Kelompok :1
Nani Asmaria : 12110091
Istikomah : 12110098
Nisrina Huwaida Q.A : 12110110
@2023
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat
dan salam juga disampaikan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.
Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam
menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam
kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun
demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
1
KATA 1
PENGANTAR……………………………………………………………...
DAFTAR 2
ISI……………………………………………………………………….
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………. 3
B. Rumusan Masalah………………….……………………………… 3
A. Kesimpulan…………………………….…………………………. 15
B. Penutup ……………………………………………………………... 15
BAB I
2
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Saat ini pendidikan dituntut untuk dapat memainkan perannya
sebagai basis dan benteng yang akan menjaga dan memperkukuh etika dan
moral bangsa. Pendidikan merupakan suatu media sosialissi nilai-nilai luhur.
Sementara itu, kualitas dari pendidikan sangat dipengaruhi oleh mutu
proses belajar mengajar, dan mutu proses belajar mengajar ditentukan oleh
berbagai komponen yang terkait satu sama lain, yaitu input peserta didik,
kurukulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, dana,
manajemen, dan lingkungan.
Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan guru sebagai
pendidik adalah berkenaan dengan prinsip-prinsp belajar dan asa-asas
pembelajaran. Pemahaman dan ketreampilan menerapkan prinsip-prinsip
belajar dan asas pembelajaran akan membentuk guru untuk mampu
mengelola proses pembelajaran secara tepat, sesuai dengan karakteristik
siswa dan tujuan pembeajaran.
BAB II
3
PEMBAHASAN
4
Kegiatan belajar hanya bisa berhasil jika peserta didik belajar secara
aktif mengalami sendiri proses belajar. Kegiatan pembelajaran ini akan
menjadi bermakna bagi peserta didik jika dilakukan dalam lingkungan yang
nyaman dan memberikan rasa aman bagi peserta didik.
Jadi, asas-asas pembelajaran adalah prinsip-prinsip umum yang harus
dikuasai oleh guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar atau dengan
kata lain asas- asas pembelajaran adalah suatu yang dijadikan dasar berpikir
dan bertindak untuk menciptakan proses belajar.
B. Asas-asas Pembelajaran
1. Peragaan
Peragaan ialah suatu cara yang dilakukan oleh guru dengan
maksud memberikan kejelasan secara realita terhadap pesan yang
disampaikan sehingga dapat dimengerti dan dipahami oleh para siswa.
Dengan peragaan diharapkan proses pengajaran terhindar dari
verbalisme, yaitu siswa hanya tahu kata-kata yang diucapkan oleh
guru tetapi tidak mengerti maksudnya. Untuk itu sangat diperlukan
peragaan dalam pengajaran terutama terhadap siswa pada tingkat
dasar.
Peragaan meliputi semua pekerjaan indera yang bertujuan untuk
mencapai pengertian tentang sesuatu hal secara tepat, maksud dan
tujuan peragaan ialah memberikan variasi dalam cara-cara mengajar,
memberikan lebih banyak realitas dalam mengajar, sehinga lebih
wujud, lebih terarah untuk mencapai tujuan pelajaran.4
Penerapan asas-asas peragaan dalam kegiatan belajar mengajar,
menyangkut beberapa aspek:
a. Penggunaan bermacam-macam alat peraga.
b. meragakan pelajaran dengan perbuatan, percobaan-percobaan.
c. Membuat poster-poster, ruang eksposisi dan lain sebagainya.
d. Menyelenggarakan karya wisata
4
S. Nasution, Diktatik: Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 98.
5
Dasar psikologi penerapan asas peragaan tersebut yakni, suatu hal
akan lebih berkesan dalam ingatan siswa bila melalui pengalaman dan
pengamatan langsung anak itu sendiri. Ada dua macam peragaan:
Peragaan langsung, dengan menggunakan benda aslinya atau
mengadakan percobaan-percobaan yang bisa diamati oleh siswa.
Peragaan tidak langsung, dengan menunjukkan benda tiruan atau suat
model. Contoh: gambar, boneka, film, foto dan sebagainya.
2. Minat dan Perhatian
Secara sederhana, minat berarti kecenderungan dan kegairahan
yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Sementara
perhatian, di sini mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar.
Seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap pelajaran akan
memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya.
