Anda di halaman 1dari 125

PERSALINAN NORMAL

1. Pengertian Proses pengeluaran janin yang telah terjadi pada kehamilan cukup
bulan (37-42 minggu) lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik ibu
maupun janin.
2. Indikasi 1. Umur kehamilan cukup bulan.
2. Presentasi belakang kepala.
3. Terdapat HIS≥2 kali dalam 20 detik sampai HIS adekuat.
4. Terdapat kemajuan persalinan.
5. Tidak terdapatnya kontra indikasi persalinan normal.
3. Kontra indikasi 1. Plasenta previa totalis
2. CPD
3. Tinggi fundus uteri 40 cm atau lebih
4. Presentasi bukan belakang kepala
5. Primipara dalam fase aktif kala satu persalinan dengan
palpasi 5/5
6. Gawat janin
7. Ketuban pecah > 24 jam
8. Bayi letak lintang
9. Rupture uteri iminens dan atau gawat bayi sedangkan
persyaratan bayi pervaginam tidak memungkinkan.
10. Distosia servicalis.
11. Distosia karena tumor jalan lahir
12. Distosia pada letak sungsang
13. Distosia pada kehamilan pasca OBS
14. Kasus infertilitas dan anak mahal
15. Insefisiensi utero plasenta dengan skor pelvis yang buruk
16. Dan lain-lain persalinan dengan distosia setelah dilakukan
konsultasi
4. Persiapan Persiapkan alat-alat
 Oksitosin 1 amp
 Metergin 1 amp
 Spuit 3cc
 Partus set
 Air klorin
 Ait DTT
 Celemek
 Mencuci tangan
 Sarung tangan steril
 Handuk

1
 Selimut bayi
5. Prosedur 1. Mengenali gejala dan tanda-tanda kala II persalinan.
tindakan 2. Persiapan alat.
3. Persiapan penolong.
4. Persiapan bayi baru lahir.
5. Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik
dengan membersihkan vulva dan perineum dengan
menggunakan kapas yang dibasahi dengan air DTT,
kemudian lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan
pembukaan sudah lengkap.
6. Bila selaput ketuban utuh, pembukaan sudah lengkap maka
lakukan amniotomi.
7. Kemudian lakukan dekontaminasi sarung tangan dengan
mencelupkan ke dalam cairan klorin 0,5 % selama 10 menit.
Kemudian lepaskan sarung tangan dan mencuci tangan.
8. Menilai DJJ untuk memastikan denyut jangtung janin dalam
batas normal.
9. Memberitahu hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga.
10. Meminta keluarga untuk membantu menyiapakan posisi
meneran dan menemukan posisi yang nyaman untuk
meneran.
11. Melaksanakan bimbingan untuk meneran pada saat ibu
merasakan dorongan yang kuat untuk meneran.
12. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm
membuka vulva, maka lindungi perineum dengan satu
tangan yang dilapisi kain bersih dan kering. Tangan yang
lain menahan kepala bayi untuk posisi defleksi, dan
membantu lahirnya kepala.
13. Periksa ada tidaknya lilitan tali pusat, jika tali pusat melilit
secara longgar, kemudian lepaskan melewati kepala bayi.
Jika terdapat lilitan secara ketat, maka lakukan klem tali
pusat pada dua tempat, dan melakukan pemotongan tali
pusat diantara dua klem tersebut.
14. Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara
spontan.
15. Kemudian dilakukan pelahiran bahu, dengan melakukan
pemegangan kepala secara bipariental, lakukan dengan
lembut gerakan-gerakan kepala kearah bawah hingga bahu
depan muncul di bawah arcus pubis, kemudian gerakan
kearah atas untuk melahirkan bahu belakang.
16. Setelah kedua bahgu lahir, tangan bawah gerakan kearah
perineum, untuk menyangga kepala, lengan dan siku bagian
bawah. Tangan atas menelusuri dan memegang lengan dan
siku bagian atas.

2
17. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas
berlanjut ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Kemudian
pegang kedua mata kaki dengan memasukan jari telunjuk
diantara kaki dan mata kaki dengan ibu jari dan jari lainnya.
18. Bayi baru lahir, diletakkan diatas perut ibu dan keringkan.
19. Periksa kembali perut ibu, untuk memastika tidak adanya
bayi lain masih di dalam uterus.
20. Kemudian suntikan oksitosin 10 unit intramuscular pada 1/3
bagian distal lateral paha ibu.
21. Lakukan pemotongan tali pusat 3 cm dari pusat bayi, dijepit
dengan klem, kemudian dorong isi tali pusat kearah ibu dan
jepit tali pusat 2 cm dari klem pertama ke arah ibu.
Kemudian lakukan pemotongan tali pusat diantara klem
tersebut.
22. Letakkan bayi diatas perut ibu dan lakukan IMD .
23. Pindahkan klem tali pusat 5-6cm didepan vulva. Letakkan
satu tangan diatas kain diatas perut tepi atas simpisis. Dan
lakukan penenganan tali pusat terkendali.
24. Setelah uterus berkontraksi, lakukan penanganan tali pusat
kearah bawah, tangan yang lain melakukan dorongan secara
dorsokranial secara hati-hati. Jika dalam 30-40 detik plasenta
tidak lahir, penegangan dihentikan dan tunggu kontraksi
berikutnya. Jika plasenta tidak lahir dalam 15 menit pertama,
berikan oksitosinm10 unit im ke 2.
25. Lakukan penegangan tali pusat dan dorongan dorsokranian
hingga plasenta terlepas. Minta ibu meneran, lakukan
penegangan tali pusat sejajar lantai kemudian kearah atas.
Jika plasenta sudah muncul di introitus vagina, lahirkan
plasenta dengan kedua tangan, putar plasenta hingga selaput
ketuban terpilin, kemudian lahirkan, dan tempatkan plasenta
pada wadah.
26. Melakukan masase uterus selama 15 detik, melakukan
evaluasi plasenta, ada tidaknya robekan jalan lahir, jika ada
robekan dan perdarahan aktif, segera melakukan penjahitan.
27. Berikan ini methyl ergometrin secara 1 amp i.m.
28. Melakukan asuhan persalinan kala IV dalam 2 jam post
partum.
6. Pasca tindakan 1. Pantau keadaan umum, tekanan darah, nadi, respirasi, suhu
dan urine dalam 2 jam pertama post partum.
2. Pantau tinggi fundus uteri, kontraksi uterus dan adanya
tidaknya perdarahan dalam 2 jam pertama.
3. Jika dalam 2 jam pertma keadaan umum baik, pindahkan ke
ruang perawatan.
7. Medikasi 1. Oksitosin inj

3
2. Methyl ergometrin
3. Antibiotik
4. Analgetik
5. Ruboransia`
8. Edukasi KIE : ibu dan keluarga mengenai tanda-tanda perdarahan, tanda-
tanda infeksi, vulva hygiene.
9. Prognosis Ad bonam
10. Kepustakaan 1. Asuhan persalinan normal, jaringan nasional pelatihan klinik
kesehatan reproduksi, Jakarta, 2008.

ABORTUS INKOMPLIT

4
1. Pengertian/ Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viable, disertai atau
Definisi tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Insiden abortus ± 10-15 %
kehamilan.
2. Anamnesis a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Perdarahan pervaginan banyak.
d. Nyeri perut bagian bawah derajat berat.
3. Pemeriksaan Vaginal toucher didapatkan osteum uteri terbuka teraba jaringan
Fisik kehamilan dan tinggi fundus uterus lebih kecil dari umur kehamilan.
4. Criteria 1. Tinggi fundus uteri dapat sesuai dengan umur kehamilan / lebih
Diagnosis rendah.
2. USG menunjukan adanya sisa jaringan.
3. Tidak ada nyeri tekanan / tanda cairan bebas seperti pada KET.
4. Adanya dilatasi serviks, disertai dengan keluarnya jaringan
konsepsi, atau gumpalan-gumpalan darah.
5. Diagnose Abortus inkomplit
Kerja
6. Diagnosis a. Abortus iminens.
Banding b. Abortus insipiens
c. Abortus inkomplit.
d. Abortus komplit.
e. Abortus habitualis.
f. Abortus infeksiosus.
g. Missed a bortion.
7. Pemeriksaan USG, βHCG
Penunjang
8. Terapi a. Perbaikan keadaan umum.
b. Kuretase dengan atau tanpa digital plasenta prekuretase.
c. Medikamentosa.
 Metilergometrin 3 kali 5 mg per oral selama 5 hari.
 Amoksilin 3 kali 500 mg per oral selama 5 hari.
9. Edukasi - Edukasi pemberian KB ( pil KB atau kondom).
- Hygiene vulva dan alat genital.
10. Prognosis Dubius ada bonam
11. Kepustakaan 1. Valley VT. Abortion, incomplete. In : Emeddicine. 30 mei
2006.
http://www.emedicine.com/emerg/ OBSTETRICH AND
GYNECOLOGY htm (4 oktober 2008).
2. Mochtar R Abortus dan kelaian dalam kehamilan tua. Dalam :
lutan D, editor. Synopsis obstetric ed 2. Jakarta: EGC, 1998.

PERSALINAN POST TERM

5
1. Pengertian Definisi internasional tentang kehamilan lewat waktu di ambil dari
definisi yang dibuat oleh American collage ofobstricians and
ginecologys yaitu kehamilan yang mencapai 42 minggu ( 42
complete weeks) atau lebih atau melebihi 294 hari dihitung dari hari
pertama menstruasi terakhir.
Istilah-istilah yang berhubungan :
 Post date adalah kehamilan yang melewati taksiran persalinan.
 Post matur merupakan kondisi khusus pada janin dimana
janin menampakkan gambaran kehamilan lewat waktu yang
patologis.
 Sindrompost maturitas di hubungkan dengan gangguan
pertumbuhan janin intra uteri dan terjadi kalau ada
insufisiensi plasenta.
2. Etiologi Sampai sekarang belum jelas dipahami seluruhnya, keadaan ini
berkaitan dengan adanya defisiensi sulfatase plasenta dan kehamilan
ekste uteri.
3. Anamnesa Pasien mengeluh umur kehamilan telah lewat waktu dengan yang
telah di tentukan, tidak ada tanda-tanda persalinan.
4. Pemeriksaan Pemeriksaan umur kehamilan :
fisik  Umur kehamilan di hitung dengan rumor naegele berdasarkan
anamnesis tanggal hari pertama menstruasi terakhir.
 Konfirmasi umur kehamilan dengan :
1. Terdengarnya denyut jantung janin pada kehamilan 17-20
minggu.
2. Tinggi fundus uteri antara 18-30 minggu.
3. Pemeriksaan USG sebelum umur 26 minggu.
Penentuan fungsi plasenta atau keadaan janin :
 Amnioskopi untuk melihat warna serta kejernihan cairan
ketuban.
 Pemantauan detak jantung janin
1. Non stress test (NST).
2. Oxytocin chalange test (OCT), seksio saesar di lakukan
bila OCT positif.
3. Profil biofisik : manning menganjurkan pemeriksaan ini
2x seminggu dan persalinan janin tersebut bila ada
oligohidramnion.
Pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan servix (digunakan
nilai biosop).
5. kriteria Diagnosis 1. diagnosis kehamilan post term ditegkkan apabila kehamilan
sudah berlangsung 42 minggu (294 hari) atau lebih di hitung
dari hari pertama menstruasi terakhir menurut rumus neagale.
2. Syarat yang harus di penuhi untuk dapat menegkkan diagnosis
post term anatara lain :
a. HPHT jelas.

6
b. USG idealnya dilakukan pada umur kehamilan trimester I
dengan menentukan CRL.
c. Jika terdapat perbedaan lebih dari 5 hari antara perkiraan
dari HPHT dan USG trimester I maka yang dipakai adalah
USG.
d. Jika terdapat perbedaan lebih dari 10 hari antara perkiraan
dari HPHT dan USG trimester II maka yang dipakai
adalah USG.
e. Dirasakan gerakan janin pada umur kehamilan 16-18
minggu.
f. Terdengar denyut jantung janin (normal 10-12 minggu
dengan Doppler 19-20 minggu dengan fetoskop).
6. Diagnosis Kerja Persalinan post term
7. Diagnosis Persalina lama.
Banding Janin besar.
Gawat janin.
Letak lintang.
8. Pemeriksaan USG : menilai ukuran, derajat maturitas, oligohidramni.
penunjang KTG : menilai ada atau tidak gawat janin.
Amnioskopi : amnioskopi / amniotomi.
Sitology wanita dengan indeks koriopiknotik pemeriksaan badan ibu.
9. Terapi Cara akhiri kehamilan :
1. Pastikan umur kehamilan dengan HTA dan pemeriksaan USG.
2. Ibu hamil dengan ukuran yang tidak jelas di tangai dengan NST
tiap minggu dengan penilaian volume air ketuban, pasien dengan
AFI≤ 5cm atau dengan keluhan gerak anak menurun di lakukan
induksi persalinan.
3. Jika usia kehamilan sudah di ketahui dengan pasti pemantauan
kondisi kesejahteraan janin dimulai sejak umur kehamilan 41
minggun, NST dilakukan 2x seminggu, USG 2x seminggu.
4. Induksi dilakukan pada usia kehamilan 42 minggu dengan
pertimbangan kesejahteraan janin dan pelvic score.
5. Pengakhiran kehamilan tergantung kesejahteraan janin dan
penilaian pelvic score.
Umur kehamilan antara 41-<42 minggu :
1. Bila kesejahteraan janin baik atau (USG dan NST normal).
a. Dilakukan konseling induksi atau di tunggu sampai ukuran
42 minggu.
b. Striping membrane amnion.
2. Bila kesejahteraan janin meragukan :
a. PS lebih atau sama dengan 5 :
 Di lakukan oksitosin drip dengan pemantauan kardio
tokografi (KTG).
 Bila terdapat tanda insufisiensi plasenta, persalinan di

7
akhiri dengan seksio sesarea (SC).
b. PS kurang dari 5 dilakukan pemeriksaan ulang keesokan
harinya :
 Bila hasil tetap mencurigakan di lakukan oksitocin
challenge test (OCT).
 Bila hasil pemeriksaan (+) di lakukan SC.
 Bila hasil OCT (-) di lakukan pemeriksaan serial
hingga 42 minggu / PS lebih dari 5.
 Bila hasil pemeriksaan OCT meragukan atau tidak
memuaskan di lakukan pemeriksaan OCT ulangan
keesikan harinya.
3. Bila kesejahteraan janin jelek ( i NST / OCT) di lakukan SC
Umur kehamilan ≥ 42 minggu :
1. Bila kesejahteraan janin baik (USG dan NST normal).
a. PS baik > 5, dilakukan induksi dengan infus oxytosin drip.
b. PS kurang dari 5, dilakukan ripening/induksi dengan
misoprostol 25 µg.
2. Bila kesejahteraan janin mencurigakan :
a. PS lebih atau sama dengan 5
 Dilakukan oksitosin drip dengan pemantauan kardio
tokografi (KTG).
b. PS kurang dari 5
 Dilakukan ripening / induksi dengan misoprostol 25 µg
tiap 6 jam pervaginam, atau per oral 20-25 µg tiap 2 jam,
dan pemantauan KTG.
 Bila terdapat tanda-tanda insufiensi plasenta, persalinan
diakhiri dengan seksio sesaria (SC).
3. Bila kesejahteraan janin jelek (terdapat tanda-tanda insufiensi
plasenta dari (NST/OCT), dilakukan SC.
4. Kehamilan dengan preeclampsia, PJT dan diabetes mellitus
gestasi tidak boleh dibiarkan sampai melebihi 40 minggu.
Tata cara penggunaan mioprostol :
Misiprostol digunakan sebagai induksi persalinan janin yang masi
hidup, khususnya bila bishop score masih rendah yakni < 5.
1. Rekomendasi dosis dan interval obat berdasarkan cara pemberian
adalah sebagai berikut :
 Pemberian per oral :
Misoprostol solution 20-25 µg per oral setiap 2 jam.
 Pemberian pervaginam : misoprostol 25µg pervaginam setiap
4 jam. Tidak direkomendasikan untuk membasahi tablet
misoprostol dengan air sebelum dimasukkan ke dalam vagina.
 Pemberian sublingual, buccal maupun rectal belum
direkomendasikan.

8
 Maksimal pemberian adalah 6 kali.
2. Hal-hal yang harus diperhatikan selama pemberian misoprostol
adalah sebagai berikut :
 Selama pemberian misoprostol pasien sudah berada di kamar
bersalin.
 Pemeriksaan kesejahteraan janin sebelum di lakukan induksi
persalinan.
 Setelah misoprostol di berikan, setiap 30 menit dilakukan
pemeriksaan denyut jangtung janin dan kontraksi uterus.
 Tersedia obat tokolitik yakni terbutaline 250µg subkutan.
 Jangan memberikan oksitosin sebelum 4 jam pemberian
misoprostol.
 Pemberian misoprostol sebagai induksi persalinan dilakukan
dirumah sakit yang mampu melakukan operasi.
10. Edukasi KIE pasien dan keluarga.
11. Prognosis Baik bila cepat di tangani.
12. Kepustakaan 1. Aan 2014, Protap Fetomaternal New Version, Bagian / Smf
Obstetric Dan Ginecology Fkunud / Rs Sanglah.
2. Saifuddi, Abdul Bari 2006. 2006. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
3. Wiknjosastro, Hanifa.2007. Ilmu Kandungan. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

SEKSIO SESAREA

1. Pengertian Seksio sesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding
abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histereotomi).
2. Indikasi Pada keadaan dimana penundaan persalinan yang lebih lama akan
menimbulkan bahaya serius bagi janin atau keduanya, padahal
persalinan pervaginam tidak mungkin di selesaikan dengan aman.
Indikasi ibu :

9
 Disproporsi sefalopelvik.
 Pelvis kecil atau malformasi.
 Bekas seksio sesarea dengan indikasi disproporsi
sefalopelvik.
 Disfungsi uterus.
 Distosio jaringan lunak.
 Plasenta previa.
 Rupture uteri mengancam.
 Partus lama.
 Pre eklamsia.
Indikasi janin :
 Janin sangat besar.
 Gawat janin.
 Letak lintang.
 Presentasi bokong paqda primigravida.
 Double footling breech.
 Gemeli.
3. Kontra indikasi Dalam prektek obstetrik modern hakekatnya tidak ada kontra
indikasi. Namun, seksio sesarea dilakukan hanya dalam keadaan
bila ada indikasi.
4. Persiapan  Persiapkan persetujuan operasi ( informed consent ).
 Pemeriksaan darah lengkap antara lain : waktu pembekuan,
waktu pendarahan, trombosit, hemoglobin, glukosa.
 Siapkan darah di palang merah Indonesia ( dinas tranfusi
darah ) kalau perlu siapkan di kamar operasi.
 Siapkan penderita : gunting rambut pubis dan abdomen,
bersihkan penderita.
 Siapkan kamar operasi.
 Konsul dokter bagian anastesi dan dokter bagian kesehatan
anak.
 Siapkan alat
 Kateter foley dan kantong urin.
 Infuse set dan transfuse set serta kateter vena.
 Uterotonika : oxytocin S dan methergin.
 Alat-alat seksio.
Meja utama :
 2 tissue forceps smooth.
 2 tissue forceps toorhed.
 2shor Russian forceps
 2 adson forceps toothed.
 1 # 3 scalpel handle.
 2 peans.

10
 1 # 4 scalpel handle.
 1 bandage scissors.
 1 curved mayo scissors.
 2 curved kellys.
 4 pennington clamps.
Meja persiapan :
 12 towel clips.
 4 curved mosquitoes.
 6 curved kellys.
 2 straight kellys.
 6 curved pearns.
 6 allis clamps.
 2 pennington clamps.
 2 babcoock clamps.
 2 curved mayo scissors.
 1 straight mayo scissors.
 8 needle holders.
 5 sponge sticks.
 2 straight kocher forceps.
 2 surved kocher forceps.
 1 singley forceps.
 1 long smooth forceps.
 1 long toothed forceps.
 1 # 4 scalpel handle.
 1 # 3 scalpel handle.
 1 bladder blade refractor.
 1 large Richardson.
 1 medium Richardson.
 1 pair simpson forceps.
5. Prosedur A. SEKSIO SESAREA KLASIK / KOPORAL
tindakan 1. Mula-mula di lakukan desinfeksi pada dinding perut dan
lapangan operasi di persempit dengan kain duk steril.
2. Pada dinding perut dibuat insis mediana mulai dari atas
simfisis sepanjang kurang lebih 12 cm samapai di bawah
umbilicus lapis demi lapis, sehingga kavum peritoneal
terbuka.
3. Dalam rongga perut disekitar rahim dilingkari dengan
kasa laparatomi.
4. Di buat insisi secara tajam pada segmen atas rahim (SAR)
kemudian diperlebar secara sagittal dengan gunting.
5. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban di pecahkan,
janin dilahirkan dengan meluksir kepala dan memotong
fundus uteri. Setelah janin lahir seutuhnya tali pusat
dijepit dan dipotong diantara kedua penjepit.

11
6. Plasenta dilahirkan secara manuyal, di suntik 10 U
oxitosin kedalam rahim secara intramural.
7. Luka insisi SAR di jahit kembali : lapisan I :
endometrium bersama myometrium di jahit secara jelujur
dengan benang catgut chromic, lapisan II : hanya
myometrium saja dijahit secra simpul ( berhubungan otot
SAR sangat tebal) dengan catgut chromic, lapisan III :
myometrium saja dijahit secara simpul dengan benang
catgut biasa.
8. Setelah dinding rahim selesai di jahit kedua adneksa di
eksplorasi.
9. Rongga perut di bersihkan dari sisa-sisa darah dan
akhirnya luka dinding perut di jahit.
B. SEKSIO SESAREA ISHMIKA / PROFUNDA
1. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan
lapangan operasi di persempit dengan kain duk steril.
2. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas
simfisis samping di bawah umbilicus lapis demi lapis
sehingga kavum peritonei terbuka.
3. Dalam rongga perut sekitar rahim dilingkari dengan kasa
laparatomi.
4. Di buatm bladder-flap, yaitu dengan menggunting
peritoneum kandung kencing ( plika vesika uterine ) di
depan segmen bawah rahim (SBR) secara melintang luka
plika vesika uterine disisihjkan secara tumpul kearah
bawah dan samping dan kantong kencing yang telah
disisihkan kearah bawah dan samping dilindungi dengan
speculum kandung kencing.
5. Di buat insis pada segmen bawah rahim 1 cm di bawah
irisan plika vesika uterine tadi secara tajam dengan pisau
bedah kurang lebih 2 cm kemudian di perlebar melintang
secara tumpul dengan kedua jari telunjuk operator. Arah
irisan pada segmen bawah rahim dapat melintang
( tranversal ) sesuai cara kerr, atau membujur ( sagittal )
sesuai cara kronig.
6. Setelah kavum uteri terbuka selaput ketuban dipecahkan ,
janin dilahirkan dengan meluksir kepalanya, badan janin
dilahirkan dengan mengait kedua ketiaknya, tali pusat
dijepit dan dipotong plasenta dijahit secara manual
kedalam otot rahim intramural, disuntikkan 10 U
oksitosin, luka dinding rahim di jahit : a. lapisan I : di
jahit jelujur pada endometrium dan myometrium. b.
lapisan II : dijahit jelujur hanya pada myometrium saja. c.
lapisan III : di jahit jelujur pada plika vesika uterine.

12
7. Setelah dinding rahim selesai di jahit, kedua adneska
dieksplorasi.
8. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan
akhirnya luka dinding perut di jahit.
6. Diagnosis Tidak ada
Banding
7. Pasca Tindakan PERAWATAN PASKA TINDAKAN
 Jika terdapat tanda infeksi berikan antibiotika kombinasi
sampai pasien bebas demam selama 48 jam
Ampicillin dosis awal 2 gr IV, lalu 1 gr setiap 6 jam dan
gentamicin 80 mg IV setiap 8 jam dan mertonidazol 500
mg IV setiap 8 jam.
 Beri analgesik jika perlu.
 Periksa tanda vital (nadi, tekanan darah, pernafasan,
keadaan umum) tinggi fundus, kontraksi uterus, kantong
kemih dan perdarahan setiapa 15 menit pada 1 jam
pertama, 30 menit dalam 1 jam berikutnya dan tiap satu
jam dalam 4 jam berikutnya.
 Jika dalam 6 jam pemantauan :
Kondisi ibu stabil, pindahkan ke ruang rawat
Kondisis tidak stabil :
Lakukan evaluasi ulang untuk tindakan yang sesuai cacat
seluruh tindakan dalam rekam medis.
PERAWATAN SELAMA RAWAT INAP
 Rawat gabung ibu dan bayi.
 Periksa tanda vital (tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi nafas, suhu tubuh) produksi urin, pendarahan
pervaginam setiapa 6 jam selama 24 jam dan setiap 8 jam
selama 48 jam berikutnya jika kondisi ibu stabil.
 Periksa kadar hb setelah 24 jam dan melakukan transfusi
bila hb < 8 g/dl.
 Pasien di pulangkan bila hasil pemantauan selama 3 x 24
jam dalam batas normal dan kadar hb ≥ 8 g/dl.
 Buat resume dalam rekam medis dan berikan pasien surat
kontrol.
8. Medikasi Antibiotik.
Uterotonika.
Analgetik.
9. Edukasi 1. Di anjurkan jangan hamil selama lebih kurang satu tahun
dengan memakai kontrasepsi.
2. Kehamilan berikutnya hendaknya di awasi dengan
antenatal yang baik.
3. Di anjurkan untuk bersalin di RSU besar.
4. Rawat luka operasi dengan hygiene.

