Anda di halaman 1dari 5

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman tomat termasuk tanaman terung-terungan famili Solanaceae

(Ashari, 2013) berbentuk perdu semusim dengan tinggi tanaman 50-120 cm dan

berasal dari Amerika (Tengah, Selatan, Peru dan Meksiko). Berdasarkan catatan

yang ada, diperkirakan tomat disebarkan oleh pelaut Spanyol ke koloninya di

Kepulauan Karibia, Filipina kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia,

termasuk Indonesia. Tomat umumnya berumur pendek (kurang dari satu tahun)

dan biasanya akan mati layu setelah dipanen.

Tomat sangat dikenal dan digemari oleh masyarakat karena rasa buahnya

yang segar dengan cita rasa manis-manis masam sehingga dapat dimanfaatkan

sebagai bumbu sayur, lalap, saus tomat, buah segar, minuman (juice) dan

antioksidan. Buah tomat juga banyak mengandung vitamin A dan C yang

berkhasiat untuk mengatasi gusi berdarah, sembelit, menurunkan resiko kanker

dan menghaluskan wajah (Tim Bina Karya Tani, 2009).

Tanaman tomat merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat

berpotensi dikembangkan, karena mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi dan

potensi ekspor yang besar. Peningkatan kebutuhan tomat sering tidak diimbangi

dengan peningkatan produksinya. Produksi tomat di Indonesia setiap tahun

mengalami fluktuasi. Produksi tomat pada tahun 2014 mencapai 992.780 ton

dengan luas lahan 59.759 ha, sementara pada tahun 2015 mengalami penurunan

menjadi 915.987 ton dengan luas lahan 59,008 ha (Badan Pusat Statistik, 2015).

1
2

Peningkatan produksi dan produktivitas diupayakan dengan penerapan

teknologi inovatif. Salah satu yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan

biofertilizer (pemanfaatan mikroba tanah dan pupuk alam). Salah satu

mikroorganisme fungsional yang dikenal sebagai biofungisida adalah jamur

tricoderma. Tricoderma sebagai organisme pengurai, dapat pula berfungsi

sebagai agen hayati stimulator pertumbuhan tanaman (Charisma et al., 2012).

Tricoderma sp adalah jamur saprofit tanah yang menyerang banyak jenis

jamur penyebab penyakit tanaman. Senyawa organik yang dihasilkan oleh

Tricoderma sp dalam proses dekomposisi berbagai bahan organik berperan dalam

memacu pertumbuhan, mempercepat proses pembungaan, meningkatkan

biosintesis, meningkatkan hasil produksi tanaman, mencegah serangan penyakit

tanaman yang ditularkan melalui tanah, menggemburkan dan memperbaiki

struktur tanah serta menguraikan unsur hara yang terikat dalam tanah (Purwanti

dan Hastuti, 2009).

Menurut Novandini (2007), tricoderma mampu meningkatkan pertumbuhan

dan perkembangan tanaman terutama terhadap pertumbuhan akar yang lebih

banyak serta lebih kuat karena selain hidup di permukaan akar, koloninya dapat

masuk ke lapisan epidermis akar bahkan dalam lagi yang kemudian menghasilkan

atau melepaskan berbagai zat yang dapat meransang pembentukan sistem

pertahanan tubuh di dalam tanaman sehingga jelas bahwa jamu ini tidak bersifat

patogen atau parasit bagi tanaman inangnya. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa tanaman yang terdapat koloni Tricoderma pada permukaan akarnya hanya

membutuhkan kurang dari 40% pupuk nitrogen dibandingkan dengan akar yang
3

tampa koloni. Pemberian Tricoderma sebanyak 15 g/tanaman memberi produksi

terbaik terhadap pertumbuhan pada tanaman tomat (Esrita, 2011).

