Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN BACA ARTIKEL

“NASKAH NUSANTARA DAN BERBAGAI ASPEK YANG MENYERTAINYA”


OLEH: TEDI PERMADI

Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas individu pada mata kuliah
“Kodikologi” yang diampu oleh:

Dr. Rizqi Handayani, M.A.

Disusun oleh :
Andraella Nisrina Hakim (11170210000028)

Bahasa dan Sastra Arab


Fakultas Adab dan Humaniora
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta
2019
Berdasarkan isi bacaan artikel yang telah penulis kaji mengenai Naskah
Nusantara dan Berbagai Aspek yang Menyertainya dan ditambah dengan
referensi-referensi lainnya yang mencoba membahas mengenai hal tersebut,
terlihat bahwa keberadaan naskah Nusantara memang tak lepas dari peran-peran
di lingkungan sekitarnya. Seperti halnya yang telah dijelaskan oleh Tedi Permadi
dalam pengantarnya bahwa teks-teks naskah kuno Nusantara merekam ide atau
gagasan masyarakat yang hidup pada zamannya yang meliputi ajaran keagamaan,
moral, kebahasaan dan sebagainya. Selain itu, terjadi juga hubungan antara unsur-
unsur kekayaan alam dengan perkembangan kebudayaan yang merupakan
rangkaian yang tak terpisahkan dari keseluruhan sejarah kehidupan manusia.
Sehingga untuk memahami masa lalu suatu masyarakat, salah satu caranya ialah
melalui wujud-wujud kebudayaan yang berasal dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan dan sebagainya yang umumnya terekam dalam bentuk
ungkapan bahasa yang mediumnya berupa tradisi lisan dan tulisan secara turun
temurun.

Membahas naskah Nusantara, secara tidak langsung juga membahas tradisi


tulis yang terjadi Nusantara. Oleh karena itu, naskah menjadi objek penelitian
filologi karena didalamnya terdapat teks yang dapat dikaji isi dan kandungannya
sehingga dapat diketahui fenomena-fenomena yang terjadi pada masa lampau.
Pengertian naskah itu sendiri ialah karangan yang masih ditulis dengan tangan;
karangan seseorang yang belum diterbitkan; bahan-bahan berita yang siap untuk
diset; dan rancangan (KBBI, 1996:684).

Dalam konteks filologi Indonesia, kata “naskah” dan “manuskrip” dipakai


dalam pengertian yang sama, yakni merujuk pada dokumen yang didalamnya
terdapat teks tulisan tangan, baik berbahan kertas (kebanyakan kerta Eopa),
daluwang (kertas lokal dari daun saeh), lontar (kertas lokas dari daun lontar),
bambu, dan lainnya. Dalam sumber-sumber yang terkait studi naskah, kata
manuskrip sering disingkat menjadi MS (manuscript) untuk naskah tunggal dan
MSS (manuscripts) yang merujuk pada naskah yang jumlahnya lebih dari satu.1
1
Oman Fathurahman, Filologi Indonesia: Teori dan Metode, (Jakarta: Kencana,
2017), hlm. 22-23.

Laporan Baca Artikel


“Naskah Nusantara dan Berbagai Aspek yang Menyertainya” 1
Kata naskah sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Arab “naskhah”.2
Menurut Mamat (1988:33), di dalam bahasa Malaysia, kata naskhah digunakan
meluas sebelum perkataan manuskrip.3 Begitupun di Indonesia kata naskhah
bergeser menajadi naskah yang sering diikuti dengan kata-kata lain seperti naskah
pidato, naskah perjanjian dan sebagainya. Menurut Tedi Permadi, naskah
merupakan padanan dari kata bahasa Inggris manuscript ‘tulisan manusia’ atau
kata bahasa Belanda handschrift ‘tulisan tangan’. Jadi, naskah adalah tempat teks-
teks itu ditulis. Naskah memiliki wujud yang kongkret, nyata, dapat dipegang dan
diraba. Oleh karena itu, pemahaman terhadap teks klasik hanya dapat dilakukan
lewat naskah yang merupakan alat penyimpanannya. Jadi, filologi mempunyai
sasaran kerja dan objek kongkret berupa sebuah naskah.

Seperti sebelumnya telah dipaparkan oleh beberapa ahli bahwasanya


naskah merupakan tempat teks-teks itu ditulis dan ilmu yang memfokuskan pada
kajian teks ialah filologi, maka ilmu yang mempelajari mengenai fisik naskah itu
disebut dengan kodikologi.