13
5. Diet makanan cair dan bertahap makanan padat sesuai
anjuran dokter.
10. Prognosis Dubia ad Bonam.
11. kepustakaan Murah manoe, dr. IMS, dr. syahrul Rauf, SpOG, dr. Henrie
Usmani, SpOG. 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi,
Bagian SMF Obstetric dan Ginecology FK UNHAS/RS. dr.
Wahidin Sudirohusodo.
Winkjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

PEMASANGAN AKDR POST PARTUM

1. Pengertian AKDR / IUD post partum adalah IUD yang dipasang dalam waktu
10 menit setelah lepasnya plasenta pada persalinan pervaginam
AKDR berdasarkan waktu :
1. Immediate postplaental insertion (IPP) yaitu AKDR di
pasang dalam waktu 10 menit setelah plasenta di lahirkan.
2. Early post partum insertion (EP) yaitu AKDR di pasang
antara 10 menit sampai 72 jam post partum.
3. Interval insertion (INT) yaiyu AKDR di pasang setelah 6
minggu post partum.

14
2. Indikasi 1. Usia produksif.
2. Keadaan nulipara.
3. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang.
4. Perempuan menyusui yang menginginkan kontrasepsi.
5. Setelah menyusui dan tidak ingin menyusui bayinya.
6. Setelah abortus dan tidak terlihat adanya infeksi.
7. Perempuan dengan resiko rendah IMS.
8. Tidak menghendaki metode hormonal.
9. Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap
hari.
10. Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama.
3. Kontra indikasi KONTRA INDIKASI MUTLAK :
1. Alergi terhadap tembaga.
2. Memiliki IMS aktif atau baru terjadi dalam 3 bulan
terakhir.
3. Pendarahan pervaginam abnormal yang belum di diagnosi.
4. Rongga pelvic mengalami distorsi hebat sehingga
pemasangan / penempatan sulit di lakukan, fibroid besar.
5. Penyakit trofoblas ganas.
6. TBC pelvis.
KONTRA INDIKASI RELATIF :
1. Usia pemakai masih muda dan rawan terjangkit IMS, karna
tingkat aktifitas seksual meningkat.
2. Punya banyak pasangan seksual.
3. Menorargia dan anemia (kontra indikasi untuk spiral
tembaga tetapi indikasi untuk LNG-IUS).
4. Baru mendapat terapi untuk infeksi panggul.
5. Penderita penyakit katup jantung memiliki resiko
endokarditis bakterialis subakut terutama saat pasang
spiral.
6. Perempuan yang menderita katup jantung prostetik harus
diberikan antibiotic saat pemasangan.
7. Baru mengidap penyakit trofobas jinak, pendarahan yang
tidak diatur bias mempersulit tindak lanjut dan
penatalaksanaan penyakit ini.
8. Sedang mendapat terapi koagulan, pemakaian spiral dan
tembaga bias memperparah keadaan pendarahan.
9. Kelaian uterus (mioma, polop, jaringan perut, bekas SC).
10. Insufiensi serviks.
11. Tumor ovarium .
12. Gonorea.
13. Dismenore.
14. Stenosis kanalis servikalasi.
15. TFU < 6,5 cm (Indonesia < 5 cm).

15
4. Persiapan 1. Lampu .
2. Speculum 2 katup.
3. Apusan bakteriologis (apabila diindikasikan).
4. Lidi kapas.
5. Larutan antiseptic.
6. Sarung tangan bersih.
7. Wadah sekali pakai untuk instrument yang sudah dipakai
dan sampah klinis.
8. Baki / bengkok steril (wadah untuk instrument
pemasangan).
9. Forceps steril 10 inci untuk memegang spons.
10. Sonde uterus lentur steril yang berskala sentimeter.
11. Forceps jaringan 12 inci bila tenakulum satu gigi dengan
ujung tumpul yang steril.
12. Gunting yang cukup panjang sehingga dapat memitong
benang.
5. Prosedur 1. Sepanjang prosedur, harus diterapkan teknik “jangan
Tindakan menyentuh” No Touch Technique. Bagian dari sonde dan
alat pemasangan yang sudah terisi yang masuk ke dalam
uterus jangan disentuh bahkan dengan tangan yang sudah
bersarung.
2. Setelah periksa panggul bimanual, serviks di pajankan
dengan speculum sementara wanita berbaring dalam posisi
litotomi modifikasi atau posisi lateral.
3. Serviks dibersihkan dengan antiseptic dan dipegang
dengan forseps atraumatik 12 inc (forceps allis panjang
yang digunakan, turunkan ringan untuk meluruskan kanalis
uteroservikalis membantu pemasangan AKDR di fundus.
4. Sonde uterus dimasukkan dengan hati-hati untuk
menentukan kedalaman dan arah rongga uterus serta arah
kapatenan kanalis servikalis apabila dijumpai spasme /
stenosis serviks. Maka mungkin perlu dipertimbangkan
pemberian anastesi local dan dilatasi serviks.
5. AKDR dimasukkan ke dalam alat pemasangan sehingga
AKDR akan berletak rata dalam bidang tranversa rongga
uterus saat dilepaskan.
6. AKDR jaringan tidak boleh berada didalam alat
pemasangan lebih dari beberapa menit karena alat ini akan
kehilangan alastisitasnya dan bentuknya akan berubah.
7. Tabung alat pemasangan secara hati-hati dimasukkan
melalui kanalis servikalis AKDR dilepaskan sesuai
instruksi spesifik untuk masing-masing alat kemudian alat
pemasangan di keluarkan.
8. Setelah pemasangan, di anjurkan melakukan sonde kanalis

16
ulang untuk menyingkirkan kemungkinan AKDR terletak
rendah. AKDR harus diletaklan di fundus agar insidensi
ekspulsi dan kehamilan rendah.
9. Benang AKDR harus di potong dengan gunting panjang
sampai sekitar 3 cm dan os eksternus.
TEKNIK PENGELUARAN :
1. Benang terlihat
Gunakan speculum untuk melihat serviks dan lihat dengan
jelas adanya benang AKDR, jepit benang dengan kuat
dekat os eksternus dengan forceps arteri lurus, lakukan
tarikan lembut kearah bawah, biasanya AKDR akan
tertarik dengan mudah dan dengan nyeri minimal. Apabila
di jumpai tahanan, atau nyeri, hentikan tarikan. Periksa
ukuran dan posisi uterus dengan pemeriksaan bimanual.
Jepit serviks dengan forceps jaringan dan melakukan
tarikan lembut untuk meluruskan kanalis utero servikalis,
lanjutkan tarikan pada benang dan keluarkan AKDR
seperti biasa.
2. Apabila benang petus
Sewaktu pengeluaran kanalis servikalis harus dieksplorasi
secara hati-hati dengan forceps arteri lurus untuk
memeriksa apakah ujung bawah AKDR telah turun ke
bawah kanalis servikalis. Apabila terasa, maka batang
vertical AKDR dapat dijepit dan dikeluarkan, apabila
AKDR seluruhnya berada di dalam rongga uterus, maka
dapat dilakukan eksplorasi rongga uterus dengan forceps
bengkok yang kecil dan panjang atau pengait untuk
mengetahui lokasi dan mengeluarkan AKDR. Dilatasi
serviks dapat dicapai dengan pemberian misoprostol
400mq pervagina sebelum eksplorasi uterus.
3. Perubahan AKDR
AKDR sebaiknya tidak diganti sebelum interval yang di
anjurkan karena pengeluaran dan pemasangan kembali
meningkatkan resiko kegagalan, ekspulsi, dan infeksi. Pada
wanita usia 40 tahun atau lebih, AKDR yang mengandung
tembaga dapat dibiarkan di tempatnya sampai 12 bulan
setelah periode menstruasi terakhir.
6. Diagnosis Tidak ada
Banding
7. Pasca Tindakan  Rendam semua peralatan yang sudah dipakai dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi.
 Buang bahan-bahan yang sudah tidak dipakai lagi (kasa,
sarung tangan sekali pakai) ke tempat yang sudah di
sediakan (tempat sampah medik).

17
 Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung
tangan kedalam larutan klorin 0.5%, buka dalam keadaan
terbalik dan rendam dalam klorin 0,5%
 Cuci tangan dengan air dan sabun.
 Pastikan pasien tidak mengalami kram hebat dan amati
selama 15 menit sebelum memperbolehkan pasien pulang.
8. Medikasi Antibiotik dan Analgetik bila perlu
9. Edukasi  Ajarkan pasien bagaimana cara memeriksa sendiri benang
AKDR dan kapan harus dilakukan.
 Beritahu kapan klien harus datang ke klinik untuk control.
 Jelaskan pada pasien apa yang harus di lakukan bila
mengalami efek samping.
 Ingatkan kembali masa pemakaian AKDR Cu T380A
adalah 10 tahun.
 Yakinkan klien bahwa ia dapat datang ke klinik / rumah
sakit setiap saat bila memerlukan konsultasi, pemeriksaan
medic, atau menginginkan AKDR tersebut dicabut.
 Minta klien mengulangi kembali penjelasan yang telah di
berikan.
 Lengkapi rekam medik dan kartu AKDR untuk pasien.
10. Prognosis Dubia ad Bonam
11. kepustakaan 1. Soepromo, Bharoto W. Ketrampilan Terapi Pemasangan
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim. Laboratorium Obstetric
Ginecology. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran
UGM.2001.
2. Winkjosastro, Hanifa, Dkk. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.2001.
3. Cunningham, MacDonald, Gant. Obstetri Williams. Edisi
18. Jakarta : Penerbitan Buku kedokteran EGC.1995.

18
TUBEKTOMI

1. Pengertian Suatu tindakan pembedahaan baik ligasi maupun oklusi terhadap


saluran telur (Tuba Fallopi) dengan maksud mengakhiri
kesuburan.
2. Indikasi  Pasien yang sudah tidak menginginkan anak lagi.
 Wanita usia > 26 tahun.
 Multipara (terutama dengan usia relative lanjut).
 Seksio sesarea lebih dari dua kali.
 Membahayakan kesehatan anak missal : hemophilia.
 Wanita pasca persalinan.
 Wanita pasca keguguran.
3. Kontra Indikasi  Wanita hamil yang sudah terdeteksi atau di curigai.

19
 Wanita dengan pendarahan pervaginam yang belum jelas
penyebabnya.
 Wanita dengan infeksi sistematik atau pelvic yang akut.
 Wanita yang tidak boleh menjalani proses pembedahan.
 Wanita yang kurang pasti mengenai keinginan fertikitas
dimasa depan.
 Wanita yang belum memberikan persetujuan tertulis.
4. Persiapan 1. Konseling perihal kontrasepsi dan jelaskan kepada klien
bahwa ia mempunyai hak untuk merubah pikiran setiap waktu
sebelum prosedur di lakukan.
2. Puasa dari tengah malam hingga waktu operasi.
3. Pemeriksaan fisik.
4. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urin lengkap, pap
smear.
5. Informed consent.
5. prosedur 1. mini laporotomi : incici 5 cm atau kurang di bawah pusat
Tindakan untuk pasca persalinan atau di atas simfisis pubis untuk
pasca / abortus incisi dapat melintang maupun membujur
di garis tengah.
2. Laparoskopi : laparoskop, dilakukan incise kecil pada /
dibawah pusat.
3. Kolpotomi : mencapai rongga perut melalui incise pada
forniks posterior vagina. Pada umumnya sudah
ditinggalkan.
4. Kuldoskopi : dilakukan incise kecil pada forniks posterior
vagina. Pada umumnya sudah di tinggalkan.
5. Hiteroskopis : menggunakan hiteroskop, dimasukkan
melalui saluran leher rahim (kanalis servikalis) untuk
melihat ostium tuba uteri.
6. Pasca Tindakan  Setelah tindakan pembedahan, pasien dirawat di ruang
pemulihan selama kurang lebih 4-6 jam.
 Selama di ruang pulih pasien diamati : tekanan darah,
pernapasan, nadi, rasa nyeri yang mungkin timbul,
pendarahan dari luka dan suhu badan.
 Dua jam setelah operasi pasien diijinkan minum dan
makan lunak.
 Setelah 4-6 jam pasca bedah akseptor dapat pulang asal
tidak pusing bila duduk.
7. Medikasi Antibiotik.
Analgetik.
8. Edukasi  Perawatan luka, usahan luka tetap kering.
 Jaga kebersihan terutama disekitar luka operasi.
 Segera kembali ke rumah sakit apabila terjadi pendarahan,

20
demam, nyeri hebat, pusing, muntah, sesak napas.
 Istirahat seperlunya, pada umumnya pasien dapat kembali
bekerja keesokan harinya tanpa mengalami komplikasi.
 Hubungan seks dapat dilakukan 1 minggu kemudian.
 Boleh makan biasa keesokan harinya, tidak ada pantangan.
 kontrol pemeriksaan diri sesuai jadwal kontrol.
9. Prognosis Dubia ad Bonam.
10. Diagnosis Tidak ada.
Banding
11. Kepustakaan 1. Lila Dewata, Samsulhadi, Soehartono DS, Dr, Dr.
Bambang Sukaputra, Spog, Dkk. 2013. Pedoman
Diagnosis Dan Terapi, Bagian SMF Obstetric Dan
Ginecology FK UNAIR / RS Dr. Soetomo. Surabaya.
2. Winkjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

PERSALINAN DENGAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS)

1. Pengertian Keadaan dimana persalinan yang disertai dengan penyakit


menular seksual yang disebabkan oleh mikroorganisme yang
menimbulkan gangguan pada saluran kemih dan reproduksi
dimana penularanya terutama melalui hubungan seksual dari
seorang terinfeksi kepada mitra seksualnya.
Berdasarkan penyebabnya ISR dibedakan menjadi :
1. Infeksi menular seksual : gonore, sifilis, trikomonialis,
kondiloma akuminata, dan infeksi HIV.
2. Infeksi endogen : oleh flora normal komensal yang
tumbuh berlebihan. Misalnya, kondidosis vaginalis, dan
vaginosis bacterial.

21
3. Infeksi iatrogenic disebabkan bakteri mikroorganisme
yang masuk ke saluran ke saluran reproduksi akibat
prosedur medis/ intervensi selama kehamilan pada
waktu/partus/pasca partus dan dapat juga karena
kontaminasi instrument.
2. Anamnesa Anamnesa penyebab PMS ditegakkan sesuai dan gejala dari tipe-
tipe penyebab penyakit menular seksual :
1. Rasa sakit atau nyeri saat kencing atau berhubungan
seksual.
2. Rasa nyeri pada perut bagian bawah.
3. Pengeluaran lendir pada vagina / alat kelamin.
4. Keputihan berwarna putih susu, bergumpal, disertai rasa
gatal dan kemerahan pada alat kelamin atau sekitarnya.
5. Keputihan berbusa, kehijauan, berbau bususk dan gatal.
6. Timbul bercak darah setelah berhubungan seks.
7. Bintik-bintik berisi cairan, lecet, atau borok pada alat
kelamin.
3. Pemeriksaan Sesuai dengan tanda dan gejala penyebab dari infeksi menular
Fisik seksualnya :
1. Pada klamidiasis : ditemukan duh serviks mukopurelen,
ektopi serviks, edema, pendarahan serviks baik spontan
atau dengan lidi kapas.
2. Pada gonore : servisitis, keputihan pada pemeriksaan fisik.
3. Trikomoniasis : pada pemeriksaan di dapatkan duh putih
tubuh klasik berwarna kuning kehijauan dan berbusa.
4. Vaginosis bacterial : pada pemeriksaan di temukan secret
homogeny, tipis berwarna keabuan, tanpa tanda inflamasi
pada vagina dan vulva.
5. Sifilis : lesi pada labia mayor dan atau minor atau pada
serviks dengan tanda yang khas / tidak khas dari sifilis, di
temukan papul.
6. Kutil kelamin : ditemukan lesi vesiko ulseratif disertai
nyeri pada labium mayor atau minor, klitoris, vagina,
serviks, dan anus.
7. HIV : diagnosis ditegkkan sesuai tanda dan gejala serta
pemeriksaan ELISA.
4. Kriteria Diagnose ditegakkan sesuai dengan tanda dan gejala dari
Diagnosis penyebab penyakit infeksi menular seksual.
5. Diagnosis Kerja Kehamilan dengan PMS.
6. Diagnosa Tergantung dari penyebab IMS.
Banding
7. Pemeriksaan USG.
Penunjang Laboratorium.
Imunoserologi : ELISA.

22
Pemeriksaan spesifik untuk tiap IMS yang dicurigai.
8. Terapi 1. Pada penyakit menular seksual yang dapat membahayakan
keadaan ibu dan anak, maka dilakukan SC, untuk
menghindari resiko penularan terhadap bayi. Misalnya
pada : gonore, sifilis, HIV, kutil kelamin.
2. Pada penyakit menular seksual yang tidak membahayakan
ibu dan anak, cukup di berikan terapi pada IMSnya, bila
membaik persalinan biasa di lakukan secara pervaginam.
Misalnya : klamidiasis, trikomoniasis, dan vaginosis
bacterial.
3. Konsul ke dokter bagian kulit dan kelamin untuk
penanganan lebih lanjut penyakit IMS.
9. Edukasi 1. Jaga kesehatan dengan pasangan.
2. Hindari hubungan seksual yang berisiko terhadap
penularan penyakit seksual misalnya suka berganti-ganti
pasangan.
3. Gunakan kondom untuk cegah penularan.
4. Jaga kebersihan alat genitalia.
5. Tidak memakai / meminjam handuk, pakaian dalam atau
apapun yang dapat menyebabkan penularan dari orang
lain yang menderita penyakit menular.
10. Prognosis Dubia ad Bonam.
11. Kepustakaan 1. dr. Adhi Djuanda, dr.Prof,dr. mochtar Hamzah, dkk. 2010.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke 6. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Winkjosastro, Hanifa.2007. Ilmu Kandungan. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

DEMAM DALAM PERSALINAN

1. Pengertian Kenaikan suhu tubuh lebih dari 38 C yang terjadi pada pasien
yang sedang yang sedang hamil atau pun akan bersalin.
2. Anamnesa 1. Ibu dalam keadaan hamil atau dalam persalinan dengan
demam ≥ 38 0C.
2. Anamnesa ditegakkan sesuai gejala klasik dan pola
demam pada pasien.
3. Menentukan apakah demam yang terjadi karena faktor
ekstra uteri : malaria, DHF, faringitis, ISK, dan lain-lain
atau faktor yang berasal dari intra uteri misalnya pada ibu
dengan KPD
3. Pemeriksaan Diagnosis ditegakkan sesuai kriteria penyakit penyebab danasal
Fisik dari penyebab demam apakah faktor ekstra uteri atau intra uteri.
Demam yang disebabkan faktor ekstra uteri antara lain : ISK

23
dan Malaria ( penyebab terbanyak).
Pada infeksi ISK :
1. Disuria.
2. Polakisuria.
3. Terdesak kencing (urgency).
4. Nyeri pada suprapubis / pelvis seperti terbakar di uretra
luar sewaktu berkemih.
5. Dapat juga dengan stranguria.
6. Nokturia.
7. Tenesmus.
8. Kolit ureter.
9. Panas sampai menggigil.
10. Nyeri kosto vertebral.
Pada malaria :
1. Ikterus.
2. Anemia.
3. Hepatomegali.
4. Splenomegali.
5. Hipotensi postural.
Dan beberapa penyakit lain yang dapat menimbulkan bahaya
pada ibu maupun anak pada saat hamil maupun bersalin.
Demam yang di sebabkan faktor intra uteri antara lain, misalnya
pada KPD.
Inspeksi : keluar cairan pervaginam.
Inspekulo : bila fundus uteri di tekan atau bagian terendah di
goyangkan, keluar cairan dari ostium uteri internum.
Pemeriksaan dalam : ada cairan dalam vagina dan selaput ketuban
sudah pecah.
Pemeriksaan laboratorium : dengan lakmus menunjukan reaksi
basa ( marah jadi biru ), mikroskopis : tampak langgo atau forniks
kaseosa.
4. Kriteria Demam pada ibu hamil ≥ 38 0C
Diagnosa Bila disebabkan oleh faktor ekstra uteri maka sesuai dengan
penyebab yang dicurigai.
Pada ISK :
1. Piuria, adanya leukosit dalam urine > 10 / Lpb sedimen
urin pada pemeriksaan mikroskopik urin yang telah
disentrifus.
2. Hitung jumlah leukosit yang di ekskresi urin pancaran
tengah sebesar 2000/ml atau 200.000/jam.
3. Hematuria bila dijumpai 5-10 eritrosit / Lpb sedimen urin.
4. Bakteriuria biakan sampai 100.000 kolon / ml urin
dianggap positif.
Pada malaria :

24
1. Ibu atau pasien baru berpergian ke daerah endemis
malaria.
2. Air seni berwarna merah seperti the karna urobilin.
3. Ditemukan 31 parasite malaria di dalam eritrosit
( pengecatan giemsa / wrigh ).
4. Uji 31 prasite (+), deteksi antigen dari 31 parasite malaria.
Bila disebabkan oleh faktor intra uteri, maka sesuai hasil, pada
KPD
Keluar cairan pervaginam
Pada pemeriksaan dengan lakmus : menunjukan reaksi basa
( merah menjadi biru ).
Mikroskopis tampak lanugo atau vernik kaseosa.
5. Diagnosis Kerja Demam dalam persalinan.
6. Pemeriksan USG.
Penunjang Lab : darah lengkap.
Urinalisis.
Imunoserologi : ELISA / RIA.
Mikroskopis atau biakan bakteri.
7. Terapi 1. Pada hakekatnya setiap demam yang terjadi pada pasien
yang dapat mengancam keadaan / keselamatan baik pada
ibu atau bayi di lakukan terminasi kehamilan.
2. Konsul ke bagian penyakit dalam untuk evaluasi.
Bila demam di sebabkan oleh faktor intra uteri maka misalnya
pada KPD :
KPD pada kehamilan Aterm dan mendekasi Aterm ( ≥ 35
minggu ).
1. Diberikan antibiotik profilaksis, ampisilin 4x500mg.
2. Dilakukan pemeriksaan “admission Test” bila hasilnya
patologis dilakukan terminasi kehamilan.
3. Observasi 32 arasite 32re rectal setiap 3 jam, bila ada
kecenderungan meningkat lebih atau sama dengan 37,6
0
C, segera dilakukan terminasi.
4. Dilakukan manajemen aktif. Dilakukan evaluasi pelvic.
Score :
 Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan
induksi dengan oksitosin drip.
 Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan
servik dengan misoprostol 25 µg setiap 6 jam
pervaginam maksimal 2x pemberian, bila PS baik
dilakukan induksi dengan oksitosin drip 6 jam
setelah dosis terakhir.
KPD dengan umur kehamilan 32 - ≤ 35 minggu.
1. Hindari pemeriksaan serviks secara digital, hanya boleh
dilakukan inspekulo dengan speculum kecil.

