Disusun Oleh:
Lia Afrilliani NF (1148020172)
Lika Lestanti (1148020173)
Muhamad Ilyas Tafsiri (1148020196)
MANAJEMEN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2016
KATA PENGANTAR
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
ii
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................................. 18
B. Saran ....................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap perodusen pasti memerlukan saluran distribusi yang tepat
untuk menyalurkan produknya agar sampai kepada konsumen akhir. Oleh
karena itu, untuk mencpai hal tersebut, perodusen harus menyalurkan
produknya melalui saluran distribusi yang tepat diantaranya yaitu melalui
peritel atau pengecer. Perkembangan bisnis ritel sangat pesat sekarang ini.
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya usaha ritel yang bermunculan
untuk menarik minat konsumen dengan harapan dapat memimpin pasar,
sehingga persaingan dalam dunia ritel akan semakin ketat.
Binis ritel merupakan keseluruhan aktivitas bisnis yang terkait
dengan penjualan dan pemberian layanan kepada masyarakat sebagai
pelaku konsumen untuk penggunaan yang sifatnya individu sebagai
pribadi maupun keluarga. Keberhasilan dalam pasar ritel yang kompetitif,
pelaku ritel harus dapat menawarkan produk yang tepat dengan harga,
waktu dan tempat yang tepat pula. oleh karenanya, pemahaman tentang
perilaku ritel terhadap karakeristik target pasar atau konsumen sanga
penting.
Industri ritel semakin berubah seiring dengan perubahan teknologi,
perkembangan dunia usaha, serta kebutuhan konsumen. Sekarang ini, ada
beberapa jenis bisnis ritel yang sedang berkembang di Indonesia, mulai
dari ritel tradisional maupun ritel modern. Bahkan, jika di klasifikasikan
begiu banyak jenis – jenis dari bisnis ritel ini. Maka dari itu, peritel harus
dengan tepat memilih dan memberikan pelayanan terbaik kepada para
konsumennya. berikut kami bahas dalam makalah yang sederhana ini
seputar klasifikasi bisnis ritel dan hal-hal lainnya yang menyangkut bisnis
ritel.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Manajemen Bisnis Ritel?
2. Apa yang dimaksud dengan bisnis ritel tradisional dan modern?
3. Apa saja perbedaan ritel tradisional dengan ritel modern?
4. Apa saja jenis-jenis bisnis ritel?
5. Bagaimana Klasifikasi Bisnis Ritel?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun Tujuan Pembahasan dalam Makalah ini adalah Sebagai
berikut:
1. Untuk memenuh tugas kelompok pada mata kuliah Manajemen
Bisnis Ritel.
2. Menjelaskan secara mendasar apa yang dimaksud dengan
manajemen bisnis ritel.
3. Memberikan uraian seputar bisnis ritel tradisional dan modern.
4. Memaparkan perbedaan antara ritel tradisional dan ritel modern.
5. Menjelaskan tentang jenis-jenis dalam bisnis ritel.
6. Memaparkan klasifikasi bisnis ritel.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Mahaani Vinci, Manajemen Bisnis Eceran (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009), hlm. 1
3
B. Bisnis Ritel Tradisional dan Modern
Bisnis ritel dapat diklasifikasikan menurut bentuk, ukuran, tingkat
modernitasnya, dan lain-lain, sehingga akan ditemukan berbagai jenis
bisnis ritel. Namun, pada umumnya pengertian bisnis ritel dipersempit
hanya pada in-store retailing yaitu bisnis ritel yang menggunakan toko
untuk menjual barang dagangannya. Hal ini bisa diamati pada
pembahasanpembahasan isu mengenai bisnis ritel, baik di media massa
maupun forum-forum diskusi, tanpa disadari terfokus pada bentuk ritel
yang secara fisik kasat mata yaitu toko-toko usaha eceran. Regulasi
pemerintah mengenai bisnis ritel berada dalam arus pemikiran seperti pada
umumnya karena cenderung menggunakan pendekatan yang membatasi
bisnis ritel hanya pada in-store retailing. Termasuk dalam memberikan
batasan mengenai ritel tradisional dan ritel modern. Perpres No 112 Tahun
2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern, memberikan batasan pasar tradisional
dan toko modern dalam pasal 1 sebagai berikut2:
1. Pasar Tradisional. Adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik
Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama
dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan
tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah,
swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal
kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar
menawar.
