Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN SGD BLOK TROPIS

CHIKUNGUNYA

ANGGOTA KELOMPOK 3:

Fransiska Putu Sri Oktaviana Haryadi 60117003

Rafi Daffa Dzaky 60117006

Ronaldo Bun Anggriyany 60117011

Aurelia Wynonna Xaviera 60117016

Suhana Nur Masfufah 60117023

Arika Pawedar Wahyu Izzami 60117029

Exantie Megaputri Jezua 60117034

Irene Sisilia Filipin Nggebu 60117039

Catarina Lilian Christine 60117044

Devina Nathania 60117049

Tutor: dr. Florence Pribadi M.Si

UNIVERSITAS CIPUTRA

FAKULTAS KEDOKTERAN | SEMESTER GANJIL

2019/2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 SKENARIO
Seorang perempuan berusia 24 tahun dibawa keluarganya ke IGD Rumah
Sakit dengan keluhan tidak bisa jalan sejak 3 hari terakhir karena sendi kedua
tungkai dan jari-jari kaki terasa nyeri dan bengkak. Selain itu pasien juga
mengeluhkan demam tinggi 5 hari terakhir.

1.2 INFORMASI TAMBAHAN


1.2.1 Anamnesa
Dari anamnesa tidak didapatkan riwayat trauma, tidak didapatkan nyeri
di belakang mata, tidak didapatkan mimisan, tanda-tanda memar atau
tanda-tanda perdarahan lainnya. Tidak terdapat kulit yang kemerahan
baik pada area wajah maupun tubuh pasien. Pasien sebelumnya
melakukan aktivitas outbond di area hutan Mojosari yang gelap dan
lembab. Berdasarkan data-data di puskesmas Mojosari banyak pula
pasien yang mengalami gejala-gejala yang sama seperti ini setelah
terkena gigitan nyamuk.

1.2.2 Pemeriksaan fisik


 KU: Compos Mentis
 Vital sign:
- Temp: 390C
- Nadi: 92 bpm
- TD: 110/70 mmHg
- RR: 18/mnt
 Pemeriksaan fisik khusus: kedua sendi tungkai nampak
bengkak serta nyeri
 Rumple leed test: tidak didapatkan ptechiae
1.2.3 Pemeriksaaan penunjang
 Lab:
- DL:
Hb: 12.1 mg/dl
Leukosit: 11.890/mcl
Thrombosit: 210.000/mcl

- NS-1: negative finding


Elisa test: IgM anti-chikungunya titer: detected with indeks 1.20
1.3 TABEL

Early
Keyword Main Problem Hypothesi Learning issues
s
Perempuan 24 Tidak bisa Nyeri dan Differential Diagnosis:
thn berjalan karena bengkak - DBD
nyeri dan sendi - Malaria
bengkak pada - Chikungunya
sendi - Zika
- JEV
- Westnile Virus
Tidak bisa Definisi dan klasifikasi
berjalan Demam
Nyeri dan Definisi dan pathogen dari
bengkak sendi nyeri
kedua tungkai
dab jari-jari
kaki
Demam tinggi Patogenesis Demam
5 hari
Epidemiologi Chikungunya
Pathogenesis dan
Patofisiologi Chikungunya
Penegakan Diagnosa
Tatalaksana
Komplikasi
Prognosis
Pencegahan dan
Pengendalian
1.4 MIND MAP
BAB 2

PEMBAHASAN

1. Differential Diagnosis Demam dan Nyeri Sendi

A. Demam
 Infeksi
 Tuberkulosa
 Abses
 Infeksi endokarditis
 Keganasan
 Autoimun
 Reumatoid artritis
 Penyakit jaringan ikat (SLE)
 Vaskulitis
 Miscellaneous
 Drug-induced fever
 Familial Mediterranean fever
 Idiopatik
B. Demam 7 hari atau kurang tanpa fokus gejala klinis yang jelas
- Sepsis bakteremia
- Septikemia meningokokus
- Malaria
- Tifoid
- Rickettsial disease
- Dengue fever
- Chikungunya
- Influenza
- Yellow fever
- HIV primer
- Drug-induced fever
- Demam rematik
- Strongyloidiasis akut
- Campak
- Schistosomiasis akut
- Leptospirosis
- Acute Q fever
- Mononucleosis
C. Demam dengan arthalgia
- Chikungunya
- Dengue virus
- Zika virus
- Ross River virus
- Trichinellosis
- Muscular sarcocytosis
D. Demam dengan mosquito borne disease
- Dengue virus
- Zika virus
- Yellow fever
- West Nile virus
- Japanese encephalitis
- Chikungunya

Diagnosis Demam dan Nyeri Sendi


a. Demam Berdarah Dengue
 Definisi
Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh
virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
 Etiologi
Demam berdarah disebabkan oleh virus dengue dari family
Flaviviridae dan ada 4 serotipe yang menyebabkan demam
berdarah yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
 Faktor resiko
- Terdapat genangan air bersih yang menjadi tempat
perindukan nyamuk.
- Penduduk di daerah endemik tidak menggunakan kelambu
saat tidur.
- Musim hujan.
- Kebiasaan menggantungkan pakaian.
 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik dari DBD yaitu:


- Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung
terus menerus selama 2-7 hari.
- Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:

 uji bendung positif


 petekie, ekimosis, purpura
 perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
 hematemesis dan atau melena

- Hepatomegali
- Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba,
penyempitan tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi sampai tidak
terukur, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, capillary refill
time memanjang (>2 detik) dan pasien tampak gelisah.

 Pemeriksaan Penunjang
Di lakukan pemeriksaan laboratorium dengah hasil sebagai
berikut :
- Trombositopenia (100.000/μl atau kurang)
- Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas
kapiler, dengan manifestasi sebagai berikut:

 Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar


 Penurunan hematokrit ≥ 20%, setelah mendapat terapi
cairan
 Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia.
- Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria
laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk
menegakkan Diagnosis Kerja DBD.

b. Malaria
 Definisi
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit
Plasmodium dan ditularkan oleh nyamuk betina.
 Etiologi
Penyebab malaria adalah parasit Plasmodium diantaranya
Plasmodium ovale, Plasmodium vivax, Plasmodium
falciparum, Plasmodium malariae, dan Plasmodium knowlesi.
Penyakit ini ditularkan oleh nyamuk Anopheles.
 Faktor resiko

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadi infeksi malaria


adalah orang-orang yang bepergian ke daerah endemik malaria,
penduduk didaerah endemik yang tidak menggunakan
kelambu, dan terdapat tempat perindukan nyamuk