25
2. Pertimbangan pemberian steroid bila umur kehamilan
meragukan, atau pada kasus diabetes pada kehamilan.
3. Dilakukan tes pematangan paru melalui pemeriksaan
cairan amnion dari pooling cairan di forniks posterior.
4. Bila paru-paru matang dilakukan induksi persalinan, bila
belum matang atau tidak didapatkan cairan yang cukup
dilakukan penanganan konservatif dengan pemberian
kortikosteroid.
5. Pada pasien KPD yang sudah dirawat, dan sudah
mendapatkan steroid < 1 minggu, tidak diberikan steroid
lagi, bila lebih dari 1 minggu dilakukan tes pematangan
paru.
6. Pemeriksaan swab vagina dan urine lengkap untuk
mencari tanda-tanda infeksi.
7. Pemberian antibiotika profilaksis : ampicillin 4x500 mg di
tambah eritromicin 3x500 mg selama 7 hari.
8. Dilakukan expectan management, artau induksi persalinan
bila terbukti adanya korioamnionitis.
KPD dengan kehamilan jauh dari aterm 32 -< 35 minggu.
1. Perawatan di RS.
2. Hindari pemeriksaan serviks secara digital, hanya boleh
dilakukan inspikulo dengan speculum steril.
3. Dilakukan pemeriksaan USG untuk menilai presentasi
janin, adanya solution plasenta, perkiraan berat janin, dan
tali pusat menumbung.
4. Diberikan antibiotika : ampicillin 4x500 mg ditambah
eritromisin 3x500 mg selama 7 hari.
5. Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid
( untuk UK kurang dari 42 minggu) : deksametason 6 mg
setiap 12 jam selama 2 hari.
6. Observasi di kamar bersalin : tirah baring 24 jam,
selanjutnya di rawat di ruang obstetric. Dilakukan
observasi temperature rectal tiap 3 jam, bila ada
kecenderungan terjadi peningkatan temperatul rectal lebih
atau sama dengan 37 0 C, dilakukan terminasi.
7. Di ruang obstetric : temperature rectal diperiksa tiap 6
jam.
8. Dikerjakan pemeriksaan lab : leukosit, neutrophil count,
marker infeksi seperti : IL -˄, CRP.
Pada prinsipnya demam yang dapat menyebabkan keadaan
gawat / mengancam keselamatan baik pada ibu maupun bayi,
maka perlu dilakukan terminasi segera.
8. Edukasi KIE pasien dan keluarga.
9. Prognosis Dubia ad bonam bila di tangani dengan baik.

26
10. Kepustakaan 1. Muhammad Amin, dr.prof. 2008. Pedoman Diagnosis dan
Terapi. SMF obstetric dan Ginecology RS dr.Soetomo.
Surabaya.
2. Winkjosastro, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

CEFALOPELVIK DISPROPORSI ( CPD)

1. Pengertian Keadaan yang menggambarkan ketidak sesuaian antara kepala


janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui
vagina.
2. Anamnesa Riwayat persalinan terdahulu.
3. Pemeriksaan  Pengukuran panggul (pelvimetri).
Fisik  Pemeriksaan Osborn test yaitu pemeriksaan dengan tangan
yang satu menekan kepala janin dari atas ke rongga
panggul, sedang tangan yang lain di atas simpisis atau
tidak.
 Metode muller munro kerr : tangan yang satu memegang
kepala janin dan menekannya ke arah rongga panggul,
sedang 2 jari tangan yang lain di masukkan ke dalam
rongga vagina untuk menentukaan sampai seberapa jauh
kepala mengikuti tekanan tersebut, sementara ibu jari
tangan yang masuk dalam vagina memeriksa dari luar
hubungan antara kepala dan simpisis.

27
4. Kriteria Terhentinya kemajuan pembukaan serviks dan penurunan kepala
Diagnosis walaupun his adekuat. CPD terjadi akibat janin terlalu besar.
Waspadai CPD terutama pada keadaan
 Arcus pubis < 90 derajat.
 Teraba promotorium.
 Teraba pina ischiadika.
 Teraba linea innominata.
 Pada primigravida bagian terbawah janin tidak masuk ke
pintu atas panggul pada usia > 36 minggu.
5. Pemeriksaan USG dan pemeriksaan laboratorium.
Penunjang
6. Terapi Penatalaksanaan
 Lakukan seksio sesaria bila di temukan tanda CPD.
 Pada kasus bayi mati, embriotomi atau kraniotomi dapat
menjadi pilihan tindakan bila syarat terpenuhi.
- Janin sudah mati kecuali pada kasus hirosefalus.
- Pembukaan serviks > 7 cm.
- Ketuban sudah pecah.
- Tidak terdapat tanda rupture uteri.
7. Edukasi 1. Menginformasikan gejala dan tanda ibu hamil dengan CPD.
2. Menginformasikan gejala dan tanda gawat janin.
8. Prognosis Baik dengan penanganan yang tepat.
9. Kepustakaan 1. Distosia karena kelainan panggul, dalam : winkjosastro H,
Saeffudin A, Rachimhadhi R (eds), ilmu kebidanan, Edisi
ketiga, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2006 hal 640-641.
2. Materi pembelajaran kesehatan ibu dan anak,
http:/www.edukia.org.com/Malposisi,Malpresentasi dan
CPD.

28
DM GESTASI (DMG)

1. Pengertian/ Adanya intoleransi karbohidrat, baik ringan (Tolcransi Glukosa Terganggu


Definisi = TOT), maupun berat (Diabetes Mellitus) yang terjadi atau diketehui
pertama kali pada saat kehamilan berlangsung.
Tidak memandang apakah pasien dikelola dengan insulin/perencanaan
makan saja, diabetes mellitus tersebut menetap setelah persalinan atau
pasien yang sudah mengidap diabetes mellitus sebelum hamil.
2. Anamnesis  Riwayat kebidanan :
- Beberapa kali keguguran.
- Riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab yang jelas.
- Riwayat pernah melahirkan bayi dengan cacat bawaa.
- Pernah pre-eklamasia.
- Polihidramnion.
 Riwayat ibu :
- Umur ibu hamil lebih dari 30 tahun.
- Riwayat DM dalam keluarga.
- Pernah DMG pada kehamilan sebelumnya.

29
- Infeksi saluran kemih berulang-ulang sebelum hamil.
3. Pemeriksaan Psien harus makan yang mengandung cukup karbohidrat minimal 3 hari
Penapisan sebelumnya kemudian puasa 8-12 jam, baru dilakukan pemeriksaan gula
darah, puasa pada pagi hari setelah itu diberikan beban glukosa 75 gram
dalam 200 ml air, dua jam setelah itu diambil contoh darah vena untuk
dipastikan pemeriksaan gula darah 2 jam.

Wanita Hamil
 Makanan cukup karbohidrat ± 3 hari
 Puasa 8-12 jam

Gula Darah Puasa

Glukosa 75 gram

Glukosa-Plasma Vena Dua Jam

4. Kriteria Kriteria Diagnosis Menutrut WHO


Diagnosis
Glukosa Plasma Vena (mg/dl)

Puasa 2 jam
Normal <100 <140
Diabetes Melitus >140 >200
TGT 100-139 140-199
Catatan : TGT tetap dikelola DMG.
5. Diagnosis Diabetes Mellitus Gestasional.
Kerja
6. Diagnosis 1. Penyakit metabolic.
Banding 2. Toleransi Glukosa Terganggu.
7. Pemeriksaan Pemantauan kadar glukosa darah sendiri di rumah, dan pemantauan
Pununjang diabetes terkendali dengan pemeriksaan HbA 1c secara berkala tiap 6-8
minggu (normal kurang dari 6%) penatalaksanaan medis ini sesuai dengan
pro tap Lab/SMF Penyakit Dalam dan Gizi.
8. Terapi Skema Penatalaksanaan Obstetric DMG

DMG

30
Terkendali Tidak terkendali
Ada komplikasi pada ibu

Pantau kesejahteraan janin Tidak terkendali


(USG/KTG) sejak UK minggu Ada komplikasi pada ibu
(NST) stiap 2 minggu untuk
bioraetri janin

Terkendali Tak
Makrosomia Makrosomia
Terkendali
(-) PJT (-) (+) PJT (+)

Amniosintes
Tunggu UK ≥ 35 UK < 35 is test kocok
sampai 40 minggu minggu
minggu

Test kocok (-)

Test kocok (+)


Terminasi
Steroid 1 hari
9. Edukasi a. ANC lebih ketat.
b. Penilaian kesejahteraan janin. Penilaian ini dilakukan sejak umur
kehamilan 34 minggu meliputi :
 Pengukuran tinggi fundus uteri.
 Mendengarkan denyut jantung janin.
 USG.
 KTG.
10. Prognosis Baik bila dideteksi dan dikelola dari dini.
11. Kepustakaan 1. Monintja HE, Mortalitas Perinatal Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002, 785 -790.
2. Winkjosastro, G.H, Saifuddin, A.B, Rachimhadhi, T (2005), Ilmu
Kebidanan, ed. 7, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta.

31
PREEKLAMPSIA – EKLAMPSIA

1. Pengertian/ Preeklamsia : sindroma klinik dalam kehamilan viable yang


Definisi ditandai hipertensi, proteinuria dan edema.
Eklamsia : preeklamsia disertai dengan penurunan kesadaran,
kejang sampai koma dan biasanya bersifat mendadak (akut) yakni
tidak ada kelainan neurologic sebelumnya.
2. Anamnesis Pasien mengeluh sakit kepala berat, penglihatan kabur.
3. Pemeriksaan Tekanan darah sistol lebih atau sama dengan 160 mmHg dan
Fisik diastole lebih atau sama dengan 110 mmHg. Tekanan darah ini
tidak turun walaupun ibu hamil sudah dirawat dan menjalani tirah
baring.
4. Kriteria Preeklamsia ringan : jika tekanan darah ≥ 140/90 - < 160/110
Diagnosis mmHg ; proteinuria : ≥ 300 mg/24 jam, dipstick : ≥ + 1 Oedem
(anasarka).
Preeklamsia berat : jika tekanan darah > 160/110 mmHg ;
proteinuria ≥ + 2, dapat disertai gejala subyektif : nyeri
epigastrium, sakit kepala, oliguria (fetomaternal-2004) atau
preeklamsia dengan salah satu atau lebih gejala dan tanda :
- Sistolik ≥ 160 dan diastolic ≥ 90 mmHg.
- Proteinuria : ≥ 5 gr/jumlah urin 24 jam, dipstick : + 4.
- Oliguria : urin < 400-5 – cc/24 jam.

32
- Kenaikan kreatinin serum.
- Oedem paru atau sianosis.
- Nyeri spigastrium, kuadran kanan atas abdomen (karena
teregangnya kapsula glisone – hepar).
- Gangguan otak-visus : nyeri kepala dan pandangan
kabur.
- Gangguan fx hepar.
- Hemolisis mikroangiopatik.
- Trombositopenia : < 100.000
- Sindroma HELLP (fetomaternal – 2005).
Eklamsia Iminens (impending eklamsia) bila dijumpai tanda-
tanda berikut :
- Nyeri ulu hati/epigastrium dan nyeri kepala berat.
- Pandangan kabur atau visus menurun.
Eklamsia : apabila terjadi kejang, penurunan kesadaran atau
koma.
5. Diagnosis Kerja Eklamsia.
6. Diagnosis - Hipertensi kronik.
Banding - Penyakit ginjal.
- Kelainan neurologic (epilepsy).
7. Pemeriksaan Hb, HCT, Morfologi sel darah merah pada apusan darah tepi,
penunjang trombosit, kreatinin serum asam urat serum, transaminase serum,
Lactic Acid Dehidrogenase, Albumin serum, fungsi koagulasi.
Kardiotokografi dan foto toraks.
8. Terapi a. Preeklamsia ringan :
- Rawat jalan.
- Diet rendah garam dan tinggi protein.
- Anti hipertensi, sedative (sesuai indikasi).
b. Preeklamsia berat :
- Ekspektatif/konservatif ( UK < 37 mg )
Kehamilan dipertahankan selama UK memenuhi syarat
janin dapat dilahirkan sambil memberikan terapi
medikamentosa.
Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa
mempengaruhi keselamatan ibu.
Indikasi : UK < 37 mg tanpa gejala impending
eklamsia.
- Segera masuk RS, tirah baring miring kekiri secara
intermiten.
- Infus RL at Ringer Dekstrose 5%.
- MgSO4 ( pencegahan dan terapi kejang)
- Dosis awal : 10 gr IM.
- Dosis lanjutan : 5 gr IM /6 jam – gentian Bo Ka –
Ki.

33
- Anti hipertensi ( Nifedipin 10 mg ) jika tensi > 180/110
tidak dibenarkan sublingual, absorbs baik lewat GIT.
- Diuretikum : pada kasus dengan oedem paru, payah
jantung kongestif, oedem anasarka.
- Diet : kurangi protein dan kalori berlebihan.
- Bila pasien sudah kembali ke preeklamsia ringan,
maka masih dirawat 2-3 hari lagi → baru bias pulang.
- Pemberian Glukokortikoid pd Uk 32-34 mg selama 48
jam.
- Perawatan di RS :
 Monitoring tiap hari : tanda-tanda impending
eklamsia.
 Timbang BB saat masuk dan diikuti setiap hari.
 Periksa proteinuria saat masuk dan diulang tiap 2
hari.
 Vital sign dan laboratorium sesuai preeklamsia.
 Periksa USG : UK, skrining preeklamsia, IUGR,
fetal well being, plasenta dan air ketuban.
 NST tiap hari. (feto maternal 2005)
- Penderita boleh pulang : jika telah bebas dari gejala
preeklamsia berat dan masih tetap dirawat 3 hari lagi
baru diizinkan pulang.
Cara Persalinan :
Tidak inpartu → kehamilan dipertahankan sampai aterm
inpartu → persalinan diteruskan ( kurva friedman )
persalinan diutamakan pervaginam, kec : ada indikasi
untuk pembedahan sesar.
- Aktif/agresif (UK > 37 mg )
Kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi
medikamentosa untuk stabilisasi ibu.
Indikasi IBU :
- kegagalan terapi medikamentosa.
- Ada tanda-tanda impending eklamsia.
- Gangguan fx hepar, fx ginjal, trombositopenia →
HELLP.
- Dicurigai Solusio Plasenta.
- Ketuban pecah dini, plasenta.
Indikasi Janin :
- UK ≥ 37 MG.
- IUGR ( USG ).
- NST non reaktif dan profil biofisik abnormal.
- Oligohidramnion.
Indikasi Laboratorium :
- Trombositopenia progressive → HELLP syndrome.

34
Terapi medikamentosa ( spt diatas )
Cara persalinan :
- Sedapat mungkin diarahkan persalinan pervaginam.
- Belum Inpartu :
a. Induksi persalinan bila Bishop skor > 8
- Pematangan serviks dengan misoprostol.
- Sp Kala II dalam 24 jam, jika lebih-gagal →
SC.
b. Seksio sesaria jika :
- Tidak ada indikasi persalinan pervaginam.
- Induksi persalinan gagal.
- Maternal distress atau fetal distress.
- Sudah Inpartu :
a. Persajalan persalinan dengan kurva friedman.
b. Memperpendek kala II.
c. Pembedahan sesar dilakukan bila terdapat
maternal distress dan fetal distress.
d. Primigravida direkomendasikan pembedahan
sesar.
e. Anesthesia : Regional A at epidural ( not
general A)
c. Eklamsia :
Kehamilan dengan eklamsia harus segera dilakukan
terminasi ( diakhiri), sedangkasn perawatan yang
dilakukan adalah untuk stabilisasi kondisi pasien dalam
rangka terminasi kehamilan tersebut.
Bila pasien sadar dan keadaan membaik, kehamilan
segera diakhiri sebisa mungkin mengusahakan partus
pervaginam dengan mempercepat kala II.
Bila dalam 6 jam keadaan tidak membaik (klinis maupun
laboratoris) dan pasien belum sadar, maka kehamilan
harus segera diakhiri juga.
KIE : Pasien dan Keluarga
9. Edukasi Dubai at boman
10. Prognosis 1. Jayakusuma, AAN 2004, Manajemen Resiko pada Preklamsia
( Upaya Menurunkan Kejadian Preeklamsia dengan
Pendekatan Kedokteran Berkelanjutan, Bagian / SMF Obstetri
dan Ginekology FKUnud / RS Sangla.
11. Kepustakaan 2. Monintja HE, Mortalitas Perinatal. Ilmu Kebidanan, Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002, 785-
790.

35
ENDOMETRIOSIS

1. Pengertian/ Kelainan yang ditandai adanya kelenjar serta stroma


Definisi endometrium ditempat yang tidak umum.
2. Anamnesis Gejala :
- Nyeri pelvik hebat pada saat haid. Datangnya menjelang
haid dan mencapai puncaknya pada hari 1 dan 2 haid.
- Nyeri pelvik kronik baik siklik maupun asiklik hamper
70-80% disebabkan oleh endometriosis.
- Nyeri sanggama, premenstrual spotting, nyeri baerkemih
dengan/tanpa darah di urin, nyeri detektif dengan/tanpa
darah, nyeri dada, nyeri kepala dan muntah darah.
Prinsipnya, setiap nyeri yang berhubungan dengan siklus
haid perlu diduga adanya endometriosis.
- Perlu diketehui, bahwa terdapat tanpa memiliki gejala
apapun, meskipun dijumpai cukup banyak lesi
endometriosis, sehingga pada wanita infertilitas yang
sudah ditangani dan belum juga hamil perlu dipikirkan
adanya endometriosis.
3. Pemeriksaan - Berat badan.
Fisik - Tinggi badan.
- Tanda-tanda maskulinisasi/virilisasi.
- Pertumbuhan mammae.
- Pertumbuhan rambut pubis dan ketiak.
- Nyeri tulang belakang, nyeri ketok pada daerah ginjal.

36
Ginekologi :
- Inspekulo : Apakah ada lesi endometriosis di porsio
(kolposkopi bila perlu).
- VT (bimanual) : Dugaan mioma uteri (tidak nyeri),
dugaan Adenomiosis (nyeri). Apakah satu atau dua
ovarium membesar dan nyeri pada penekanan. Apakah
ada nyeri tekan didaerah cavum Dauglasi dan ligamentum
sakro uterine. Halban’s sign uterus biasanya lunak-saat
pre menstruasi).
- RT : Dugaan endometriosis dilakukan colok rectal untuk
meraba adanya lesi endometriosis di cavum dauglasi dan
ligamentum dan ligamentum sakrouterina. Yang
terpenting adalah untuk mengetahui adanya lesi
rektovagina.
4. Diagnosis  Penyakit inflamasi pelvis.
Banding  Kista ovarium.
 Lyeomioma uteri.
 Ca Pelvik.
 Polip Uterus.
 Intrauterine Device (IUD) – kontrasepsi.
5. Pemeriksaan  Laparoskopi.
Penunjang  Cystoscopy and proctosigmoidoscopy.
 Histopathological.
 Ultrasonografi.
 Serum CA 125.
 IL-8 dan CEA.
Diagnosis pasti dengan pemeriksaan histopatologi.
6. Terapi Agar pengobatan endometriosis tidak terlambat dan lesi tidak
berkembang menjadi lebih berat lagi, sehingga mendapatkan
hasil yang memuaskan, maka perlu sbb :
- Pada nyeri pelvik kronik siklik maupun asiklik, yang
pertama dipikirkan sebagai penyebabnya adalah
endometriosis.
- Pasien yang belum juga hamil walaupun telah
mendapat pengobatan, perlu dipikirkan adanya
endometriosis.
- Bila nyeri haid (dismenore) terjadi pada usia remaja,
yang pertama harus dicurigai sebagai penyebab
dimenore adalah endometriosis.
- Perlu dilakukan diagnosis dapat dengan
menggunakan laparoskopi.
1. Medikamentosa
 Danasol.
 Analog GnRH.

37
 Gestrinon.
 Mifepriston.
 Penghambat enzim aromatase ( aromatase
inhibitor ).
- Varozole, letrozole.
 Pil kontrasepsi.
2. Pembedahan
 Konservatif : laporoskopi operatif.
 Radikal terapi : histerektomi.
3. Kombinasi medikamentosa + pembedahan.
Stadium Endometriosis
Menentukan stadium endometriosis penting terutama untuk
menetapkan cara pengobatan yang tepat serta untuk evaluasi
hasil pengobatan. Sistem pembagian stadium endometriosis
yang dipakai adalah berdasarkan klasifikasi :
1. AFS ( American Fertility Society ).
2. EEC ( Endoscopic Endometriosis Clasification ).
Endometriosis minimal ringan = AFS I – II
EEC I – II
Endometriosis sedang – berat = AFS III – IV
EEC III – I
Derajat sedang – berat ( AFS / EEC ).
- Endometriosis infertilitas.
- Endometriosis pada ovarium.
→ Chocholate cyst (endometrioma).
- Endometriosis pada miometrium.
→ Adenomiosis.
7. Edukasi Memberi KIE kepada ibu bahwa endometriosis merupakan
adanya jaringan dinding rahim yang berada di luar rongga
rahim, gejala nyeri perut bagian bawah saat haid, nyeri saat
berhubungan seksual, menstruasi tidak teratur, saat menstruasi
keluar darah banyak dan perlunya pemeriksaan laparaskopi.
8. Prognosis Tergantung derajat endometriosis.
9. Kepustakaan 1. Monintja HE, Mortalitas perinatal. Ilmu Kebidanan, Jakarta
: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002, 785
– 790.
2. James 1 Lindsey, MD. Evaluation Of Fetal Death,
Available at : http//www.e medicine.com/med/topic 2312,
htm. Last Update 13 Oktober 2011.

38
INISIASI MENYUSU DINI (IMD)
PADA PERSALINAN SECTION CAESARIA

1. Pengertian/ Bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir atau segera
Definisi meletakkan bayi di dada ibunya, kontak kulit dengan kulit
segera setelah lahir sampai bayi menyusu sendiri. Bayi dapat
merangkak dan melintasi perut ibu mencapai payudara.
Sentuhan awal yang lembut oleh tangan atau kepala bayi pada
payudara merangsang produksi oksitosin ibu, sehingga mulailah
ASI mengalir dan juga meningkatkan rasa cinta kasih pada bayi.
Kemudian bayi mencium, menyentuh dengan mulut dan
menjilat puting ibu. Akhirnya bayi melekat pada payudara dan
menyusu.
2. Tujuan Memberi kesempatan pada bayi untuk menyusu segera setelah
lahir untuk menunjang keberhasilan ASI Eksklusif.
3. Persiapan Persiapan alat :
 Selimut bayi.
 Topi bayi.
 Kapas air hangat.
 Waslap.
4. Prosedur tindakan a. Pastikan ibu dan bayi dalam kondisi stabil dan sudah
mendapatkan persetujuan dari dokter penanggung jawab
(DPJP).
b. Laksanakan IMD pada pasien sectio caesaria pada ruang
pemulihan.
c. Anjurkan suami atau keluarga dekat dengan mendampingi.

39
d. Keringkan tubuh bayi segera setelah lahir mulai dari muka,
kepala, dan bagian tubuh lainnya dengan halus tanpa
membersihkan verniks. Setelah dikeringkan, selimut bayi
dengan kain kiering untuk menunggu sebelum tali pusat di
klem. Hindari mengeringkan punggung tangan bayi.
e. Letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi
sehingga bayi menempel di dada ibu. Kepala bayi harus
berada diantara payudara ibu dan lebih rendah dari putting.
f. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di
kepala bayi.
g. Lakukan kontak kulit bayi ke kulit ibu di dada ibu paling
sedikt satu jam.
h. Mintalah ibu memeluk dan membelai bayinya untuk
mengenali perilaku bayi saat menyusu pertama kali.
Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan IMD dalam
waktu 30-60 menit.
i. Biarkan bayi mencari dan menemukan putting dan mulai
menyusu.
j. Anjurkan ibu dan suami atau keluarga dekat untuk tidak
menginterupsi menyusu misalnya memindahkan bayi dari
satu payudara ke payudara lainnya. Menyusus pertama
biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit.
k. Jika bayi belum selesai melakukan IMD dalam waktu 1 jam,
posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan
kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya.
l. Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam,
pindahkan ibu ke ruangan atau kamar dengan bayi tetap di
dada ibu. Lanjutkan asuhan BBL dan kemudian kembalikan
bayi kepada ibu untuk menyusu.
m. Kenakan pakaian pada bayi atau tetap diselimuti untuk tetap
menjaga kehangatannya dan kepala bayi tetap ditutupi topi.
n. Tempatkan ibu dan bayi diruangan yang sama. Letakkan
bayi dekat dengan ibu segingga mudah terjangkau dan bayi
bisa menyusu sesering keinginanya.
o. Berikan ASI saja tanpa memberikan minuman lainnya
kecuali atas indikasi medis dan tidak diberi dot atau empeng.
5. Edukasi  Memberitahu pasien untuk selalu menyusui sesering
mungkin atau sesuai keinginan bayi (on demand).
 Memberitahu suami atau keluarga untuk selalu member
dukungan kepada ibu.
6. Prognosis Dubia ad bonam.
7. Kepustakaan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jaringan Nasional
Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi, Pelayanan Obstetric
Neonatal Emergensi Komprehensif. Jakarta, 2007.

