OLAHRAGA ANAK
Disusun Oleh:
Kelompok 4
2020
1
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmatnya
sehingga kami masih diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan Makalah ini dengan
judul “Macam-Macam Gaya Mengajar Olahraga AUD”. Makalah ini kami buat guna
memenuhi penyelesaian tugas mata kuliah Olahraga Anak, semoga Makalah ini dapat menambah
wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca.
Dalam penulisan Makalah ini, kami tentu saja tidak dapat menyelesaikannya sendiri tanpa
bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Kepada Dosen pengampu Ibu Srinahyanti S.Pd,. M.Pd Dan Ibu Rizki Rahmadani S.Pd., M.Pd
2. Kedua orang tua kami yang selalu mendoakan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami dengan segala kerendahan hati meminta maaf dan
mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna perbaikan dan penyempurnaan ke
depannya. Akhir kata kami mengucapkan selamat membaca dan semoga materi yang ada dalam
makalah ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya bagi para pembaca.
Penulis
Kelompok 4
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan 4
BAB II PEMBAHASAN 5
A. Kesimpulan 17
B. Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 18
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam proses belajar mengajar tidak ada satu ketentuan yang melandaskan bahwa hanya satu
strategi yang paling efektif untuk pengajaran Olahraga terutama pada Anak Usia Dini. Jadi
dalam menerapkan strategi pengajaran selalu harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada
waktu proses belajar mengajar berlangsung.
Gaya mengajar berkaitan dengan pembuatan keutusan yang dilakukan guru baik sebelum,
selama, maupun setelah proses pembelajaran. Pembuatan keputusan tersebut berdampak pada
cara belajar siswa. Belajar pada hakikatnya adalah proses memperoleh informasi, mengolah
informasi, dan membuat keputusan. Semakin banyak informasi yang diperoleh, semakin banyak
informasi yang diolah, dan semakin banyak pula keputusan yang dibuat, berarti semakin banyak
belajar.
Oleh sebab itu makalah ini akan membahas macam-macam gaya mengajar olahraga Anak
usia dini.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan gaya mengajar peer teaching.?
2. Apakah yang dimaksud dengan gaya mengajar Inquery Teaching.?
3. Apakah yang dimaksud dengan gaya mengajar Tactical Games.?
4. Apakah yang dimaksud dengan gaya mengajar Teaching for personal and social..?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui gaya mengajar peer teaching
2. Untuk mengetahui gaya mengajar inquery teaching
3. Untuk mengetahui gaya mengajar tactical games.
4. Untuk mengetahui gaya mengajar teaching for personal and social.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Gaya Mengajar Peer Teaching
1. Pengertian Peer teaching
Peer Teaching (Tutor Sebaya) merupakan salah satu dari strategi pembelajaran yang berbasis
active learning. Beberapa ahli percaya bahwa satu pelajaran benar-benar dikuasai hanya apabila
peserta didik mampu mengajarkan pada peserta didik lainnya. Mengajar teman sebaya
memberikan kesempatan dan mendorong pada peserta didik mempelajari sesuatu dengan baik,
dan pada waktu yang sama ia menjadi nara sumber bagi yang lain. Pembelajaran peer teaching
merupakan cara yang efektif untuk menghasilkan kemampuan mengajar teman sebaya.
Penjelasan teman sebaya lebih mudah dipahami, selain itu dengan teman sebaya tidak ada rasa
enggan, rendah diri, malu, dan sebagainya, sehingga diharapkan siswa yang kurang paham tidak
segan-segan untuk mengungkapkan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.
Siswa dikatakan menguasai atau memahami pelajaran apabila siswa tersebut mampu
mengajarkannya kepada orang lain. Metode pembelajaran peer teaching siswa diberikan
kesempatan untuk mempelajari pelajaran dan disaat bersamaan dapat menjadi sumber belajar
bagi temannya. Oleh karena itu, suasana belajar akan lebih hidup dan siswa akan lebih aktif
karena siswa menjadi saling berinteraksi.
