Tentang
MASA AKHIR ORDE BARU
Diajukan Untuk Memenuhi Nilai Pengetahuan Ujian Sekolah
Mata Pelajaran Sejarah
Semester 2 Tahun Pelajaran 2019/2020
Disusun oleh:
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat,
berkah, hidayah, dan karunia-Nya, kelompok kami dapat menyelesaikan laporan penelitian
tentang,”Masa Akhir Orde Baru”.
Laporan penelitian ini disusun dan diajukan untuk memenuhi nilai pengetahuan ujian
sekolah mata pelajaran Sejarah.
Selesainya laporan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
memberikan dorongan, semangat, dan bimbingan yang tak ternilai harganya. Untuk itu, pada
kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada:
1. Drs.H. Dudus Dustiana, M.M. selaku kepala SMA Negeri 1 Singaparna;
2. Ida Farida Ningrum, M.Pd, selaku guru pengampu mata pelajaran Sejarah yang telah
memberikan bimbingan, motivasi, petunjuk, dan arahan kepada kami; dan
3. Teman-teman seperjuangan di kelas XII MIPA 4 yang senantiasa memberikan motivasi
dan semangat.
Yang terpenting untuk kedua orang tua kami, yang telah memberikan kekuatan secara
moril maupun materiil, karena tanpa bantuan mereka mustahil kami bisa menyelesaikan
laporan praktikum ini. Terima kasih telah membimbing dan menyayangi kami sampai saat
ini.
Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada kami, senantiasa mendapat
pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Aamiin.
Akhirnya, kami berharap semoga laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat
bagi penulis khususnya, dan umumnya bagi semua pembaca, serta dapat berguna bagi
kemajuan SMA Negeri 1 Singaparna.
Singaparna, 19 Februari 2020
Penyusun
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................1
C. Tujuan Laporan......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Krisis Moneter, Politik, Hukum, dan Keprecayaan...............................2
B. Tuntutan dan Agenda Reformasi...........................................................4
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................6
B. Saran.......................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Orde Baru adalah sebutan bagı masa pemerntahan Presiden Soeharto di
Indonenia. Orde Baru menggantikan Orde Lama vang merujuk kepada era
pemerintahan Soekano Salah satu penyebab yang melatarbelakangi runtuhnya orde
lama dan lahunya orde baru adalah keadaan keamanan dalam negeri yang tidak
kondusif pada masa Orde Lama Terlebih lagi karena adanya peristiwva
pemberontakan G30S PKI Hal in menyebabkan presiden Sockano memberikan
mandat kepada Soeharto untuk melaksanakan kegiatan pengamanan di Indonesia
melalui surat perintah sebelas maret atau Supersemar Orde Baru hadır dengan
semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa
Orde Lama Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998 Dalam jangka waktu
tersebut.ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan
dengan praktik korupsi yang merajalela di Negara ini Selain itu, kesenjangan antara
rakyat vang kaya dan miskin juga semakın melebar. Sehingga masa orde baru
berakhir dikarenakan marak terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang menyebabkan Masa Orde Baru berakhir?
C. TUJUAN
1. Untuk memenuhi nilai pengetahuan ujian sekolah Mata Pelajaran Sejarah.
2. Untuk mengetahui penyebab runtuhnya Masa Orde Baru.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Krisis Moneter, Politik, Hukum, Dan Kepercayaan
Krisis moneter yang melanda Thailand pada awal Juli 1997, merupakan
permulaan peristiwa yang mengguncang nilai tukar mata uang negara-negara di Asia,
seperti Malaysia, Filipina, Korea, dan Indonesia. Rupiah yang berada pada posisi nilai
tukar Rp2.500,00/US$ terus mengalami kemerosotan. Situasi ini mendorong Presiden
Soeharto meminta bantuan dari International Monetary Fund (IMF). Persetujuan
bantuan IMF dilakukan pada Oktober 1997 dengan syarat pemerintah Indonesia harus
melakukan pembaruan kebijakan-kebijakan, terutama kebijakan ekonomi. Di antara
syarat-syarat tersebut adalah penghentian subsidi dan penutupan 16 bank swasta.
Namun, usaha ini tidak menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Upaya pemerintah untuk menguatkan nilai tukar rupiah, melalui Bank
Indonesia dengan melakukan intervensi pasar tidak mampu membendung nilai tukar
rupiah yang terus merosot. Nilai tukar rupiah yang berada di posisi Rp4.000,00/US$
pada Oktober 1997 terus melemah menjadi sekitar Rp1.7.000,00/USS pada bulan
Januari 1998. Kondisi ini berdampak pada jatuhnya bursa saham Jakarta, bangkrutnya
perusahaan-perusahaan besar di Indonesia yang menyebabkan terjadinya pemutusan
hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran.