Tanaman memerlukan unsur-unsur tertentu untuk membentuk tubuhnya

dan memenuhi semua kegiatan hidupnya, unsur-unsur tersebut di serap oleh

tanaman dan mempunyai guna tertentu. Tanaman tomat membutuhkan unsur hara

makro dan mikro untuk memenuhi kebutuhan makanannya. Unsur hara makro

yang perlukan terdiri dari unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen

(N), fosfat (P), kalium (K), sulfur (S), magnesium (Mg), dan kalsium (Ca),

sedangkan unsur hara mikro yang diperlukan, antara lain molibdenium (Mo),

tembaga (Cu), boron (B), seng (Zn), besi (Fe), klor (Cl), dan mangan (Mn).

Unsur-unsur tersebut diatas dapat diperoleh melalui beberapa sumber, seperti

udara, air, mineral-mineral dalam media tanam dan pupuk (Helena, 2012).

Pemberian nurtisi adalah untuk menyediakan unsur-unsur hara yang dibutuhkan

tannaman untuk keberlangsungan hidupnya. Salah satu nutrisi yang bisa

digunakan adalah air kelapa, dari kandungan nutrisinya air kelapa memiliki nutrisi

yang cukup baik. Kandungan nutrisi yang terdapat dalam air kelapa tua lebih

banyak dari pada kelapa muda, sehingga penyiraman media tanaman tomat dalam

penelitian ini menggunakan air kelapa tua. Berdasarkan kandungan nutrisi tomat

dan air kelapa kemungkinan dengan menggunakan air kelapa dapat meningkatkan

pertumbuhan tanaman tomat, karena didalam air kelapa terdapat nutrisi yang

dibutuhkan tomat seperti natrium, kalsium, riboflavin, niasun, tiamin, fospor, dan

vitamin C. Hasil penelitian kandungan gizi yang terdapat didalam tomat juga

terdapat didalam air kelapa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa air kelapa kaya
4

akan kalium (K) hingga 17%. Selain kaya mineral, air kelapa juga mengandung

gula antara 1,7 sampai 2,6 % dan protein 0,07 hingga 0,55 %. Mineral lainnya

antara lain natrium (Na), kalsium (Ca), magnesium (Mg), ferum (Fe), cuprun

(Cu), Fosfor (P) dan sulfur (S). Selain mineral, air kelapa juga mengandung

berbagai macam vitamin seperti asam sitrat, asam nikotinat, asam pantotenal,

asam folat, niacin, riboflavin, dan thiamin. Air kelapa mengandung hormon

giberelin (0,460 ppm GA3, 0,255 ppm GA5, dan 0,053 ppm GA7), sitokinin

(0,441ppm kinetin dan 0,247 ppm zeatin) dan auksin (0,237 ppm IAA) (Djahuri,

2015: 1). Perbedaan air kelapa muda dan air kelapa tua bahwa air kelapa muda

memiliki Kalori 68,0 kal, Protein 0,20 gr, Karbohidrat 14,0 gr, Fosfor 30,0 mg,

Vitamin B1 0,06 mg, Vitamin C 4,0 mg dan Air 95,5 mg. Sedangkan untuk air

kelapa tua yaitu Kalori 359,0 kal, Protein 3,4 gr, Karbohidrat 14,0 gr, Fosfor 98,0

mg, Vitamin B1 0,1 mg, Vitamin C 4,0 mg dan Air 91,50 mg. Seperti yang sering

kita liat, tunas kelapa mampu tumbuh secara baik dan subur, berkat cadangan

makanan untuk pertumbuhannya yang tersimpan pada air kelapa. Akan tetapi,

kebanyakan masyarakat belum menyadari hal tersebut, bahwa air kelapa dapat

digunakan sebagai pupuk tanaman karena air kelapa mengandung zat pengatur

tumbuh sitokinin yang berperan penting dalam pembelahan sel dan berdiferensiasi

sel.

Menurut Budiono (2004), pemberian air kelapa sampai 20% mampu

meningkatkan pertambahan jumlah tunas dan jumlah daun bawang merah dari in

vitro. Selain itu, penggunaan air kelapa dengan intensitas penyiraman 1x4 hari
5

dengan takaran 200 ml memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman

cabai keriting yang paling optimal (Purwanto et al., 2012).

Anda mungkin juga menyukai