40
ATONIA UTERI

1. Pengertian/ Suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dan


Defini bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat
melekatnya plasenta menjadi tidak twerkendali.
2. Anamnesis 1. Yang menyebabkan uterus membesar lebih dari normal
selama kehamilan, diantaranya :
a. Jumlah air ketuban yang berlebih (polihidramnion).
b. Kehamilan gemeli.
c. Janin besar (makrosomia).
2. Kala satu dan/atau dua yang memanjang.
3. Pesalinan cepat (partus presipitatus).
4. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan
oksitosin (augmentasi).
5. Infeksi intrapartum.
6. Multiparitas tinggi.
7. Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan
kejang pada preeklamsia/eklamsia.
3. Pemeriksaan 1. Uterus tetap membesar dengan kontraksi lemah atau
Fisik tidak ada setelah plasenta lahir.
2. Perdarahan setelah plasenta lahir.
3. Perdarahan berasal dari ostium uteri internum.
4. Plasenta lahir lengkap.
5. Tidak terdapat robekan jalan lahir.
4. Diagnosis Kerja Atonia uteri.
5. Diagnosis 1. Laserasi jalan lahir.
Banding 2. Retensio plasenta.

41
3. Gangguan koagulasi.
6. Pemeriksaan Darah tepi, crossmatch, golongan darah, PTT/APTT, fibrinogen,
penunjang D-dimer. SGOT, SGPT, Urum dan Kreatinin, GDS.
7. Terapi 1. Berikan oksigen.
2. Lakukan masase fundus uteri segera setelah plasenta
lahir (maksimal 15 detik).
3. Jika uterus kontraksi, lakukan evaluasi rutin kala IV
persalinan. Jika tidak kontraksi.
4. Evaluasi/bersihkan bekuan darah/selaput ketuban pada
kavum uteri, dan cari ada atau tidaknya robekan jalan
lahir.
5. Lakukan kompresi bimanual interna selama 5 menit, jika
uterus berkontraksi, pertahankan kompresi bimanual
selama 1-2 menit, kemudian keluarkan tangan secara
hati-hati, lakukan pengawasan kala IV.
6. Bila uterus tidak berkontraksi, kemudian lakukan
pemasangan infuse intravena menggunakan jarum besar
berukuran 16 atau 18.
7. Suntikan metal ergometrin 0,2 mg secara i.v atau i.m.
8. Berikan infus cairan larutan ringer laktat 500cc dan 20
unit oksitosin diguyur cepat.
9. Kompresi bimanual interna tetap dilakukan, jika
kemudian uterus berkontraksi, pertahankan kompresi
bimanual interna 1-2 menit, kemudian keluarkan
perlahan dan dilakukan pengawasani ketet kala IV.
10. Jika tindakan diatas tidak berhasil;, dapat dilakukan
pemasangan balon kateter intra uteri yang dipertahankan
selama 24 jam.
11. Jika uterus tidak berkontraksi, buat persiapkan untuk
dilakukan operasi laparotomi dengan
mempertimbangkan antara tindakan mempertahankan
uterus dengan ligasi arteri uterine/hipostrika dengan
metode B-Lynch atau histerektomi dengan
memperhatikan usia pasien dan kecukupan jumlah anak.
8. Edukasi KIE : pasien dan keluarga.
9. Prognosis Dubia
10. Kepustakaan 1. Asuhan Persalinan Normal, Jaringan Nasional Pelatihan
Klinik Kesehatan Reproduksi, Jakarta, 2008.
2. Pelayanan Obstetric Dan Neonatal Emegensi Dasar,
JNP-KR, Jakarta, 2008.
3. Cunningham, et al. Obstetri Williams, Jakarta. EGC,
2013.

42
KELUARGA BERENCANA (KB)

1. Pengertian - Keluarga berencana (KB) adalah sebuah program yang


dicanangkan pemerintah dalam menekan
kepadatanpenduduk. Pengertian Program Keluarga
Berencana menurut UU No 10 tahun 1992 (tentang
perkembangan kependudukan dam pembangunan
keluarga sejahtera) adalah upaya peningkatan
kepedulian dan peran serta masyarakat melalui
pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan
kelahiran, pembinaan katahanan keluarga, peningkatan
kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
2. Anamnesis - Menanyakan identitas pasien. Nama, umur, alamat,
pekerjaan.
- Menanyakan apakah klien sedang hamil atau tidak?
- Keadaan emosional klien?
- Riwayat penyakit seperti diabetes, tekanan darah tinggi,
anemia, radang panggul, hamil ektopik apendisitis,
infeksi.
- Jika memilih metode hormonal harus di tanyakan :
1. Apakah hari pertama haid terakhir 7 hari yang lalu
atau lebih ?
2. Apakah menyusui dan kurang 6 minggu pasca
persalinan ?
3. Apakah mengalami pendarahan/pendarahan bercak
antara haid setelah senggama ?
4. Apakah pernah ikterus pada kulit dan mata ?
5. Apakah pernah nyeri kepala hebat atau ganguan
visual ?
6. Apakah pernah nyeri hebat pada betis, paha, atau

43
dada, atau tungkai bengkak (edema) ?
7. Apakah pernah tekanan darah diatas 160mmHg
(sistolik) atau 90mmHg (diastolik) ?
8. Apakah ada masa dan benjolan di payudara ?
9. Apakah sedang minum obat-obatan anti kejang ?
Metoda AKDR
1. Apakah hari pertama haid terkhir 7 hari yang lalu ?
2. Apakah klien (atau pasangan) mempunyai pasangan
sex lain ?
3. Apakah pernah mengalami infeksi menular sexsual
(IMS) ?
4. Apakah pernah mengalami penyakit radang panggul
atau kehamilan ektopik ?
5. Apakah pernah mengalami haid banyak (lebih dari
1-2 pembalut tiap 4 jam) ?
6. Apakah pernah mengalami haid lama (lebih dari 8
hari) ?
7. Apakah pernah dismenorea berat yang
membutuhkan analgetik dan/atau istirahat baring ?
8. Apakah mengalami pendarahan/pendarahan bercak
antara haid setelah senggama ?
9. Apakah pernah mengalami gejala penyakit jantung
valvular atau congenital ?
- Jika jawaban di atas semua “tidak” dan tidak di curigai
adanya kehamilan, maka di teruskan dengan konseling
metode kusus. Jika “ya” maka klien harus di evaluasi
sebelum keputusan akhir.
3. Pemeriksaan fisik - Pemeriksaan fisik jarang di butuhkan, kecuali untuk
menyingkirkan kehamilan yang lebih dari 6-8 minggu.
- Pemeriksaan fisik lebih di tekankan pada pemasangan
AKDR. Contoh pemeriksaan panggul.
4. Kriteria Diagnosa - Klien tidak hamil.
- Tidak ada keadaan yang membutuhkan perhatian kusus.
Misal diabetes dan tekanan darah tinggi yang
memerlukan pengamatan dan pengelolaan lebih lanjut.
- Klien sadar dan faham tentang pentingnya keluarga
berencana.
5. Diagnose kerja - Keluarga berencana.
6. Pemeriksaan - Pemeriksaan tanda-tanda vital.
penunjang - Pemeriksaan laboratorium lebih di tekankan pada
AKDR contoh pemeriksaan darah lengkap.
7. Terapi - Suntikan
Kb suntik dilakukan setiap 1 atau 3 bulan ini,
mengandung hormon progesteron dan estradional. Pada

44
ibu menyusui, penggunaan KB suntik selama 1 bulan.
Namun, bila seorang ibu menyusui secara ekslusif,
maka paket KB suntik ini sebesar 99,0-99,7%.

Jenis suntik KB :
1. KB suntik 3 bulan
Mengandung hormone Depo Medroxyprogesterone
Acetate (hormone progestin) dengan volume 150 mg.
Alat kontrasepsi ini diberikan setiap 3 bulan atau 12
minggu. Suntikan pertama diberikan 7 hari pertama
saat periode menstruasi anda, atau 6 minggu setelah
persalinan. Jenis suntikan KB ini ada yang dikemas
dalam cairan 1ml atau 3ml.
2. KB suntik 1 bulan, adalah jenis Suntikan KB yang
diberikan 1 bulan sekali. Dengan pemberian suntikan
pertama sama dengan suntik 3 bulan, yaitu setelah 7
hari pertama periode menstruasi, atau 6 minggu setelah
melahirkan. Alat kontrasepsi ini mengandung
kombinasi hormone Medroxyprogesteron Acetate
(hormone progestin) dan Estradional Cypionate
(hormone estrogen).
Prosedur suntik KB :
Pelaksanaan pelayanan.
Ruang untuk pasien rawat jalan maupun ruang perawatan
dapat di gunakan untuk pemberian kontrasepsi suntik. Bila
mungkin, ruang tersebut harus berada jauh dari daerah
ramai di lingkungan klinik atau rumah sakit. Ruangan
tersebut harus :
1. Mendapat cahaya yang memadai.
2. Menggunakan lantai kramik atau semen agar mudah
dibersihkan.
3. Bebas dari debu dan serangga, dan
4. Memiliki ventilasi yang baik.
Fasilitas untuk memcuci tangan juga harus tersedia di
dekat ruang tersebut, termasuk persediaan air bersih yang
mengalir, serta tersedia wadah atau kantung plastic untuk
pembuangan limbah terkontaminasi. Wadah tahan tusuk

45
harus di letakkan di tempat yang aman untuk pembuangan
jarum dan alat tulis.
Persiapan klien :
Karena kulit tidak mungkin disterilisasi, antiseptic di
gunakan untuk meminimalkan jumlah mikroorganisme
pada kulit tempat suntikan harus dilaksanakan. Hal ini
mutlak harus dilaksanakan untuk mengurangi
kemungkinan resiko infeksi pada lokasi suntik.
1. Periksa daerah suntik apakah bersih atau kotor.
2. Bila lengan atas atau pantat yang akan di suntik terlihat
kotor, calon klien diterima membersihkanya dengan
sabun dan air.
3. Biarkan daerah tersebut kering.
Persiapan yang dilakukan petugas :
1. Cuci tangan dengan sabun dan bilas dengan air
mengalir. Keringkan dengan handuk aau dianginkan.
2. Buka dan buang tutup kaleng pada vial yang menutupi
karet. Hapus karet yang ada diatas bagian vital dengan
kapas yang telah di basahi dengan alcohol 60-90%.
3. Bila menggunakan jarum dan semprit sekali pakai,
segera buka plastiknya. Bila menggunakan jarum dan
semprit suntik yang telah disterilkan dengan DTT,
pakai korentang atau forsep yang telah di DTT untuk
mengambilnya.
Catatan : jangan pakai semprit suntik untuk lebih dari
sekali suntik. Pada penelitian di dapatkan pemakaian
satu semprit dengan jarum dapat menularkan virus
hepatitis B.
4. Pasang jarum pada semprit suntik dengan memasukkan
jarum pada mulut semprit penghubung.
5. Balikkan vital dengan mulut vital di bawah. Masukkan
cairan suntik dalam semprit. Gunakan jarum yang sama
untuk menghisap kontrasepsi suntik dan menyuntikan
pada klien.
Catatan : buang kebiasaan untuk tetap membiarkan
saru jarum menancap pada vital suntikan, dengan
tujuan pemakaian beberapa kali. Cara ini akan
menyebabkan hubungan langsung dari udara ke dalam
tabung sehingga kuman dapat masuk dan mencemari
obat atau kontrasepsi suntik.
Persiapan daerah suntikan.
1. Bersihkan kulit yang akan disuntik dengan kapas
alcohol yang di basahi oleh ethil/isopropyl alcohol 60-
90%.
2. Biarkan kulit tersebut kering sebelum dapat di suntik.
Peralatan :
1. Obat yang akan di suntik (depo profera,cyclofem).
2. Semprit suntik dan jarum (sekali pakai).
3. Alcohol 60-90% dan kapas.
Teknik suntikan :
46
1. Kocok botol dengan baik, hindarkan terjadinya
gelembung-gelembung udara (depo profera/cyclofem).
Keluarkan isinya.
2. Suntikan secara intramuscular dalam di daerah pantat
(daerah glutea). Apabila suntikan di berikan terlalu
dangkal penyerapan kontrasepsi suntikan akan lambat
dan tidak bekerja segera dan efektif.
3. Depo profera (3ml/150mg atau 1ml/150mg) di berikan
setiap 3 bulan (12 minggu).
4. Noristerat (200mg) di berikan setiap 2 bulan (8
minggu).
5. Cyclofem (25 mg medroksi progesterone asetat dan 5
mg estrogen sipionate) doberikan setiap bulan. Di
Indonesia di dapatkan haid teratur pada 85% peserta
suntikan cyclofem.
Kelebihan :
1. KB suntik dapat disesuaikan dengan masa menyusui,
dapat digunakan sejak hari pertama haid, dan tidak
menggangu produksi ASI.
2. Member perlindungan terhadap kanker rahim, kanker
indung telur dan pembengkakan pinggul.
3. Memperkecil kemungkinan kurang darah dan nyeri
haid.
4. Tidak menggangu hubungan intim dengan pasangan.
Kekurangan :
1. Terkadang menimbulkan flek.
2. Tidak haid teratur setelah pemakaian selama satu tahun.
3. Bisa menyebabkan berat badan meningkat.
4. Nyeri di dada dan suasana hati mudah berubah.
5. Jika ingin kembali subur memerlikan waktu empat
bulan atau lebih.

- Pil.
Kelebihan :
1. Bisa digunakan wanita segala usia.
2. Siklus haid tidak terganggu.
3. Tidak menggangu hubungan intim dengan pasangan.
4. Waktu yang dibutuhkan untuk kembali subur cepat.
Kekurangan :
1. Pemakaian tiga bulan pertama menyebabkan mual.
2. Terjadi perdarahan, terutama jika telat meminum pil.
3. Menaikkan berat badan.
4. Penggunaan pil KB pada wanita yang memiliki darah
tinggi, merokok, dan berusia 35 tahun ke atas berisiko
terserang stress dan serangan jantung.
Instruksi kepada klien :
Catatan : tunjukan cara mengeluarkan pil dari
kemasannya dan pesankan untuk mengikuti panah yang

47
menunjukan deretan pil berikutnya.
1. Sebaiknya pil diminum setiap hari, lebih baik pada saat
yang sama setiap hari.
2. Pil yang pertama dimulai pada hari pertama sampai hari
ke 7 siklus haid.
3. Sangat di anjurkan penggunaannya pada hari pertama
haid.
4. Pada paket 28 pil, dianjurkan mulai minum pil placebo
sesuai pada hari yang ada pada paket.
5. Beberapa paket pil mempunyai 28 pil, yang lain 21 pil.
Bila paket 28 pil habis, sebaiknya anda mulai minum pil
dari paket yang baru. Bila paket 21 pil habis, sebaiknya
tunggu 1 minggu baru kemudian mulai minum pil dari
paket yang baru.
6. Bila muntah dalam waktu 2 jam setelah menggunakan
pil, ambil pil yang lain.
7. Bila terjadi muntah hebat, atau diare lebih dari 24 jam,
maka bila keadaan memungkinkan dan tidak
memperburuk keadaan anda, pil dapat di teruskan.
8. Bila muntah dan diare berlangsung selama 2 hari atau
lebih cara penggunaan pil sama dengan penggunaan pil
lupa.
9. Bila lupa minum 1 pil (hari 1-21), segera minum pil
setelah ingat boleh minum lain. Bila lupa 2 pil atau
lebih (hari 1-21), sebaiknya minum 2 pil setiap hari
sampai sesuai jadwal yang di tetapkan. Juga sebaiknya
gunakan metode kontrasepsi yang lain atau tidak
melakukan hubungan seksual sampai telah
menghabiskan paket pil tersebut.
10. Bila tidak haid, perlu segera ke klinik untuk tes
kehamilan.

- Intrauterine device (IUD) / spiral.

48
Teknik pemasangan :
Peralatan yang di perlukan untuk pemasangan :
1. Lampu.
2. Speculum dua katup.
3. Apusan bakteriologis (apabila diindikasikan).
4. Lidi kapas.
5. Larutan antiseptic.
6. Sarung tangan bersih.
7. Wadah sekali pakai untuk instrument yang sudah
dipakai dan sampah klinis.
8. Baki/bengkok steril (wadah untuk instrument
pemasangan).
9. Forceps steril 10 inci untuk memegang spons.
10. Sonde uterus lentur steril yang berskala sentimeter.
11. Forceps jaringan 12 inci atau tenaklum satu-gigi dengan
ujung tampul yang steril.
12. Gunting yang sukup panjang sehingga dapat memotong
benang.
Penentuan waktu pemasangan :
AKDR dapat dipasang setiap saat siklus menstruasi
asalkan kehamilan sudah disingkirkan. AKDR dapat
dipasang segera penghisapan atau evakuasi aborsi
spontan, dan 6 minggu setelah persalinan pervaginam
atau melalui seksio sesarea. Pemasangan AKDR
pascaplasenta (dalam 48 jam setelah melahirkan) juga
aman dan nyaman, terutama apabila wanita selanjutnya
sulit berhubungan dengan petugas kesehatan, tetapi
angka eksplulsinya tinggi. Pemasangan AKDR selama
masa menstruasi secara konvensional dianjurkan karena
beberapa alasan berikut : kecil kemungkinannya ada
kehamilan, serviks lebih lunak dan os internus sedikit
membeku, kemungkinan pemasangan lebih mudah, dan
perdarahan setelah pemasangan tersmar oleh darah
menstruasi. Namun, juga ada kekurangan-angka
ekspulsi sedikit lebih tinggi karena kontraktilitas uterus

49
meningkat dan sebagian wanita tidak senang apabila
diperiksa saat menstruasi.
Teknik pemasangan :
Karena metode pemasangan berbeda untuk masing-
masing alat, maka pemasangan paling aman apabila kita
mengikuti petunjuk produsen dengan cermat.
1. Sepanjagn prosedur, harus diterapkan teknik”jangan
menyentuh” (no touch technique). Bagian dari sonde
dan alat pemasangan yang sudah terisi yang masuk ke
dalam uterus jangan disentuh, bahkan dengan tangan
yang sudah bersarung, kapanpun. Dengan demikian,
pemakaian sarung tangan yang bersih (non-steril) sudah
memadai.
2. Setelah pemeriksaan panggul bimanual, serviks
dipanjangkan dengan speculum sementara wanita
berbaring dalam posisi litotomi modifikasi atau posisi
lateral.
3. Serviks dibersihkan dengan antiseptic dan dipegang
dengan forceps atraumatik 12 inci (forceps Allis
panjang sering digunakan). Tarikan ringan untuk
meluruskan kanalis uteroservikalis membantu
pemasangan AKDR di fundus.
4. Sonde uterus dimasukkan dengan hati-hati untuk
menentukan kedalaman dan arah rongga uterus serta
arah dan kepatenan kanalis servikalis apabila dijumpai
spasme/stenosis serviks, maka mungkin perlu
dipertimbangkan pemberian anastetik local dan dilatasi
os serviks.
5. AKDR dimasukkan ke dalam alat pemasangan sehingga
AKDR akan berletak rata dalam bidang transversal
rongga uterus saat dilepaskan.
6. AKDR jangan berada di dalam alat pemasangan lebih
dari beberapa menit karena alat ini akan kehilangan
“elastisitasnya” dan bentuknya akan berubah.
7. Tabung alat pemasangan secara hati-hati dimasukkan
melalui kanalis servikalis, AKDR dilepaskan sesuai
instruksi spesifik untuk masing-masing alat kemudian
alat pemasang dikeluarkan.
8. Setelah pemasangan, dianjurkan untuk melakukan
sonde kanalis ulang untuk menyingkirkan kemungkinan
AKDR terletak rendah. AKDR harus diletakkan di
fundus agar insidensi ekspulsi dan kehamilan rendah.
9. Benang AKDR harus dipotong dengan gunting panjang
sampai 3 cm dan os eksternus.

50
Teknik pengeluaran :
1. Benang terlihat.
Gunakan speculum untuk melihat serviks dan lihat
dengan jelas adanya benang AKDR jepit benang-
benang dengan kuat dekat os eksternus dengan forceps
arteri lurus. Lakukan tarikan lembut ke arah bawah.
Biasanya AKDR akan tertarik dengan mudah dan
dengan nyeri minimal. Apabila dijumpai tahanan, atau
apabila pasien merasa nyeri, hentikan tarikan dan
periksa ukuran dan posisi uterus dengan pemeriksaan
bimanual tarikan lembut untuk meluruskan kanalis
uteroservikalis. Lanjutkan tarikan pada benang dan
keluarkan AKDR seperti biasa. Kadang-kadang kita
perlu memberikan anastesi local untuk mengurangi rasa
tidak nyaman saat pengeluaran.
2. Apabila benang putus.
Sewaktu pengeluaran, kanalis servikalis harus
dieksplorasi secara hati-hati dengan forceps arteri lurus
untuk memeriksa apakah ujung bawah AKDR telah
turun ke kanalis servikalis. Apabila terasa, maka batang
vertical AKDR dapat dijepit dan dikeluarkan. Apabila
AKDR seluruhnya berada di dalam rongga uterus, maka
dapat dilakukan eksplorasi rongga uterus dengan
forceps bengkok yang kecil dan panjang atau “pengait”
untuk mengetahui lokasi dan mengeluarkan AKDR.
Dilatasi serviks dapat dicapai dengan pemberian
misoprostol 400 µg pervagina sebelum eksplorasi
uterus. Hanya dokter yang berpengalaman dalam teknik
intrauterus yang boleh melakukan prosedur semacam
ini.
3. Perubahan AKDR.
AKDR sebaiknya tidak diganti sebelum interval yang
dianjurkan karena pengeluaran dan pemasangan
kembali meningkatkan risiko kegagalan, ekspulsi, dan
infeksi. Pada wanita yang berusia 40 tahun atau lebih,
AKDR yang mengandung tembaga dapat dibiarkan di
tempatnya sampai 12 bulan setelah periode menstruasi
terakhir.
Kelebihan :
1. Ampuh mencegah kehamilan hingga 10 tahun dan
dapat digunakan hingga menopause.
2. Tidak menggangu hubungan intim dengan pasangan.
3. Bisa subur kembali setelah IUD dikeluarkan.
4. Tidak mempengaruhi jumlah dan kualitas ASI.

51
5. Mengurangi risiko terkena kanker serviks atau leher
rahim.
Kekurangan :
1. Menggangu siklus haid. Haid bisa lebih banyak dan
lebih lama sehingga dapat menyebabkan kekurangan
haid.
2. Pembengkakan di pinggul dan bisa keluar dari rahim
tanpa diketahui, sehingga wanita yang menggunakan
IUD harus periksa secara rutin.
3. Nyeri setelah 3-5 hari pertama pemasangan.

- Implan

- Beberapa contoh implant:


1. Norplant (6 kapsul), berisi hormone levonorgestrel,
daya kerja 5 tahun.
2. Norplant 2(2 batang), berisi hormone levonorgestrel,
daya kerja 3 tahun.
3. Norplant 1 batang, berisi ST – 1435, daya kerja 2
tahun.
4. Norplant 1 batang, 1 batang berisi hormone 3 keto
desogestrel, daya kerja 2,5 – 4 tahun.
- Waktu pemasangan implant :
1. Selama haid (dalam waktu 7 hari pertama datangnya
haid).
2. Sesudah persalinan (dalam 3-4 minggu) bila tidak
menyusui.
3. Sesudah keguguran (segera atau dalam 7 hari pertama).
4. Saat menyusui (bila lebih dari 6 minggu sesudah
persalinan).
Pemasangan implant :
1. Penting bahwa alat-alat dalam kondisi yang baik
(misalnya : trokar, dan scalpel harus tajam). Selain itu,
periksa semua alat dan bahan lain telah disterilkan atau
di DTT. Batang implant tersimpan dalam kemasan

52
steril, berasal kertas, dan terlindung dari panas. Alkon
tersebut akan tetap steril untuk 3 tahun selama tidak
rusak dan tidak disimpan di tempat yang lembab dan
panas.

Persiapan klien
1. Walaupun kulit dan integumenya sulit untuk
disterilisasi, pencucian dan pemberian antiseptic pada
daerah operasi tempat implant akan dapat mengurangi
jumlah mikroorganisme di daerah kulit klien. Kedua
tindakan ini pada kenyataannya sangat bermanfaat
dalam mengurangi resiko terjadinya infeksi pada saat
insersi atau pencabutan implant. Bila prosedur
pencucian dan kaidah tindakan antiseptic dilakukan
dengan benar, angka krjadian infeksi saat insersi dan
pencabutan implant akan sangat rendah (kurang dari 1
persen). Dengan demikian pemberian antibiotic
profilaktik tidak dianjurkan.