2. Toko Modern. Adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri,
menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk
Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket
ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan. Batasan Toko Modern
ini dipertegas di pasal 3, dalam hal luas lantai penjualan sebagai
2
Tri Joko Utomo, “Persaingan Bisnis Ritel: Tradisional VS Modern”, STIE Pelita Nusantara
Semarang, Hlm. 124
4
berikut: a) Minimarket, kurang dari 400 m2 (empat ratus meter per
segi); b) Supermarket, 400 m2 (empat ratus meter per segi) sampai
dengan 5.000 m2 (lima ribu meter per segi); c) Hypermarket, diatas
5.000 m2 (lima ribu meter per segi); d) Department Store, diatas
400 m2 (empat ratus meter per segi); e) Perkulakan, diatas 5.000
m2 (lima ribu meter per segi).
5
C. Perbedaan Ritel Tradisional dengan Ritel Modern
Tambunan dkk (2004) membagi bisnis ritel menjadi 2 (dua)
kategori yaitu ritel tradisional dan ritel modern, yang memberikan
gambaran perbedaan antara keduanya sebagaimana Tabel 1 berikut3:
Tabel 1
Perbedaan Ritel Tradisional dan Modern
3
Tulus Tambunan, dkk. “Kajian Persaingan Dalam Industri Ritel” (Komisi Pengawas
Persaingan Usaha, 2004)
6
kerja dan fleksibilitas operasi. Memang, perbedaan tesebut masih dapat
kita rasakan sekarang ini, mengingat banyaknya peritel-peritel kecil yang
masih beroperasi di lingkungan sekitar kita.
4
Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 58
7
c. Automatic Vending, digunakan untuk menjual barang-barang
yang dibeli secara impulse atau emotional buying motive,
seperti roko, permen, koran, soft drink. Dan lain sebagainya.
Mesin bekerja 24 jam sehari.
d. Buying services. Usaha ini tidak memiliki toko, dan melayani
aggota layanan khusus, seperti karyawan sebuah perkantoran,
dan kelompok lainnya yang membeli dan mendapat diskon.
3. Retail organizations. Walaupun kebanyakan toko eceran ini milik
perorangan yang mandiri, namun bertumbuh pula toko eceran yang
dikelola oleh organisasi perusahaan. Perusahaan toko eceran ini
memperoleh berbagai keuntungan secara ekonomis, daya belinya
kuat, tenaga pelayanannya cukup terlatih. Bentuk utama dari
corporate retailing ini ialah chain stores, voluntary chain stores,
retailer cooperatives, waralaba, dan sebagainya.
5
Hasril, dkk. “Manajemen Ritel”, Manajemen. Fakultas Ekonomi. Universitas Kaltara
Tanjung Selor. Hlm. 7
6
Dadang Sunyoto, Manajemen Bisnis Ritel (Yogyakarta: CAPS, 2015), hlm. 8
8
penjualan yang didesain untuk menarik konsumen dalam jumlah
yang cukup besar agar mau berkunjung ke toko mereka. Pada
umumnya toko-toko memamerkan barang jualan secara maksimal
dan menggunakan iklan dibanyak media masa untuk menarik
sebanyak mungkin konsumen. Mereka ini biasanya menjual barang
dagangan kepada masyarakat umum atau konsumen rumah tangga
tetap sebagian juga melayani klien institusi dan bisnis. Ini meliputi
bangunan-bangunan seperti toko-toko alat tulis kantor, toko
komputer dan softwere, dealer bahan bangunan, seperti usaha ledeng
dan sebagainya.
2. Ritel khusus
Sementara peritel raksasa seperti Wal-Mart atau Carrefour
cenderung untuk menjual barang-barang kebutuhan pokok, para
peritel ini cenderung menjual barang-barang sekunder atau tersier.
