ABSTRAK
Vitamin C merupakan antioksidan yang paling banyak digunakan dan masih terus diteliti karena
memiliki masalah terhadap stabilitasnya dalam sediaan farmasi. Adanya air, udara dan cahaya
dapat menyebabkan vitamin C dalam bentuk asam askorbat terurai menjadi asam
dehidroaskorbat dan kemudian menjadi asam oksalat yang tidak aktif. Magnesium askorbil
fosfat lebih stabil dibandingkan asam askorbat. Namun, pada kenyataannya magnesium askorbil
fosfat tidak efektif sebagai sediaan topikal. Diformulasikan sediaan semisolid tanpa air asam
askorbat dan magnesium askorbil fosfat menggunakan basis silikon yang akan dibandingkan
stabilitasnya dalam sediaan semisolid basis air (krim). Persentase kadar pengujian stabilitas
dipercepat setelah penyimpanan selama 8 minggu pada suhu hangat 40±20 oC dengan metode
KLT Densitometri terhadap sediaan semisolid basis air asam askorbat, basis air magnesium
askorbil fosfat, basis silikon asam askorbat dan basis silikon magnesium askorbil fosfat berturut
adalah 0,67%, 2.45% , 3.74% dan 4.57% dari 5% zat aktif yang ditambahkan. Persentase ini
menunjukkan bahwa sediaan semisolid basis silikon jauh lebih stabil dibandingkan sediaan
semisolid basis air. Ini membuktikan bahwa basis tanpa air merupakan sistem yang ideal
sebagai pembawa untuk asam askorbat. Magnesium askorbil fosfat lebih stabil dibandingkan
asam askorbat, namun kekuatan antioksidannya berdasarkan metode pengujian peredaman
DPPH diperoleh IC50 105,15 ppm dimana potensi antioksidannya jauh lebih rendah
dibandingkan asam askorbat dengan IC50 2,66 ppm.
Kata kunci : Vitamin C, asam askorbat, magnesium askorbil fosfat, silikon, stabilitas
kimia, KLT Densitometri
ABSTRACT
Vitamin C is an antioxidant which is the most widely used and is still studied because it has the
problem of stability in pharmaceutical preparations. Presence of water, air and light can cause
vitamin C in the form of ascorbic acid breaks down into dehydroascorbic acid and finally be
inactive of oxalic acid. Using vitamin C derivatives such as magnesium ascorbyl phosphate are
more stable than ascorbic acid. However, in reality magnesium ascorbyl phosphate is not
effective as a topical preparation. Ascorbyl acid was made into semisolid preparation without
water (silicone based), and then the stability will be compared with semisolid aqueous based
(cream). Percentage level after 8 weeks accelerated stability testing at a temperature of 40±20 oC
with TLC Densitometry for semisolid aqueous based ascorbic acid, aqueous based magnesium
ascorbyl phosphate, ascorbic acid silicone based and magnesium ascorbyl phosphate silicone
based are respectively 0,67%, 2.45% , 3.74% and 4.57% of 5% active substance added. This
percentage shows that semisolid silicone based is more stable than semisolid aqueous based.
This proves that non aqueous is ideal as a carrier system for ascorbic acid. Magnesium ascorbyl
phosphate is more stable than ascorbic acid, but antioxidants potential obtained (IC 50 105.15
ppm) measured by DPPH method was lower than ascorbic acid with IC 50 2.66 ppm.
3. Metode Penelitian
3.1 Alat
Lempeng KLT Silika Gel F254 (Merck, Jerman), bejana KLT (Camag), KLT
densitometer (Camag TLC Scanner 3), komputer yang dilengkapi dengan program
winCATS, spektrofotometer UV-Vis (Jasco V-530, Jepang) homogenizer (Omni-
Multimix Inc., Malaysia), viskometer brookfield (Brookfield, USA), sentrifugator
(Kubota 5100, Jepang), Oven (Memmert, Jerman).
3.2 Bahan
Asam askorbat (DSM Nutritional Product, USA), Magnesium Askorbil fosfat
(Spec-Chem Industry, China), Dimetikon (Momentive Performance Materials,
Thailand), Siklometikon (Momentive Performance Materials, Thailand), DPPH (Sigma-
Aldrich, Amerika Serikat), Metanol p.a (Merck, Jerman), Petroleum eter (Merck,
Jerman), Asam asetat glasial (Mallinckrodt, Swedia), dan n-butanol (Merck, Jerman).