Naskah dibedakan atas adanya fisik dan kandungan teks, fisik naskah
adalah medium yang mewadahi teks sebagai kandungannya. Medium dalam
naskah dapat dibedakan pula atas dua hal, yaitu bahan dan teknik. Dalam
identifikasi naskah, yang pertama kali dapat dilakukan di antaranya adalah
pendeskripsian medium.4

Hal tersebut juga dijelaskan oleh Oman Fathurahman, bahwa filologi juga
dapat disebut sebagai tekstologi yakni ilmu yang memfokuskan kajiannya pada
teks. Padahal, selain teks, dalam naskah juga terdapat “komponen” lain yang patut
diperhatikan, yakni menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan fisik naskahnya,

2
Bani Sudardi, Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi, (Surakarta:
Penerbit Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret, 2001), hlm. 6.
3
Sri Wulan Rujiati Mulyadi, Kodikologi Melayu di Indonesia, Lembar Sastra
Edisi Khusus No. 24, (Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1994), hlm. 22-23.
4
Tedi Permadi, Identifikasi Bahan Naskah (Daluang) Gulungan Koleksi Cagar
Budaya Candi Cangkuang dengan Metode Pengamatan Langsung dan Uji Sampel di
Laboratorium, Jumantara Vol. 3 No. 1, (Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia, 2012), hlm. 129.

Laporan Baca Artikel


“Naskah Nusantara dan Berbagai Aspek yang Menyertainya” 2
seperti alas naskah, sejarah dan asal-usul naskah, cap kertas (watermark), kolofon
dan aksara. Bagian ini akan menjelaskan sebuah cabang ilmu lain yang
memfokuskan kajiannya pada fisik naskah yakni Kodikologi.5

Begitupula menurut Baried, ia menyimpulkan bahwa kodikologi adalah


ilmu yang mempelajari seluk-beluk naskah atau semua aspek yang berhubungan
dengan naskah, antara lain bahan naskah, umur naskah, tempat penulisan naskah
dan perkiraan penulisan naskah.6

Seperti yang telah dijelaskan oleh beberapa ahli tersebut, bahwa


kodikologi ialah kajian yang berkaitan dengan fisik naskah. Maka setelahnya akan
dijelaskan mengenai aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam mengkaji fisik
naskah.

Bahan naskah atau bisa juga disebut alas naskah ialah sesuatu atau bahan
tertentu yang pada permukaannya dituliskan suatu tanda atau lambang atau huruf.
Identifikasi bahan naskah pada dasarnya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dan berdasarkan pengujian di
laboratorium. Pengamatan secara langsung di lapangan dapat dilakukan dengan
bantuan alat ukur dan peralatan lainnya yang diperlukan. Alat ukur yang
digunakan di lapangan memberikan hasil ukur secara langsung, seperti panjang
dan lebar bahan naskah, ketebalan bahan naskah, warna bahan naskah, jenis
aksara, dan warna tinta tulis yang digunakan. Adapun pengujian bahan di
laboratorium dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan laboratorium dan
didasarkan pada metode dan standar yang sudah diakui secara nasional, yaitu
SNI.7

5
Oman Fathurahman, Filologi Indonesia: Teori dan Metode, (Jakarta: Kencana,
2017), hlm. 109.
Siti Baroroh Baried, Pengantar Filologi, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan
6

Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985), hlm. 55.


7
Tedi Permadi, Identifikasi Bahan Naskah (Daluang) Gulungan Koleksi Cagar
Budaya Candi Cangkuang dengan Metode Pengamatan Langsung dan Uji Sampel di
Laboratorium, Jumantara Vol. 3 No. 1, (Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia, 2012), hlm. 129.

Laporan Baca Artikel


“Naskah Nusantara dan Berbagai Aspek yang Menyertainya” 3
DAFTAR PUSTAKA

Baried, Siti Baroroh. 1985. Pengantar Filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Fathurahman, Oman. 2017. Filologi Indonesia: Teori dan Metode. Jakarta:


Kencana.

Laporan Baca Artikel


“Naskah Nusantara dan Berbagai Aspek yang Menyertainya” 4
Mulyadi, Sri Wulan Rujiati. 1994. Kodikologi Melayu di Indonesia. Lembar
Sastra Edisi Khusus No. 24. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Permadi, Tedi. 2012. Identifikasi Bahan Naskah (Daluang) Gulungan Koleksi


Cagar Budaya Candi Cangkuang dengan Metode Pengamatan Langsung
dan Uji Sampel di Laboratorium. Jumantara Vol. 3 No. 1. Jakarta:
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Sudardi, Bani. 2001. Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi. Surakarta:
Penerbit Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret.

Laporan Baca Artikel


“Naskah Nusantara dan Berbagai Aspek yang Menyertainya” 5

Anda mungkin juga menyukai