Mereka berfokus pada peningkatan kenyamanan lingkungan rumah
tangga, kekayaan pengalaman dalam berbelanja, dan inventaris yang
memenuhi kebutuhan pelanggan yang menjadi target dengan
frekuensi yang bisa disesuaikan.
Banyak toko bisa dimiliki dan dijalankan oleh satu orang
dengan bantuan yang seadanya. Dibandingkan dengan pengoperasian
manufaktur, bisnis ritel khusus relatif lebih mudah dibangun pada
awalnya baik secara keuangan dan pengelolaan. Namun usaha yang
buruk dan analisis pasar yang tidak memadai.
3. Peritel non-toko
Bisnis-bisnis ini sebagian besar berkaitan dengan penjualan
ritel produk melalui TV, belanja elektronik, kertas dan katalog
elektronik, pengundangan dari pintu ke pintu, demonstrasi dalam
rumah, kios portabel, mesin pengecer, dan sebagainya. Dengan
penjualan eceran di tepi jalan sebagai pengecualian, bisnis-bisnis ini
tidak biasanya mempertahankan saham untuk dijual dengan premis.
Ada begitu banyak manfaat yang bisa dituai dari ritel ini.
9
4. Pemesanan via pos
Dari buku hingga brosur dasar, katalog sudah banyak dikenal
bagi mereka yang tinggal jauh dari keramaian pusat perbelanjaan.
Katalog juga akrab bagi para manula. Mereka yang suka barang/jasa
yang tidak dijual bebas atau memiliki spesifikasi yang kurang lazim,
dan bagi orang-orang yang kurang suka berbelanja berdesakan.
Dengan pemesanan via pos, katalog berisi barang yang dijual bisa
dikirimkan ke ribuan pembeli potensial pada satu waktu untuk
menaikkan angka penjualan atau penghasilan konsumen yang rill.
Perusahaan pemesanan via pos termasuk bisnis barang jualan,
perusahaan yang menjual barang-barang khusus dengan banyak
variasi, perusaahaan yang menjual benda-benda baru, berbagai jenis
klub (CD, DVD, buku) dan sebagainya
5. Internet
Internet sudah mengubah kondisi industri ritel masa kini,
menghubungkan perusahaan dengan perusahaan lain dan pasar lain
serta pelanggan individu. Peritel yang tidak memahami dampak
internet pada tokonya dan saluran katalognya berpeluang untuk
meremehkan investasi di internet.
6. Mesin Pengecer otomatis.
Mesin pengecer otomatis telah menjadi konsep bisnis yang
terbukti ampuh selama lebih dari satu abad. Di negara-negara maju
seperti Amerika Serikat, kudapan dan soda meraup angka penjualan
lebih dari 20 miliar dollar di tahun 1999.
10
F. Klasifikasi Bisnis Ritel
Bisnis ritel, dapat di klasifikasikan menjadi empat bagian, yaitu
sebagai berikut7:
1. Ritel berdasarkan kepemilikan bisnis
a. Toko waralaba atau franchise store. adalah toko ritel yang dibangun
berdasarkan kontrak kerja bagi hasil (waralaba) antara pengusaha
investor perseorangan dengan pewaralaba yang merupakan pemegang
lisensi/nama toko, sponsor, dan pengelola usaha, seperti fast food
restaurant, bengkel, toko optikal atau supermarket (McDonald’s,
indamart, Alfamart).
b. Rantai toko ritel. Jenis ini merupakan toko ritel dengan banyak cabang
dan pada umumnya dimiliki oleh suatu instansi bisnis bukan
perorangan, namun dalam bentuk perseroan. Bentuknya seperti rantai
toko minimarket atau mega hyperstore, misalnya Hero supermarket,
Sogo Departeme nt Store & Supermarket, Matahari Mall, Ramayana
Mall, dan sebagainya.
c. Peritel toko tunggal (single store retailer) merupakan jenis bisnis ritel
yang paling banyak jumlahnya dengan ukuran toko umumnya di
bawah 100 m², mulai dari kios atau toko di pasar tradisional sampai
minimarket modern dan kepemilikan secara individual.