4.3.2. Pengukuran pH
Pengukuran pH hanya dilakukan pada sediaan basis air. Hasil pemeriksaan pH
sediaan basis berair asam askorbat dan magnesium askorbil fosfat pada minggu ke-0
secara berturut-turut adalah 5,87 dan 6,09. Perubahan pH setiap 2 minggu dengan waktu
penyimpanan pada suhu hangat (40±2oC) dapat dilihat pada gambar berikut.
8
Dari grafik diatas, terlihat adanya penurunan pH dari sediaan semisolid basis
air asam askorbat. Hal ini diduga akibat terjadinya proses pelepasan ion hidrogen (H +)
yang dimiliki oleh vitamin C akibat adanya proses oksidasi pada kondisi hangat,
sehingga pH sediaan menjadi semakin asam. Sedangkan sediaan semisolid basis air
magnesium askorbil fosfat terjadi peningkatan pH karena adanya proses pelepasan Mg
pada struktur magnesium askorbil fosfat yang akan berikatan dengan air membentuk
MgOH yang menyebabkan pH sediaan menjadi semakin basa.
400
Konsistensi (1/10mm)
(a) (b)
Gambar 2. (a) Hasil pengukuran konsistensi, (b) Grafik perhitungan yield value
4.3.4. Pengukuran Viskositas
Sediaan masing-masing formula memiliki tipe aliran non newton. Hasil
evaluasi viskositas keempat formula pada penyimpanan suhu kamar menunjukan
sediaan semisolid basis air viskositasnya menurun, sedangkan sediaan semisolid basis
silikon menjadi semakin kental seiring dengan lamanya waktu penyimpanan.
Perubahan viskositas ini dikarenakan adanya tekanan geser dari pengaduk yang
digunakan saat pembuatan sediaan. Tekanan geser akan mengubah struktur polimer
basis sediaan menjadi agak renggang, sehingga menjadi encer saat baru dibuat. Setelah
dilakukan penyimpanan, untuk sediaan semisolid basis air struktur dari polimer tidak
kembali ke keadaan semula karena adanya hidrolisis ikatan polimer-polimer oleh asam
yang menyebabkan viskositasnya menjadi turun, sedangkan untuk sediaan semisolid
basis silikon, struktur dari polimer akan kembali seperti semula karena tidak ada
pengaruh hidrolisis, sehingga sediaan menjadi lebih kental (Martin, Swabrick, and
Cammarata, 1993).
350000
300000
basis berair asam askorbat
viskositas (cps)
250000
200000
basis berair magnesium
150000 askorbil fosfat
100000 basis silikon asam
50000 askorbat
0 basis silikon magnesium
0 8 askorbil fosfat
Waktu (minggu)
Waktu (minggu)
Pada suhu tinggi, sediaan semisolid basis air asam askorbat akan cepat terurai
sehingga kadarnya terus menurun setiap minggunya. Hal ini dikarenakan suhu tinggi
dan dengan adanya air yang dapat menyebabkan sediaan cepat teroksidasi. Sediaan
semisolid basis air magnesium askorbil fosfat juga mengalami penurunan kadar,
walaupun tidak sebesar asam askorbat. Derivat vitamin C ini, secara teoritis memang
lebih stabil dibandingkan dengan asam askorbat. Sedangkan hasil pengukuran kadar
sediaan semisolid basis silikon, tanpa adanya air menunjukan penurunan kadar asam
askorbat yang cukup kecil, bahkan penurunan kadar sangat kecil sekali pada magnesium
askorbil fosfat.
Dari data yang didapatkan, ditentukan orde reaksi penguraian dari keempat
sediaan dengan memplot log konsentrasi terhadap waktu yang menunjukan laju
penguraian vitamin C dalam sediaan. Penurunan kadar sediaan semisolid basis silikon
dimana tanpa ada air lebih stabil dibandingkan dengan sediaan semisolid basis air,
karena adanya air dan suhu yang tinggi dapat mempercepat proses oksidasi vitamin C.
Walaupun tetap terjadi penurunan kadar asam askorbat dalam basis silikon, tapi
penurunan kadar ini berbeda jauh jika dibandingkan sediaan yang mengandung air.
0.8
y = -0.0047x + 0.6999
0.6 R² = 0.96126 basis silikon magnesium
askorbil fosfat
y = -0.0168x + 0.7005
0.4 basis silikon asam askorbat
R² = 0.98184
Log C
y = -0.0417x + 0.7252
0.2 R² = 0.99259
basis berair magnesium
0 y = -0.1117x + 0.7149 askorbil fosfat
R² = 0.99616
-0.2 0 2 4 6 8 10 basis berair asam askorbat
Hubungan antara energi aktivasi dengan laju reaksi adalah berbanding terbalik.
