Anda di halaman 1dari 7

Volume Molal Parsial

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah

Disekitar kehidupan seringkali kita menjumpai berbagai jenis larutan. Misalkan ada
garam dapur(NaCl), etanol, air, NaOH dan lainnya. Dimana pada larutan tersebut belum
diketahui kandungan komposisi pada konsentrasinya. Untuk melakukan kajian kuantitatif
tentang larutan memerlukan pengetahuan mengenai komposisinya atau lebih khusus lagi
mengenai konsentrasinya, yakni banyaknya zat terlarut yang ada dalam suatu larutan. Kajian
tersebut dapat kita ketahui lebih jelas lagi dengan adanya pengenalan konsep kuantitas molal.
Molal atau molalitas merupakan perbandingan antara jumlah mol zat terlarut dengan massa
pelarut dalam kilogram. Sedangkan volume molal parsial merupakan volume dimana terdapat
perbandingan antara pelarut dengan zat terlarut, yang ditentukan oleh banyaknya zat mol
terlarut yang terdapat dalam 1000 gram pelarut. Menurut Brady, 1990 dalam percobaannya,
untuk menentukan volume molal parsial larutan NaCl dalam berbagai konsentrasi dilakukan
dengan cara mengukur berat jenis larutan NaCl menggunakan piknometer. Berdasarkan teori
tersebut untuk mengetahui metode-metode penentuan volume molal parsial yang merupakan
sifat dari termodinamika molal parsial utama, maka perlu dilakukan percobaan “Volume
Molal Parsial” sehingga dapat mempermudah dalam pembuktikan dan pemahami teori yang
ada.

2. Kajian Teori

Molalitas suatu zat terlarut adalah jumlah mol tiap kg zat pelarut. Hal ini memiliki
sifat molal parsial untuk menentukan volume molal parsial dan sifat molal parsial yang paling
mudah digambarkan adalah volume molal parsial komponen dalam sampel terhadap volume
total. Volume molal parsial suatu larutan didefenisikan sebagai penambahan volume yang
terjadi bila satu mol komponen I ditambahkan pada larutan. Volume molal parsial dari
komponen-komponen dalam larutan merupakan salah satu sifat termodinamika molal parsial
utama yang dapat ditentukan dengan bantuan metode grafik dengan bantuan menggunakan
fungsi hubungan analitik yang menunjukkan hubungan J dan ni dan dengan menggunakan
suatu fungsi yang disebut besaran molal nyata.

Sebagai contoh Kita tinjau sejumlah air murni pada 298,16 K dan 1 atm. Kerapatan
air pada keadaan ini adalah ρ = 0,997 g cm. Seperti kita ketahui bahwa,

massa w massa
ρ= = atau V=
volume V ρ

Untuk mencari volum molar (volum 1 mol zat) dari data kerapatan maka massa yang
digunakan adalah massa molar, M, massa dari 1 mol zat tersebut. Untuk air (H 2O) massa
molarnya adalah 18,0 g/mol sehingga volum molar air murni, Vm* pada 298,16 K dan 1 atm
adalah :
mair 18 g /mol
V́ *air= =
ρair 0,997 g /cm 3

= 18,1 cm 3 /mol

= 0,0181 L/mol

Jika 50,0 cm3 air dicampurkan dengan 50,0 cm3 etanol pada 20oC dan 1 atm, ternyata volum
larutan yang diperoleh bukan 100 cm3 melainkan hanya 96,5 cm3 (lihat Gambar 1.1).
Perbedaan ini disebabkan oleh karena ada perbedaan gaya antarmolekul dalam larutan dan
dalam komponen murninya, dan adanya perbedaan penataan molekul dalam larutan dan
dalam komponen murninya yang disebabkan oleh perbedaan ukuran dan bentuk molekul dari
komponen yang dicampurkan (Lavine,1995).

Gambar 1. Volum Larutan yang Terbentuk dari Pencampuran Sevolum Etanol Murni,
V dengan (100 cm3 – Vet) Air Murni pada 20oC, 1 atm

G.N. Lewis mengembangkan diferensial eksak untuk memperoleh kuantitas volume


molal parsial. Jika ditinjau sifat ekstensif suatu larutan biner pada suhu dan tekanan konstan,
G, maka G merupakan fungsi dua variabel n1 yang menyatakan jumlah mol komponen 1 dan
2. Sifat molal parsial didefinisikan dengan hubungan:

∂G
( )
G1 =
∂ n1 n2 , ,T , P
............................................................................................................(1)