Tiga konsep yang berkaitan dengan model Peer Teachng perlu diklarifikasi dan diingat
sepanjang Bab ini. Pertama, model Peer Teaching jelas bergantung pada strategi yang
menggunakan siswa untuk mengajar siswa lain, tetapi itu menjadi model Peer Teaching hanya
ketika seorang guru merencanakan dan mengikuti pendekatan berbasis model seperti yang
disajikan dalam bab ini. Kedua, Peer Teaching tidak sama dengan pembelajaran pasangan, di
mana siswa dipasangkan dengan satu atau lebih kegiatan belajar untuk belajar "berdampingan."
Agar pengajaran menjadi Pengajaran Sebaya, satu siswa harus diberi tanggung jawab eksplisit
untuk melaksanakan beberapa operasi pengajaran utama yang biasanya diasumsikan oleh guru.
Harus ada delineasi peran tutor-pembelajar yang jelas, meskipun peran-peran itu dapat dibalik
secara teratur. Ketiga, Peer Teaching jangan disalahartikan sebagai Pembelajaran Kooperatif
(Bab 10) dalam skala yang lebih kecil. Benar, Pembelajaran Kooperatif memang menonjolkan
siswa yang mengajar siswa lain, tetapi model itu menggunakan rencana keseluruhan yang sangat
berbeda untuk menempatkan siswa ke dalam "tim" kecil yang tetap bersama untuk seluruh unit
5
konten. Dan dalam Pembelajaran Kooperatif, siswa belajar bersama daripada benar-benar saling
mengajar. Versi Peer Teraching yang paling dikenal dalam pendidikan jasmani adalah Gaya
Reciprocal Mosston and Ashworth (2002), di mana satu siswa ditetapkan sebagai Pengamat
(tutor) dan siswa lainnya ditunjuk sebagai Pelaku (pelajar). Sementara gaya ini memang
mempertahankan fitur yang paling penting dari Peer Teaching, itu dimaksudkan untuk digunakan
sebagai struktur tugas sementara dan biasanya tidak dirancang sebagai satu-satunya strategi
pembelajaran di unit konten. Guru pendidikan jasmani telah menggunakan strategi Gaya
Reciprocal selama bertahun-tahun, tetapi agak berbeda dari model Peer Teaching yang disajikan
dalam bab ini.
Metode peer teaching tidak hanya berguna bagi siswa yang enggan bertanya atau kurang aktif,
tapi juga untuk siswa yang dijadikan tutor bagi temannya. Salah satu tanda bahwa seseorang
telah menguasai suatu materi adalah dia bisa mengajarkannya kembali pada orang lain. Beberapa
pakar meyakini bahwa suatu subyek dapat dikatakan benar-benar dikuasai hanya jika pembelajar
mampu mengajarkannya kepada orang lain. Mengajar teman (peer teaching) memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mempelajari sesuatu dengan sebaik-baiknya dan pada saat yang
bersamaan menjadi sumber belajar bagi satu sama lain (Silberman, 2013).
2. Tujuan Peer Teaching
Tujuan Metode Peer Tutoring (Tutor Sebaya) Jika bantuan diberikan kepada teman sekelasnya di
sekolah, maka:
1) Beberapa siswa yang pandai disuruh mempelajari suatu topic.
2) Guru memberi penjelasan umum tentang topik yang akan dibahasnya.
3) Kelas dibagi dalam kelompok dan siswa yang pandai disebar ke setiap kelompok untuk
memberikan bantuannya.
4) Guru membimbing siswa yang perlu mendapat bimbingan khusus
5) Jika ada masalah yang tidak terpecahkan, siswa yang pandai meminta bantuan kepada guru
6) Guru mengadakan evaluasi.
Menurut Waluyanti (2009 : 1) penerapan model pembelajaran dengan peer teaching dari
siklus ke siklus:
1) meningkatkan kompetensi pedagogi meliputi peningkatan kemampuan membuat persiapan
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran;
2) meningkatkan kompetensi vokasional
6
3) mendapat respon positip dari mahasiwa karena pembelajaran lebih bermakna dan merasa
dilatih untuk mengajar serta lebih memahami gambaran tugas guru.