 Manifestasi Klinis
Malaria ditandai dengan adanya demam dan gejala yang
menyerupai flu-like symptoms seperti menggigil, sakit kepala,
mialgia, dan malaise. Gejala-gejala ini dapat terjadi secara
intermittent. Pada penyakit yang parah, dapat terjadi kejang,
kebingungan atau gangguan mental, gagal ginjal, sindroma
gangguan pernapasan akut, koma, dan kematian. Gejala malaria
dapat berkembang paling cepat 7 hari setelah digigit nyamuk
menular di daerah endemis malaria dan selambat-lambatnya
beberapa bulan atau lebih setelah terpapar. Malaria yang
dicurigai atau dikonfirmasi, terutama P. falciparum, adalah
keadaan darurat medis yang memerlukan intervensi segera,
karena penurunan klinis dapat terjadi dengan cepat dan tidak
terduga.
Gejala-gejala malaria yang terjadi diantaranya;
- Demam dengan onset > 6 minggu setelah melakukan
sebuah perjalanan (Ex; Plasmodium vivax dan P. ovale
malaria).
- Derajat malaria yang berat terdapat demam dan jaundice
- Perubahan status mental
- Leukosit dapat menurun atau normal
 Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendeteksi jenis-jenis Plasmodium pada penyakit
malaria, dilakukan beberapa pemeriksaan berikut;
- Pemeriksaan mikroskopik sediaan tetes tebal pewarnaan
Giemsa
- Rapid diagnostic test (RDTs)
RDTs bertujuan untuk mendeteksi antigen yang berasal dari
parasit malaria. RDTs Malaria adalah tes
imunokromatografi yang paling sering di pakai dengan
menggunakan format dipstick atau kaset dan dapat
memberikan hasil dalam 2–15 menit. RDTs memberikan
alternatif yang berguna untuk mikroskop dalam situasi di
mana diagnosis mikroskopis yang dapat diandalkan tidak
segera tersedia. Namun RDTs memiliki beberapa
keterbatasan yaitu RDTs tidak dapat membedakan antara
semua spesies Plasmodium yang menyerang manusia,
kurang sensitif dibandingkan dengan expert microscopy
atau PCR untuk diagnosis, tidak dapat mengukur
parasitemia, dan hasil tes RDTs-positif dapat bertahan
selama berhari-hari atau berminggu-minggu setelah infeksi
diobati dan dibersihkan. Dengan demikian, RDTs tidak
berguna untuk menilai respons terhadap terapi.
- Uji serologi PCR
Uji serologi PCR bertujuan untuk mendeteksi parasit
malaria. Meskipun tes PCR lebih sensitif daripada
mikroskop rutin, hasil pemeriksaan tidak tersedia secepat
hasil mikroskop, sehingga membatasi kegunaan tes ini
untuk diagnosis akut dan manajemen klinis awal.
Penggunaan tes PCR dianjurkan untuk mengkonfirmasi
spesies parasit malaria dan mendeteksi infeksi campuran.

c. Chikungunya
 Definisi
Chikungunya merupakan infeksi virus Alphavirus family
Togaviridae yang berbentuk bulat, memiliki enveloped, dan
single-stranded positive sense RNA yang ditularkan oleh
nyamuk.
 Etiologi
Penyebab Chikungunya adalah virus yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus.
 Faktor resiko
- Bepergian ke daerah endemik Chikungunya
- Mutasi virus
- Absence of herd immunity/ tidak adanya kekebalan
kawanan
- Kurangnya kegiatan pengendalian vektor yang efisien
- Globalization and emergence of Aedes albopictus/
Globalisasi dan kemunculan Aedes albopictus, selain Aedes
aegypti sebagai vektor yang efisien untuk virus
Chikungunya
 Manifestasi Klinis
- Demam tinggi mendadak > 38,5 °C
- Artalgia atau mialgia kadang dapat menetap
- Leukosit dapat menurun atau normal
- Terdapat ruam-ruam/rash pada kulit
 Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pemeriksaan laboratorium antara lain;
- Pemeriksaan ELISA, menggunakan serum tunggal yang
diambil pada fase akut atau konvalesen dengan adanya
antibodi IgM spesifik virus. Terdapat peningkatan titer IgG
empat kali lipat dalam sampel yang dikumpulkan setelah
tiga minggu terinfeksi.
- Pemeriksaan serologi RT-PCR dengan adanya virus RNA
- Isolasi virus
d. Zika Virus

 Definisi

Virus Zika merupakan salah satu jenis arbovirus dari genus


Flavivirus. Virus ini memiliki hubungan philogenetik yang sangat
erat dengan arbovirus lainnya seperti dengue, demam kuning,
japanes enchepalitis, dan west nile virus. Penyakit virus Zika
umumnya ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes yang juga
merupakan vektor penular penyakit arbovirus lainnya termasuk
demam berdarah dengue. Pada sejumlah kecil kasus ditemukan
bukti penularan melalui hubungan seksual dan vertikal (dari ibu
ke anak), demikian juga dengan penularan melalui transfusi darah

 Etiologi

Virus Zika (ZIKV) adalah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk


aedes aegypti, virus ini terkait dengan demam kuning dan virus
West Nile. ZIKV pertama kali diisolasi dari monyet rhesus di
hutan ZIka di Uganda pada tahun 1947. ZIKV digambarkan
sebagai SPO yang menyebabkan infeksi pada manusia di Afrika
dan Asia hingga 2007. Pada tahun 2013 epidemi besar dilaporkan
di Polinesia Perancis, bersamaan dengan demam dengue. ZIKV
telah dianggap muncul sejak tahun 2007. Virus zika menyebar ke
orang terutama melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes
Albopictus yang sudah terinfeksi virus zika. Zika juga dapat
ditularkan melalui seks dari orang yang sudah terinfeksi virus zika
ke mitra seks dan dapat menyebar dari wanita hamil ke janinnya.
Orang dapat melindungi dari gigitan nyamuk yang sudah
terinfeksi virus zika.

 Manifestasi Klinis

Selain gejala umum yang telah disebutkan, gejala lain virus Zika
yang ditemukan adalah sakit kepala, nyeri di belakang mata, dan
lelah. Gejala ini umumnya bersifat ringan dan berlangsung hingga
sekitar satu minggu.
Mengenai periode inkubasi virus Zika masih belum diketahui,
namun kemungkinan berlangsung hingga 2-7 hari semenjak
pasien terpapar virus ini (terkena gigitan nyamuk penjangkit).
Dari lima orang yang terinfeksi virus Zika, satu orang menjadi
sakit akibat virus ini. Walaupun jarang, dapat terjadi kasus berat
yang memerlukan penanganan lebih lanjut di rumah sakit, bahkan
kematian.
Transmisi virus Zika yang terjadi di dalam kandungan dikaitkan
dengan terjadinya mikrosefali dan kerusakan otak pada janin.
Mikrosefali adalah kondisi dimana lingkar kepala lebih kecil dari
ukuran normal.
Beberapa pakar melihat adanya banyak kesamaan gejala antara
demam berdarah dengan demam Zika. Keduanya sama-sama
diawali dengan demam yang naik turun serta rasa linu hebat pada
persendian dan tulang. Kadang juga disertai mual, pusing, rasa
tidak nyaman di perut dan disertai rasa lemah dan lesu yang hebat.
Beberapa kesamaan sebagai gejala awal membuat penyakit ini
diidentifikasi secara keliru dengan penyakit demam berdarah.
Namun sebenarnya terdapat beberapa gejala khas yang bisa
membedakan keluhan infeksi Zika Virus dengan penyakit demam
berdarah, beberapa tanda khusus tersebut antara lain:
 Demam cenderung tidak terlalu tinggi, kadang maksimal hanya pada suhu 38
derajat celcius. Cenderung naik turun sebagaimana gejala demam berdarah,
tetapi tidak terlalu tinggi.
 Muncul beberapa ruam pada kulit yang berbentuk makulapapular atau ruam
melebar dengan benjolan tipis yang timbul. Kadang ruam meluas dan
membentuk semacam ruam merah tua dan kecoklatan yang mendatar dan
menonjol.
 Muncul rasa nyeri pada sendi dan otot, kadang disertai lebam dan bengkak
pada sendi dan otot seperti terbentur dan keseleo ringan.
 Kerap muncul keluhan infeksi mata menyerupai konjungtivitas dengan mata
kemerahan. Kadang warna sangat kuat pada bagian dalam kelopak sebagai
tanda munculnya ruam pada bagian dalam kelopak mata.