∂G
G =(
∂n )
2 ............................................................................................................(2)
2 n1 , ,T , P

Pada suhu (T) dan tekanan (P) konstan, secara matematis konsep diatas dapat dinyatakan
sebagai berikut:

Volume termasuk sifat ekstensif dari suatu larutan, sehingga suatu volume larutan biner dapat
dinyatakan sebagai berikut:

G(n1,n2) = Ǵ 1n1+ Ǵ 2n2............. ..................................... ..............................................(3)

Volume molal parsial komponen 1 dan 2 diatas ditentukan dengan mengukur densitas larutan.
V= V́ 1n1+V́ 2n2............ .......... ......................................................................................
(4)

Metode grafik seperti yang telah digambarkan Lewis dan Randall dapat digunakan sebagai
metode pengolah data. Metode ini menggunakan volume molal semu ∅untuk perlakuan
larutan biner.

Volume molal semu didefinisikan sebagai:

V −V 1 n1 0

∅= ............................................................... ...............................................
n2
(5)

Dimana V adalah volume larutan yang mengandung n1 dan n2 sedangkan V10 adalah
molar solven murni pada T,P.

Dari persamaan volume molal semu, maka volume larutan adalah:

V = n2∅+n1V10..................................................................... .......................................(6)

Dipandang larutan dengan molalitas m yang menggunakan pelarut air. Di dalam larutan ini
untuk setiap 1000 gram air (55,1 mol), terdapat m mol solut. Jadi n1 = 55,51 mol dan n2 = m
mol. Volume molal parsial semu menjadi:

V −55,51. V 01
∅ =
m
...............................................................................................................(7)

V10 adalah volume molal air murni yang dapat dihitung dari berat molekul (18,016 untuk air)
dibagi dengan berat jenis pada keadaan yang diamati. Untuk larutan tersebut dipenuhi:

1000+n M 2
V= .................................................................................................................
ρ
(8)

dan

1000
n1V10 = ..................................................................................................................
ρ0
(9)

ρ−p 0
∅ =
M2 − ( 1000
m )( ρ0 )
ρ
.....................................................................................................(10)
Dengan ρ, ρ0 berturut turut adalah berat jenis larutan, berat jenis air murni; sedangkan M2
adalah massa molekul relatif atau berat molekul solut. Sehingga volume molal parsial semua
menjadi,

1000 W −W 0
∅ =
M2 − ( m )(
W 0 −W e )
ρ
..................................................................................................(11)

Persamaan tersebut digunakan jika dalam pengukuran berat jenis digunakan piknometer.
Dalam persamaan tersebut W, Wo, We berturut turut adalah berat piknometer yang dipenuhi
larutan, piknometer berisi air dan piknometer kosong.

Volume molal parsial solven (komponen 1) maupun solut (komponen 2) dihitung dari volume
parsial dan diperoleh hasilnya sebagai berikut:

∂V
( )
V́ = ∂ n
2
=∅+n2
P ,T ,n2
( ∂∂n∅ )=∅ +m ( ∂∂ m∅ )..................................................................(12)
2

V −n2 V 2 1 2 ∂∅ 0 m
2
∂∅
V1=
n2
=
n 2
n V
1 1
0
−n
(2
∂ n
=V 1 ( ))
55,51 ∂ m 2
( )
....................................................

(13)

Untuk larutan elektrolit sederhana, misalnya larutan NaCl, ditemukan bahwa ∅ linear
terhadap √ m, untuk konsentrasi yang tidak pekat. Karena:

d∅
=
d∅
dm d √m ( )( ddm√ m )=( 2 √1m )( dd√∅m )..........................................................................
(14)

Sehingga volume molal parsial komponen kedua menjadi:

V́ 2= ∅+ ( 2 m√m )( ∂∂√∅m )................................................................................................


(15)

Jika untuk larutan NaCl ∅ Sehingga linear terhadap √ m maka:

∅=∅ 0+√ m ( ∂∂√∅m )....................................................................................................(16)


Sehingga

0 3 √m ∂∅
V́ 2= ∅ + 2
∂ √m ( )
.................................................................................................

(17)
Untuk volume molal parsial komponen 1 menjadi:

0,5 m √ m ∂ ∅
0
V́ 1= V 1− 55,51
∂ √m ( ) ..................................... ......................................................
(18)

Nilai ∅ 0 diperoleh dari ekstrapolasi grafik ∅ lawan √ m pada konsentrasi m mendekati nol.
d∅
Dengan membuat grafik ∅ vs √ m yang linear, maka slope dapat dicari dan volume
d √m
d∅
molal parsial pelarut dapat dihitung. Demikian pula dari harga lereng dan ∅ 0 volume
d √m
molal parsial solut dapat dihitung (Tim Dosen Kimia Fisika, 2019).