Model Pengajaran Sebaya dapat digunakan di berbagai area pemukiman dan konten dalam
program pendidikan jasmani Pertimbangan utama untuk menggunakan Pecr Mengajar tingkat
leariurg siswa yang ingin dicapai oleh guru, lebih dari konten yang ada di dalamnya. Sebagai
contoh, Peer Teaching dapat digunakan secara efektif dalam semua olahraga individu dan tim,
tetapi harus dibatasi pada kegiatan yang tidak kompetitif karena dinamika situasi permainan
jarang memungkinkan siswa untuk berinteraksi dalam peran guru-pembelajar. Oleh karena itu,
Peer Teaching akan menjadi model yang tepat untuk tingkat pemula dan menengah, tetapi tidak
untuk siswa tingkat lanjut yang akan lebih sering terlibat dalam permainan kompetitif.
Mengenali fitur model Peer Traching, saya akan merekomendasikannya untuk jenis unit konten
pendidikan jasmani berikut:
4. Rekreasi kegiatan
5. Tarian dengan langkah-langkah yang ditentukan (misalnya, garis, bujur sangkar, rakyat)
Jadi, untuk menumbuhkan motivasi siswa ini tidak terlepas dari pemilihan metode
pembelajaran yang sesuai oleh guru yang nantinya akan berdampak pada pencapaian hasil
belajar dan retensi siswa. Hasil belajar merupakan perilaku yang memperoleh pembelajar setelah
mengalami aktivitas belajar.Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada
7
yang dipelajari oleh pembelajar.Jika pembelajar mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka
perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep (Anni, 2004).setelah
adanya peningkatan hasil belajar siswa namun bagaimana dengan retensi siswa setelah
diterapkannya metode peer teaching.
Pada kenyataannya masih ada para pengajar atau guru yang mengajar dengan dengan
program pembelajaran meng-copy dari program pembelajaran guru lain. Bahkan tidak sedikit
guru yang mengajar tanpa menggunakan program pembelajaran disebabkan sudah melakukan
setiap hari atau sudah hafal kalau ditanya.
4. Langkah-langkah Metode Peer Taching (Tutor Sebaya)
Dalam melaksanakan metode ini perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1) Pertama sekali seorang siswa memperhatikan seorang siswa yang
telah mencapai tingkat lanjut dalam melaksanakan semua tugas di
bawah bimbingan pelatih
2) Setelah mengenal tugas tersebut, siswa dilatih dalam keterampilan
melakukannya
3) Setelah lulus tes, ia menjadi pelatih untuk siswa berikutnya
Inkuiri artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan me- lalui
proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat,
tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Belajar pada dasarnya merupa- kan proses mental
seseorang yang tdak terjadi secara mekanis. Melalui proses itulah, di- harapkan anak
berkembang secara utuh, baik intelektual, mental, emosi maupun pribad- inya. Oleh karena itu,
8
dalam proses perencanaan pembelajaran, guru bukanlah memper- siapkan sejumlah materi yang
harus dihafalm tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan anak dapat menemukan
sendiri materi yang harus dipahaminya. Pem- belajaran adalah proses memfasilitasi kegiatan
penemuan (inquiry) agar anak memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya
sendiri (bukan hasil mengingat sejumlah fakta) (Jumata Hamdayama, 2002: 31).
Strategi pembelajaran inkuiri berangkat dari asumsi bahwa sejak manusia lahir ke dunia,
manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang
keadaan alam di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia la- hir ke dunia. Sejak kecil,
manusia memiliki keinginan untuk mengenal segala sesuatu me- lalui indra pengecapan,
pendengaran, pengelihatan, dan indra-indra lainnya. Hingga de- wasa keingintahuan manusia
secara terus-menerus berkembang dengan menggunakan otak dan pikirannya. Pengetahuan yang
dimiliki manusia akan bermakna (meaningfull) manakala didasari oleh keingintahuan itu. Dalam
rangka itulah strategi inkuiri dikem- bangkan (Wina Sanjaya, 2011:196)
Tujuan utama pembelajaran yang berorientasi pada inkuiri adalah mengembangkan sikap
dan keterampilan anak sehingga mereka dapat menjadi pemecah masalah yang mandiri
(independent problem solvers). Ini berarti bahwa anak tersebut perlu mengem- bangkan
pemikiran skeptis tentang sesuatu hal dan peristiwa-peristiwa yang ada di dunia ini. Pendapat
lain mengungkapkan bahwa tujuan umum dari pendekatan pembelajaran inkuiri ini adalah
membantu anak mengembangkan disiplin dan keterampilan intelektual yang diperlukan untuk
memunculkan masalah dan mencari jawabannya sendiri melalu rasa keingintahuannya itu.