Kemudian karena perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang
memungkinkan siswa untuk belajar lebih giat, dan akhirnya mencapai
prestasi yang diinginkan.5
Minat dan perhatian merupakan gejala jiwa yang selalu berkaitan,
seorang siswa yang berminat dalam belajar akan timbul perhatiannya
terhadap pelajaran tersebut. Akan tetapi terkadang perhatian siswa akan
hilang jika tidak ada minat dalam pelajaran yang diajarkan, oleh karena
itu diperlukan kecakapan seorang guru untuk membangkitkan minat
dan perhatian peserta didik. Untuk membangkitkan perhatian dan minat
yang disengaja guru harus:
a. Dapat menunjukkan pentingnya bahan pelajaran yang disajikan bagi
siswa.
b. Berusaha menghubungkan apa yang diketahui siswa dengan bahan
yang disajikan.
c. Merangsang siswa agar melakukan kompetisi belajar yang sehat,
berusaha menghindarkan hukuman.
d. Mengajar dengan persiapan yang baik, menggunakan media,
menghindari hal-hal yang tidak perlu, mengadakan selingan sehat.
5
Ahmad Susanto, Teori dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Kencana, 2013),
hlm. 16-17.
6
3. Motivasi
Motivasi bersal dari bahasa latin “movere”, yang berarti
menggerakkan. Berdasarkan pengertian ini, makna motivasi menjadi
berkembang. Wlodkowski (1985) menjelaskan motivasi sebagai suatu
kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan
yang memberi arah serta ketahanan pada tingkah laku tersebut.
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling
mempengaruhi. Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal
dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk
perubahan perilaku. Motivasi belajar adalah proses yang member
semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Dalam artian, perilaku
yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energy, terarah, dan
bertahan lama.
Menurut Prasetya Irawan dkk. mengutip hasil penelitian Fyan dan
Maehr bahwa dari tiga faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu
latar belakang keluarga, kondisi atau konteks sekolah, dan motivasi.
Maka faktor terakhir merupakan faktor yang paling baik.6
6
Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar), hlm. 162-163.
7
c. Meminta kepada peserta didik yang telah menguasai suatu
keterampilan atau pengetahuan untuk membantu teman-temanya
yang belum berhasil.
d. Membandingkan prestasi peserta didik dengan dirinya di masa
lalu atau dengan suatu standar tertentu, bukan dengan peserta didik
yang lain.7
4. Apersepsi
Apersepsi berasal dari kata apperception (Inggris), yang berarti
menafsirkan buah pikiran, menyatukan dan mengasimilasikan suat
pengamatan dengan pengalaman yang telah dimiliki dan dengan
demikian memahami dan menafsirkanya.
Apersepsi menurut Herbart adalah memperoleh tanggapan-
tanggapan baru dengan bantuan tanggapan yang telah ada. Dalam hal ini
terjadi sosiasi antara tanggapan yang baru dengan tanggapan yang lama.
Herbart mengemukakan bahwa yang diketahui digunakan untuk
memahami sesuatu yang belum diketahui. Apersepsi membangkitkan
minat dan perhatian untuk sesuatu, karena itu pelajaran harus selalu
dibangun atas pengetahuan yang telah ada.
Berdasarkan prinsip itu Herbart menganjurkan langkah-langkah berikut:
a. Kejelasan, sesuatu diperlihatkan untuk memperdalam pengertian. Di
sini guru yang terutama aktif (memberi) dan murid “Pasif”
(menerima). Cara mengajar memberitahukan.
b. Asosiasi, anak-anak diberi kesempatan untuk menghubungkan
pengertian baru dengan pengalaman-pengalaman lama. Anak-anak di
sini lebih aktif. Metode mengajar: Tanya Jawab, Pertanyaan.
c. Sistem, di sini bahan baru itu ditempatkan dalam hubungannya
dengan hal-hal lain. Ini hanya mingkin, jika bahan itu telah dipahami
sepenuhnya. Metode: Menjelaskan, Ceramah
d. Metode, anak-anak mendapat tugas untuk dikerjakan. Guru
memperbaiki dengan memberi petunjuk di mana perlu.8
7
Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, hlm. 171.