Peralatan dan instrument untuk insersi.


1. Meja periksa untuk berbaring klien.
2. Alat penyangga lengan (tambahan).
3. Batang implant dalam kantong.
4. Kain penutup steril (disinfeksi tingkat tinggi) serta
mangkok untuk tempat meletakkan implant.
5. Sepasang sarung tangan karet bebas bedak yang sudah
steril (atau didisinfeksi tingkat tinggi).
6. Sabun untuk mencuci tangan.
7. Larutan antiseptic untuk disenfeksi kulit (mis : larutan
betadin atau jenis golongan povidon iodine lainnya),
lengkap dengan cawan / mangkok antikarat.
8. Zat anastesi local (konsentrasi 1 % tanpa apinefrin).
9. Semprit ( 5-10 ml), dan jarum suntik (22 G ) ukuran
2,5 sampai 4 cm (1-1,5 per inchi).
10. Trokar 10 dan mandarin.
11. Scalpel 11 atau 15.
12. Kasa pembalut, band haid atau plester.
13. Kasa steril dan pembalut.
14. Epinefrin untuk tenjatan anafilaktik (harus tersedia
untuk keperluan darurat).
15. Klem penjepit atau forceps mosquito (tambahan).
16. Bak / tempat instrument ( tertutup ).
- Pemasangan kapsul :
Sebelum membuat insisi, sentuh tempat insisi dengan

53
jarum atau skapel (pisau bedah) untuk memastikan obat
anestesi telah bekerja.
1. Pegang skapel dengan sudut 45 0, buat insisi dangkal
hanya untuk sekedar menembus kulit-kulit. Jangan
membuat insisi yang panjang atau dalam.
2. Ingat kegunaan kedua tanda pada trokar. Trokar harus
dipegang dengan ujung yang tajam menghadap ke atas.
Ada 2 tanda pada trokar, tanda (1) dekat pangkal
menunjukan batas trokar dimasukkan ke bawah kulit
sebelum memasukkan setiap kapsul. Tanda (2) dekat
ujung menunjukan batas trokar yang harus tetap di
bawah kulit setelah memasang setiap kapsul.
3. Dengan ujung yang tajam menghadap ke atas dan
mendorong di dalamnya masukkan ujung trokar
melalui luka insisi dengan sudut kecil. Mulai dari kiri
atau kanan pada pola seperti kipas, gerakkan trokar ke
depan dan berhenti saat ujung tajam seluruhnya berada
di bawah kulit (2-3 mm dari akhir ujung tajam)
memasukkan trokar jangan dengan paksaan. Jika
terdapat tahanan, coba dari sudut lainnya.
4. Untuk meletakkan kapsul tepat di bawah kulit, angkat
trokar ke atas, sehingga kulit terangkat. Masukkan
trokar perlahan-lahan dan hati-hati kearah tanda (1)
dekat pangkal. Trokar harus selalu terlihat mengangkat
kulit selama pemasangan. Masuknya trokar akan lancer
bila berada di bidang yang tepat di bawah
kulit.catatan : jangan menyentuh trokar terutama
bagian tabung yang masuk ke bawah kulit untuk
mencegah trokar terkontaminasi pada waktu
memasukkan dan menarik keluar.
5. Saat trokar masuk sampai tanda (1), cabut pendorong
dari trokar.
6. Masukkan kapsul pertama ke dalam trokar. Gunakan
ibu jari dan telunjuk atau pinset atau klem untuk
mengambil kapsul dan memasukkan ke dalam trokar.
Bila kapsul diambil dengan tangan, pastikan sarung
tangan tersebut bebas dari bedak atau partikel lain.
(untuk mencegah kapsul jatuh pada waktu dimasukkan
ke dalam trokar, letakkan satu tangan di bawah kapsul
untuk menangkap bila kapsul tersebut jatuh). Dorong
kapsul sampai seluruhnya masuk ke dalam trokar dan
memasukkan kembali pendorong.
7. Gunakan pendorong untuk mendorong kapsul kea rah
ujung trokar sampai terasa ada tahanan, tapi jangan

54
mendorong dengan paksa. Akan terasa tahanan pada
saat terakhir setengah bagian pendorong masuk ke
dalam trokar.
8. Pegang pendorong dengan erat ditempatnya dengan
satu tangan untuk menstabilkan. Tarik tabung trokar
dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk kea rah luka
insisi sampai tanda (2) muncul ditepi luka insisi dan
pangkalnya menyentuh pegangan pendorong. Hal yang
penting pada langkah ini adalah menjaga pendorong
tetap di tempatnya dan tidak mendorong kapsul ke
jaringan.
9. Saat pangkal trokar menyentuh pegangan pendorong,
tanda (2) harus terlihat di tepi luka insisi dan kapsul
saat itu keluar dari trokar tepat berada di bawah kulit.
Raba ujung kapsul dengan jari untuk memastikan
kapsul sudah keluar seluruhnya dari trokar. Catatan :
pengasahan trokar yang berulang akan memendekkan
trokar sehingga mengurangi jarak ke tanda (2), karena
itu saat memakai trokar yang diasah, jangan menarik
trokar terlalu jauh ke belakang karena akan keluar dari
tepi luka insisi. Hal yang penting adalah kapsul bebas
dari ujung trokar untuk menghindari terpotongnya
kapsul saat trokar digerakkan untuk memasang kapsul
berikutnya.
10. Tanpa mengeluarkan seluruh trokar, putar ujung dari
trokar ke arah lateral kanan dan kembalikan lagi ke
posisi semula untuk memastikan kapsul pertama bebas.
Selanjutnya geser trokar sekitar 15-25 derajat. Untuk
melakukan itu, mula-mula fiksasi kapsul pertama
dengan jari telunjuk dan masukkan kembali trokar
pelan-pelan sepanjang sisi jari telunjuk tersebut sampai
tanda (1). Hal ini akan memastikan jarak yang tepat
antara kapsul dan mencegah trokar menusuk kapsul
yang dipasang sebelunya. Bila tanda (1) sudah tercaai,
masukkan kapsul berikutnya ke dalam trokar dan
lakukan seperti sebelumnya (langkah 5-9) sampai
seluruh kapsul terpasang.
11. Pada pemasangan kapsul berikutnya, untuk mengurangi
resiko infeksi atau ekspulsi, pastikan bahwa ujung
kapsul yang terdekat kurang lebih 5 mm dari tepi luka
insisi.
12. Sebelum mencabut trokar, raba kapsul semuanya telah
terpasang.
13. Ujung dari semua kapsul harus tidak ada pada tepi luka

55
insisi (sekitar 5 mm). bila sebuah kapsul keluar atau
terlalu dekat dengan luka insisi, harus dicabut dengan
hati-hati di pasang kembali di tempat yang tepat.
14. Setelah kapsul terpasang semuanya dan posis setiap
kapsul sudah diperiksa, keluarkan trokar pelan-pelan.
Tekan tempat insisi dengan jari menggunakan kasa
selam 1 menit untuk menghentikan perdarahan.
Bersihkan tempat pemasangan dengan kasa
berantiseptik.

Petunjuk perawatan luka insisi di rumah :


1. Mungkin akan terdapat memar, bengkak atau sakit di
daerah insisi selama beberapa hari. Hal ini normal.
2. Jaga luka insisi tetap kering dan bersih selama paling
sedikit 48 jam. Luka insisi dapat mengalami infeksi
bila basah saat mandi atau mencuci pakaian.
3. Jangan membuka pembalut tekan selama 48 jam dan
biarkan band aid ditempatnya sampai luka insisi
sembuh (umumnya 3-5 hari).
4. Jangan membuka pembalut tekan selama 48 jam dan
biarkan band aid ditempatnya sampai luka insisi
sembuh (umumnya 3-5 hari).
5. Setelah luka insisi sembuh, daerah tersebut dapat
disentuh dan dibersihkan dengan tekanan normal.
6. Bila terdapat tanda-tanda infeksi seperti demam, daerah
insisi kemerahan dan panas atau sakit yang menetap
selama beberapa hari, segera kembali ke klinik.

Bila terjadi infeksi :


1. Obati dengan pengobatan yang sesuai untuk infeksi
local.
2. Bila terjadi abses dengan atau tanpa ekspulsi kapsul
cabut semua kapsul.

Tindakan pencabutan kapsul :


1. Tentukan lokasi insisi yang mempunyai jarak sama dari
ujung bawah semua kapsul (dekat siku), kira-kira 5 mm
dari ujung bawah kapsul. Bila jarak tersebut sama maka
insisi dibuat pada tempat insisi waktu pemasangan.
Sebelum menentukan lokasi, pastikan tidak ada ujung
kapsul yang berada di bawah insisi lama (hal ini untuk
mencegah terpotongnya kapsul saat melakukan insisi).
2. Pada lokasi yang sudah dipilih, buat insisi melintang
yang kecil lebih kurang 4 mm dengan menggunakan

56
skalpel. Jangan membuat insisi yang besar.
3. Mulai dengan mencabut kapsul yang mudah diraba dari
luar atau yang terdekat tempat insisi.
4. Dorong ujung kapsul ke arah insisi dengan jari tangan
sampai ujung kapsul tampak pada luka insisi. Saat
ujung kapsul tampak pada luka insisi, masukkan klem
lengkung ( mosquito dan crile) dengan lengkungan
jepitan mengarah ke atas, kemudian jepit ujung kapsul
dengan klem tersebut. Catatan : bila kapsul sulit
digerakkan ke arah insisi, hal ini mungkin karena
jaringan (pembentukan jaringan fibrous) yang
mengelilingi kapsul. Masukkan klem lengkung melalui
luka insisi dengan lengkungan jepitan mengarah ke
kulit, teruskan sampai berada di bawah ujung kapsul
dekat siku. Buka dan tutup jepitan klem untuk
memotong secara tumpul jaringan perut yang
mengelilingi ujung kapsul. Ulangi sampai ujung
keenam kapsul seluruhnya bebas dari jaringan perut
yang mengelilinginya (mudah digerakkan). Dorong
ujung kapsul pertama sedekat mungkin pada luka insisi.
Sambil menekan (fiksasi) kapsul dengan jari telunjuk
dan tengah, masukkan lagi klem lengkung (lengkungan
jepitan mengatah ke kulit), sampai berada di bawah
ujung kapsul, jepit kapsul di dekat ujungnya (5 sampai
10 mm) dan secara hati-hati tarik keluar melalui luka
insisi.
5. Bersihkan dan buka jaringan ikat yang mengelilingi
kapsul dengan cara menggosok-gosok pakai kasa steril
untuk memaparkan ujung bawah kapsul. Cara lain, bila
jaringan ikat tidak bisa dibuka dengan cara menggosok-
gosok pakai kasa steril, dapat dengan menggunakan
skalpel secara hati-hati. Untuk mencegah terpotongnya
kapsul, gunakan sisi yang tidak tajam dari skalpel waktu
membersihkan jaringan ikat yang mengelilingi kapsul.
6. Jepit kapsul yang sudah terpapar dengan menggunakan
klem kedua (gambar 20-34). Lepaskan klem pertama
dan cabut kapsul secara pelan dan hati-hati dengan klem
kedua (g.20-35). Kapsul akan mudah di cabut oleh
karena jaringan ikat yang mengelilinginya tidak melekat
pada karet silikon. Bila kapsul sulit di cabut, pisahkan
secara hati-hati sisa jaringan ikat yang melekat pada
kapsul dengan menggunakan kasa dan skalpel. Catatan :
setelah kapsul berhasil di cabut, taruh dalam mangkok
kecil yang berisi klorin 0,5 % untuk dekontaminasi

57
sebelum dibuang. Di dalam mangkok tersebut, kapsul
dapat dengan mudah dihitung untuk memastikan
keenam kapsul telah dicabut semuanya. Dengan melihat
kapsul dalam mangkok tersebut juga akan dapat
mengetahui keadaan kapsul. Kapsul yang utuh akan
mengambang sedang kapsul yang putus akan tenggelam
secara pelan-pelan.
7. Pilih kapsul berikutnya yang tampak paling mudah
dicabut. Gunakan teknik yang sama (langkah 4 – 6)
untuk mencabut kapsul berikutnya.
Ingat : bila memerlukan penambahan obat anestesi,
suntikkan dibawah kapsul agar kapsul tetap teraba dari
luar.
Kelebihan :
1. Alat kontrasepsi yang aman tanpa meletakkan benda
asing ke dalam rahim, karena diletakkan dibawah kulit
lengan tangan. Implan yang bentuknya seperti serpihan
kayu ini dapat digunakan untuk 3 tahun. Hanya perlu
periksa pada petugas kesehatan apabila ada keluhan.
2. Dapat dilepas sesuai kebutuhan, tidak menggangu
hubungan intim dengan pasangan.
3. Tidak menggangu jumlah dan kualitas ASI.

Kekurangan :
1. Timbul rasa mual, sakit kepala, dan menimbulkan
kegelisahan.
2. Membutuhkan tindakan pembedahan kecil untuk insersi
dan pencabutan.
3. Bila meningkatkan dan menurukan berat badan.
- Tubektomi (MOW)
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk
menghentikan kesuburan seorang perempuan secara
permanen.
Dengan mengoklusi tuba falopi (meningkat dan memotong
atau memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat
bertemu dengan ovum.
Indikasi :
1. Usia > 26 tahun.
2. Paritas > 2.
3. Yang telah mempunyai besar keluarga sesuai dengan
kehendaknya.
4. Pada kehamilan akan menimbulkan risiko kesehatan
yang serius.
5. Pascapersalinan.

58
6. Pascakeguguran.
7. Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini.

Keadaan yang memerlukan kehati-hatian.


Keadaan masalah medis yang signifikasi (misalnya
penyakit jantung atau pembekuan darah, RJP
sebelumnya/sekarang, obesitas, diabetes) anjurannya klien
dengan masalah medis yang signifikasikan menghendaki
penatalaksannan lanjutan dan bedah yang khusus.
Misalnya prosedur ini harus dilakukan di rumah sakit tipe
A atau B atau fasilitas swasta dan bukan sebuah
ambulatory facity. Bila memungkinkan masalah-masalah
medis yang segnifikan sebaiknya dikontrol sebelum proses
pembedahan. Keadaan tunggal dan atau tanpa anak sama
sekali. Anjuran nasihat yang sangat hati-hati dan
membutuhkan waktu tambahan untuk mengambil
keputusan yang bijak. Bantulah klien untuk memilih
metode lain, bila perlu.

Kontra indikasi :
1. Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai).
2. Perdarahan vagunal yang belum dijelaskan (hingga
harus dievakuasi).
3. Infeksi sistemik atau pelvic yang akut (hingga masalah
itu disembuhkan atau dikontrol).
4. Tidak boleh menjalani proses pembedahan.
5. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas
masa depan.
6. Belum memberi persetujuan tertulis.

Waktu tanggal tepat melakukan metode operasi wanita


(MOW) :
1. Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini
secara rasional klien tersebut tidak hamil.
2. Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase
proliferasi).
3. Pascapersalinan
a. Minilap : di dalam waktu 2 hari atau setelah 6
minggu atau 12 minggu.
b. Laparoskopi : tidak tepat untuk klien-klien
pascapersalinan.
4. Pascakeguguran.
a. Triwulan pertama : dalam waktu 7 hari sepanjang
tidak ada bukti infeksi pelvik (minilap atau

59
laparoskopi).
b. Triwulan kedua : dalam waktu 7 hari sepanjang tidak
ada bukti infeksi pelvik (minilap saja).

Cara Sterilisasi Tubektomi :


1. Saat operasi :
Tubektomi dapat dilakukan pasca keguguran,
pascapersalinan atau masa interval. Sesudah suatu
keguguran, tubektomi dapat langsung dilakukan.
Dianjurkan agar tubektomi pasa persalinan sebaiknya
dapat dilakukan dalam 24 jam, atau selambat-lambatnya
dalam 48 jam setelah bersalin. Tubektomi pasca
persalinan lewat 48 jam akan dipersulit oleh edema
tuba, infeksi, dan kegagalan. Edema tuba akan
berkurang setelah hari ke 7 – 10 pasca persalinan.
Tubektomi setelah hari itu akan lebih sulit dilakukan
karena alat-alat genital telah mengecil dan berdarah.
2. Cara mencapai tuba :
Laparatomi :
Cara mencapai tuba melalui laparatomi biasa, terutama
pada masa pasca persalinan.
Minilaparatomi :
Laparatomi khusus untuk tubektomi ini paling mudah
dilakukan 1 – 2 hari pasca persalinan. Uterus yang
masih besar, tuba yang masih panjang, dan dinding
perut yang masih longgar memudahkan mencapai tuba
dengan sayatan kecil sepanjang 1 – 2 cm di bawah
pusat.
Laparoskopi :
Pasien dengan sikap Litotomi-Kanula Robin dipasang
pada kanalis servikalis dan bibir depan serviks jepit
dengan tenakulum bersama-sama. Pemasangan alat-alat
ini dimasukkan untuk mengemudikan uterus selagi
operasi dilakukan.
Kuldoskopi :
Pasien dengan posisi nungging ( posisi genupektoral )
dan setelah spekulum dimasukkan dan bibir belakang
serviks uteri dijepit dan uteres ditarik keluar dan agak
ke atas. Dilakukan fungsi dengan jarum tauhy di
belakang uterus, dan melalui jarum tersebut udara
masuk dan usus-usus terdorong ke rongga perut. Setelah
jarum diangkat, lubang diperbesar, sehingga dapat
dimasukkan kuldeskop. Melalui kuldeskop dilakukan
pengamatan adneksa dan dengan lunam khusus tuba

60
dijepit dan ditarik keluar untuk dilakukan penutupan.
Kolpotomi Posterior :
Pasien dalam posisi litotomi. Dinding belakang vagina
dijepit pada jarak 1 dan 3 cm dari serviks dengan 2 buah
cunam. Lipatan dinding vagina diantara kedua jepitan
itu digunting sekaligus sampai menembus peritoneum.
Lubang sayatan diperlebar dengan dorongan spekulum
soonawalla. Tuba dapat langsung terlihat atau dipancing
dan ditarik keluar. Mukosa vagina dan peritoneum
dijahit secara jelujur, bersama atau dijahit sendiri-
sendiri, lama perawatan 2-3 hari, sedang anestesi yang
dipakai ialah umum atau spinal.
Ovarektomi :
Atau salpongi-oophorektomi mengakibatkan sterilsasi
tapi seperti pada radiasi mengakibatkan menopause,
sehingga tidak lagi dibenarkan untuk tujuan sterilisasi.
Hysterektomi :
Di beberapa Negara hysterektomi banyak dilakukan
untuk sterilisasi. Dengan cara ini dapat pula dihilangkan
kemungkinan suatu proses ganas dari uterus. Sebaliknya
para wanita tidak akan mengalami haid lagi. Di samping
itu perlu dipikirkan akibat kehilangan uterus secara
psikologis. Kepercayaan yang umum dikalangan wanita
kita ialah bahwa seorang wanita tidak sempurna apabila
telah kehilangan uterus.
Reseksi cornui :
Sudut tuba (pars interstitialis) dipotong dan dinding
uterus ditutup kembali. Kegagalan agak tinggi kurang
lebih 2.8%.
Tubektomi :
Atau salpingektomi masih sering dilakukan terutama
apabila kita sedang melakukan laparotomi. Keuntungan
dari cara ini ialah bahwa tidak mungkin lagi terjadi
kegagalan, dengan kata lain “pregnancy rate” adalah
nol. Sebaliknya ada laporan-laporan dalam
kepustakaaan bahwa ada perdarahan dari uterus setelah
tubektomi bilateral. Rupanya mungkin cabang-cabang
art. Ovarica ke ovarium terikat atrofi dari ovarium.
Fimbriektomicara :
Cara ini dilaporkan oleh kroener pada tahun 1967.
Dasar pemikiran cara ini ialah bahwa fimbriae sangat
berguna untuk menangkap ovum dan menyalurkannya
ke arah tuba. Pengikatan tuba dekat fimbriae dan
pemotongan fimbriae adalah relatif mudah dan ternyata

61
memberikan hasil yang sangat memuaskan. Kegagalan
dilaporkan hanya sekitar 0,2%.
3. Cara penutup tuba :
Cara pameroy :
Tuba dijepit kira-kira pada pertengahannya, kemudian
diangkat sampai melipat. Dasar lipatan diikat dengan
sehelai catqut biasa No. 0 atau No. 1. Lipatan tuba
dipotong diatas lipatan catqut tadi.
Cara Kroener :
Fimbria dijepit dengan sebuah klem. Bagian tuba
proksimal dari jepitan diikat dengan sehelai benang
sutera atau dengan catgut yang tidak mudah diabsorsi.
Bagian tuba distal dari jepitan dipotong (fimbriektomi).
Cara Irving :
Tuba dipotong pada pertengahan panjangnya setelah
kedua ujung potongan diikat dengan kromik No.0 atau
00. Ujung potongan proksimal di tanamkan di dalam
miometrium dinding depan uterus. Ujung potongan
distal di tanamkan di dalam ligamentum latum.
Pemasangan Cincing Falope :
Cinci Falope (Toon Ring) terbuat dari silikon. Dengan
aplikator bagian ismus tuba ditarik dan cincin dipasang
Pada bagian tuba tersebut.
Pemasangan Klip :
Klip flihie mempunyai keuntungan dapat digunakan
pada tuba yang edeme. Klip tidak memperpendek
panjang tuba, maka rekanalisasi lebih mungkin
dikerjakan
4. Radiasi ;
Penyinaran dengan rontgen, radium, cobalt, cesium
dan sebagainya mengakibatkan kerusakan jaringan
ovarium dan dengan demikian tidak akan terjadi
ovulasi.
Kerugiannya ialah bahwa ovarium tidak lagi
membuat hormone-hormon, sehingga wanita masuk
dalam menopause. Berhubungan dengan ini, radiasi
tidak lagi dibenarkan untuk sterilisasi, kecuali pada
keadaan yang sangat terbatas.
5. Ligasi Tuba :
Ligasi (Pengikatan) tuba dan pemotongan sebagain
tuba merupakan cara yang paling sering dilakukan.
Berbagai cara telah diajukan oleh ahli-ahli diluar
negeri antara lain :
a. Cara Madlener

62
Tuba diikat pada 2 tempat sehingga merupakan
‘loop”. Pengikatan dilakukan dengan benang
sutera setelah tuba dijepit kuat-kuat dengan
klem. Mula-mula dikira bahwa cara ini
reversibel apabila ikatan sutera dibuka. Ternyata
emikibahwa dugaan ini meleset.
Kerugian cara ini ilah bahwa kita meninggalkan
benda asing dalam rongga perut sehingga
mungkin menimbulakan perlekatan, kegagalan
kurang lebih 1.4%
b. Cara Pomeroy
Mula-mula dianjrkan oleh pomeroy sebagai
suatu cara untuk sterilisasi setelah wanita
melahirkan anak dimana uterus masih besar.
Operasi ini biasanya dilakukan 24-28 jam
postpartum. Dengan demikian irisan pada kulit
kecil. Irisan kulit pada umumnya setinggi fundus
uteri tapi dapat pula dibawah pusat melintang
apabila dilakukan 1-2 hari postpartum. Tuba
dicari dan ditarik, di tengah-tengah loop dari
tuba ini mesosalpinx ditembus dan tuba diikat
pada 2 tempat setelah itu ujung “loop’ tuba
dipotong. Apabila terjadi retraksi karena involusi
uterus, kedua ujung tuba akan berjauhan, jadi
kalau terjadi rekanalisasi atau ujung-ujung tuba
bocor, kemungkinan ovum meneruskan
perjalanan keujung yang lain adalah kecil sekali.
Dengan cara ini kegagalan kurang lebih 0,3%.
Cara ini pula sering dilakukan waktu SC.
Ternyata kemudian bahwa methode ini dapat
dilakukan pula pada wanita postabortum dan
dalam masa interval ( di luar kehamilan).

c. Cara Uchida :
Sebenarrnya merupakan modifikasi dari
pomeroy. Dalam mesosalpix disuntikan sedikit
cairan garam fisiologis kemudian
mesosalpixdiiris. Sebagain kecil tuba dibuang
kemudian ujung proximal ditutup dengan
peritoneum sedangkan ujung distal dibiarkan
diluar
d. Cara Irving :
Tuba 1/3 proximal dibuang 2-3 cm. Ujung
proximal ditanam dalam myometrium.