Tujuan inkuiri juga dimaksudkan untuk pendidikn sendiri, yaitu memungkinkan pendidik
belajar tentang siapakan anak mereka, apakah yang mereka ketahui, dan bagaimana pikiran
peserta didikmereka bekerja, sehingga pendidik dapat menjadi fasili- tator yang lebih efektif
berkat adanya pemahaman pendidik terhadap peserta didik (Anissatul Mufarokah, 2013: 173).
9
3. KEBUTUHAN DAN MODIFIKASI IMPLEMENTASI
1. Keahlian Guru
Para guru yang menggunakan model Pengajaran Inkuiri perlu memiliki pengalaman khusus di
beberapa bidang basis pengetahuan yang diusulkan yang disajikan dalam Bab 3.
2.Peserta didik.
3.Teori belajar.
Ada banyak teori belajar kognitif dalam pendidikan saat ini. Para guru inkuiri harus akrab
dengan mereka yang berkontribusi pada landasan model Pengajaran Inkuiri: konstruktivisme,
pembelajaran penemuan (Bruner, 1961), dan teori-teori Jean Piaget tentang pertumbuhan dan
perkembangan anak. Kuncinya di sini adalah agar guru mengenali bagian mana dari setiap teori
yang diterapkan dalam model Pengajaran Inkuiri.
4.Kesesuaian perkembangan.
Penekanan kuat pada pembelajaran kognitif yang kemudian mengarah pada hasil dalam
domain psikomotor membuat pengetahuan guru tentang tingkat pembelajaran menjadi
penting dalam model ini. Guru tidak hanya harus mengetahui tingkat kognitif di mana setiap
pertanyaan ditargetkan, tetapi juga memahami bagaimana tingkat itu akan memanifestasikan
dirinya melalui gerakan; kedua level harus sesuai dengan tahap perkembangan siswa.
10
5.Taksonomi kognitif dan psikomotor pembelajaran.
Model Pengajaran Inkuiri sangat didasarkan pada tingkat pembelajaran kognitif Bloom.
Analisis tugas untuk Pengajaran Inkuiri melibatkan kombinasi konsep kognitif dan tuntutan
kinerja psikomotor. Daripada mendaftar urutan keterampilan yang harus dikuasai dan kriteria
kinerja yang harus dipenuhi, guru menganalisis setiap bagian dari isi unit untuk jenis
pengetahuan kognitif yang perlu diperoleh siswa saat mereka maju melalui unit. Ini
mengharuskan guru untuk memiliki pengetahuan tentang konsep-konsep tersebut, bersama
dengan isyarat kinerja motorik yang termasuk di dalamnya.
Guru akan menginstruksikan siswa dalam setiap komponen tugas, bekerja menuju kemahiran
kinerja. Analisis tugas semacam ini akan mengarahkan guru untuk merancang pengembangan
konten dua dimensi: satu berdasarkan pada konsep yang diperlukan untuk keterampilan dan
satu berdasarkan pada kinerja pola-pola perubahan yang dicakupnya. Rangkaian tugas belajar
akan memungkinkan siswa pertama-tama mempelajari setiap konsep dengan menjawab
pertanyaan yang diajukan oleh guru dan kemudian mengeksplorasi pola gerakan.
7.Konten gerakan.
Sekarang Anda mendapatkan ide bahwa konten yang diajarkan dengan model Pengajaran
Kirim tidak hanya kinerja keterampilan dalam olahraga, permainan kebugaran, menari, dan
sebagainya. Ini adalah kinerja keterampilan seperti dalam kombinasi dengan pengetahuan
tentang konsep-konsep yang diperlukan untuk memahami setiap bentuk gerakan dan yang
berkontribusi pada kinerja yang mahir.