Kondisi ini membuat Presiden Soeharto menerima proposal reformasi IMF
pada tanggal 15 Januari 1998 dengan ditandatanganinya Letter of Intent (Nota
Kesepakatan) antara Presiden Soeharto dan Direktur Pelaksana IMF Michele
Camdesius. Namun, kemudian Presiden Soeharto menyatakan bahwa paket IMF yang
ditandatanganinya membawa Indonesia pada sistem ekonomi liberal. Hal ini
menyiratkan bahwa pemerintah Indonesia tidak akan melaksanakan perjanjian IMF
yang berisi 50 butir kesepakatan tersebut. Situasi tarik menarik antara pemerintah dan
IMF itu menyebabkan kri ekonomi semakin memburuk.
Pada saat krisis semakin dalam, muncul ketegangan-ketegangan social dalam
masyarakat. Pada bulan-bulan awal 1998 di sejumlah kota teridi kerusuhan anti-Cina.
Kelompok ini menjadi sasaran kemarahan masyarakat karena mereka mendominasi
perekonomian di Indonesia. Krisis ini pun semakin menjalar dalam bentuk gejolak-
gejolak non ekonomi lainnya yang membawa pengaruh terhadap proses perubahan
selanjutnya.
Sementara itu, sesuai dengan hasil Pemilu ke-6 yang diselenggarakan pada
tanggal 29 Mei 1997, Golkar memperoleh suara 74,5 persen, PPP 22,4 persen, dan
PDI 3 persen, Setelah pelaksanaan pemilu tersebut perhatian tercurah pada Sidang
Umum MPR yang dilaksanakan pada Maret 1998. Sidang Umum MPR ini akan
memilih presiden dan wakil presiden. Sidang umum tersebut kemudian menetapkan
kembali Soeharto sebagai presiden untuk masa jabatan lima tahun yang ketujuh
kalinya dengan B.J. Habibie sebagai wakil presiden.
Dalam beberapa minggu setelah terpilihnya kembali Soeharto sebagai
Presiden RI, kekuatan-kekuatan oposisi yang sejak lama dibatasi mulai muncul ke
permukaan. Meningkatnya kecaman terhadap Presiden Socharto terus meningkat yang
ditandai lahirnya gerakan mahasiswa sejak awal 1998. Gerakan mahasiswa yang
mulai mengkristal di kampus-kampus, seperti ITB, Ul dan lain-lain semakin
meningkat intensitasnya sejak terpilihnya Soeharto.
Demonstrasi-demonstrasi mahasiswa berskala besar di seluruh Indonesia
melibatkan pula para staf akademis maupun pimpinan universitas. Garis besar
tuntutan mahasiswa dalam aksi-aksinya di kampus di berbagai kota, yaitu tuntutan
penurunan harga sembako (sembilan bahan pokok), penghapusan monopoli, kolusi,
korupsi dan nepotisme (KKN) serta suksesi kepemimpinan nasional.
Aksi-aksi mahasiswa yang tidak mendapatkan tanggapan dari pemerintah
menyebabkan para mahasiswa di berbagai kota mulai mengadakan aksi hingga keluar
kampus. Maraknya aksi-aksi mahasiswa yang sering berlanjut menjadi bentrokan
dengan aparat kemanan membuat Menhankam/Pangab, Jenderal Wiranto, mencoba
meredamnya dengan menawarkan dialog. Dari dialog tersebut diharapkan komunikasi
antara pemerintah dan masyarakat kembal terbuka. Namun mahasiswa menganggap
bahwa dialog dengan pemerintan tidak efektif karena tuntutan pokok mereka adalah
reformasi politik dan ekonomi pengunduran diri Presiden Socharto, Menurut
mahasiswa, mitra dialog yang paling efektif adalah lembaga kepresidenan dan MPR.
Di tengah maraknya aksi protes mahasiswa dan komponen masyarakat
lainnya, pada tanggal 4 Mei 1998 kebijakan menaikkan harga BBM dan tarif dasar
listrik. Kebijakan yang diambil pemerintah bertentangan dengan tuntutan yang
berkembang saat itu. Sehingga naiknya harga BBM dan tarif dasar listrik semakin
'memicu gerakan massa, karena kebijakan tersebut berdampak pula pada naiknya
biaya angkutan dan harang kebutuhan lainnya.
Dalam kondisi negara yang sedang mengalami krisis, Presiden Soeharto, Pada
9 Mei 1998, berangkat ke Kairo (Mesir) untuk menghadiri Konferensi G 15. Di dalam
pesawat menjelang keberangkatannya Presiden Socharto meminta masyarakat tenang
dan memahami kenaikan harga BBM. Selain itu, a menyerukan kepada lawan-lawan
politiknya bahwa pasukan keamanan akan menangani dengan tegas setiap gangguan
yang muncul. Meskipun demikian kerusuhan tetap tidak dapat dipadamkan dan
gelombang protes dari berbagai kalangan komponen masyarakat terus berlangsung.