 Faktor Resiko

- Ibu hamil.

- Hubungan intim tanpa pengaman.

- Berkunjung ke negara yang yang terinfeksi yang kebanyakan


berada di Amerika Tengah, Selatan, dan Oseania.

Pemeriksaan

Untuk mendiagnosis virus Zika, dokter akan menanyakan


tentang riwayat kesehatan dan gejala yang dirasakan oleh
seseorang. Dokter juga akan bertanya apakah ia pernah
mengunjungi negara yang terinfeksi dan aktivitas apa saja yang
dilakukan. Hal ini dilakukan untuk membantu mempersempit
diagnosis karena gejala virus Zika cukup mirip dengan penyakit
lain, seperti dengue dan Chikungunya. Pemeriksaan darah dan
urine juga akan dilakukan. Khusus wanita hamil, dokter
mungkin akan melakukan beberapa pemeriksaan lanjutan,
seperti: 
 USG kehamilan untuk mendeteksi mikrosefali atau
kelainan otak lainnya pada janin.

 Amniosentesis dilakukan dengan memasukkan


jarum berlubang ke dalam rahim untuk mengambil
sampel cairan ketuban. Prosedur ini dilakukan untuk
mendeteksi apakah terdapat virus Zika di dalamnya
atau tidak.

e. Japanese Enchephalitis Virus

 Definisi

Japanese Encephalitis yaitu penyakit akut ygdisebabkan oleh


arbovirus yang ditularkan oleh binatang melalui gigitan nyamuk
dan menimbulkan gangguan pada susunan syaraf pusat yaitu
pada otak, sumsum tulang dan selaput otak. Penyebab penyakit
ini adalah virus Japanese Encephalitis (Virus JE) yaitu flavirus
yang termasuk arbovirus grup B sehingga tergolong dalam virus
RNA yang mempunyai selubung (enveloped virus) berukuran
35-40 m dan dapat dibiakkan di dalam berbagai macam kultur
jaringan misalnya embrio anak ayam, jaringan kelinci, tikus,
manusia dan kera.

 Etiologi

Penyakit ini ditularkan dari babi ke manusia oleh nyamuk Culex


Tritaeniorhynchus dan Culex Vishraei serta nyamuk Culex
Gelidus, nyamuk tersebut berkembang biak di sawah-sawah dan
kolam yang dangkal. Nyamuk ini sesudah menghisap darah
binatang yang mengandung virus akan berkembang menjadi
infektif dalam waktu 9-12 hari. Di Indonesia ketika spesies
nyamuk tersebut yang senang menghisap darah manusia di
sampingdarah babi. Penyakit ini teruama menyerang anak-anak
usia sekolah terutama anak umur 2-5 tahun, meskipun orang
dewasa juga dapat diserang.

 Manifestasi Klinis

Adapun gejala-gejala yang mungkin timbul pada masalah


encephalitis adalah:

a. Panas badan meningkat.

b. Sakit kepala.

c. Muntah-muntah

d. Lethargi.

e. Kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.

f. Gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku.

g. Gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang

 Faktor Resiko

1. Usia

2. Geografis

3. Vaksin

4. Sosio ekonomi rendah

 Pemeriksaan

1.Biakan: dari darah, viremia berlangsung hanya sebentar saja


sehingga sukar untuk mendapatkan hasil yang positif.
2.Dari likuor serebro spinalis atau jaringan otak (hasil
nekropsi), akan didapat gambaran jenis kuman dan
sensitivitas terhadap antibiotika.

3.Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang


positif.

4.Dari swap hidung dan tenggorokan, didapat hasil kultur


positif

5.Pemeriksaan serologis: uji fiksasi komplemen, uji inhibisi


hemaglutinasi dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan
serologis dapat diketahui reaksi antibody tubuh. IgM dapat
dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.

6.Pemeriksaan darah: jika di tubuh terdapat virus west mile


dalam analisis sampel darah akan menunjukkan peningkatan
antibodi terhadap virus atau terjadi  peningkatan angka
leukosit.

7.Funksi lumbal Likuor serebo spinalis sering dalam batas


normal, kadang-kadang ditemukan sedikit peningkatan
jumlah sel, kadar protein atau glukosa.

8.EEG / Electroencephalography EEG sering menunjukkan


aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang
menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi system saraf,
bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan
aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan
kecepatan.

9. Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal,


tetapi bisa pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus
khusus seperti encephalitis herpes simplex, ada kerusakan
selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal.
f. West Nile Virus

 Definisi

Virus West Nile adalah virus dari keluarga Flaviviridae yang


ditemukan di daerah tropis dan temperate. Utamanya dia
menginfeksi burung, namun juga menyebabkan beberapa kondisi
dalam manusia, kuda, dan beberapa mamalia lainnya. Dia ditularkan
melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi.

 Manifestasi klinis

1. Kebanyakan asimptomatik

2. Dengue like illness

3. KGB membesar

4. Self limited

5. Infeksi CNS (jarang)

 Faktor resiko

1. Musim hujan

2. Suhu tinggi

3. Usia

4. Imunitas

 Pemeriksaan

1. CSF dan serum

2. Serologi: HAI, CF, ELISA


3. RT-PCR

4. Kultur sel

2. Definisi dan patofisiologi Inflamasi

Inflamasi merupakan tanda inflamasi ditandai dengan panas, nyeri,


kemerahan, bengkak, dan kehilangan fungsi. Radang bisa diklasifikasikan
akut dan kronis. Inflamasi akut merupakan respons awal tubuh untuk
menghilangkan penyebab radang dan meningkatkan pergerakan plasma
dan leukosit dari darah ke jaringan jejas. Inflamasi kronis, menyebabkan
pergeseran tipe sel pada area inflamasi seperti sel mononukleat, dan
ditandai oleh destruksi berkelanjutan dan proses penyembuhan jaringan
dari proses radang. Jejas pada jaringan, bisa disebabkan oleh jejas fisik
(trauma, suhu, radiasi), jejas biologis (infeksi, reaksi imun), bahan kimia
(toksin, bahan iritatif). Berbagai substansi dilepas oleh jaringan yang jejas
dan menyebabkan perubahan sekunder di sekitar jaringan yang tidak
terkena jejas. Keseluruhan kejadian ini disebut inflamasi. Inflamasi
ditandai dengan :(1) vasodilatasi pembuluh darah lokal disertai dengan
aliran darah berlebihan, (2) peningkatan permeabilitas kapiler yang
menyebabkan kebocoran cairan pada ruang interstitial, (3) pembekuan
cairan pada ruang interstitial menyebabkan penumpukan fibrinogen dan
protein lain, (4) migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit pada
jaringan, (5) pembengkakan sel. Beberapa jaringan memproduksi zat yang
menyebabkan proses ini, yaitu histamin, bradikinin, serotonin,
prostaglandin, dan beberapa sistem komplemen, limfokin yang dilepaskan
oleh sel T tersensitisasi. Beberapa substansi tersebut diaktivasi oleh
makrofag, dalam beberapa jam kemudian makrofag akan memfagositosis
jaringan yang rusak, namun kadang makrofag bisa menyebabkan jejas
pada jaringan yang masih baik.