63
Sedangkan ujung distal ditanam dalam
ligamentum latum. Kegagalan 0%
e. Cara Aldridge :
Peritoneum ligamentum latum dibuka dan ujung
tuba dengan fimbriae ditanam dalam
ligamentrum. Agaknya cara ini reversibel.
Instruksi Pada Klien Setelah Sterilisasi :
1. Jagalah luka operasi tetap kering hingga pembalut
dilepaskan. Mulai lagi aktivitas normal secara
bertahap (sebaikknya dapat kembali ke aktivitas
normal di dalam waktu 7 hari setelah pembedahan ).
2. Hindari hubungan intim sehingga merasa cukup
nyaman. Setelah mulai melakukan hubungan intim,
hentikanlah bila perasaan kurang nyaman.
3. Hindari mengangkat benda-benda berat dan bekerja
keras selama 1 minggu
4. Kalau sakit, minumlah 1 atau 2 tablet analgesic (atau
penghilang rasa sakit) setiap 4 hingga 6 jam
5. Jadwalkan sebuah kunjungan pemeriksaan secara
rutin antara 7 dan 14 hari setelah pembedahan.
( petugas akan memberi tahu tempat layanan ini akan
diberikan).
6. Kembalilah setiap waktu apabila anda menghendaki
perhatian tertentu, atau tanda-tanda symptom-
simptom yang tidak biasa.
7. Nyeri bahu selama 12-24 jam setelah laparoskopi
relative lazim terjadi karena gas (C02 atau udara)
dibawah diafragma, sekunder terhadap
pneumoperitonium
8. Tubektomi efektif setelah operasi
9. Periode menstruasi akan berlanjut seperti biasa.
( apabila mempergunakan metode hormonal sebelum
prosedur, khususnya PK atau KS’K, jumlah dan
durasi haid dapat meningkat stelah pembedahan).
10. Tubektomi tidak memberikan perlindungan atau
IMS, termmaksud virus AIDS. Apabila pasangan
berisiko, pasangan tersebut sebaliknya menggunakan
kondom bahkan setelah tubektomi
Kelebihan ;
1. Sangat efektif dan permanen
2. Tidak mempengaruhi kulaitas dan jumlah ASI dan
tidak menggangu proses menyusui
3. Tidak mengganggu hubungan seksual dengan
pasangan

64
Kekurangan ;
1. Tidak dapat dipulihkan kembali, kecuali dengan
operasi rekanalisasi.
2. Timbul perasaan menyesal yang sangat dalam jika
kemudian hari ingin memiliki anak
3. Harus dilakukan oleh dokter yang terlatih atau
spesialis.

- Vasektomi
Vasektomi adalah prosedur klinis untuk menghentikan
kapasitas reproduksi pria dengan cara okusi vasa
diferensia sehingga alur transportasi sperma terhambat
dan proses fertilisasi tidak terjadi

Indikasi Vasektomi :
Pada dasarnya indikasi untuk melakukan vasektomi
adalah pasangan suami istri yang tidak menghendaki
kehamilan lagi dan pihak suami bersedia bahwa
tindakan kontrasepsi dilakukan pada dirinya.
Kontra Indikasi Vasektomi :
Sebenarnya tidak ada kontra indikasi untuk melakukan
vasektomi, hanya apabila ada kelainan lokal atau umum
yang dapat menggangu sembunya luka operasi, kelainan
tersebut harus disembukan terlebih dahulu
Yang dapat menjalankan Vasektomi : untuk laki-laki
subur yang sudah mempunyai anak cukup (2 anak) dan
istri beresiko tinggi syarat-syarat menjadi akspetor ;
1. Harus secara sukarela
2. Mendapat persetujuan istri
3. Jumlah anak cukup
4. Mengetahui akibat-akibat vasektomi
5. Umur calon tidak kurang dari 30 tahun
6. Umur istri tidak kurang dari 20 tahun dan tidak boleh
lebih dari 45 tahun
7. Pasangan suami istri telah mempunyai anak minimal
dua orang, dan anak paling kecil harus sudah
berumur
Yang Sebaiknya Tidak Menjalani Vasektomi :
1. Infeksi kulit disekitar kemaluan
2. Menderita kencing manis
3. Hidrokel atau varikokel besar
4. Hernia inguinalis
5. Anemia berat, ganguan pembekuan darah atau
sedang menggunakan antikoagulansi

65
Waktu Pelaksanaan Vasektomi :
Tidak ada batasan usia, dapat dilaksanakan bila
diinginkan. Yang penting sudah memenuhi syarat
sukarela, bahagia, dan faktor kesehatan
Teknik Vasektomi :
Vasektomi merupakan operasi kecil dan merupakan
operasi yang lebih ringan dari pada sunat/khitanan pada
pria. Bekas operasinya hanya berupa satu luka di tengah
atau luka kecil dikanan kiri kantong zakar (kantong
buah pelir) atau scrotum. Vasektomi berguna untuk
menghalangi transport spermatozoa (sel mani) di pipa-
pipa sel mani pria (saluran mani pria)
Mula-mula kulit skrotum di daerah operasi di suci
hamakan. Kemudian dilakukan anestesi likal dengan
larutan xilokain. Anestesi dilakukan dikulit skrotum dan
jaringan sekitarnya bagian atas, dan pada jaringan vas
deferens. Vas dicari dan setelah ditentukan lokasinya, di
pegenag sedekat mungkin dibawah kulit skrotum.
Setelah itu dilakukan syatan pada kulit skrotum sekitar
0,5 sampai 1 cm didekat tempat vas diferens. Setelah
vas diferens kelihatan, dijepit dan dikeluarkan dari
syatan (harus diyakinkan betul, bahwa memang vas
yang dikeluarkan), vas dipotong sepangng 1 sampai 2
cm dan kedua ujungnya diikat, setelah kulit dijahit,
tindakan diulang pada sebelah yang lain.
Sesorang yang telah mengalami vasektomi baru dapat
dikatakan betul-betul steril jika telah mengalami 8
sampai 12 ejakulasi setelah vasektomi. Oleh karena itu
sebelum hal tersebut diatas tercapai mengalami
vasektomi baru dapat dikatakan betul-betul steril jika
telah mengalami 8 samapi 12 ejakulasi stelah
vasektomi.
Oleh karena itu sebelum hal tersebut diatas tercapai,
ynag bersangkutan dianjurkan pada koitus memakai
cara kontrasepsi lain.
Kelebihan :
1. Sangat efektif dan permanen dan tidak ada eefek
samping jangka panjang
Kekurangan :
1. Komplikasi dapat terjadi saat prosedur berlangsung
atau beberapa saat tindakan akibat reaksi anafilaksi
yang disebabkan oleh tindakan manipulasi yang
berlebihan terhadap anyaman pembuluh darah sekitar
vasa diferensia.

66
- Kondom
Kelebihan :
1. Murah dan mudah dibeli secara umum dan tidak
perlu pemeriksaan khusus
Kekurangan :
1. Mengganggu hubungan keberhasilan tergantung pada
cara pemakaian.

8. Edukasi - Menjelaskan pemakaian efek samping kontrasepsi


- Menjelaskan pentingnya keluarga berencana
9. Prognosis - Tergantung pada pertugas kesehatan memberikan
informasi dan konseling pada klien.
10. Kepustakaan - http://www.academia.edu/6567160?keluarga_berencana
- Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi edisi 2.
Jakarta 2006.
- http://tips-sehat-keluarga-
bunda.blogspot.com/2013/05/kelebihan-kb-suntik-dan-
kekurangannya.html
- http://perpustakaa-online-
kebidanan.blogspot.com/2011/06/pemasangan-iud-
intra-uterine-device.html
- http://iionknoa2.blogspot.com/2013/05/teknik-
pemasangan-implant.html
- http://hananurhanifah.blogspot.com/2013/07/metode-
operasi-wanita-mow-tubektomi-4114.html
- http://carrynatalia.blogspot.com/2013/07/vasektomi-kb-
pria.html.

67
KEHAMILAN/PERSALINAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG

1. Pengertian/definisi Jantung tidak mampu memberikan nutrisi dan oksigen


pada janin yang sedang tumbuh
2. Anamnesis  Riwayat kelainan jantung

68
 Dypneu yang progresif atau ortopeneu
 Bentuk pada malam hari
 Hemoptisis
 Sinkop
 Nyeri dada
 Mudah lelah
3. Pemeriksaan fisik  Sianosis
 Clubbing pada jari-jari
 Distensi vena leher yang menetap
 Bising diastolik
 Bising siastolik
 Kardiomegali
 Aritmia persisten
4. Kriteria diagnosis Pembagian klinik penyakit jantung pada kehamilan
 Kelas 1 : tidak ada keluhan
 Kelas 2 : bekerja berat-sedang, mengakibatkan
dyspeneu d’effort”
 Kelas 3 : kerja ringan mengakibatkan sesak
 Kelas 4 : sesak teru menerus
5. Pemeriksaan  Echocardiografi
penunjang  Thorax foto
 Keteterisasi jantung
6. Terapi Waktu ANC
1. Kehamilan boleh diteruskan
2. Perawatan bersama kardiologi
3. Penceghan terhadap anemia difesiensi besi, infeksi,
toksemia gravidarm, obesitas, pekerjaan fisik
Waktu Inpartu
1. Kala 1: Induksi persalinan atas indikasi obstertik
(buka karena decompensasi cordis)
Berikan digitalis cepat, bila tanda-tanda akut DC :
nadi > 110x/menit, respirase rate >28-30x/ menit,
sesak, rhonkhi basal paru
2. Kala 2 : dipercepat dengan forcep ekstrasi, SC
dikerjakan atas indikasi obstetri, hindari trauma
berlebihan dan infeksi, kalau perlu didampingi
seorang kardiolog
3. Kala 3 : cegah akut refluk darah ke jantung dengan
cara fowler posisi dan pemasangan torniquet pada
kedua tungkai
7. Edukasi a. ANC lebih ketat
b. Penilaian kesejahteraan janin penilaian ini dilakukan
sejak umur kehamilan 34 minggu

69
 Pengukuran tinggi fundus uteri
 Mendengarkan denyut jantung janin
 USG
 KTG
c. Hindari aktivitas yang berat
8. Prognosis Baik jika dideteksi dan dikelola dari dini
9. Kepustakaan 1. Dapartemen kesehatan republik indonesia, jaringan
Nasional pelatihan klinik-kesehtan reproduksi, pelayanan
obstersi neonatal emergensi komprehensif, jakarta,
2007,8-1 8-3
2. Artoni F, Sedyawan J, Kelainan jantung pada kehamilan
dan persalinan, Malang, 2002.

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

1. Pengertian/Defi Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana ovum dibuahi


nisi berimplitasi dan tumbuh di tempat yang tidak normal, termaksuk
kehamilan servikal dan kehamilan kornual
2. Anamnesis 1. Tanyakan gejala-gejala seperti kehamilan normal yakni amenore,

70
mual, muntah dan lainnya.
2. Tanyakan trias klasik yang sering didapatkan adalah amenore,
perdarahan dan nyeri abdomen
3. Tanyakan gejala-gejala akut abdomen akibat pecahnya kehamilan
ektopik dan gangguan hemodinamik berupa hipovolemik akibat
perdarahan.

3. Pemeriksaan 1. Pada pemeriksaan fisik didapakan rahim membesar dan tumor


Fisik didaerah adneksa
2. Amenorhea, spooting, perdarahan vaginal
3. Abdomen dan pelvic yang lunak
4. Perubahan uterus yang terdorong kesalah satu sisi oleh massa
kehamilan
5. Penurunan tekanan darah
6. Nyeri palpasi abdomen
7. Gangguan kencing
4. Kriteria 1. Nyeri goyang pada cervix
Diagnosis 2. Kavum douglas yang menonjol
3. Nyeri panggul dan perut baik unilateral maupun bilateral
5. Diagnosis Kerja Kehamilan ektopik terganggu
6. Diagnosis 1. Kehamilan ektopik
Banding 2. Infeksi pelvic
3. Abortus imminens atau insipiens
4. Ruptur korpus luteum
5. Torsi kista ovarium
6. Adnekitis
7. Appendicitis
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium
Penunjang 2. Pemeriksaan tes kehamilan
3. Kuldosintesis
4. Kuretase uterus
5. USG
6. Laparoskopi
7. Laparatomi

8. Terapi
KEHAMILAN EKTOPIK

Tidak terganggu Terganggu


(observasi K-E) (Curiga KET)

71
MRS, Rapi test, USG Transvaginal Akut (KET) Kronik
Obs 24 jam T/N/R/keluhan/Hb Douglas Pundic (Hemato Ede)

GS (+)
Intra Uteri

GS (+) GS (+)
PPT (-) Estra Uteri

GS (+)Estra
Uteri

Buka Ke Laporotc/proof lap

9. Edukasi Menjelaskan kepada pasien tentang faktor resiko, penyebab, tindakan yang
akan dilakukan dan menjelaskan resiko pada kehamilan berikutnya.
10. Prognosis Dubia ad bonam
11. Kepustakaan 1. Wiknojosastro, H.Kehamilan Ektopik. Ilmu Bedah Kebidanan
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2000 : H.
198-204.
2. Prawirohardjo S, Wiknojosastro H. Kehamilan Ektopik. Ilmu
Kebidanan : jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Parawirahrdjo, 1999: h.323-34

KETUBAN PECAH DINI

1. Pengertian/ Pecahnya selaput ketuban secara spontan saat belum


Definisi inpratrum, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul awal
persalinan.
2. Anamnesis a. Kapan keluarnya cairan warna dan bau

72
b. Adakah partikel-partikel didalam cairan
3. Pemeriksaan 1. Inpeksi : keluar cairan paginam
Fisik 2. Inspikulo : apabila fundus uteri ditekan atau bagian
terendah digoyangkan keluar cairan dan ostium uteri
intenium (OUI)
3. Pemeriksaan dalam
a. Ada cairan dalam vagina
b. Selaput ketuban sudah pecah
4. Kriteria Keluar air pervaginam, lakukan vaginal swab, usg untuk
Diagnosis melihat organ interna dan fungsinya, tes seperti cairan
prolaktin dan penghitungan fibronektin bayi untuk
menentukan dengan lebih tepat adanya ketuban pecah dini
5. Diagnosa Ketuban pecah dini
Kerja
6. Diagnosa
Banding
7. Pemeriksaan a. Dengan lakmus, menunjukkan reaksi basa perubahan
Penunjang menjadi warna biru
b. Mikroskopis, tanpak lanugo atau vernik genosis tidak selalu
dikerjakan
8. Terapi Prinsip penangan ketuban pecah dini adalah memperpanjang
kehamilan sampai paru-paru janin matang atau dicurigai
adanya/terdiagnosis khorio amnionitis.
A. KPD dengan kehamilan Aterm
1. Diberika antibiotika prafilaksis, ampisilin 4 x 500 mg
selama 7 hari
2. Dilakukan pemeriksaan “admission test” bila hasilnya
patologis dilakukan terminasi kehamilan
3. Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada
kecendrungan meningkat lebih atau sama dengan 37,6 0
C, segera dilakukan terminasi
4. Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan
observasi selama 12 jam. Setelah 12 jam bila belum ada
tanda-tanda inpartum dilakukan terminasi
5. Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya
berdasarkan indikasi obstertik
6. Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi PS :
a. Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi
dengan oksitosin drip
b. Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan
serviks dengan mikroprostal 50 ugr setiap 6 jam oral
maksimal 4 kali pemberian.
B. KPD Dengan Kehamilan Pre Term
1. Penanganan dirawat di RS

73
2. Diberikan antibiotika : ampicilin 4x500 mg selama 7
hari
3. Untuk merangsang maturasi paru diberikan
korsikoteroid (untuk UK kurang dari 35 minggu) :
deksametason 5 mg setiap 6 jam
4. Observasi dikamar bersalin :
a. Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di
ruang obstetri
b. Dilakukan observasi temperatur rekal tiap 3 jam, bila
ada kencendrungan terjadi peningkatan temperatur
rektal lebih atau sama dengan 37,6 0 C, segera
dilakukan terminasi.
5. Di ruang Obstersi :
a. Temperatur rektal diperiksa
b. Dikerjakan pemeriksaan laboratorium : leukosit dan
laju endap darah (LED) setiap 3 hari
6. Tata cara perawatan konservatif :
a. Dilakukan sampai janin viable
b. Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan
melakukan pemeriksaan dalam.
c. Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan
pemeriksaan USG untuk menilai air ketuban :
 Bila air ketuban cukup kehamilan diteruskan
 Bila air ketuban kurang (oligohidramnion)
dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan
d. Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan
pada hari ke-7 dengan saran sebagai berikut :
 Tidak boleh koitus
 Tidak boleh melakukan manipulasi vagina
 Segera kembali ke RS ada Keluar air lagi
Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan
dengan melihat pemeriksaan lab. Bila terdapat
leukositesis/peningkatan LED lakukan terminasi
9. Edukasi Mobilisasi dini, ASI Eksklusif, menjaga higenitas vulva dan KB
post partum
10. Prognosis Ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi
yang mungkin timbul serta umur kehamilan
11. Kepustakaan 1. Suwiyogo IK, Budayasa AA. Soetjiningsih. Peranan faktor
resiko ketuban pecah dini terhadap insidens sepsis
nenonatorum dini pada kehamilan aterm. Cermin dunia
kedokteran. No 151. 2006. P: 14-17
2. Prosedur tetap bagian/SMF Obstersi dan Ginekologi FK
UNUD/RS sanglah denpasar 2004

74
KEMATIAN JANIN DALAM RAHIM (KJDR)

1. Pengertian/ - Kematian janin dalam kandungan disebut intra uterin fetal


Definisi death (IUFD), yakni kemtian yang terjadi saat usia kehamilan
lebih dari 20 minggu atau pada trimester kedua dan atau yang
beratnya 500 gram. Jika terjadi trimester pertama disebut
keguguran abortus.
2. Anamnesis - Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau
gerakan janin sangat berkurang.

75
- Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan
bertambah kecil atau kehamilan tidak seperti biasa
- Ibu mersakan belakangan ini perutnya sering menjdi keras
dan mersa sakit-sakit seperti mau melahirkan
3. Pemeriksaan - Tidak kelihatan gerakan-gerakan janin, yang iasanya dapat
Fisik terlihat terutama pada ibu kurus.
- Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan,
tidak terba gerakan-gerkan janin
- Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepetasi
pada tulang kepala janin
- Baik memakai setetoskop, monoral maupun dengan doptone
tidak terdengar denyut jantung janin (DJJ)
- Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberpa minggu janin
mati dalam kandungan
4. Kriteria - Anamnesa yang akurat
Diagnosis - Tidak ditemukan gerak janin
- Tidak ditemukan DJJ
- Tanda-tanda kehamilan berhenti
- Tinggi fundus uteri berkurang
- Pembesaran fundus uteri berkurang
- Pemeriksaan menggunakan USG menunjukkan kematian
janin
- Pemeriksaan rintgen menunjukkan tanda-tanda spalding,
nojosk, tanpak gambaran gas, tanpak udema disekitar tulang
kepala.
5. Diagnosa - Kematian janin dalam rahim atau intra uterin fetal death
Kerja (IUFD).
6. Diagnosa - PPI (Partus Premartus Imminens).
Banding
7. Pemeriksaan - Ultrasonografi
penunjang 1. Tidak ditemukan DJJ (denyut jantung janin) maupun
gerkan janin, seringkali tulang-tulang letaknya tidak
teratur, khususnya tulang tengkorak sering dijumpai
overlapping cairan ketuban berkurang
- Rontgen foto abdomen
1. Tanda splading
Tanda spalding menunjukkan adanya tulang tengkorak
yang saling tumpah tindih (overlapping) karena otak bayi
yang sudah mencair, hal ini terjadi setelah bayi meninggal
beberapa hari dalam kandungan.
2. Tanda Nojosk
Tanda ini menunjukkan tulang belakang janin yang saling
melenting (hiperpeleksi)
3. Tampak gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah

76
4. Tampak udema disekitar tulang kepala
- Pemeriksaan darah lengkap, jika dimungkinkan kada
fibrinogen
8. Terapi - Penanganan umum
1. Berikan dukungan emosional pada ibu
2. Nilai DJJ
3. Nilai ibu mendapat sedative, tunggu hilangnya pengaruh
obat, kemudian nilai ulang
4. Bila DJJ tidak terdengar minta beberpa orang
mendengarkan menggunakan
- Penangan pada masa persalinan
1. Jika pemeriksaan radiologic tersedia, konfirmasi kematian
janin setelah 5 hari. Tanda-tandanya berupa overlaping
tulang tengkorak, hiperfleksi kolumna, vertebralis,
gelembung udara didalam jantung dan edema sclap
2. USG adalah sarana penunjang diagnostic yang baik untuk
memastikan-kematian janin dimana gambarannya
menunjukkan janin tanpa tanda hidup tidak ada denyut
jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan ketuban
berkurang
- Penatalaksanaan
1. Bila disnagka telah terjadi kematian janin dalam rahim
tidak usah terburu-buru bertindak, sebaiknya diobservasi
dulu dalam 2-3 minggu untuk mencari kepastian
diagnosis.
2. Biasanya selama masih menunggu ini 70-9-% akan terjadi
persalinan yang spontan
3. Jika pemeriksaan radiologik tersedia, konfirmasi kematian
janin setelah 5 hari. Tanda-tandanya berupa overlapping
tulang tengkorak, hiperfleksi columna vertebralis,
gelembung udara didalam jantung dan edema sclap
4. USG adalah sarana penunjang diagnostic yang baik untuk
memastikan-kematian janin dimana gambarannya
menunjukkan janin tanpa tanda hidup tidak ada denyut
jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan ketuban
berkurang
5. Dukungan mental emosional perlu diberikan pada pasien.
Sebaiknya pasien selalu didampingi oleh orang
terdekatnya. Yakinkan bahwa kemungkinan besar dapat
lahir pervaginam
6. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif denagn induksi
maupun ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan
keluarganya sebelum keputusan diambil
7. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu

77
persalinan spontan hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa
90% persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi.
8. Jika trombosit dalam 2 minggu menuruntanpa persalinan
spontan, lakukan penanganan aktif
9. Jika penanganan aktif akan dilakukan , nilai serviks yaitu
jika serviks matang, lakukan induksi persalinan dengan
oksitosin atau prostaglandin
10. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks
dengan progstaglandin atau ketetr voley, denagn catatan
jangan lakukan amniotomi karena beriseko infeksi
11. Persilanan dengan seksio sesarea merupakan alternatif
terakhir
12. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis
13. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau
bekuan mudah pecah, wapada koagulapati
14. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk
melihat dan melakukan kegiatan ritual bagi janin yang
meninggal tersebut
15. Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk
mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi
16. Bila setelah 3 minggu kematian janin dalam kandungan
atau 1 minggu stelah diagnosis. Partus belum mulai maka
wanita harus dirawat agar dapat dilakukan induksi
persalinan
17. Induksi partus dapat dimulai dengan pemberian esterogen
untuk mengurangi efek progestron atau langsung dengan
atau tanpa amniotomi
9. Edukasi - Menjelaskan kondisi janin dan ibu
- Menjelaskan tindakan dan resiko kepada ibu dan keluarga
10. Prognosis - Dibuat malam
11. Kepustakaan - https//www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&uact=
8&ved=0CEsQFjAFahUKEwjpmJbMwwfGAhXCWx4KHZ
GpAPI&url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id
%2Fbitstream%2F123456789%2F23913%2F4%2Fchapter
%2520II.pdf&ei=fye0VyxO8K3eZHTgpAP&usg=AFQjCNE
mcnMhuevAUB58RtZtgdWWo4FiFQ&bvm=bv.98717601,d.
dmo
- http://mhonavella.blogspot.com/
- Wiknjosasro, H, 2010 ilmu kebidanan. Jakarta : yayasan bina
pustaka sarwono prawirahardjo

78
KURETASE

1. Pengetian/ Serangakain proses pelepasan jaringan yang melekat pada


Definisi dinding kavum uteri denagn melakukan invasi dan
memanipulasi instrumen (sendok kuret) ke dalam vakum
uteri. Sendok kuret akan melepaskan jaringan tersebut dengan
tehnik pengerokan secara sistematik.
2. Tujuan 1. Menggosokkon ataupun mengeluarkan isi kavum uteri.
2. Menghentikan perdarahan yang terjadi dari kavum uteri.
3. Memberikan panduan bagi tenaga medis pelaksana dalam
pengosongan isi kavum uteri.
3. Indikasi 1. Abortus :