2. Ritel berdasarkan kategori barang dagangan
a. Toko khusus (speciality store) merupakan toko ritel yang menjual satu
jenis barang atau suatu rentang kategori barang yang relatif sedikit,
misalnya apotik, art shop, toko perhiasan dan toko buku.
b. Toko serba ada (Grocery store) toko ritel yang menjual sebagian besar
kategori barangnya yaitu barang kebutuhan sehari-hari, frest food,
ferishable, dry food, beverges, dan cosmetik.
c. Departement store. Pada jenis ini sebagian besar assortments yang
dijual merupakan non basic items atau bukan kebutuhan pokok,
fashionables, dan branded items atau bermerek, dengan lebih dari 80%
7
Ibid
11
pola konsinyasi, item-item grocery jika dijual hanya sebagai
pelengkap, misalnya di Ramayana Mall, Borobudur, Pasaraya, dan
sebagainya.
d. Hyperstore. Jenis bisnis ritel ini menjual barang-barang dalam rentang
kategori barang yang sangat luas yaitu menjual sebagian besar barang
kebutuhan setiap lapisan konsumen, sehingga sedikitnya
membutuhkan luas toko dan area sebesar 10.000 m² dan di Indonesia
belum ada seluas ini.
3. Ritel berdasarkan luas area penjualan
Ada beberapa jenis ritel berdasarkan luas area penjualan.
Diantaranya dalah sebagai berikut:
a. Small store adalah toko kecil, seperti kios, yang pada umumnya
merupakan toko ritel tradisional, dioperasikan sebagai usaha kecil
dengan sales area kurang 100 m².
b. Minimarket, dioperasikan dengan luas area antara 100 s/d 1.000 m².
c. Supermarket, dioperasikan dengan luas sales antara 1.000 s/d 5.000
m².
d. Hypermarket, dioperasikan dengan luas sales area lebih dari 5.000 m².
4. Ritel berdasarkan peritel tanpa toko.
Ada beberapa jenis ritel berdasarkan peritel tanpa toko.
Diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Multi Level Marketing, merupakan suatu model penjualan barang
secara langsung dengan sistem komisi penjualan berperingkat
berdasarkan status keanggotaan dalam peringkat distribusi.
b. Mail & phone order ritel, merupakan perusahaan yang melakukan
penjualan berdasarkan pesanan melalui surat dan atau telepon. Prinsip
dari perusahaan ini mengkompensasikan overhead cost pengoperasian
sebuah toko (secara fisik) dengan pengoperasian delivery services.
c. Internet/online store/e-commerce, merupakan suatu model penjualan
barang yang melakukan penjualan berdasarkan pesanan melalui
internet.
12
Itulah keempat klasifikasi bisnis ritel yang sekarang ini tengah
berkembang. Disamping keempat klasifikasi diatas, dalam sumber lain,
klasifikasi bisnis ritel secara garis besar dibagi kedalam dua klasifikasi.
Yakni, berdasarkan kepemilikan dan berdasarkan jenis barang. Berikut
adalah penjelasnnya:
1. Ritel berdasarkan kepemilikan.
Ritel berdasarkan bentuk kepemilikan terbagi kedalam bebrapa
bagian sebagai berikut8 :
a. Bentuk Perorangan. Pengelolaan bisnis langsung ditangani oleh
pemiliknya. Bentuk eceran perorangan sangat beragam (misal: toko
obat, butik, toko mebel, dll). Kelemahan bentuk usaha eceran ini
adalah sulit untuk ekspansi menjadi chain store dan volume
pembeliannya sangat terbatas, sehingga sulit mendapatkan diskon
kuantitas yang mengakibatkan kesulitan untuk bersaing dengan usaha
eceran lain.
b. Chain store. Merupakan kelompok toko-toko yang dimiliki oleh satu
perusahaan. Meski lokasinya tersebesar, administrasinya masih banyak
dilakukan di kantor pusat.
c. Franchise. Bisnis ini diperoleh dengan membayar biaya franchise
ditambah dengan persentase dari laba bulanan. Standar kerja dan
produk biasanya harus mengikuti apa yang ditetapkan oleh pemilik
franchise. Contoh bisnis franchise yaitu McDonalds.