11
Ketika tujuan pembelajaran adalah untuk mempromosikan ekspresi dan makna siswa, itu
menjadi poin lokal saat itu. Oleh karena itu, untuk menjadi guru yang efektif dalam model ini,
guru yang cerdas harus mengetahui konten pendidikan jasmani (bergerak) dengan cara yang
sangat berbeda, Pengetahuan ini akan mengarahkan guru untuk mengamati pergerakan siswa
dari perspektif yang berbeda. Ketika suatu kesalahan dilanggar, guru inkuiri tidak akan sekadar
memberi siswa umpan balik korektif.
8.Penilaian.
Pembelajaran siswa dalam model Pengajaran Inkuiri dapat dinilai dengan teknik tradisional
dan alternatif. Dimungkinkan untuk menilai pembelajaran tingkat rendah dengan tes tertulis
dan pemeriksaan rutin untuk pemahaman selama pelajaran. Daftar periksa juga dapat
memverifikasi bahwa siswa telah menunjukkan jawaban verbal dan gerakan untuk konsep-
konsep utama dalam sebuah unit.
Pembelajaran tingkat tinggi lebih sulit untuk dinilai karena sering membutuhkan penilaian
subyektif guru dan interpretasi jawaban siswa. Kunci untuk semua jenis penilaian dalam model
Pengajaran Inkuiri adalah pengetahuan guru sendiri yang tepat dan jawaban gerakan yang
diberikan siswa tepat atau -80) tidak sesuai, dan secara khusus bagaimana jawaban tersebut
mewakili pembelajaran siswa tentang konsep yang tertanam.
9.Kurikulum.
12
10.Keterampilan Mengajar.
Kunci yang menggunakan model Pengajaran Inkuiri tidak menerapkan keterampilan mengajar
yang efektif dengan cara yang unik untuk memungkinkan model memfasilitasi tujuan
pembelajaran yang direncanakan dalam unit konten. Beberapa keterampilan ini dijelaskan
secara rinci di bawah ini.
11.Perencanaan.
Guru memutuskan perkembangan dan tingkat pengetahuan yang akan dicakup dalam unit
dan kemudian merencanakan urutan pertanyaan, masalah yang harus dipecahkan, dan kegiatan
pembelajaran khusus untuk keterlibatan siswa. Ini akan terlihat seperti proses perencanaan
untuk Instruksi Langsung dalam banyak hal, kecuali bahwa konten akan menjadi kombinasi
yang kuat dari hasil kognitif dan kinerja. Perencanaan pembelajaran dalam model Pengajaran
Inkuiri agak tidak terstruktur, karena seringkali sulit untuk mengantisipasi berapa lama waktu
yang dibutuhkan siswa untuk menyelesaikan tugas penyelesaian masalah cach dan berapa lama
interaksi berbasis pertanyaan perlu untuk membantu siswa memahami pengetahuan tentang
saat ini.
Karena kemampuan siswa untuk menghadapi masalah baru yang diberikan oleh guru sangat
bergantung pada pengetahuan mereka sebelumnya, guru harus memastikan bahwa siswa telah
memahami pengetahuan prasyarat. Rencana pelajaran harus mencakup bagaimana masalah
cach akan dibingkai, masalah spesifik yang harus dipecahkan, daftar pertanyaan untuk
ditanyakan kepada siswa sebelum mereka dikelompokkan, pola pergerakan siswa untuk
dipantau, dan pertanyaan tindak lanjut untuk menanyakan kapan siswa terlibat dalam kegiatan
belajar.
13
Strategi pembelajaran inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan karena
strategi ini memiliki beberapa keunggulan, diantaranya sebagai berikut :
1. Strategi ini merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang sehingga pembelajaran melalui strategi ini
dianggap lebih bermakna.2. Strategi ini dapat memberikan ruang kepada anak untuk belajar
sesuai dengan gaya bela- jar mereka.
3. Strategi ini merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar
modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya
pengalaman.
4. Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan anak yang
memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, anak yang memiliki kemampuan belajar bagus
tidak akan terhambat oleh anak yang lemah dalam belajar.