Semakin besar energi aktivasi maka laju reaksi semakin lambat karena energi minimum
untuk terjadi reaksi semakin besar.
5.2 Saran
a. Perlu dilakukan uji penetrasi dengan menggunakan sel difusi Franz agar dapat
dibandingkan kemampuan penetrasi asam askorbat dan magnesium askorbil fosfat
terhadap kulit.
b. Dilakukan formulasi sediaan dalam basis tanpa air dengan menggunakan basis yang
lain.
DAFTAR ACUAN
Austria, R., A. Semenzato, A. Bettero. (1996). Stability of vitamin C derivatives in
solution and topical Formulations Centro di Cosmetologia Chimica
dell'Universith di Padova, Dipartimento di Scienze Farmaceutiche, Via Marzoh
Padova, Italy. International Journal of Pharmaceutics 271–279
Azulay, M.M., dan Edileia B. (2009). Cosmeceuticals Vitamins. Department of Medical
Clinics dan Dermatology University of Rio de Janeiro dan University of Sao
Paulo, Brazil. Clinics in Dermatology 27, 469-474
Baquerizo, I., V. Gallardo, A. Parera dan M.A. Ruiz. (1999). Development,
Formulation, and Effectiveness Testing of a Silicone-Based Barrier-Type Hand
Cream. Departamento de Farmacia y Tecnologı´a Farmace´ utica, Facultad de
Farmacia, Universidad de Granada, Spain
Colven, Roy M. dan Pinnell, S.R. (1996). Topical Vitamin C in Aging. The Division of
Dermatology, Duke University Medical Center, Durham, North Carolina.
Clinics in Dermatology 14:227-234
Connors, KA, Gordon LA dan Valentino JS. 1992. Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi
jilid satu diterjemahkan dari Chemical Stability of Pharmaceuticals oleh Didik
G. IKIP Semarang Press : 180-182.
Djajadisastra,J., Sutriyo, dan Yang Disa Karina, (2010). Formulasi Lipstik
Menggunakan Liposom Magnesium Askorbil Fosfat Yang Dibuat Dengan
Metode Reverse Phase Evaporation, Medicinus Scientific Journal of
Pharmaceutical Development and Medical Application, vol 23 No. 2 Edition
June – August, ISSN 1979-9X, 39 – 44
Eeman, M., Rose B., dan Isabelle VR. (2012). Stabilization and Release of Vitamin C
from Anhidrous Silicone Systems. Dow Corning Europe and China Holding
Co, China. Society and Cosmetics
Jiang, Q, Reitz, R, dan Chan, Sum. (2010). Methods for Detecting Vitamin C by Mass
Spectrofotometry. Diakses dalam: www.freepatensonline.com/ US0084545AI
pada tanggal 18 desember 2012
K. Purushothamrao, Khaliq K., Sagare P., Patil S.K., Kharat S.S., dan Alpana K. (2010).
Formulation and Evaluation of Vanishing Cream for Scalp Psoriasis. Int J
Pharma Sci Tech, vol 4, Issue-1. ISSN: 0975-0525
Martin, A., Swarbick, J., and Cammarata, A. (1983). Farmasi Fisik Jilid II edisi ketiga
terj. Dari Physical Pharmacy oleh Joshita. Jakarta: UI Press.
Pinnell, Sheldon R. et.al. (2001). Topical L-Ascorbic Acid: Percutaneous Absorption
Studies. Duke University Medical Center Durham, PhytoCeuticals Elmwood
Park New Jersey, College of Veterinary Medicine, North Carolina State
University Raleigh, North Carolina. The American Society For Dermatologic
Surgery, Published by Blackwell Science, 27:137-142
Sene, Christophe. (2003). Silicone Excipients for Aesthetically Superior and Substantive
Topical Pharmaceutical Formulation. Diakses dalam: www.dowcorning.com
pada tanggal 25 Januari 2013
Spiclin, P., M. Gasperlin, V. Kmetec. (2001). Stability of ascorbyl palmitate in topical
microemulsions. Faculty of Pharmacy, University of Ljubljana, Askercea 7,
1000 Ljubljana, Slovenia
Spiclin, P, Miha Homar, Andreja Zupan, Mirjana Gašperlin. (2002). Sodium ascorbyl
phosphate in topical microemulsions. Faculty of Pharmacy, University of
Ljubljana, Askerceva 7, 1000 Ljubljana, Slovenia
Tranggono, R.I., dan Fatma L. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.
Editor: Joshita Djajadisastra, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
ty of Vitamin C in non- aqueous Carrier. Lab of Chemical Engineering Rheology, Chemical Engineering Research Center, East