3. Definisi dan klasifikasi Demam


a. Definisi demam
Demam adalah peningkatan suhu tubuh diatas normal, hal ini dapat
disebabkan oleh stres fisiologik, seperti pada ovulasi, sekresi
hormon tiroid berlebihan, atau olahraga berat, oleh lesi sistem saraf
pusat atau infeksi mikroorganisme atau oleh sejumlah proses non-
infeksi misalnya radang atau pelepasan bahan tertentu (Albert,
2011).

Demam mengacu pada riwayat demam atau suhu tubuh yang lebih
tinggi dari 380C jika diukur secara sentral (telinga, dubur, atau oral)
atau aksila 37,50C. Penyebab paling umum adalah infeksi yang
mungkin terlokalisasi atau sistemik; penyebab lain dapat berupa
keganasan, reaksi alergi, dan gangguan inflamasi (WHO, 2011).

b. Klasifikasi demam (Nelwan, 2014)

Jenis demam Keterangan


Demam septik Suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi
sekali pada malam hari dan turun kembali ke
tingkat di atas normal pada pagi hari.
Demam hektik Suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi
sekali pada malam hari dan turun kembali ke
tingkat yang normal pada pagi hari.
Demam remiten Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak
pernah mencapai suhu normal.
Demam intermiten Suhu badan turun ke tingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari.
Demam kontinyu Terdapat variasi suhu sepanjang hari yang tidak
berbeda lebih dari satu derajat.
Demam siklik Kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa
hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu
seperti semula.
Klasifikasi demam (WHO, 2011)

Klasifikasi demam berdasarkan durasi dan gejala atau tanda yang ditemukan
pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium adalah:

 Demam dengan adanya infeksi yang jelas


 Demam 7 hari atau kurang tanpa adanya gejala klinis yang jelas
Condition In favour
Bacteraemic sepsis Sakit serius tanpa sebab yang jelas:
- Hipotensi
- Hitung darah lengkap (FBC):
leukositosis, leukopoenia, atau
trombositopenia
- Faktor resiko: HIV, penggunaan
narkoba suntikan, immunocompromised
- Kultur darah: positif
- Tanda-tanda disfungsi organ:
kebingungan, produksi urine rendah,
depresi pernapasan
- Kimia: asidosis, peningkatan kreatinin
Meningococcal - Ruam petekiae hemoragik
septicaemia maculopapular
- Syok, hipotensi
Malaria - Tinggal, atau bepergian ke daerah
endemik
- Tes malaria positif (RDT atau
mikroskop)
- Tidak adanya penyebab demam lainnya
Typhoid - Sakit kepala
- Sembelit atau diare
- Nyeri perut dan tenesmus
- Hepato atau splenomegali
- “Rose spots” macula merah muda pada
perut
Rickettsial disease - Sakit kepala
- Pingsan (atau tanda neurologis sentral
lainnya)
- Eschar
- Ruam (terkadang petekiae)
- Paparan kutu, area yang dikenal
endemik
Dengue fever - Riwayat perjalanan ke daerah endemis
atau wabah local
- RDT dengue positif untuk NS1 atau
IgM
- Sakit kepala, sakit di belakang mata
- Sakit punggung, artralgia, myalgia
- Ruam macula halus, petekiae
- FBC: leukopenia, trombositopenia
- Pada kasus parah: tanda-tanda
kebocoran plasma, syok; pendarahan
hebat (misal dari GI atau orifisium,
urine berwarna gelap; kegagalan organ
Chikungunya - Menyerupai demam berdarah tidak
parah
- Nyeri sendi yang parah disertai demam
dan ruam
- Tidak ada tes sederhana yang tersedia
untuk mengkonfirmasi diagnosis
Influenza - Tiba-tiba demam dan batuk
- Kadang-kadang rhinitis atau sakit
tenggorokan
- Gejala sistemik yang sering (sakit
kepala, atralgia, atau myalgia)
- Epidemi local, atau riwayat perjalanan
ke daerah epidemi
- Kontak langsung dengan orang
berpenyakit serupa, atau kontak dengan
orang dari daerah epidemi dengan
influenza
Yellow fever - Riwayat perjalanan ke daerah endemic
atau wabah lokal
- Tiba-tiba timbul demam akut
- Sakit kepala, sakit punggung, nyeri
tulang
- Diikuti oleh jaundice dalam 2 minggu
Primary HIV - Limfadenopati
- Ruam, faringitis
- Riwayat kontak seksual tanpa kondom
atau penggunaan narkoba suntikan yang
tidak aman dalam 3 bulan terakhir
IRIS - ART biasanya dimulai 2-12 minggu
sebelumnya
- Memburuknya kondisi saat ini atau
pengembangan tanda dan gejala baru
- Lebih memungkinkan jika CD4 <50
sel/mm3
Drug-induced fever - Obat baru dimulai beberapa hari atau
minggu sebelumnya
- Ruam terkait
- Pasien yang menggunakan obat: ART
(NVP, ABC, EFV), kotrimoksazol,
dapson, B-laktam, INH, antikonvulsan
Rheumatic fever - Takikardia
- Artritis, ruam: eritema marginatum,
sakit tenggorokan
Acute strongyloidiasis - Dermatitis sementara
- Batuk, wheezing (tahap paru)
- Mual, muntah, diare, konstipasi
- Eosinofilia
- Syok septik, sindrom gangguan
pernapasan akut
- Obstruksi usus halus
Measles (in - Konjungtivitis, coryza, dan batuk
adolescents and - Bintik-bintik Koplik pada mukosa
young adults) bukal (butiran garam dengan latar
belakang merah)
- Ruam maculopapular, memucat
- Limfadenopati
- Komplikasi meliputi: infeksi saluran
pernapasan (pneumonia,
trakeobronkitis, bronkiolitis), ensefalitis
(akut dan kronis), keratitis
Relapsing fever - Demam berulang
(louse-borne - Menyebar dari orang ke orang di antara
borreliosis-Borrellia populasi yang terinfeksi kutu (missal
recurrentis) kamp pengungsi, perang, atau kelaparan
dengan populasi yang terlalu padat
dengan kebersihan pribadi yang buruk)
- Terjadi di wilayah terbatas di Asia,
Afrika Timur, dan dataran tinggi Afrika
Tengah, dan Amerika Selatan
- Ruam, seringkali petekiae
- Jaundice, gangguan fungsi hati
- Spirochetes pada lapisan darah tebal
atau tipis yang diwarnai Giemsa, atau
persiapan darah medan gelap, diambil
selama periode demam
- Respon yang baik terhadap tetracycline
dosis tunggal
- Reaksi Jarisch-Herxheimer (demam,
hipotensi dalam 2 jam pemberian
antibiotik)
Acute schistosomiasis - Terpapar dengan air tawar di daerah
(Katayama fever) endemik (terkadang kulit timbul gatal
setelah terpapar)
- Antara 2 dan 12 minggu setelah infeksi
- FBC: eosinofilia
Leptospirosis - Terpapar dengan air tawar, bercocok
tanam, atau kontak dengan tikus atau
anjing
- Conjunctival suffusion
- Meningitis aseptik
- Jaundice, gagal ginjal, pendarahan
(Weil’s disease)
Acute Q fever - Paparan cairan aerosol dari produk
hewan ternak (sapi, kambing, domba);
konsumsi susu mentah
- Flu-like illness, pneumonia, hepatitis
pada infeksi akut
Mononucleosis - Limfadenopati
- Faringitis
- Lebih sering terjadi pada remaja
daripada orang dewasa
- Kelelahan persisten (hingga 6 bulan)
- Splenomegali
- FBC: >50% WBC adalah limfosit
- Ruam setelah pemberian antibiotik