79
- Missed abortion.
- Abortus inkompletus.
2. Blighted ovum.
3. Meno/metroragia
4. Mola hidatidosa.
4. Kontra Indikasi 1. Infeksi.
5. Persiapan 1. Inform consent.
2. Menilai KU dan TTV.
3. Spekulum.
4. Tenakulum.
5. Pinset.
6. Sonde.
7. Tang abortus.
8. Sendok kuret.
9. Botol berisi formalin 10 %.
6. Prosedur tindakan 1. Penderita tidur dalam posisi litotomi diatas meja ginekologi
dan general anastesi.
2. Dilakukan antiseptis pada daerah vulva dan sekitarnya dan
dipasang duk steril, keculai daerah tindakan.
3. Dipasang speculum anterior dan posterior.
4. Dilakukan antiseptis daerah porsio dan sekitarnya.
5. Porsio anterior dijepit dengan menggunakan tenakulum, lalu
speculum anterior delepaskan dan speculum posterior dipegang
oleh asisten.
6. Dilakukan besar kavum uteri dan posisi kavum uteri dengan
menggunakan sonde.
7. Jika diperlukan dilakukan dilatasi kanalis servikalis dengan
dilatator hegar.
8. Dilakukan pengeluaran isi kavum uteri sebanyak mungkin
dengan menggunakan tang abortus.
9. Tang abortus tidak digunakan pada kasus penderita
meno/metroragia.
10. Dilakukan pengosongan sebersih mungkin dengan
menggunakan sendok kuret secara sitematik sesuai arah jarum
jam.
11. Pada kasus penderita mola hidatidosa digunakan penghisapan
isi kavum uteri/ gelembung mola dengan menggunakan
ekstraktor.
12. Pada kasus penderita mola hidatidosa digunakan sendok kuret
dengan ujung tumpul dan jika perlu dapat diulang setelah 1
minggu kemudian untuk mengosongkan isi kavum uteri.
13. Jaringan hasil kuretase dimasukkan botol dan dikirim ke
bagian patologi anatomi untuk pemeriksaan sitologi.
14. Jika diperlukan dapat diberikan uterotonika, per-infus maupun

80
intra-vena.
Penatalaksanaan :
1. Inform concent.
2. Dinilai KU dan VS.
3. Penderita ditidurkan diatas meja ginekologis dalam posisi
litotomi.
4. Premedikasi ; ............ ( SA-0,25 mg, Diazepam-10
mg,Petidine-50mg).
5. Dilakukan toilet vulva dan sekitarnya dengan savlon
6. Dipasang duk steril.
7. Dilakukan kateterisasi, keluar urine....cc.
8. Dilakukan vaginal toucher untuk menilai corpus uteri dan
arahnya.
9. Dipasang speculum sims, bibir porsio depan decekam
dengan cunam peluru/tenakulum.
10. Dilakukan kerokan endoserviks seluruh regio, hasil
kuretase sebanyak.....cc.
11. Hasil dimasukkan dalam tempat khusu isi formalin 10 %
(dikirim ke PA).
12. Dilakukan sonde rahim sampai angka....., uterus ante/retro
fleksi.
13. Bila perlu dilakukan dilatasi menggunakan dilatator hegar
14. Dengan kuret tajam yang kecil (no...) dialkukan kuretase
endometrium seluruh regio, hasil kuretase sebanyak...cc.
15. Hasil dimasukkan dalam tempat khusus isi formalin 10%
(dikirim ke PA).
16. Perdarahan selama tindakan...cc.
17. Cunam peluru dilepas, speculum dilepas, diberikan
antiseptik pada bekas jepitan cunam, tindakan selesai,
injeksi methergin 1 ampul.
18. KU penderita sebelum/selama/sesuadah tindakan baik
19. Terapi ;
- Antibiotik.
- Roboransia.
- Uterotonika.
7. Pasca tindakan 1. Menilai KU dan TTv.
2. Memindahkan pasien ke recovery room.
8. Mediasi 1. Antibiotik.
2. Roboransia.
3. Uterotonika.
9. Edukasi Memberitahu pasien agar menjaga kebersihan pada daerah bekas
operasi, meminum obat secara teratur, memberitahu gar pasien
tidak berhubungan intim dahulu untuk beberapa waktu sampai
benar-benar tidak ada keluhan, bila nyeri berkepanjangan ada

81
kemungkinan untuk dilakukan kuretse ulang.
10. Prognosis Dubia ad bonam
11. Kepustakaan 1. Wiknojosastro, G.H, Saiffuddin, A.B, Rchimhadhi, T
(2005), Ilmu Kebidanan, Ed. 7, Yaysan Bina Pustaka
Sarwono Prawirahrdjo, Jakarta.
2. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal (2002), Jakarta.

LETAK SUNGSANG

1. Pengertia Disebut letak sunsang apabila janin membujur dalam uterus


Definisi dengan bokong/kaki pada bagian bawah.
Tergantung dari bagian mana yang terendah, dapat dibedahkan
menjadi ;
1. Presentasi bokong mumi.
2. Presentasi bokong kaki.
3. Presentasi kaki.
2. Anamnesi Dilakukan sama dengan kehamilan pada umumnya.
3. Pemeriksaan a. Palpasi
Fisik  Leopold I ; kepala/ballotement di fundus.
 Leopold II ; teraba punggung disatu sisi dan bagian kecil
disisi lain.
 Leopold III-IV ; bokong teraba dibagain bawah uterus.

82
b. Pemeriksaan dalam.
4. Kriteria 1. Presentasi bokong mumi
Diagnosis 2. Presentasi bokong kaki
3. Presentasi kaki
5. Diagnisis kerja Letak sungsang
6. Diagnosis Kehamilan letak muka
Banding
7. Pemeriksaan a. Ultrasonografi, diperlukan untuk :
penunjang  Konsultasi letak janin, bila pemeriksaan fisik tidak jelas.
 Menentukan letak plasenta.
 Menentukan kemungkinan cacat bawaan.
b. Foto rontgen (bila perlu ), untuk ;
 Menentukan posisi tungkai bawah.
 Konfirmasi letak janin serta fleksi kepala.
 Menentukan kemungkinan adanya kelainan bawaan anak.
8. Terapi Penanggulangan letak sunsang
A. Waktu Hamil (Antenatal)
1) Pada umur kehamilan 28-30 minggu, mencari kausa.
a. USG :
 Palesenta previa.
 Kelainan kongenital.
 Kehamilan ganda.
 Kelainan uterus.
b. Ukuran dan evaluasi panggul. Bila tidak
ditemukan kelainan, dilakukan perawatan
konservatif, dan rencana persalinan lebih agresif.
2) Dua hasil pemeriksaan USG tidak menemukan
kelainan, maka dilakukan :
a. Knee chest position.
b. Versi luar (bila tidak ada kontra indikasi0,
dilakukan pada umur kehamilan lebih atau sama
dengan 37 minggu.
3) Bila versi luar berhasil, kontrol 1 minggu lagi, dan
dikelola sebagai presentasi kepala.
4) Bila versi luar gagal, kontrol kembali 1 minggu,
dicoba versi luar sekali lagi.
B. Waktu Persalinan
1) Pada kasus dimana versi luar gagal/janin tetap letak
sunsang maka penatalaksanaan persalinan lebih
waspada.
2) Persalinan pervaginam diberi kesempatan asal tidak
ada hambatan pada pembukaan. Urutan cara.
persalinan ;

83
a. Usahakan spontan bracht.
b. Manual aid/lovset-maureceau.
c. Total ekstraksi (hams dipertimbangkan terlebih
dahulu).
3) Persalinan diakhiri dengan seksio sesaria bila :
a. Persalinan pervaginam diperkirakan sukar dan
berbahaya (disporporsi feto pelvik atau skor
Zachtuchni andrea kurang dari 3).

Skor Zachtuchnj Andro :

Parameter Nilai
0 1 2
Paritas Primi Multi
Pcrnah letak Funsang Tidak 1 kali 2 kali
PBB >3650 gr 3629-3176 >3176
Usia Kehamilan >39 mg 38 mng <37mgg
Station <-3 -y -1 atau>
Pembukaan serviks 2 cm 3 cm 4 cm
Syarat :

 ZA hanya berlaku untuk kehamilan atom atau pbb > 2300


gram.
 Skor kurang dari 3 persalinan perabdominal.
 Skor 4 pedu evaluasi lebih cermat.
 Skor 5 atau lebih persalinan pervaginam.

a. Tali pusat menumbung pada primi multigravida.


b. Didapatkan distosia.
c. Umur kehamilan ;
 Prematur (EFB W kurang dari 2.000 gr).
 Post date ( umur kehamilan lebih dari : 42 minggu).
d. Nilai anak 9 hanya sebagai pertimbangan). Riwayat
persalinan yang lalu
 BOH.
 HSVB.
e. Komplikasi kehamilan dan persalinan :
 Hipertensi dalam kehamilan.
 Ketuban pecah dini.
9. Edukasi 1. Melakukan antanetal ibu hamil dengan letak sunsang.
2. Mencegah terjadinya komplikasi ibu dan bayi.
3. Baik dengan penanganan yang tepat.
10. Prognosis Morbiditas dan mortalitas perslinan letak sungsang lebih berat
dibandingkan letak kepala.
11. Kepustakaan 1. Wiknjosastro H.Patologi Persalinan dan penanganannya
84
dalam ilmu Kebidanan, edisi ke-3:yayasan Bina Pustaka,
2002;607-622
2. Nugroho, http//:
www.geocities.com/yosemite/rapids/eklopt9.html Accessed
Oktober 29, 2007

MIOMA UTERI

1. Pengertian/ Tumor jinak yang struktur utamnya adalah otot polos rahim.
Definisi
2. Anamnesis Usia pasien
Riwayat menikah dan jumlah anak
Menyusui atau tidak
Riwayat pemakaian KB
Riwayat penyakit kelurga
Riwayat menstruasi ( jumlah banyak atau sedikit, siklus teratur
atau tidak, lama menstruasi nyeri atau tidak )
Riwayat keguguran berulang
Gejala-gejala penekanan (riwayat buang air besar, buang air
kecil, nyeri saat berhubungan suami istri )

85
3. Pemeriksaan Keadaan umum pasien
Fisik Tanda-tanda vital ; tekanan darah, temperatur tubuh, frekewnsi
pernapasan, nadi
Palpasi abdomen : ditemukan tumor di daerah atas pubis atau
abdomen bagian bawah dengan konsentensi padat kenyal,
berdungkul, tidak nyeri, berbatas jelas, mobil bila tidak ada
perlekatan
Pemeriksaan bimanual : tumor tersebut menyatu atau
berhubungan dengan rahim
4. Kriteria Anamnesis tentang keluhan dan riwayat penyakit (tergantung
Diagnosis lokasi dari mioma uteri dan degenerasi yang terjadi)
1. Mioma submokosa : dapat menyebabkan perdarahan yang
ireguler, infertilitas, dapat bertangkai dan keluar serviks
(myomgeburt)
2. Mioma intramural : sering diakitkan dengan penekanan
terhadap organ sekitar, obstruksi saluran cerna
3. Mioma subserosa : nyeri akibat torsi tangkai
Hasil pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan USG
Hasil pemeriksaan PA
5. Diagnosa Kerja Mioma uteri
6. Diagnosa Tumor solid ovarium
Banding Kehamilan
Adenomiosis
Kelainan bawaan rahim
Kanker korpus uteri
7. Pemeriksaan USG : dapat secara transvaginal maupun transabdominal
Penunjang menunjukkan gambaran : simetrikal, berbatas tugas, hypoechoic
dan degenerasi kistik menunjukkan anechoic. Dapat diketahui
ukuran , jumlah dan lokasi dari mioma.
Histeroskopi
Histo PA : berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti
konde/pusaran air (whorl like patern), dengan pseodocapsule yang
terdiri dari jaringan ikat longgar
8. Terapi Tergantung dari usia, paritas, kehamilan, konservasi fungsi
reproduksi, keadaan umum dan gejala yang ditimbulkan
Konservatif :
Wanita asimptomatis denagn ukuran uterus kurang dari 12 minggu,
wanita monaupause, umur <35 tahun dan masih menginginkan
anak (jika gagal pertimbangkan operasi). Bila dengan
keluhan/komplikasi perdarahan, dilakukan koreksi anemi dengan
trnfusi bila Hb<8 gr%.pemeriksaan berkala dilakukan 3-6 bulan
sekali.
Pengobatan konservatif terdiri dari :

86
Non hormonal
- Antifibrinoliytics pada myoma dengan disertai perdarahan hebat
- NSAIDs : mengurangi dismenore dan heavy menstrual
bleeding. Bekerja antagonis proglastandin
- Bila anemia dapat diberi tablet za besi tiap 8 jam/hari
- Pemberian kombinasi vitamin sehari 1 kali
- Makanan tinggi kalori tinggi protein (TKTP)
Hormonal terapi
- Progreston
- GnRHa selama 6 bulan terapi menurunkan volume uteri,
volume mioma, dan mengurangi perdarahan
Operatif :
Dilakukan pada : perdarahan uterus abnormal yang tidak respon
obat-obatan (tindakan konsertatif), kecurigaan tinggi terhadapa
adanya keganasan pelvic, pembesaran tumor pada wanita post
menopausal, gangguan kavitas endometrium atau obstruksi tuba
pada wanita infertile dan dengan keguguran berulang, nyeri dan
gejala-gejala penekanan yang mengganggu kehidupan sehari-hari
terjadi anemia kronis akibat perdarahan uterus yang berulang, pada
mioma dengan ukuran uterus lebih dari 12 minggu, usia lebih dari
3 tahun dengan jumlah anak lebih dari 2.
Dapat dilakukan :
- Abdominal miomektomi, hysteroscoopic miomektomi,
laparaskopi miomektomi : untuk mioma tipe subserosa
superfisial atau pendunculate
- Histerktomi : pada mioma yang lebih dari satu dan mengisi
seluruh cavum uterus atau mioma dengan adanya kemiripan
dengan malignansi
Pada usia lebih dari 45 tahun dikerjakan histerktomi + bilateral
salpingooforektomi
9. Edukasi Hindari obesitas dengan diet yang baik
Hindari konstrasepsi ber-estrogen bagi yang memilki riwayat
keluarga mioma uteri sebelumnya
Olahraga yang teratur
10. Prognosis Kekambuhan kembali mioma uteri selama 10 tahun pada wanita
yang telah melahirkan adalah 16%, sedangkan pada wanita yang
tidak melahirkan adalah 28%
Setelah pemeriksaan kembali selama 5 tahun, ditemukan 27%
mioma kambuh kembali pada wanita dengan riwayat pengangkatan
mioma tunggal dan sekitar 59% pada multiple mioma.

11. Kepustakaan Anwar M, dkk.2014.Ilmu kandungan. Edisi 3. Jakarta :P.T>bina


Pustaka Sarwono Prawirahardjo
Paraton H, dkk.2008.Pedoman diagnosis dan Terapi. Edisi 3,

87
surabaya :RSU dr Suetomo
Berek J.S, et al. 2012. Berek & Novak’s Gynecology. Fifteenth
edition. Philadelphia : Lippincott Williams & wilkins, A wolters
Kluwer Business.
Duham Nirmala. 2011. International Journal Of womens’s helath :
Current and emerging treatment for uterine myoama. India : dove
medical press.

PARTUS KASEP

1. Pengertia/Definis Partus kasep adalah suatu keadaan dimana persalinan mengalami


i kemacetan dan berlangsung lama sehingga menimbulkan
komplikasi baik pada ibu ataupun anaknya
2. Anamnesis Persalinan tidak mengalami kemajuan
3. Pemeriksaan 1) Komplikasi pada anak :
Fisik a. Kaput sulesedanium besar
b. Fetal distress
c. Kematian janin
2) Komplikasi pada ibu :
a. Vagina/vulva edema
b. Porsio edema
c. Ruptura uteri
d. Febris
e. Ketuban hijau

88
f. Dehidrasi
3) Tanda-tanda infekssi intrauterine :
Kriteria Gibbs : temperature reaksi lebih dan 37,8 0C disertai
dengan 2 atau lebih tanda-tanda berikut :
a. Maternal tachycardia (lebih dari 100 kali permenit)
b. Fetal tachycardia ( lebih dari 160 kalai permenit0
c. Uterine tenderness
d. Fold odour of amniofic fluid
e. Maternal leucocytosis ( lebih dari 15.000 eel/mm3)
4) Tanda-tanda ruptura uteri :
a. Perdarahan melalui OUE
b. His hilang
c. Bagian anak mudah teraba dari luar
d. VT : bagian terndah janin mudah didorong ke atas
e. Ribekan dapat meluas ke servik dan vagina
5) Tanda-tanda gawat janin :
a. Air ketuban bercampur mekonium
b. Denyut jantung janin bradikardia/takikardia/ireguler
c. Gerak anak berkurang
4. Kriteria Diagnosis ditegakkan berdasarkan ditemukannya partus lama yaitu
Diagnosis terdapat perpanjangan dari fase-fase persalinan ditambah dengan
gerak akibat dari partus lama yaitu :
1. Kelelahan ibu dan dehidrasi
2. Kaput suksedonium/vulva edema
3. Infeksi intra uterine
4. Ruptura uteri
5. Gawat janin
5. Diagnosi Kerja Partus kerja
6. Diagnosis 1. Partus lama oleh karena kelainan tenaga (power)
Banding 2. Partus lama oleh karena kelainan janin (passenger)
3. Partus lama oleh karena kelainan panggul (passage)
4. Partus lama oleh karena kelainan penolong (provider)
7. Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium
Penunjang
8. Terapi Penatalkasanaan :
1. Perbaikan keadaan umum ibu
a. Pasang infus dan kateter urine
b. Beri cairan kalori dan elektrolit
 Normal salin, 500 cc
 Dekalitrose 5-10%, 500 cc
c. Koreksi asam basa dengan pemeriksaan gas darah
d. Pemberian antibiotika berspektrum luas :
 Ampicillin 3 kali 1 gr/hari i.v dilanjutkan 4 kali
500 mg po selama 3 hari

89
 Metrodinazole 3x1 gr supositoria selama 5-7
hari
e. Pemberian obat 2 cc im
f. Terminasi kehamilan ;
Pengakhiran kehamilan tergantung syarat dan kontra
indikasi saat itu

9. Edukasi 1. Menginformasikan gejala dan tanda ibu hamil dengan


partus kasep
2. Menginformasikan gejala dan tanda gawat janin
10. Prognosis Baik dengan penanganan yang tepat
11. Kepustakaan 1. Partus kasep, standar pelayanan medik SMF Obstersi dan
Ginekologi RSU Mataram 2001, hal 19-20
2. Patologi persalinan dan penangananya, dalam :
Wiknojosastro H, saefuddin A, Rachimhadhi R (eds) , ilmu
kebidanan, edisi ketiga, Jakarta, yayasan Bina pustka Sarwono
Prawirahardjo, 2002 hal 587-637

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL (PUD)

1. Pengertian/ Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah perdarahan


Definisi abnormal yang terjadi di dalam atau di luar siklus haid, oleh
karena gangguan mekanisme kerja poros hipotalamus-hiposis-
ovariura-endometrium tanpa disertai kelainan organik baik dari
genital maupun ekstragenal.
Perdarahan abnormal dari uterus (lamanya, frekuensi, jumlah)
yang terjadi di dalam dan di luar siklus haid, kehamilan tanpa
kelainan organik dan hematologi, merupakan kelainan
hipotalamus hipofise ovarium.
2. Anamnesis a. Anamnesa yang cermat sangat penting
b. Tanyakan usia menarche, siklus haid setelah menarche,
lama dan jumlah darah haid, latar belakang keluarga dan
latar belakang emostonalnya
3. Pemeriksaan Fisik 1. Status present
2. Status general
3. Status ginekologi

90
4. Kriteria Diagnosis 1. Pasien mengalami gangguan menstruasi dan perdarahan
yang menyerupai menstruasi pada interval siklus menstruasi
normal
2. Menstruasi tidak teratur sejak menars biasanya ditemukan
syndrome polihistik ovarium dengan / tanpa hirsutisme,
hiperinsulinemia, dan obesitas
3. Kebanyakan pasien PUD adalah anak remaja atau wanita
berusia lebih dari 40 tahun
4. Pasien dengan kelainan enzim adrenal hiperprolaktinemia
penyakit tiroid, gangguan metabolik lainnya juga dapat
menyebabkan perdarahan onovulasi
5. Diagnosis Kerja Perdarahan uterus disfungsional dan anemia gravis
6. Diagnosis Semua perdarahan yang dapat menimbulakan perdarahan abnormal
Banding dari uterus.

7. Pemeriksaan a. Pemeriksaan umum untuk mengetahui kemungkinan adanya


Penunjang kelainan yang menjdi penyebab perdarahan
b. Pada gadis tidak dilakukan kuretase
c. Pada wanita yang sudah menikah, sebaiknya dilakukan
kuretase untuk menegakkan diagnosis
d. Pada pemeriksaan histopatologi, biasanya didapatkan
endometrium yang hipepteplasi
8. Terapi 1. Terjadinya perdarahan vagina yang tidak normal (lamanya,
frekuensi dan jumlah darah ) dan yang terjadi didalam dan
di luar siklus haid
2. Tidak diketemukan kelainan organik maupun kelainan
hematologi 9faktor pembekuan)
3. Hanya ditemukan kelainan fungsi poros hipotalamus,
hipofise, ovarium, dan organ endometrium
4. Usia terjadinya
Periminache ( usia 8-16 tahun)
Masa reproduksi (usia 16-35 tahun)
Perimenopause ( usia 35-65 tahun)
Terapi operatif
Dilatasi dan kuretase
Pengobatan hormonal :
- PUD ovulasi :
Perdarahan pertengahan siklus ; estrogen 0,625-1,25 mg
Perdarahan bercak pra haid : progestron 5-10 mg hari ke 17-
26 siklus
Perdarahan pasca haid : estrogen 0,625-1,25 mg hari ke 2-7
siklus
Polimenore : progreston 10 mg hari ke 18-25 siklus
- PUD adan Ovulasi

91
Mengehntikan perdarahan segera
Kuret medisinalis ;
Estrogen selama 20 hari diikuti progreston selama 5 hari pil KB
kombinasi 2x1 tab, 2-3 hari diteruskan 1x1 tablet 21 hari
Progreston 10-20 mg selama 7-10 hari
Setelah darah berhenti atur siklus
- Dengan E+P selama 3 siklus
- Pengobatan sesuai kelainan
Anovulasi-stimulasi CC
Hiperprolaktin-bromokriptin
Polistik ovarii-kortikosteroid melanjutkan stimulasi CC
Perdarahan banyak, anemia (PUD berat)
- Estrogen konyugasi 25 mg intra vena diulang tiap3 -4 jam
atau
- Progreston 100 mg (etinodiol asetat,DMPA)
Setelah darah berhenti, atur haid
- Dengan kombinasi estrogen 20 hari dan diikuti progestron 5
hari
Setelah 3 bulan pengobatan disesuaikan dengan kelainan
hormonal
9. Edukasi KIE pasien dan keluarga
10. Prognosis Dubius ad bonam
11. Kepustakaan 1. Pedomana Diagnosis-Terapi Dan Bagian Alur Pelayanan
Pasien, Lab/SMF Obstresi Dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana RS Singlah Denpasar,
2003.
2. Ali Bazaid, Gangguan Haid, endrokonologi ginekologi,
edisi kedua, media aesculapius FKUI, 2003
3. Govan ADT, et all.dysfuncional uterine bleeding,
gyanacelogy illustrated, 4 th edition, Churchill livingstone,
1993.