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan volume molar parsial adalah adanya


perbedaan antara gaya intermolekul pada larutan dan komponen murni penyusutan larutan
tersebut, dan adanya perbedaan antara bentuk dan ukuran molekul suatu molal parsial larutan
utama, yakni :
1.      Volume molal parsial dari komponen-komponen dalam larutan.
2.      Entalpi molal parsial.
3.      Energi bebas molal parsial (potensial kimia) (Rao dan Fasad, 2003).

3. Permasalahan Yang Ingin Dipecahkan

Permasalahan yang ingin dipecahkan dalam praktikum ini adalah bagaimana menentukan
volume molal parsial larutan NaCl dengan cara mengukur densitas larutan menggunakan
piknometer.

4. Tujuan Dan Manfaat Yang Ingin Dicapai

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam praktikum ini yaitu menentukan volume molal
parsial larutan NaCl dengan cara mengukur densitas larutan menggunakan piknometer. Dan
manfaat yang ingin dicapai dalam praktikum ini adalah untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan volume molal parsial, mahir menghitung volume molal parsial larutan natrium klorida
dengan berbagai konsentrasi dengan mengukur densitas larutan tersebut, selain itu juga dapat
mengetahui metode-metode penentuan volume molal parsial sehingga dapat menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari.

B. Metode
1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum volume molal parsial yaitu neraca analitik, gelas
beker 300 ml sebanyak 1 buah, gelas beker 250 ml sebanyak 1 buah, labu ukur 50 ml
sebanyak 1 buah, labu ukur 20 ml, pipet ukur 10 ml 1 buah, pipet ukur 5 ml 1 buah, ball pipet
2 buah, pipet tetes sebanyak 2 buah, gelas ukur sebanyak 1 buah, piknometer 25ml beserta
tutupnya sebanyak 1 buah, corong sebanyak2 buah, termometer sebanyak 2 buah, dan yang
terakhir adalah alat pendukung seperti plastik, tisue, dan karet.

2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu NaCl sebanyak 8,775 gram untuk
membuat larutan NaCl 3 M yang nantinya akan diencerkan menjadi larutan NaCl 1,5 M; 0,75
M; 0,1875 M; dan 0,375 M.

3. Prosedur Kerja

Langkah pertama adalah membuat sampel larutan NaCl 3M . Larutan NaCl 3M dibuat
dengan cara melarutkan NaCl 8,775 gram menggunakan akuades sedikit demi sedikit hingga
larut sempurna. Kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml dengan
menambahkan aquades hingga tanda batas dan digojok hingga homogen. Sampel larutan
NaCl 3M kemudian diencerkan menjadi larutan NaCl 1,5M;0,75M; 0,375M; dan 0,1875M.

Selanjutnya, larutan NaCl 1,5M; 0,75M; 0,375M; dan 0,1875M masing-masing dipindahkan
ke dalam piknometer 25 ml menggunakan corong atau dipindahkan terlebih dahulu ke dalam
gelas beker kemudian dipindahkan ke dalam piknometer menggunakan pipet. Pastikan tidak
ada gelembung udara di dalam piknometer, keringkan bagian luar piknometer menggunakan
tisu. Kemudian berat jenis dari piknometer kosong, piknometer berisi aquades, serta
piknometer yang berisi larutan NaCl 1,5M; 0,75M; 0,375M; dan 0,1875M masing-masing
ditimbang dan diukur suhunya.

Mulai

Piknometer kosong

Piknometer berisi aquades

Piknometer berisi NaCl 1,5 M

Piknometer berisi NaCl 0,75 M

Piknometer berisi NaCl 0,375 M

Piknometer berisi NaCl 0,375 M

Menimbang dan mencatat suhu dalam piknometer masing-masing setelah penimbangan


Selesai

Gambar 2. Proses Pengukuran

C. Hasil dan Pembahasan


1. Hasil

2. Pembahasan

D. Simpulan

Bibliography

Khoerunnisa, Fitri. 2008. Kimia Fisika 2. Jakarta: Universitas Terbuka.


Rao, R.R dan Fasad, K.R. 2003. Effect of volume and Partial Molar Volum Variation. India:
Journal Bearings.
Tim Dosen Kimia Fisika. 2012. Petunjuk Praktikum Kimia Fisik. Semarang: Jurusan Kimia
FMIPA UNNES.

Anda mungkin juga menyukai