2. Ritel Berdasarkan Jenis Barang
Klasifikasi usaha eceran jenis ini dibagi menjadi dua bagian, yakni
retail general line dan retail limited line9.
1. Usaha Eceran General Line
a. General Store. Di Indonesia lebih dikenal dengan nama ‘toko
kelontong’ atau P&D (Proficiency & Drunken = makanan &
8
Maharani Vinci, op. cit, hlm. 4.
9
Ibid
13
minuman). Barang yang dijual pada umumnya adalah barang
kebutuhan sehari-hari.
b. Department Store. Adalah salah satu bentuk usaha eceran yang
menjual barang dalam koleksi yang sangat besar dibawah satu atap
yang dibagi-bagi dalam departemen-departemen, dengan lokasi di
pusat kota. Department store merupakan pusat perbelanjaan
shopping center) yang omzetnya besar.
c. Variety Store. Di Indonesia dikenal sebagai ‘warung’. Ciri khas
dari variety store adalah barang yang jual merupakan barang
kebutuhan pokok dan harganya terbatas hanya pada garis harga
tertentu (price line), lokasinya berada pada daerah pinggiran kota,
tapi dalam perkembangannya variety store terdesak oleh
pertumbuhan supermarket.
d. Super Store. Merupakan sebuah supermarket hypermarket, adalah
gabungan dari discount store dengan supermarket dan gudang.
Bentuk ini disebut demikian karena barang yang dijual harganya
lebih murah 10-15% dari harga normal.barang yang dijual ber
merk terkenal, dan tersedia dalam jumlah besar, sehingga
penyusunannya menyerupai gudang.
e. Full-line Discount Store. Barang yang jual pada toko ini, meskipun
merknya terkenal, namun hargaya murah. Pelayanannya swalayan
(self service), promosinya dilakukan dengan gencar melaui iklan.
Barang yang dijual bervariasi, mulai dari pakaian damapai alat-alat
dapur atau kebun.
f. Catalog Show-Room. Ciri khas toko ini adalah menjual barang-
barang perhiasan, alat-alat rumah tangga, koper atau perlengkapan
elektronik. Barang yang dipajang hanya satu, dengan kode dan
harga tertentu. Konsumen yang berminat cukup menuliskan atau
menyebutkan kode barang dan membawanya pada kasir sambil
membayarnya. Barang di ambil di konter atau gudang yang terletak
dekat kasir. Di samping itu juga disediakan katalog yang memuat
14
barang-barang lain yang tidak dipajang di toko. Dengan melihat
katalog, konsumen dapat memilih langsung, bahkan memesannya
dari rumah.
g. Home Improvement Center. Bentuk usaha eceran ini menjual
barang-barang keperluan bangunan atau interior yang semuanya
terletak dalam satu gedung. Konsumen yang membutuhkan barang-
barang keperluan rumahnya atau interior dapat memperolehnya
pada toko jenis ini.
2. Usaha Eceran Limeted Line
a. Speciality Store. Bentuk toko eceran ini hanya menjual barang-
barang yang sejenis atau khusus saja, misalnya: bakery (took roti),
took sepatu, restoran, butik, toko aksesoris, toko mainan, dan
sebagainya. Pada umumnya specialty store dikelola oleh
pemiliknya langsung atau dengan bantuan manajer dan stafnya.
Pemilihan barangpun dilakukan sendiri oleh pemiliknya.
Kepemilikan biasanya perorangan, tetapi ada juga specialty store
yang dimiliki oleh satu grup organisasi perusahaan. Specialty store
macam ini disebut juga Chain store.
b. Supermarket. Bentuk usaha eceran yang jumlahnya termasuk besar
dewasa ini adalah supermarket. Awalnya, supermarket khusus
menjual bahan makanan (grocery), yang diklasifikasikan ke dalam
limited line store. Pada saat ini yang dijual di supermarket sudah
beraneka ragam barang, bahkan barang-barang diluar makanan,
sehingga dapat digolongkan ke dalam general line store. Saat ini
supermarket bersaing dengan fast food dan convenience store.