 Demam lebih dari 7 hari


Condition In favour
Tuberculosis - Kehilangan berat badan,
keringat malam, demam,
malaise
- Batuk >2 minggu
- Tanda-tanda penyakit
ekstrapulmoner:
limfadenopati, pucat, sakit
perut
- Komplikasi umum dari HIV
Typhoid - Sakit kepala
- Sembelit atau diare
- Nyeri perut dan tenesmus
- Hepato atau splenomegali
- “Rose spots” macula merah
muda pada perut
Malaria - Tinggal, atau bepergian ke
daerah endemik
- Tes malaria positif (RDT
atau mikroskop)
- Tidak adanya penyebab
demam lainnya
Osteomyelitis - Nyeri tungkai, seringkali
lebih buruk pada malam
hari
- Pembengkakan dan nyeri
ekstremitas lokal
- Faktor resiko mungkin
muncul (IDU, penyakit sel
sabit)
- Infeksi kulit yang menular
atau ulkus kronis
- X-ray menunjukkan reaksi
periosteal atau kerusakan
tulang (setelah 2 hingga 4
minggu)
Endocarditis - Demam ringan, keringat
malam
- Murmur jantung baru (atau
perubahan murmur jantung
lama)
- Tanda-tanda penyakit
emboli (stroke, petekiae,
perdarahan terpecah, sakit
perut)
- Tanda-tanda gagal jantung
(kesulitan bernafas)
- Splenomegali
- Faktor resiko: penyakit
katup jantung yang
diketahui, IDU, penyakit
rematik sebelumnya
Liver abscess - Nyeri kuadran kanan atas
atau nyeri
- Lesi fokal hati pada USG
Brucellosis - Kontak dengan hewan
ternak (kambing yang
terinfeksi, babi), konsumsi
susu mentah
- Brucellosis akut: demam
undulant
- Brucellosis subakut
terlokalisasi: lumbago
karena spondilitis, mono
atau poliartritis,
osteomyelitis
Yellow fever - Riwayat perjalanan ke
daerah endemik atau wabah
lokal
- Tiba-tiba timbul demam
akut
- Sakit kepala, sakit
punggung, nyeri tulang
- Diikuti oleh jaundice dalam
2 minggu
Plague - Riwayat terpapar tikus atau
kutu
- Pasien yang tidak sehat,
serangan mendadak
- Kelelahan ekstrim
- Nyeri kelenjar getah bening:
lunak yang nyeri, nyeri
tekan (bulbonic plague)
- Dyspneu akut, nyeri dada
pleuritik (pneumatic plague)
Cryptococcosis - Biasanya pada AIDS lanjut,
jarang terjadi tanpa HIV
- Meningo-ensefalitis: sakit
kepala, kebutaan
- Tekanan intracranial tinggi
pada LP, CSF positif pada
India ink stain
- Pneumonia: batuk, ada
kekeruhan pada rontgen
toraks
- Jika tersedia, serum positif
atau antigen cryptococcal
CSF
Mycobacterium avium complex - Biasanya pada AIDS lanjut,
(MAC) jarang terjadi tanpa HIV
- MAC yang terlokalisasi:
pneumonia seperti
tuberkulosis, adenopati,
osteomyelitis
- MAC diseminata:
limfadenopati menyeluruh,
diare, dan nyeri perut
- BTA positif pada dahak,
tinja, atau aspirasi kelenjar
getah bening: konfirmasi
kultur
- Tidak ada respon atau
respon hanya sebagian
terhadap terapi anti-TB
standar
Lymphoma - Penurunan berat badan,
keringat malam
- Pembesaran kelenjar getah
bening, hepatosplenomegali
Deep fungal infections - Biasanya pada AIDS
(histoplasmosis, penicilliosis, stadium lanjut, dapat terjadi
coccidiomycosis, tanpa HIV
paracoccidiomycosis) - Lesi kulit
- Opasitas nodular atau lobar
pada rontgen toraks
- Hepatosplenomegali
- Daerah endemik yang
bervariasi, tergantung pada
spesies
Cytomegalovirus (CMV) - Sakit saat menelan
- Diare
- Kehilangan penglihatan
(CMV retinitis pada
funduskopi)
- Komplikasi AIDS lanjut
Toxoplasmosis - Sakit kepala
- Defisit neurologis fokal
- Komplikasi AIDS lanjut
African human trypanosomiasis - Daerah endemic di Afrika
(sleeping sickness) - Dapat terjadi tanpa HIV
- Demam intermiten, sakit
kepala
- Limfadenopati menyeluruh,
khususnya pada trigonum
posterior servikal
- Gangguan tidur
- Konsentrasi buruk dan
perubahan kepribadian
Acute Chagas disease (American - Daerah endemic di Amerika
trypanosomiasis) Latin
- Demam selama beberapa
minggu
- Pembengkakan kedua
kelopak sebelah mata
(Romaña sign), nodul nyeri
(chagoma)
- Ruam kulit, pembesaran
kelenjar getah bening lokal
Visceral leishmaniasis (Kala - Daerah endemik
azar) - Demam, wasting syndrome,
selaput lendir pucat
- Limfadenopati menyeluruh
- Splenomegali, kulit menjadi
gelap

 Hipertermia: suhu > 40,50C


Heat stroke - Paparan sinar matahari yang
berlebihan
- Disfungsi sistem saraf pusat
(misal kecemasan, delirium,
kejang, koma)
- Hangat, kulit merah tanpa
berkeringat
- Tanda-tanda kerusakan
organ akhir: hipotensi;
hipoglikemia: peningkatan
enzim hati atau ginjal;
koagulasi intravaskular
diseminata (DIC)
Intracranial injury - Perdarahan (melibatkan
pons)
- Stroke (melibatkan
hipotalamus)
- Status epileptikus
- Tumor
Drug effect - Toksisitas dari SSRI, MAOI,
antikolinergik (misal
diphenhydramine,
promethazine, amitriptyline,
atropine), fluoxetine atau
SSRI lainnya
- Penarikan dari alkohol
(delirium tremens)
- Hipertermia ganas sebagai
respon terhadap halothane
- Sindrom ganas neuroleptik
Endocrine conditions - Tirotoksikosis
- Krisis adrenal
- Pheochromocytoma
Infectious causes - Sepsis
- Abses otak
- Meningitis
- Demam typhoid
- Malaria
- Demam kambuh
4. Patogenesis Demam
Demam
Demam, yang berarti suhu tubuh di atas batas normal, dapat disebabkan
oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang
memengaruhi pusat pengaturan-suhu. Beberapa penyebab demam (dan
juga suhu tubuh di bawah normal). Penyebab tersebut meliputi penyakit
yang disebabkan oleh bakteri, tumor otak, dan keadaan lingkungan yang
dapat berakhir dengan heatstroke.