Di samping memiliki keunggulan, strategi ini juga mempunyai kelemahan, diantaranya sebagai
berikut : (Abdul Majid, 2013: 227).
1. Jika strategi ini digunakan sebagai startegi pembelajaran, akan sulit mengontrol kegiatan dan
keberhasilan anak.
2. Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran karena terbentur dengan kebiasaan anak
dalam belajar.
4. Selama kriteria keberhasilan ditentukan oleh kemampuan anak menguasai materi pelajaran,
strategi ini akan sulit diimplementasikan.
14
Pembelajaran kognitif dalarn pendidikan jasmani terkait dengan tema Teaching Game for
Understanding (TGfU) yang terangkum dalam model pembelajaran permainan taktikal dalam
pengajaran pendidikan jasmani. Model pembelajaran permainan taktikal menggunakan minat
siswa dalam suatu struktur permainan untuk mempromosikan pengembangan keterampilan dan
pengetahuan taktikal yang diperlukan untuk penampilan permainan. Sedangkan pembelajaran
kognitif memfokuskan pada upaya menanamkan materi pembelajaran masuk ke dalam alam
pikiran siswa, sehinga terbentuk struktur pengetahuan tertentu. Pembelajaran pendekatan taktikal
dalam pendidikan jasmani adalah bagian dari pembelajaran kognitif. Dalam satu unit
pembelajaran permainan, guru membuat suatu perencanaan pembelajaran mulai dari
keterampilan dasar sampai keterampilan yang lebih kompleks, diikuti dengan penjelasan
peraturan permainan secara utuh. Pada model pembelajaran permainan taktikal, guru
merencanakan urutan tugas mengajar dalam konteks pengembangan keterampilan dan taktis
bennain siswa, mengarah pada permainan yang sebenarnya. Tugas-tugas belajar menyerupai
permainan dan modifikasi bermain sering disebut sebagai "bentuk-bentuk permainan".
Penekanannya pada pengernbangan pengetahuan taktikal yang memfasilitasi aplikasi
keterampilan dalam permainan, sehingga siswa dapat menerapkan kegiatan belajarnya di saat
dibutuhkan.
di unit softball tujuannya tidak bagi siswa untuk "belajar cara melempar bola tanah."
Sebaliknya, siswa akan berusaha untuk mempelajari aplikasi siruational dari penempatan bola-
posisi tanah, pengambilan keputusan, dan pemahaman yang mengarah pada pelaksanaan yang
benar dari keterampilan lapangan sesuai dengan tuntutan situasi bentuk permainan. Taktik dan
pengembangan keterampilan dalam urutan bentuk permainan, yang masing-masing berisi
masalah taktis lain yang menentukan tujuan pembelajaran untuk tugas saat ini
15
Menurut Bunker dan thorpe (1986) teaching games for understanding didasaekan pada enam
komponen, menggunakan permainan yang dipilih sebagai pusat pengorganisasian dalam unit
instruksional
Langkah 2 berfungsi untuk meningkatkan minat siswa dalam permainan dengan mengajar
siswa sejarah dan tradisi.
Menurut griffin, mitchell, & oslin (1997), guru menyajikan masalah taktik yang akan sesuai
urutan tugas penuh. Urutannya dimulai dengan bentuk permainan.
1. Pengembangan keterampilan
3. Bentuk permainan
4. Permainan penuh
16
1. Posisi bertahan
3. Posisi rebound
4. Freeing up shooter
5. Komunikasi bertahan
movement problem based learning atau pembelajaran berbasis masalah gerak adalah segala
situasi belajar manakala masalah memicu terjadinya pembelajaran dalam pendidikan jasmani.
Para siswa menemukan kebutuhan informasi dan keterampilan untuk memecahkan masalah
gerak. Untuk itu, para siswa perlu mengetahui bagaimana mendapatkan informasi dan bagaimana
menggunakan pikiran kritisnya dan keterampilannya untuk rnemecahkan masalah gerak.