8
S. Nasution, Diktatik: Asas-asas Mengajar, hlm. 156-158.
8
5. Korelasi dan Konsentrasi
Yang dimaksud dengan korelasi disini adalah hubungan antara
mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya yang berfungsi untuk
menguatkan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, juga dapat
menimbulkan minat dan perhatian siswa. Hendaknya guru juga
menghubungkan pelajaran dengan realita sehari-hari. Karena dalam
realitasnya, pembelajaran di sekolah masih banyak menggunakan
strategi pembelajaran yang hanya berupaya untuk menghabiskan materi
pembelajaran semata sehingga kurang memberi makna bagi peserta
didik. Oleh karena itu, agar aktivitas pembelajaran mampu memberikan
makna bagi peserta didik yang belajar, guru perlu mengembangkan
strategi pembelajaran yang mampu mengaitkan materi pelajaran dengan
kehidupa sehari-hari.9
Ada tiga tahapan dalam pelaksanaanya, yakni:
a. Tahap inisiasi, guru dapat menarik perhatian siswa dengan alat
peraga, supaya kelas dapat memiliki topik, siswa dibentuk kelompok
dan tiap kelompok diberi permasalahanya masing-masing.
b. Tahap pengembangan, pada tahap hal ini kelompok-kelompok
diterjunkan langsung kelapangan untuk mencari sumber data untuk
materi diskusi, laporan ditulis lengkap, para siswa diharapkan dapat
berpartisipasi secara aktif dan guru bertindak sebagai pedamping.
c. Tahap kulminasi, sebagai tahap akhir, setelah semua kelompok dapat
menyelesaikan laporan yang mereka buat maka diadakan diskusi
kelas atau diskusi panel, dan diharapkan para siswa dapat berperan
aktif.
6. Individualisasi
Siswa merupakan individu yang unik, artinya tidak ada dua orang
siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan
yang lain. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis,
kepribadian, dan sifat-sifatnya.10
9
Bambang Warsito, Teknologi Pembelajaran dan Aplikasinya, hlm. 272.
10
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 75.
9
Setiap guru tentu menyadari bahwa menghadapi 30 siswa dalam satu
kelas misalnya, berarti menghadapi 30 macam keunikan atau
karakteristik. Perbedaan individu ini berpengaruh pada cara dan hasil
belajar siswa.
Guru yang memandang anak didik sebagai pribadi yang berbeda
dengan anak didik lainya, akan berbeda dengan guru yang memandang
anak didik sebagai makhluk yang sama dan tidak ada perbedaan dalam
segala hal. Maka adalah penting meluruskan pandangan yang keliru
dalam menilai anak didik. Sebaiknya guru memandang anak didik
sebagai individu dengan segala perbedaannya, sehingga mudah
melakukan pendekatan dalam pembelajaran.11
Guru sebagai penyelenggara kegiatan pembelajaran dituntut untuk
memberikan perhatian kepada semua keunikan yang melekat pada tiap
siswa, misalnya dengan:
7. Menentukan penggunaan berbagai metode yang diharapkan dapat
melayani kebutuhan siswa sesuai karakteristiknya.
8. Merancang pemanfaatan berbagai media dalam menyajikan pesan
pembelajaran.
9. Mengenali karakteristik setiap siswa sehingga dapat menentukan
perlakuan pembelajaran yang tepat bagi siswa yang bersangkutan.
10. Memberikan remidiasi ataupun pertanyaan kepada siswa yang
membutuhkan.12
6. Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas
meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang
dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Kooperatif
menggambarkan makna yang lebih luas, yaitu menggambarkan
keseluruhan proses sosial dalam belajar dan mencangkup pula
pengertian kolaborasi.13
11
Indah Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran, hlm. 50.
12
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, hlm. 82.
13
Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, hlm. 54-55.
10
Pembelajaran koopertif merupakan model pembelajaran dengan
menggunakan sistem pengelompokan atau tim kecil (small goup), yaitu
antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang
kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda
(heterogen).14
14
Saekan Muchtith, dkk., Cooperatif Learning, (Semarang: Rasail, 2010), hlm. 87.
11
15
Saekan Muchtith, dkk., Cooperatif Learning, hlm. 111.
b. Diskusi kelompok, diskusi ini tidak sama dengan debat tetapi selalu
mengutamakan pemecahan masalah.