Mengatur Kembali Pusat Pengaturan Suhu Hipotalamus pada


Penyakit Demam-Efek Pirogen

Sebagian besar protein, hasil pemecahan protein, dan beberapa zat


tertentu lainnya, terutama toksin liposakarida yang dilepaskan membran
sel bakteri, dapat menyebabkan peningkatan set-point pada termostat
hipotalamus. Zat yang menimbulkan efek seperti ini disebut pirogen.
Pirogen yang dilepaskan bakteri toksik atau pirogen yang dilepaskan dari
degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan demam selama keadaan
sakit Ketika set-point menjadi lebih tinggi dari normal, semua
mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh terlibat, termasuk
penyimpanan panas dan peningkatan pembentukan panas.

Gambar 1.1 Terjadinya demam


Mekanisme Kerja Pirogen dalam Menyebabkon Demam-Peran
Sitokin.

Percobaan pada hewan telah memperlihatkan bahwa beberapa pirogen,


ketika disuntikkan ke dalam hipotalamus, dapat segera bekerja secara
langsung pada pusat pengaturan sunu hipotalamus untuk meningkatkan
set-pointnya. Pirogen lainnya berfungsi secara tidak langsung dan
mungkin membutuhkan periode laten selama beberapa jam sebelum
menimbulkan efek ini. Hal ini terjadi pada sebagian besar bakteri
pirogen, terutama endotoksin dari bakteri gram negatif.

Apabila bakteri atau hasil pemecahan bakteri terdapat di dalam jaringan


atau dalam darah, keduanya akan difagositosis oleh leukosit darah,
makrofag jaringan dan limfosit pembunuh bergranula besar. Seluruh sel
ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan
sitokin, berbagai kelompok molekul sinyal peptida yang terlibat dalam
respons imun bawaan dan adaptif. Salah satu yang paling penting dari
sitokin ini yang menyebabkan demam adalah interleukin-1

(IL-)- yang juga disebut leukosit pirogen atau pirogen endogen


Interleukin-1 dilepas oleh makrofag-ke dalam cairan tubuh dan saat
mencapai hipotalamus, hampir segera mengaktifkan proses yang
menimbulkan demam, kadang kadang meningkatkan suhu tubuh yang
jelas terlihat dalam waktu 8 sampai 10 menit. Sebanyak sepersepuluh juta
gram endotoksin lipopolisakarida dari bakteri, bekerja bersama-sama
dengan leukosit darah, makrofag jaringan, dan limfosit pembunuh, dapat
menyebabkan demam. Jumlah interleukin-1 yang dibentuk sebagai
respons terhadap lipopolisakarida untuk menyebabkan demam hanya
beberapa nanogram.

Beberapa percobaan telah menunjukkan bahwa interleukin-


1menyebabkan demam, pertama- tama dengan menginduksi
pembentukan salah satu prostaglandin terutama prostaglandin E, atau zat
yang mirip, dan selanjutnya bekerja di hipotalamus untuk
membangkitkan reaksi demam. Ketika pembentukan prostaglandin
dihambat oleh obat, demam sama sekali tidak terjadi atau paling tidak
berkurang. Sebenarnya, hal ini mungkin sebagai penjelasan bagaimana
cara aspirin menurunkan demam, karena aspirin mengganggu
pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat. Obat seperti aspirin
vang menurunkan demam disebut antipiretik

5. Epidemiologi Chikungunya
CHIKV ditularkan oleh nyamuk dari spesies Aedes, khususnya Aedes
albopictus, Aedes aegypti, dan Aedes polynesiensis.
Chikungunya berasal dari Afrika dan setelah itu menyebar ke seluruh
dunia, menginfeksi jutaan orang di Asia, Eropa, Amerika, dan Kepulauan
Pasifik.
Analisis filogenetik telah mengidentifikasi empat genotipe CHIKV yang
berbeda yaitu Asia, Afrika Barat, Afrika Timur / Tengah / Selatan
(ECSA), dan Indian Ocean Lineage (IOL).
Di Afrika, CHIKV pertama kali dilaporkan di Tanzania pada tahun 1952
dan diikuti oleh Central African Republic, Guinea, Burundi, Angola,
Uganda, Malawi, Nigeria, Democratic Republic of the Congo, dan
beberapa negara bagian lainnya.
Di Asia, CHIKV pertama kali dilaporkan di Bangkok, Thailand pada tahun
1958. Pada 2005-2006, sebuah penelitian mengungkapkan bahwa tingkat
seroprevalensi adalah 4% di Myanmar, 6% di Sri Lanka, 25% di Vietnam,
27% di Filipina, dan 27,4% di Indonesia.
Di Eropa, CHIKV pertama kali dilaporkan di Emilia-Romagna, Italia pada
2007. Di Amerika, kemunculan CHIKV terjadi pada bulan Desember 2013
di Saint Martin dan virus menyebar ke 17 negara di Selatan Amerika
hingga Desember 2014. Sejak pertama kali dilaporkan pada Saint Martin,
transmisi CHIKV diidentifikasi di 45 negara, di Karibia, Amerika Utara,
Amerika Selatan, dan Amerika Tengah
Untuk di Indonesia, pada tahun 1972, CHIKV dilaporkan di Sumatera
Timur, Kalimantan, Bali, Jawa, Sulawesi, dan Flores. Dari tahun 2002
hingga 2008, CHIKV dikonfirmasi di Jawa Barat dan Bandung.
Bioburden tahunan tidak pernah melebihi 5000 kasus. Tingkat kejadian
keseluruhan ditemukan 10,1 kasus per 1000 orang per tahun.
6. Pathogenesis dan Patofisiologi Chikungunya

a. Pathogenesis
Gigitan nyamuk betina mendominasi dalam transmisi virus
chikungunya. Nyamuk yang terinfeksi menggigit inang dan
menginfeksi melalui inokulasi pada kulit. Infeksi menyebar melalui
fibroblas dan makrofag dermal. Replikasi virus memulai respons
imun inang. Virus melalui sistem peredaran darah dengan cepat
menyebar ke kelenjar getah bening. Pada replikasi virus jaringan
perifer terjadi dan virus dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk.
Ketika virus mencapai organ target (otot, persendian, hati dan otak)
dihasilkan respons imun.

b. Patofisiologi
1) Transmisi
 Urban cycle
Transmisi melalui manusia- nyamuk- manusia yang
mendominasi wilayah asia. Disini, manusia bersifat sebagai
host dan spesies nyamuk aedes sebagai vector aedes aegypti
adalah vector utama untuk transmisi chikugunya termasuk
di area urban. Aedes albopictus juga menjadi penyebab
epidemic. Kedua spesies ini dapat berkembang di air yang
bersih di tempat tertentu.
 Sylvatic cycle
Transmisinya melalui hewan- nyamuk- manusia yang
sering ada di afrika dan biasanya antara primate liar dan
aedes (aedes furcifer, aedes luteocephalus, aedes taylori dan
aedes africanus) di hutan afrika.
2) Immunological response to infection
Nyamuk yang terinfeksi yang menggigit kulit akan membuat
portal entry virus ke badan dan berefek ke sel seperti
keratinosit, melanosit, sel dendritic dan berkontribusi untuk
menyebar virus ke target organ lainnya.