Pembelajaran berbasis masalah gerak adalah suatu metode belajar terpusat pada siswa ketika
siswa menjadi terbebas dari guru yang hanya memberikan materi dan panduan. Fungsi guru
17
adalah menggugah, memelihara siswa berada pada alur menuju tujuan, memberikan saran atau
sumber informasi, dan bertindak seolah menjadi teman (Aspy, & Quinby; 1993; dalam Lang &
Evans, 2006).
Pembelajaran berbasis rnasalah merupakan gaya belajar akitf, yang memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
Terpusat pada siswa
Pembelajaran terjadi dalam kelompok-kelompok kecil
Guru berperan sebagai fasilitator atau pernandu pembelajaran.
Masalah adalah fokus yang diorganisir dan stimulus pembelajaran
Masalah adalah alat untuk pengembangan keterampilan memecahkan masalah.
Informasi baru dibutuhkan melalui pembelajaran-aturan-diri (self regulated learning).
Dalam program pendidikan jasmani di sekolah guru telah berusaha untuk mengajar ke murid dari
pada keterampilan dan pengetahuan olahraga, kebugaran, menari, dan permainan. Sebagai
perlindungan, kami telah mencoba mengajarkan nilai – nilai pribadi kepada anak – anak dan
remaja dan perilaku pro-sosial yang berkontribusi pada pendidikan seluruh pribadi. Hasil – hasil
ini telah secara langsung atau tidak dinyatakan dalam setiap rangkaian standar kurikulum utama
di bidang ini, di mulai sejak tahun 1910 ketika Clark Hetherington memasukkan karakter
pendidikan, pengembangan karakter moral, sosial , dan pribadi sebagai salah satu dari empat
utama tujuan.
Dalam tujuh prinsip utama pendidikan yang di adopsi oleh kongres pada tahun 1917,
pendidikan fisik mengambil tujuan untuk mempromosikan pengembangan karakter etis dalam
program sekolah. Tetapi, meskipun pendidik telah menyatakan hal – hal seperti itu terjadi selama
seabad, hasil belajar yang berasal dari keterampilan dan kinerja kognitif jelas mendominasi
konten, struktur, dan pengajaran program sekolah.
Kegagalan untuk mengatasi hasil moral, pribadi, dan sosial dalam pendidikan jasmani
dapat dikaitkan dengan empat faktor.
18
1. Secara historis sekolah ragu – ragu untuk mempromosikan hasil ini karena mereka
dianggap paling baik diajarkan di rumah oleh orang tua dan anggota keluarga lainnya.
2. Jika sekolah mencoba mengajarkan nilai – nilai moral dan sosial.
3. Kurikulum sebagian besar AS. Sekolah di rancang untuk mempromosikan serangkaian
hasil belajar yang terbatas,semakin didefinisikan sebagai apa yang perlu diketahui siswa
untuk berprestasi dengan baik pada tes pembelajaran standar, karena hasil yang diperoleh dari
nilai moral dan sosial tidak dapat di uji.
4. Dalam relatif baru guru tidak memiliki model pengajaran yang secara efektif.
Cara untuk mengajarkan pendidikan jasmani kepada anak – anak kota yang kurang
terlayani dapat diketahui berisiko di beberapa tempat di sekolah, di rumah. Dalam kekerasan
kejahatan banyak dari mereka bersekolah hanya karena satu – satunya pilihan lain adalah
penahanan. Hellison menyadari bahwa kebutuhan para siswa ini jauh melampaui apa yang bisa
di sediakan oleh pendekatan tradisonal terhadap pendidikan jasmani. Tujuan awal Hellison
adalah untuk mempromosikan pengembangan karakter dalam pendindidikan jasmani, berharap
untuk membuat murid – muridnya lebih baik. (Hellison, 2003 hal 5) tempat untuk visi barunya
adalah kelas pendidikan fisik, akan menjadi konten aktivitas yang diajarkan dalam program
pendidikan jasmani. Pendekatan ini akan menjadi model pengajaran untuk tanggung jawab
pribadi dan sosial (TPSR). Gagasan utama di balik TPSR adalah bahwa sebagaian besar konten
yang diajarkan dalam program pendidikan memungkinkan siswa untuk berlatih dan bealajar
bagaimana mengambil tanggung jawab untuk diri mereka sendiri orang lain. Tetapi kuncinya
adalah bahwa tanggung jawab dan aktivitas fisik (keterampian dan pengetahuan) bukanlah hasil
belajar yang terpisah mereka harus dikejar dan dicapai pada saat yang sama di TPSR.