Kedua bentuk usaha terakhir ini bergerak dalam bidang makanan,
sehingga secara tidak langsung merupakan competitor dari
supermarket.
c. Convenience store. menjual barang-barang yang sama dengan
supermarket, tetapi dalam jumlah dan jenis yang terbatas, misalnya
minuman, roti, makanan kaleng, buah dan snack. Jam buka toko ini
15
24 jam. Harga di toko ini relatif mahal dibandingkan dengan
barang yang ada di supermarket. Lokasi toko berada pada tempat
yang strategis, mudah dilihat dan dicapai konsumen. Sesuai
namanya, convenience (menyenangkan), konsumen harus
membayar lebih pada barang yang dibutuhkannya. Dalam hal ini,
convenience berkaitan dengan pola waktu dan jam buka toko serta
lokasinya. Konsumen convenience store adalah orang-orang yang
tidak khusus pergi dari rumah untuk berbelanja. Pada umumnya,
konsumennya adalah mereka yang sedang dalam perjalanan,
mampir untuk membeli satu atau dua macam barang.
d. Warehouse Show-Room. Bentuk usaha eceran ini menjual satu
jenis barang saja, yaitu furniture yang ditata seperti layaknya sesuai
fungsi. Oleh karena itu dibutuhkan tempat yang cukup luas agar
barang-barang dapat tertampung. Awalnya warehouse ini
menggunakan sistem pembayaran kontan, tetapi sekarang ini
kebanyakan memberlakukan sistem kredit.
e. Box Store. Barang-barang yang dijual pada box store adalah bahan
makanan. Mengelola toko ini lebih mudah daripada supermarket.
Bentuk tokonya sangat sederhana. Tidak ada pelayanan bagi orang
yang berbelanja di toko ini. Semua barang harus di bungkus sendiri
oleh konsumen. Biasanya tokonya kecil dan maksimum dapat
menampung 1000 macam barang. Waktu bukanya terbatas, hanya
beberapa jam saja.
16
BAB III
17
PENUTUP
A. Simpulan
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa bisnis ritel telah
mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Bahkan, jika
diklasifikasikan begitu banyak jenis-jenis ritel yang ada. Dengan adanya
bisnis ritel tersebut, diharapkan bahwa setiap produsen memiliki integritas
yang baik dalam memasarkan produknya hingga sampai kepada konsumen
akhir.
Seiring dengan banyaknya bisnis ritel yang saat ini berjalan, maka
setiap orang mempunyai kesempatan untuk membuat bisnis ritel
menggunakan kemampuan, wawasan, serta pengalaman yang mereka
miliki yang berasaskan kepada manajemen bisnis ritel. Namun, perlu di
ingat pula, bahwa sekarang ini konsumen perlu diperhatikan lebih dalam
rangka memberikan pelayanan yang maksimal. Karena, jika hal tersebut
tidak lagi dilakukan, maka peritel akan kalah bersaing dengan peritel lain
yang memiliki kualitas pelayanan yang lebih baik.
Peritel yang baik, harus memperhatikan segi kualitas pelayanan
yang sudah diberikan kepada konsumennya, dalam rangka meningkatkan
permintaan konsumen dan membangun komunikasi yang baik antara
peritel dengan konsumen akhir.
B. Saran
Semoga pembahasan materi dalam makalah yang sederhana ini, dapat
memberikan wawasan yang lebih kepada pembaca. Khususnya dalam
kajian bisnis ritel. Seoga pembaca dapat memanfaatkan dan
mengaplikasikan apa yang sudah kami bahas dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
18
Alma, Buchari, 2011. Manajemen Pemaaran dan Pemasaran Jasa. Bandung:
Alfabeta
Tri Joko Utomo, “Persaingan Bisnis Ritel: Tradisional VS Modern”, STIE Pelita
Nusantara Semarang
Tulus Tambunan, dkk. 2004. “Kajian Persaingan Dalam Industri Ritel” Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
19