pengali sehingga garis asimptot
dari Fungsi Alih dapat digambarkan.
10. Gambarkan kurva sebenarnya berdasarkan garis asimptotnya.

200( s  20)
Contoh :Gambarkan Log-Magnitude Diagram Bode untuk Fungsi Alih G(s)  !
s(2s  1)s  40

Jawab :
1. Ubah Fungsi Alih dalam domain s, dengan menggantikan s = j.
Penyederhanaan Fungsi Alih :
200  20  s   s  j
  1 100   1 100(  1)
200( s  20) 40  20   20  20
G( s)    atau G ( j ) 
s(2s  1)s  40 s  s  s  s  j j
s(  1)  1 s(  1)  1 ( j )(  1)(  1)
0,5  40  0,5  40  0,5 40

2. Susun kembali persamaan Fungsi Alih Sinusoidal menjadi perkalian dari faktor-faktor
pengali.
Dari persamaan G(j) diperoleh Faktor Pengali berupa :
⁻ Gain K = 100  20 log |K| (dB) = 20 log |100| (dB) = 20 . 2 = 40 dB
Magnitudenya berupa :
K = 100
Log-Magnitude (dB)

40

20

0
0,01 0,1 1 10
Frekuensi
⁻ Orde Pertama : Zero (j = 20) maka 20 log  = 20 log 20 = 20 log (2 . 10)
Jadi : 20 log 2 + 20 log 10 = 20 . 0,3 + 20 . 1 = 6 + 20 = 26 (dB)
 = 1/T  20 log T = 20 . 0 = 0 dB
 = 10/T  20 log T = 20 . 1 = 20 dB
 = 100/T  20 log T = 20 . 2 = 40 dB

40
Log-Magnitude (dB)

30
20
10
0 1 10 100
T T T
Frekuensi

⁻ Integral dan Turunan : Pole (j = 0) maka - 20 log  = - 20 log 0 = -20 . 1 = - (dB)
o  = 0.01  –20 log (1/100) = –20 . (-2) = 40 dB 1
T

o  = 0.1  –20 log (1/10) = –20 . (-1) = 20 dB


o  = 1  –20 log (1) = –20 . 0 = 0 dB
o  = 10  –20 log (10) = –20 . 1 = –20 dB
o = 100  –20 log (100) = –20 . 2 = –40 dB

40
Log-Magnitude (dB)

Slope -20 dB
20
0
-20
-40
0,01 0,1 1 10 100
Frekuensi

⁻ Fungsi Kuadratik : 2 Pole yaitu j1 = 0,5 dan j2 = 40 maka :


1
20 log = 20 log |(1 +1/ 0,5)–1| = – 20 log (1 + 2)-1 = -20 log (3)-1
1  0,5
= 20 log 3 = 20 . 0,5 = 10
1
20 log = 20 log |(1 + 1/40)–1| = – 20 log (1 + 0,025)-1 = -20 log (1,025)-1
1  40
= 20 log (1,025) = 20 . (0,01) = 0,32
3. Log-Magnitude dari Diagram Bode

Latihan : Gambarkan Log-Magnitude dan sudut Phasa Diagram Bode untuk Fungsi Alih
1
1. G( s) 
2s  100

5.104
2. G ( s) 
s 2  505s  2500
10( j  3)
3. G( j ) 
( j )( j  2) ( j ) 2  j  2
 

9.3. Nyquist (Polar) Plot


Nyquist Plot adalah penggambaran Magnitude Vs Sudut dari Fungsi Alih Sinusoidal
pada koordinat polar, dimana  bervariasi dari nol hingga tak terhingga. Gambar 9.9
memberikan hubungan antara magnitude dan sudut dalam Nyquist Plot.
Im
 = i =0

Im[G(j)]

=
Re[G(j)] Re
[G(j)
]
Gambar 9.9. Hubungan Magnitude dan Sudut dalam Koordinat Polar
Fungsi alih sinusoidal suatu sistem diberikan oleh persamaan :
K (1  jTa )(1  jTb ) 
G ( j ) 
( j )  (1  jT1 )(1  jT2 ) 
b0 ( j ) m  b1 ( j ) m 1  

a 0 ( j ) n  a1 ( j ) n 1  

Bila n > m, maka penggambaran Nyquist plot dapat dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut :
1. Untuk  = 0 (sistem tipe 0), Nyquist plot akan mulai bergerak ( = 0) dari suatu titik
tertentu pada sumbu real positif dan membentuk sudut tegak lurus terhadap sumbu real
seperti pada Gambar 9.10.(a). Pada  = , Nyquist plot akan berakhir di titik origin (titik
nol) dan masuk sejajar dengan salah satu sumbu koordinat polar seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 9.11.
2. Untuk  = 1 (sistem tipe 1), Nyquist plot akan mulai bergerak (  = 0) dari suatu titik tak
terhingga dan membentuk sudut – 90o terhadap sumbu real positif. Pada frekuensi rendah,
kurva yang terbentuk akan mengikuti suatu garis asimptot yang paralel dengan sumbu
imajiner negatif. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9.10.(b). Pada  = , Nyquist plot
akan berakhir di titik origin (titik nol) dan masuk sejajar dengan salah satu sumbu
koordinat polar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.11.
3. Untuk  = 2 (sistem tipe 2), Nyquist plot akan mulai bergerak ( = 0) dari suatu titik tak
terhingga dan membentuk sudut –180o terhadap sumbu real positif. Pada frekuensi
rendah, kurva yang terbentuk akan mengikuti suatu garis asimptot yang paralel dengan
sumbu real negatif. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9.10.(c). Pada  = , Nyquist plot
akan berakhir di titik origin (titik nol) dan masuk sejajar dengan salah satu sumbu
koordinat polar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.11.
Im Im
=
= =0

0 0
Re  Re

0
a. Sistem Tipe 0
b. Sistem Tipe 1
Im
=

0 0
Re

c. Sistem Tipe 2
Gambar 9.10. Nyquist Plot

Im
n–m=3

n–m=2

Re

n–m=1

Gambar 9.11. Nyquist Plot untuk Frekuensi Tinggi

Kriteria Stabilitas Nyquist :


1. Kurva G(jw) tidak mengelilingi titik (-1 + j0) : sistem stabil jika tidak terdapat pole dari
G(s) yang berada di sebelah kanan sumbu khayal, sebaliknya sistem tidak stabil.
2. Kurva G(jw) mengelilingi titik (-1 + j0) satu atau lebih melawan arah jarum jam : sistem
stabil jika jumlah putaran adalah sama dengan jumlah pole sistem G(s) yang berada di
sebelah kanan sumbu khayal.
3. Kurva G(jw) mengelilingi titik (-1 + j0), satu atau lebih searah putaran jarum jam :
sistem tidak stabil.

Hubungan ketiga kondisi diatas dinyatakan dengan :


Z=N+P
Dimana:
⁻ Z : Jumlah Zero dari [1 + G(s)] disebelah kanan sumbu khayal
⁻ N : Jumlah kali kurva G(jω) mengelilingi titik (- 1 + j0) searah putaran jarum jam
⁻ P : Jumlah pole dari sistem G(s) di sebelah kanan sumbu khayal.
 Jika P tidak sama dengan nol, untuk sistem stabil, haruslah Z = 0 atau N = -P, kurva
mengelilingi titik (-1 + j0) berlawanan arah jarum jam.
 Jika P = 0 maka Z = N, untuk sistem stabil, kurva G(jω) mengelilingi titik (-1 + j 0).

Anda mungkin juga menyukai