Strategi dan kegiatan pembelajaran TPSR digunakan ketika pengembangan pribadi dan
sosial adalah tujuan pembelajara utama. Sebagai contoh seorang guru dapat menggunakan
pengajaran sebaya di unit kebugaran sekolah menengah dan menggabungkan beberapa strategi
TPSR untuk membantu keputusan yang lebih baik untuk diri mereka sendiri dan untuk orang lain
ketika mereka berada dalam peran sebagai tutor.
Asumsi saat ini mengenai pengajaran dan pembelajaran di TPSR keluar dari interaksi
tersebut dan telah divalidasi oleh guru – guru yang tidak berpengalaman dalam program
pendidikan jasmani. Asumsi tentang mengajar;
19
1. Tanggung jawab untuk diri sendiri dan orang lain dapat diajarkan dengan tingkat niat
yaang tinggi. Artinya seorang guru dapat mempromosikan hasil – hasil tersebut melalui
strategi dan kemajuan yang diakui, serupa dengan banyak cara untuk mengajar, keterampilan
motorik, pengetahuan, kebugaran.
2. Guru tidak boleh memisahkan pembelajaran konten dalam program pendidikan jasmani
dari tanggung jawab dan pengambilan keputusan.
3. Mengajar paling baik dilakukan dengan memberdayakan siswa untuk membutak keputusan
pribadi dan osial yang positif dalam pengaturan kegiatan fisik dan kemudian membatu siswa
dalam melaksanakan keputusan itu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
20
Banyak metode pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan
belajar-mengajar. Metode pembelajaran tersebut dipilih dan disesuaikan dengan materi pelajaran
yang akan disampaikan, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Metode pembelajaran
yang dipakai dalam kegiatan belajar-mengajar haruslah metode pembelajaran yang dapat
membangkitkan minat belajar siswa, sehingga materimateri pelajaran yang disampaikan dapat
dengan mudah dipahami.
B. Saran
Mengajar akan lebih efektif apabila segala persiapan untuk mengajar sudah dipersiapkan dengan
baik dari bahan ajar sampai alat untuk mendukung pengajaran tersedia, sehingga penyampaian
informasi dapat tepat sasaran, semua rangsangan (stimulus) untuk menarik minat dan motivasi
belajar mudah dilakukan, dan proses belajar yang lebih kondusif dan menyenangkan pun
terwujudkan.
DAFTAR PUSTAKA
Lesmana Galih T, dkk.2016. “Penerapan metode pembelajaran peer teaching untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa SMK Pada kompetensi dasar menggunakan alat ukur”
Journal of Mechanical Engineering Education, Vol. 3, No. 2.
21
Nasirun Muhammad, dkk.2019. “Studi Kemampuan Mengajar Peer Teaching Mahasiswa
Semester V Program Studi S1 Pendidikan Guru PAUD Tahun Ajaran 2018 / 2019 FKIP
Universitas Bengkulu”. Jurnal Tunas Siliwangi. Vol. 5. No. 2
Raudhad Fitri. 2018. “Penerapan Metode Pembelajaran Peer Teaching Untuk Meningkatkan
Motivasi Belajar, Hasil Belajar Dan Retensi Siswa Pada Materi Sistem Pencernaan”. Jurnal
Edu Bio Tropika. Vol 6, No.1..
Hariadi. “Pengembangan pendidikan karakter dalam pendidikan jasmani dan olahraga pada
pendidikan anak usia dini”. Jurnal Parameter. Vol. 27. No. 2
Juliantine & Ramadhani. 2017. “Pengembangan tanggung jawab dan perilaku sosial siswa
melalui model TPSR dalam pendidikan jasmani”. Universitas Pendidikan Indonesia.
Rohayani farida. 2018. “Model pembelajaran inquiry untuk pendidikan anak usia dini” jurnaal
ilmiah tumbuh kembang anak usia dini. Vol 3 N0.1
22