Infeksi chikugunya bersifat cytopathic event yang dapat


menyebabkan apoptosis sel sebagai hasil dari innate immune
response. Apoptotic blebs yang dilepaskan dari sel hang mati
meningkatkan kesempatan infeksi untuk menyebar ke sel yang
tidak terinfeksi. Makrofag memperparah situasi dengan
menginduksi fagositosis sel yang terinfeksi dan melepaskan
CHIKV mengandung blebs untuk sirkulasi dan interfere
dengan host immune response.
Poses seluler lain yang melibatkan infeksi CHIKV adalah
autofagi yang adalah proses replikasi CHIKV yang meningkat
di manusia.

3) Innate immune response


First line defense di tubuh. Monosit, NK cell adalah leukosit
yang menyediakan innate immunity ke beberapa infeksi virus.
Sel tersebut menmpercepat diseminasi virus sebagai main
location di jaringan perifer dan sistem sirkulasi tubuh. Di kasus
CHIKV, infeksi hematopietic dan nonhematopoietic, sel akan
terlibat dari innate immune system.
Tipe 1 IFN menyediakan antiviral pathway dan memainkan
peran yang penting melawan viral infection. IFN- α dan IFN-
memainkan peran yang penting dalam peran antiviral di kasus
CHIKV. Produksi IL-6 yang meningkat dapat menyebabkan
arthralgia presisten yang menyebabkan infeksi virus ke sendi
lutut.
Level NK meningkat akan berkontribusi untuk inflamasi sendi.
Monosit/makrofag di sistem circulatory bisa mendiseminasi
infeksi virus dan sebagai reservoir infeksi virus.

4) Adaptive immune response


Infeksi chikugunya dapat memberi perlindungan dari adaptive

immunity. Itu sudah diobservasi bahwa jika anti CHIKV

immune response awalnya di established, maka dapat

sepenuhnya melindungi host. Dari reinfeksi CHIKV. Peran T

cell di pasien terinfeksi masih


belum terbukti tetapi sudah
terobservasi bahwa di stage awal penyakit, CD8 + T cell memainkan
peran penting sedangkan CD4+ mendominasi di later stages of the
disease untuk memberi respons humoral. Anti CHIKV antibody
memiliki strategi yang memungkinkan untuk membasmi CHIKV
infection.

7. Penegakan Diagnosa

 Diagnosis dapat tertunda karena mungkin ada kebingungan gejala


antara demam berdarah atau Zika. Demam dan polyarthralgia
memberikan sensitivitas 84%, nilai prediksi positif 71% (PPV), dan
nilai prediksi negatif 83% (NPV).
Tes ELISA dapat digunakan untuk mengkonfirmasi adanya antibodi
anti-CHIKV, dengan tingkat antibodi IgM tertinggi pada tiga hingga
lima minggu setelah infeksi dan bertahan hingga dua bulan. PCR juga
dapat digunakan untuk genotipe virus.
 Kriteria untuk diagnosis:
1. Kriteria klinis:
Demam akut >38,5ºC dan atharlgia/arthritis parah yang tidak
dijelaskan oleh kondisi medis lainnya
2. Kriteria epidemiologis:
Berada atau pernah mengunjungi daerah epidemi, melaporkan
penularannya dalam 15 hari sebelum timbulnya gejala
3. Kriteria laboratorium:
setidaknya satu (yang positif) dari tes berikut ketika dalam fase
akut:
- Isolasi virus
- Adanya RNA virus oleh RT-PCR
- Adanya antibodi IgM spesifik virus dalam sampel serum
tunggal yang diambil dalam tahap akut atau konvalesen.
- Peningkatan titer IgG empat kali lipat dalam sampel yang
diambil setidaknya tiga minggu setelahnya.
 Penegakan diagnosa:

Possible case : pasien memenuhi kriteria klinis

Probable case : pasien memenuhi kriteria klinis dan epidemiologis

Confirmed case : pasien memenuhi kriteria laboratorium, terlepas dari


presentasi klinis

8. Tatalaksana

Pengobatan saat ini berfokus pada mengurangi keparahan gejala daripada


menyembuhkan penyakit. Pengobatan terutama melibatkan penggunaan
antipiretik dan NSAID. Namun, belum ada penelitian yang mengevaluasi
secara sistematis kemanjuran pengobatan ini, dan gejala dapat menghilang
tanpa intervensi. Penggunaan kortikosteroid untuk pengobatan tahap akut
telah mencapai keberhasilan yang beragam dan ragu-ragu digunakan
karena kemungkinan gejala yang memburuk pasca perawatan.
Mempertahankan kadar cairan yang tepat adalah sangat penting. Ada juga
bukti yang muncul bahwa obat-obatan yang menghambat transportasi
kolesterol, seperti senyawa kelas 11 amphiphilic kationik U18666A dan
imipramine, mungkin efektif melawan fusi membran CHIKV, dan
memiliki potensi untuk bekerja melawan arbovirus lain.

Untuk artralgia kronis yang parah, (DMARDs), termasuk methotrexate,


hydroxychloroquine, atau sulphasalazine, telah diusulkan. Mirip dengan
perawatan akut, kemanjuran sistematis DMARDs untuk perawatan kronis
tidak diketahui, walaupun ada laporan yang menggambarkan hasil positif
dengan penghentian gejala dalam 4-6 bulan.

Sehingga tatalaksana untuk cikungunya adalah:

- Tirah baring
- Pencegahan untuk dehidrasi dengan banyak minum, jika tidak
dapat minum dilakukan infus
- Pemberian acetaminophen atau paracetamol untuk mengurangi
nyeri dan demam
- Kortikosteroid
- Aspirin harus dihindarkan karna memiliki efek samping reye
sindrom (pembengkakan di otak dan kerusakan hati)
- Jika akan diberikan obat lain harus melakukan konsultasi
dengan dokter lain
- Yang paling penting adalah pencegahan gigitan nyamuk dalam
seminggu pertama, agar tidak terjadi penularan virus
cikungunya.

9. Komplikasi

Komplikasi langka termasuk uveitis, retinitis, miokarditis, hepatitis,


nefritis, lesi kulit bulosa, perdarahan, meningoensefalitis, mielitis, sindrom
Guillain-Barré, dan kelumpuhan saraf kranial. Orang yang berisiko
penyakit parah meliputi neonatus yang terpapar intrapartum, orang dewasa
yang lebih tua (mis.,> 65 tahun), dan orang dengan kondisi medis yang
mendasarinya (mis., Hipertensi, diabetes, atau penyakit kardiovaskular).
Beberapa pasien mungkin mengalami kekambuhan gejala reumatologis
(mis., Polyarthralgia, polyarthritis, tenosynovitis) pada bulan-bulan setelah
penyakit akut. Studi melaporkan proporsi variabel pasien dengan nyeri
sendi persisten selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Kematian
jarang terjadi dan kebanyakan terjadi pada orang dewasa yang lebih tua.