16
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hlm. 1-2
12
2. Terlalu luasnya materi agama dan sedikitnya waktu yang tersedia untuk
menyampaikan bahan, dalam hal ini bagaimana seorang guru berusaha
mencapai tujuan pengajaran dan pendidikan agama. Di sinilah fungsi
metodologi pengajaran agama, jika seorang guru mempelajarinya
dengan baik dapat memahami desain dan rancangan yang sesuai dengan
pengajaran.
3. Sifat pengajaran agama lebih banyak menekankan pada segi tujuan
afektif (sikap) dibanding tujuan kognitif, menjadikan guru agama lebih
bersifat mendidik dari pada mengajar. Metodologi pengajaran agama
turut memberikan distribusi pengetahuan terhadap calon guru yang
diharapkan.
13
Dari kandungan ayat al-Qur’an tersebut ada dua pendekatan
yang digunakan untuk menyeru taat kepada Tuhan, yaitu dengan
Hikmah, Mauidzah (nasehat), sedangkan teknik yang dipakai adalah
salah satunya apabila melakukan diskusi dilaksanakan dengan baik dan
tertib.
Dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) sering ditekankan CBSA
(cara belajar siswa aktif) serta penerapannya pada bidang studi PAI,
dalam penerapannya dapat dilakukan beberapa tahap:
1. Pra-intruksional
2. Instruksional
3. Evaluasi
4. Pengembangan (follow-up)
Guru harus memulai dari dirinya sendiri, apabila ingin siswanya
aktif maka seorang guru tersebut harus lebih aktif terlebih dahulu.
Penerapan asas-asas pembelajaran tidak berdiri sendiri melainkan saling
bertautan. Misalkan saja penggunaan prinsip atau asas peragaan, pada
mata pelajaran sejarah kebudayaan islam, guru memperlihatkan gambar
tokoh, peta kekuasaan islam, gambar peninggalan-peninggalan, tahap
awal guru menampung pertanyaan dari siswa untuk meng-evaluasi
kemampuan siswa dan juga untuk mengetahui tingkat kesulitan siswa,
kemudian tahap akhir guru memberi pertanyaan pada siswa untuk meng-
apersepsi supaya siswa lebih paham dengan menghubungkan
pengetahuan yang sudah diketahui siswa. Dengan demikian secara
bersamaan minat dan perhatian siswa juga akan muncul, hal itu juga
merupakan bagian dari guru me-motivasi siswa.17
17
http://multazam-einstein.blogspot.com/2013/05/makalah-asas-asas-
pembelajaran.html. diunduh pada 02 Oktober 2014. Pukul 20:15 WIB
14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Asas-asas pembelajaran adalah prinsip-prinsip umum yang harus
dikuasai oleh guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar atau
dengan kata lain asas-asas pembelajaran adalah suatu yang dijadikan dasar
berpikir dan bertindak untuk menciptakan proses belajar. Diantaranya ialah
asas peragaan, minat dan perhatian, motivasi, apersepsi, korelasi dan
konsentrasi, individualisasi, dan kooperatif.
Asas atau prinsip pembelajaran adalah bagian dari metodologi
pembelajaran. Dalam metodologi pembelajaran dibahas tentang berbagai
prinsip, teknik-teknik, pendekatan yang digunakan. Dengan
mempelajarinya seorang guru dapat memilih metode manakh yang layak
dipakai. Sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai.
Penerapan asas-asas pembelajaran tidak berdiri sendiri melainkan
saling bertautan. Misalkan saja penggunaan prinsip atau asas peragaan,
pada mata pelajaran sejarah kebudayaan islam, guru memperlihatkan
gambar tokoh, peta kekuasaan islam, gambar peninggalan-peninggalan,
tahap awal guru menampung pertanyaan dari siswa untuk meng-evaluasi
kemampuan siswa dan juga untuk mengetahui tingkat kesulitan siswa,
kemudian tahap akhir guru memberi pertanyaan pada siswa untuk meng-
apersepsi supaya siswa lebih paham dengan menghubungkan pengetahuan
yang sudah diketahui siswa.
E. PENUTUP
Demikianlah makalah yang pemakalah susun. Pemakalah berusaha
membuat makalah ini dengan sebaik-baiknya, tetapi kami juga menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu kritik dan saran yang konstruktif kami harapkan demi perbaikan
makalah di kemudian hari. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua. Aamiin.
15
DAFTAR PUSTAKA
16