10. Prognosis

Meskipun demam Chikungunya adalah penyakit yang sembuh sendiri,


kasus komplikasi yang jarang terjadi telah dilaporkan di India selama
wabah besar di antara pasien dengan komorbiditas (kardiovaskular,
pernapasan, neurologis), neonatus, pasien lansia, pasien
immunocompromised. Dalam sebuah laporan dari wabah Pulau Reunion
pada tahun 2005, 610 pasien dengan komorbiditas mengalami presentasi
yang tidak biasa, 65 di antaranya meninggal. Beberapa komplikasi
termasuk hepatitis, meningoensefalitis, dermatosis bulosa, dan pneumonia.
Angka kematian secara keseluruhan dalam laporan ini adalah 10,6% dan
lebih tinggi di antara orang tua

11. Pencegahan dan Pengendalian

Kedekatan lokasi perkembangbiakan vektor nyamuk dengan tempat


tinggal manusia merupakan faktor risiko yang signifikan untuk
chikungunya dan juga untuk penyakit lain yang ditularkan oleh spesies ini.
Pencegahan dan pengendalian sangat bergantung pada pengurangan
jumlah habitat wadah berisi air alami dan buatan yang mendukung
perkembangbiakan nyamuk. Ini membutuhkan mobilisasi masyarakat yang
terkena dampak. Selama wabah, insektisida dapat disemprotkan untuk
membunuh nyamuk terbang, diaplikasikan pada permukaan di dalam dan
di sekitar wadah di mana nyamuk mendarat, dan digunakan untuk
mengolah air dalam wadah untuk membunuh larva yang belum dewasa.

Untuk perlindungan selama wabah chikungunya, pakaian yang


meminimalkan paparan kulit pada vektor yang menggigit sehari
disarankan. Penolak nyamuk bisa diterapkan pada kulit yang terpapar atau
pakaian ketat sesuai dengan instruksi label produk. Penolak nyamuk harus
mengandung DEET (N, N-diethyl-3-methylbenzamide), IR3535 (3- [N-
acetyl-N-butyl] -aminopropionic acid ethyl ester) atau icaridin (1-
piperidinecarboxylic acid, 2- (2-hydroxyethyl) -1-methylpropylester). Bagi
mereka yang tidur di siang hari, terutama anak-anak kecil, atau orang sakit
atau orang tua, kelambu yang diberi insektisida memberikan perlindungan
yang baik. Kumparan nyamuk atau alat penguap insektisida lainnya juga
dapat mengurangi gigitan dalam ruangan.

Tindakan pencegahan dasar harus diambil oleh orang-orang yang


bepergian ke daerah berisiko dan ini termasuk penggunaan penolak
nyamuk, memakai lengan panjang dan celana panjang dan memastikan
kamar dilengkapi dengan layar untuk mencegah masuknya nyamuk.
BAB 3

PENUTUP

I. KESIMPULAN

Seorang perempuan berusia 24 tahun dibawa keluarganya ke IGD Rumah


Sakit dengan keluhan tidak bisa jalan sejak 3 hari terakhir karena sendi
kedua tungkai dan jari-jari kaki terasa nyeri dan bengkak. Selain itu pasien
juga mengeluhkan demam tinggi 5 hari terakhir.
Anamnesa
Dari anamnesa tidak didapatkan riwayat trauma, tidak didapatkan nyeri di
belakang mata, tidak didapatkan mimisan, tanda-tanda memar atau tanda-
tanda perdarahan lainnya. Tidak terdapat kulit yang kemerahan baik pada
area wajah maupun tubuh pasien. Pasien sebelumnya melakukan aktivitas
outbond di area hutan Mojosari yang gelap dan lembab. Berdasarkan data-
data di puskesmas Mojosari banyak pula pasien yang mengalami gejala-
gejala yang sama seperti ini setelah terkena gigitan nyamuk.
Pemeriksaan fisik
 KU: Compos Mentis
 Vital sign:
- Temp: 390C
- Nadi: 92 bpm
- TD: 110/70 mmHg
- RR: 18/mnt
 Pemeriksaan fisik khusus: kedua sendi tungkai nampak
bengkak serta nyeri
 Rumple leed test: tidak didapatkan ptechiae
Pemeriksaaan penunjang
 Lab:
- DL:
Hb: 12.1 mg/dl
Leukosit: 11.890/mcl
Thrombosit: 210.000/mcl
- NS-1: negative finding
Elisa test: IgM anti-chikungunya titer: detected with indeks 1.20

Pasien didiagnosis chikungunya. Terapi yang dilakukan istirahat, banyak minum


air, pemberian acetaminophen atau paracetamol untuk menurunkan nyeri dan
demam. Tidak boleh diberikan aspirin. Konsultasi untuk penggunaan obat lain dan
menghindari gigitan nyamuk pada minggu pertama serangan chikungunya.
II. MIND MAP AKHIR
DAFTAR PUSTAKA

Albert, D., et. all, 2011. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary 32th Edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders.

David, M., 2017, Focused History taking for OSCEs. Boca Raton: CRC Press. p9-
12

Ganesan V.K., Duan B., Reid S.P. (2017). Chikungunya Virus: Patophysiology,
Mechanism and Modelling. Viruses. 9(368):1-14

Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2014). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi
keduabelas. Singapore: Elsevier.

Hall, J. E., 2014. Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
Keduabelas. Singapore: Elsevier.

Nelwan, R.H. H., 2014. Demam: tipe dan pendekatan dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 6 Jilid I, Jakarta: Interna Publishing.

Jong W.D., Rusli M., Bhoelan S., Rohde S., Rantam F.A., Noeryoto P.A., Hadi
U., Gorp E.C.M., Goijenbier M. (2018). Endemic and emerging acute virus
infections in Indonesia: an overview of the past decade and implications for the
future. Critical Reviews in Microbiology. 44(4): 487–503

Morrisson T.E. (2014). Reemergence of Chikungunya Virus. Journals of virology.


88(20): 11644-11647.

Rahman S., Suchana S.A., Rashid S.M.S., Pavel O.F. (2017). A Review Article on
Chikungunya Virus. World journal of pharmaceutical research. 6(13): 100-107.

Sherwood, L., 2016. Human Physiology From Cells to Systems 9th Edition.
Boston: Cengage Learning. p. 633-635.
Wahid B., Ali A., Rafique S., Idrees M. (2017). Global Expansion of
Chikungunya Virus: Mapping of the 64 Years History. International Journal of
Infectious Diseases. 58 (2017): 69–76

WHO, 2011. IMAI District clinician Manual: Hospital care for adolescents and
adults volume 2. Switzerland: WHO Press.

http://www.searo.who.int/entity/emerging_diseases/topics/Def_Chikungunya_Fev
er.pdf

https://www.cdc.gov/chikungunya/transmission/index.html

https://www.cdc.gov/chikungunya/hc/clinicalevaluation.html

https://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2020/posttravel-evaluation/fever

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/chikungunya

Anda mungkin juga menyukai