92
PERSALINAN DENGAN ANEMIA

1. Pengertian - Kondisi ibu dengan kadar Hb <11,00gr%. Pada trimester I


dan III atau kadar Hb<10,50 gr% pada trimester II. Karena
ada perbedaan dengan kondisi wanita tidak hamil karena
hemodilusi terutama terjadi pada trimester II
2. Anamnesis - Menanyakan umur ibu : <20 tahun atau >35 tahun
- Keluhan ibu mengatakan ;
1. Badan lemah
2. Sering mengantuk
3. Sering pusing
4. Cepat lelah
5. Sering sakit kepala
- Riwayat menstruasi, siklus dan banyaknya
- Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu, seperti paritas
jarak yang terlalu dekat dengan komplikasi yang lalu
- Riwayat ANC
- Pola kegiatan sehari-hari, seperti kurangnya asupan nutrisi
- Riwayat kesehatan seperti TBC, malaria atau cacing. Dan
riwayat keluarga yang menderita kelainan darah

93
- Riwayat sosial ekonomi
- Kultural pengaruh budaya
3. Pemeriksaan - Takikardi, takipnea, dan tekanan nadi yang melebar
Fisik merupakan mekanisme kompensasi untuk meningkatkan
aliran darah dan pengangkutan oksigen ke organ utama.
Ikterus dapat dilihat pada anemia hemolitik. Gambaran fisik
lain yang menyertai anemia berat meliputi kardiomegali,
bising, hepatomegali dan splenomegali
4. Kriteria - Terdapat tanda-tanda akan terjadi persalinan
Diagnosis - Dengan anamnesa berupa keluhan seperti diatas
- Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya anemia
- Pemeriksaan penunjang
Pada ibu dengan anemia, saat dilakukan tes laboratorium atau
dengan menggunakan Hb sahli, didapatkan hasil sebagai salah
satu dibawah ini :
1. Ringan, bila HB 8,00 gr%-10,50 gr%
2. Sedang, bila Hb 6,00 gr%-7,90 gr%
3. Berat, bila Hb< 6,00 gr%
5. Diagnosis - Persalinan dengan anemia
Kerja
6. Diagnosis - Infeksi
Banding - Gangguan HIS, kekuatan waktu mengejan
- Kala 1 lama
- Kala 2 lama
- Retensio plasenta atau perndarahan post partum karena atonia
uteri
7. Pemeriksaan - Tes laboratorium
penunjang Hitung sel darah merah dan asupan darah ; untuk tujuan
praktis maka anemia selama kehamilan dapat didefinisikan
sebagai Hb <10,00 atau 11,00 gr% dan hemotrokit <30,00-
33,00%
Asupan darah tepi memberikan evaluasi morfologi, eritrosit,
hitung jenis leukosit dan perkiraan kekutan trombosit
8. Terapi - Memberikan inform choise tentang pendamping apakah
suami, ibu atau teman ibu dan posisi apakah jalan-jalan,
miring kiri, atau duduk serta inform consen tentang
pemasangan infus dan tranfusi darah
- Memberikan ibu nutrisi yang mengandung banyak zat besi
yaitu jus tomat atau air teh untuk menambah tenaga ibu
- Menganjurkan ibu untuk eliminasi (BAB dan BAK) apabila
merasa ingin BAB atau BAK, jangan menahan-nahannya
karena dapat menghambat penurunan kepala janin
- Menganjurkan ibu istirahat ketika tidak ada kontraksi, dan
jangan terlalu lama berjalan-jalan karena dapat membuat ibu

94
semakin lelah, ibu dapat istirahat dengan miring ke arah kiri
- Melakukan pemantauan kala I yaitu dengan menilai DJJ,
kontraksi, dan nadi setiap ½ jam pada fase aktif dan setiap 1
jam pada fase laten. Menilai ketuban, molase, pembukaan,
penurunan, TD setiap 2 jam pada fase aktif dan setiap 4 jam
pada fase laten
- Memberitahu ibu tanda-tanda bahaya kepada ibu yaitu :
1. Sakit kepala yang luar biasa
2. Penglihatan tiba-tiba menjadi kabur
3. Nyeri perut bagian bawah yang hebat
4. Pendarahan
- Melakukan pemasangan infus ( RL) agar dapat menambah
cairan ibu sehingga ibu tidak terlalu kelelahan dan juga dapat
mencegah terjadinya perdarahan
- Melakukan tranfusi darah kepada ibu guru agar dapat
menambah darah ibu
- Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG tentang rencana
persalinan
- Mempersiapkan peralatan untuk persalinan seperti partus set,
hetaing set, larutan clorin, larutan DTT, alat vakum, pakaian
ibu dan bayi
9. Edukasi - Menjelaskan kepada pasien tentang kondisi ibu dan janin
- Menjelaskan faktor resiko dan tindakan yang akan dilakukan
10. Prognosis - Di tentukan oleh kecamatan penolong untuk mendiganosa dan
menangani permasalahan
11. Kepestukaan - Wiknojosastro, H. 2010 Ilmu Kebidanan. Jakarta : yayasan
bina pustaka sarwono prawirahardjo
- http://desifebrina.blogspot.com/2011/10/manajemen-anemia-
persalinan.html
- http://anandaditabidanasik.blogspot.com/2013/04/asuhan-
kebidanan-dengan-anemia.html

95
PERSALINAN DENGAN DHF

1. Pengertian/ Penyakit infeksi yang disebabkan virus dengue dengan jalur


Definisi transmisi melalui gigitan nyamuk aedes aegypty. Pada pasien
hamil dengan resiko tinggi perdarahan (misalnya plasenta previa)
dan anemia post partum
Sampai saat ini tidak ada kepustkaan yang menjelaskan secara
spesifik hubungan antara kehamilan dengan demam dengue.
Namun bila dijumpai pasien hamil yang menunjukkan gejala-
gejala demam dengue, pengobatannya sama seperti emam dengue
tanpa kehamilan
2. Anamnesa - Riwayat demam tinggi 5-7 hari
- Mual muntah
- Perdarahan gusi dan mimisan
- Nyeri otot, tulang sendi
- Sakit kepala
3. Pemeriksaan - Didapatkan perdarahan dibawah kulit (petechie) test torniquet
Fisik (+)
- Pembesaran hati. Limfa dan kelenjar getah bening
4. Kriteria - Nyeri kepala hebat
Diagnosis - Nyeri belakang mata
- Myalgia berat

96
- Atralgia
- Rash khas
- Manifestasi perdarahan
- Lekopenia
- Trombositopenia
- Hematokrit meningkat >25%
Kalsifikasi DHF :
a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji
turniket positif, trombosittopenidan hemokonsentrasi
b. Derajat II
Manifestasi klinisk disertai perdarahan spontan di bawah kulit
seperti peteki, hematoma, dan perdarahan dari tempat lain
c. Derajat III
Manifestasi klinis disertai kegagalan sistem sirkulasi seperti
nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang
lembab, dingin dan gelisah
d. Derajat IV
Manifestasi klinik ditambah dengan ditemukan manifestasi
rejatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi
tak teraba
5. Diagnosis - Demam cikungunya
Banding - Campak
- Demam thifoid
- Malaria
6. Pemeriksaan - Hb, Hct, Trombosit, leukosit, USG
Penunjang
7. Terapi 1. Tidak ada pengobatan spesifik untuk DHF karena virus ini
self limited, pengobatan dengue fiver yang tanpa komplikasi
adalah dengan terapi suportif dan meliputi penghilang rasa
nyeri, penurunan temperatur tubuh, tirah baring dan
pemberian cairan
2. Konsultasi ke bagian penyakit dalam penanganan persalinan
sesuai indikasi obstresi
8. Edukassi Edukasi kalau demam lebih dari 3 hari segera pemeriksaan diri ke
klinik atau ke rumah sakit
9. Prognosis Dubius et bonam
10. Kepustakaan http://www.ijammeru.blog.com/makalah ibu hamil dengan infeksi
dhf/htm (2011).

97
PERSALINAN DENGAN GAWAT JANIN

1. Pengertian - Persalinan dengan reaksi janin tidak memperoleh oksigen


yang adekuat
2. Anamnesis - Tanyakan umur kehamilan
- Tanyakan apakah masih merasakan gerak janin
- Menanyakan apakah sudah keluar cairan, warna dan bau
- Menanyakan berapa lama kontraksi dan pertama kali muncul
kontraksi
- Riwayat perdarahan dan infeksi
- Riwayat ibu dengan diabetes
- Posterem dan preklamsia
3. Pemeriksaan - Berkurangnya gerak janin
Fisik
4. Kriteria - DJJ tidak teratur/ireguler ( yang terjadi di luar HIS atau
Diagnosa menetap setalah HIS
- DJJ>160 kali/menit (tanpa takikardi ibu) atau <120 kali/menit
(yang terjadi di luar HIS dan atau menetap setelah HIS)
- Berkurangnya gerakan janin (kurang dari 10 kali/12 jam
- Keluar mekonium kental pada awal persalinan atau air
ketuban yang berwarna kehijauan karena bercampur
mekonium
5. Diagnosis - Gawat janin
kerja
98
6. Diagnosis - Gerak janin menghilang
banding - Kematian janin
7. Pemeriksaan - Non stress tes (NST)
penunjang
8. Terapi - Resusitasi intauterin yang terdiri atas
1. Posisikan ibu di miringkan ke sebelah kiri
2. Oksigen O2 6-8 liter/menit
3. Pemasangan infus i liter RL dengan kecepatan yang di
naikkan
4. Hentikan pemberian oksitosin (jika sedang diberikan)
- Jika DJJ tetap abnormal atau jika terdapat tanda-tanda lain
gawat janin (mekonium kental pada cairan amnion)
- Rencanakan persalinan dengan ekstraksi vakum cunam, atau
seksio sesarea
- Siapkan segera resusitasi neonatus
9. Edukasi - Menjelaskan kepada pasien tentang kondisi ibu dan janin
- Menjelaskan faktor resiko dan tindakan yang akan di lakukan
-
10. Prognosis - Ditentukan oleh kecermatan penolong untuk mendiagnosa dan
menagani permasalahan
11. Kepustakaan - https;//www.goegle.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact+
8&ved=0CB8QFjAAahUKEwi-se-
2ufLGAhWKkx4KHQ8TDR4&url=http%3A%2F
%2Frepository.usu.ac.id%2Fbistream
%2F123456789%2F27190%2F4%2Fchapter
%2520II.pdf&ei=6n6xVb-UN4qneo-mtPAB
&usg=AFQjCNFpgD8SvB916H-
qlhEnrLmWGtTriQ&bvm+bv.98476267,d.dmo
- medical review obsetri edisi 2 / januari 2015
- wiknojosastro, H.2010 ilmu kebidanan. Jakarta : yayasan bina
pustaka sarwono prawirahardjo.

99
PERSALINAN DENGAN LMR

1. Pengertian Kehamilan yang disertai seksio sesaria sekali/lebih atau pasca


miomektomi/kornuektomi pada kehamilan sebelumnya
2. Indikasi Perhatian perencanaan persalinan pada gemeli, makrosomia,
jarak antara kehamilan >18 bulan
3. Kontra Indikasi 1. Riwayat insisi klasik atau insisi T
2. Riwayat bekas ruptur uteri
3. Komplikasi medis atau obstresi yang tidak memungkinkan
lahir pervaginam
4. Riwayat SC lebih dari 2 kali
4. Persiapan Persiapan :
 Inform cosent
 Diskusikan resiko yang mungkin terjadi
 Keuntungan dan kerugiannya
 Informasi mengenai operasi terdahulu, jumlah, indikasi,
komplikasi operasi, bila perlu lihat catatan medisnya
 Tentukan adanya penyulit seperti makrosomia, kelainan
letak, plasenta pervia, gemeli
 Dilakukan pengukuran ketebalan SBR, aman bila ketebalan
SBR>3 mm
 Memenuhi syarat-syarat persalinan pada LMR
Syarat-syarat persalinan pada LMR
 Riwayat satu kali operasi SC dengan insisi di SBR (LSCS)

100
 Panggul adekuat
 Tidak ada bekas scars yang lain atau bekas ruptur
 Dokter dan petugas medis ada ditempat selama fase aktif,
dan dapat melakukan monitoring dan SC emergency dalam
waktu 30 menit
5. Prosedur Tindakan Kala satu :
 Inform consent
 Pasang infus dengan canula 16 terpasang sejak fase aktif
 Siapkan darah
 Monitoring ketat keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda
vital, diuresis, denyut jantung janin, HIS dan kemajuan
persalinan
 Kelola sesuai dengan kurve friedman
Kala dua :
Kala II dianggap memajang bila sudah mengedan aktif selama 1
jam 30 menit untuk pasien yang belum pernah partus pervaginam,
maka dapat dilakukan SC emergency
6. Pasca Tindakan  Menilai keadaan umum, tanda-tanda vital, perdarahan, HIS,
dan urin sampai 2 jam post partum
 Bila keadaan umum baik, memindahkan pasien ke ruang
perawatan
7. Medikasi 1. Berikan antibiotik
2. Uterotonika
3. Roboransia
8. Edukasi KIE : pasien dan keluarga
9. Prognosis Dubia
10. Kepustakaan 1. Cunningham, et al. Obstetri wiliams, jakarta, EGC. 2013
2. Prosedur tetap bagian/SMF obstetri dan ginekologi FK
UNUD/RS Sanglah Denpasar, 2004.

101
PERSALINAN DENGAN INDUKSI

1. Pengertian Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses


persalinan, yaitu dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian
distimulasi menjadi ada dengan menumbulkan mula/his. Cara
dilakukan sebgai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi
dari rahim secara normal
2. Indikasi - Ketuban pecah dini
- Kehamilan lewat waktu
- Oligohidraniom
- Korioamnionitis
- PEB
- Pertumbuhan janin terhambat
- IUFD
- Isufisiensi plasenta
- Perdarahan antepartum
3. Kontra Kelainan letak, plasenta pervia, bekas sectio caesaria, CPD, gameli,
Indikasi polihidramnion, gawat janin, vase pervia, hidrosevalus, infeksi
herpes genital aktif.
4. Persiapan  Inform consent
 Sebelum dimulai, pastikan apakah tidak ada kontraindikasi
 Lebih baik bila skor pelvik lebih dari 5 ( bishop’s score)
5. Prosedur 1. Oksitosin 2,5 mg unit dalam 500 cc dextrose (atau garam
Tindakan fisiologik) mulai dengan 10 tetes per menit
2. Naikkan kecepatan infus 10 tetes/menit tiap 30 menit sampai
kontraksi adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lebih dari 40
detik) dan pertahankan sampai terjadi kelahiran

102
3. Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat setelah infus
oksitosin mencapai 60 tetes per menit
4. Naikan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml
dextrose atau garam fisiologik dan sesuaikan kecepatan infus
sampai 30 tetes permenit
5. Naikkan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap 30 menit
sampai kontraksi adekuat atau setelah infus mencapai 60
tetes per menit
6. Jika masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat dengan
kontraksi yang lebih tinggi
7. Pada multigravida, indikasi dianggap gagal, lakukan seksio
sesarea
8. Pada primigravida infus oksitosin bisa dinaikkan
konsentrasintya menjadi 10 unit dalam 500 dexstrose 5%
atau garam fisiologik 30 tetes per menit
9. Naikkan 10 tetes/menit sampai kontraksi adekuat
10. Jika kontrasi tetap tidak adekuat setelah 60 tetes per menit,
lakukan seksio sesarea
11. Jangan berikan oksitosin 10 unit dalam 500 cc pada
multigravida dan pada bekas seksio secarea
12. Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi lebih dari 60
detik) atau lebih dari 4 kali kontraksi dalam 10
menit,hentikan infus dan kurangi hiperstimulasi dengan ;
a. Terbutalin250 mcg i.v pelan-pelan selama 5 menit, atau
b. Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan garam fisiologik
atau ringer laktat 10 tetes permenit
6. Pasca Pantau keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital dan diuresis
Tindakan
7. Edukasi KIE : ibu dan keluarga pasien
8. Prognosis Dubia
9. Kepustakaan 1. Cunningham, et al. Obstetri williams, jakarta, EGC, 2013
2. Prosedur tetap bagian/SMF obstetri dan ginekologi FK
UNUD/RS Sanglah Denpasar, 2004.

103
PLASENTA MANUAL

1. Pengertian/ Tindakan untuk melepas plasenta secara manual dari tempat


Definisi implantasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari
kavum uteri. Arti dari manual adalah dengan melakukan tindakan
invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan
langsung kedalam kavum uteri
2. Indikasi Retensio plasenta/plasenta adhvesia
3. Kontra  Plasenta inkerta
Indikasi  Palsenta perkerta
4. Prosedur a. Persetujuan tindakan medis
Tindakan b. Persipan
 Pasang set dan cairan infus (NaCl 0,9 % dan RL)
 Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan
 Lakukan anestesi verbal
 Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi
c. Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri’
1. Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong
2. Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari
vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai
3. Secara obstetrik, masukkan tangan lainnya, (punggung
tangan menghadap kebawah) ke dalam vagina dengan
menelusuri sisi bawah tali pusat
4. Setlah mencapai bukaan serviks, minta seorang
asisten/penolong lain untuk memegang klem tali pusat
kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus
uteri
5. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan

104
kedalam hingga ke kavum uteri sehingga mencapai
tempat implantasi plasenta
6. Bentangkan tangan penolong persalinan menjadi datar
seperti memberi saham (ibu jari merapat ke jari telunjuk
dan jari-jari saling merapat)
d. Melepas plasenta dari dinding uterus
7. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta
paling bawah
 Bila plasenta berimplantasi di korpuus belakang,
tali pusat tetap disebelah atas dan sisipkan ujung
jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding
uterus dimana punggung tangan menghadap ke
bawah (posterior ibu)
 Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke
sebelah atas tali pusat dan sisipkan ujung jari-jari
tangan diantara plasenta dan dinding uterus
dimana punggung tangan menghadap ke atas
(anterior ibu)
8. Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan
dinding uterus maka perluas pelepasan plasenta dengan
jalan menggeser tangan kanan dan kiri sambil
digeserkan ke atas (kranial ibu) hingga semua perlekatan
plasenta terlepas dari dinding uterus
 Bila tepi plasenta tidak teraba atau palsenta
berada pada dataran yang sma tinggi dengan
dinding uterus maka hentikan upaya plasenta
manual karena hal itu menunjukkan plasenta
inkreta (tertanam dalam miometrium)
 Bila hanya sebagian dari implantasi plasenta
dapat dilepaskan dan bagian lainnya melekat erat
maka hentikan pada plasenta manual karena hal
tersebut adalah plasenta akreta
e. Mengeluarkan plasenta
9. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri,
lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa plasenta
yang tertinggal
10. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis
(tahan segmen bawah uterus) kemudian instruksikan
asisten penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan
dalam membawa plasenta keluar (hindari terjadinya
percikan darah)
11. Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan
suparasimfisis) uterus ke arah dorso-kranial setelah

105
plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam
wadah yang telah disediakan
f. Pencegahan infeksi pasca tindakan
12. Dekontaminasi sarung tangan ( sebelum dilepaskan )
dan peralatan lain yang digunakan.
13. Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan
lainnya di dalam laritan clorin 0,5% selama 10 menit
14. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
15. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering
g. Rangsangan taktil (masase) fundus uteri
Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus
uterus :
1. Letakkan telapak tangan fundus uteri
2. Jelaskan tindakan kepada ibu, katakan bahwa ibu
mungkin merasa agak tidak nyaman karena tindakan
yang diberikan, anjurkan ibu untuk menarik nafas dalam
dan perlahan serta rileks
3. Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan
arah memutar pada fundus uteri supaya uterus
berkontraksi dalam waktu 15 menit, dilakukan
penatalaksanaan atonia uteri
4. Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan
keduanya lengkap dan utuh
 Periksa plasenta sisi maternal (yang melakat
pada dinding uterus) untuk memastikan bahwa
semuanya lengkap dan utuh (tidak ada bagian
yang hilang)
 Pasangkan bagian-bagian plasenta yang robek
atau terpisah untuk memastikan tidak ada bagian
yang hilang
 Periksa plasenta sisi foetal (yang menghadap ke
bayi) untuk memastikan tidak adanya
kemungkinan lobus tambahan (suksenturiata)
 Evaluasi selaput untuk memastikan
kelengkapannya
5. Periksa kembali uterus setelah satu hingga dua menit
untuk memastikan uterus berkontraksi. Jika uterus masih
belum berkontrasi baik, ulangi masase fundus uteri.
Ajarkan ibu dan kelurga cara melakukan masase uterus
sehingga mampu untuk segera mengetahui jika uterus
tidak berkontrasi baik
6. Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam
pertama pascapersalinan, setiap 30 menit selama satu

106
jam kedua pascapersalinan
5. Pasca  Memantau KU dan TTV
Tindakan  Memindahkan ibu ke ruang pemulihan atau rawat gabung
 Memantau perdarahan dan kontraksi uterus
6. Edukasi Memberitahu pasien cara mamase uterus, mengenal kontraksi
uterus yang baik, dan meminum obat secara teratur
7. Prognosis Baik dengan penanganan yang tepat
8. Kepustakaan 1. Sarwono, pelayanan kesehatan maternal dan neonatal,
jakarta : yayasan bina pustaka, 2006, hal 511-514
2. Dapartemen kesehatan republik indonesia, jaringan nasional
pelatihan klinik-asuhan persalinan normal, jakarta, 2008 hal
100-103.

PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)

1. Pengertian - Persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20-37


minggu dihitung dari hari pertama menstruasi terakhir
2. Anamnesis - Tanyakan umur kehamilan
- Menanyakan apakah ada kontraksi uterus yang teratur
- Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai
kaku menstruasi
- Apakah mengeluarkan lendir mungkin bercampur darah
- Ibu dengan riwayat DM, hipertensi, pre eklampsia, ISK
- Riwayat partus preterm atau abortus berulang, gemeli,
pemakaian obat narkotik, merokok, kelainan imun/resus
- Riwayat trauma
3. Pemeriksaan - Pemeriksaan dalam menunjukkan serviks telah mendatar
Fisik 50-80% atau telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm
- Presentasi janin rendah sampai spina isiadika
4. Kriteria - Usia kehamilan antara umur 20-37 minggu atau antara 140-
Diagnosis 259 hari
- Kontraksi uterus (his) teratur. Yaitu kontraksi yang
berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali
dalam 10 menit
- Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai
rasa kaku menstruasi, rasa tekan intrapelvik dan nyeri pada
panggung bawah (low back pain)
- Mengeluarkan lendir pervaginam atau mungkin bercampur
darah
- Pemeriksaan dalam menunjukkan serviks 50-80% atau
adanya pembukaan sedikitnya 2 cm
- Selaput amnion sering kali sudah pecah
- Presentasi janin rendah, sampai spina isiadika

107
5. Diagnosa - Partus prematurus imminens
Kerja
6. Diagnosa - KPD
Banding
7. Pemeriksaan - Laboratorium
Penunjang 1. Pemeriksaan kultur urine
2. Pemeriksaan gas dan PH janin
3. Pemeriksaan darah tepi ibu
4. Jumlah leukosit
- Pemeriksaan ultrasonografi
8. Terapi - Segera lakukan penilaian tentang
1. Usia gestasi (untuk prognosis)
2. Demam ada/tidak
3. Kondisi janin (jumlah, letak, TB) hidup /gawat
janin/mati atau kelainan kongenital dll
4. Letak plasenta : perlukah SC
5. Kesiapan untuk menangani bayi prematur
- Tentukan kemungkinan penanganan selanjutnya (ada
3)
1. Pertahankan janin hingga kelahiran aterm
2. Tunda persalinan 2-3 hari untuk memberikan obat
pematangan paru janin
3. Biarkan terjadi persalinan (gagal konservatif)
- Penatalaksanaan belum dalam persalinan
1. Bedrest
2. Deteksi dan management faktor resiko
3. Tokolitik
Tokolitik menghambat proses persalinan preterm :
1. Kalsium antagonis ; nefedipine 10 mg/oral diulang 2-3
kali/jam
2. Obat B-mimetik : terbutalin, ritrodin, isoksuprin dan
salbutamol
3. MgSO4 (20 gr MgSO4 20% dalam 500 ml D5% mulai 13
tpm di naikkan setiap 10 menit 6 tpm sampai dengan max
25 tpm. Di pertahankan 12 jam kemudian di turunkan 3
tpm setiap 30 menit sampai dengan 13 tpm.
Dipertahankan 24 jam).
Pematangan paru janin dengan kortikosteroid :
1. Betametason 2x12mg/IM/24 jam
2. Deksametason 4x6 mg/IM/12 jam
Bila perlu diberikan antibiotik :
1. Eritromisin 3x 500mg selama 3 hari
2. Ampisilin 3x500 mg selama 3 hari

108
9. Edukasi - Menginformasikan tindakan yang akan kita lakukan dan
menjelaskan resiko pada kehamilan
10. Prognosis - Pada pusat pelayanan yang maju dengan fasilitas yang
optimal, bayi yang lahir dengan berat 2.000 sampai 2.500
gram mempunyai harapan hidup lebih dari 97 persen. 1.500
sampai 2.000 gram lebih dari 90 persen. Dan 1.000 sampai
1500 gram sebesar 65-80 persen
11. Kepustakaan - http://apriliamega94.blogspot.com/2012/05/partus-
prematurus-iminen.html
- http://www.academia.edu/11676675/PARTUS-
PREMATURUS_IMMINENS
- Wiknojosastro, H. 2010 Ilmu kebidanan . Jakarta :yayasan
bina pustaka sarwono prawirahardjo
- Medical review obsetri edisi 2/januari 2015

109
PREEKLAMPSIA BERAT DAN EKLAMPSIA

1. Pengertian Hipertensi :
Tekanan darah sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg atau 90
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam
pada wanita yang sebelumnya normotens. Derajat hipertensi
berdasarkan tekanan darah diastolik pada saat datang.
Hipertensi berat :
Peningkatan tekanan darah sekurang-sekurangnya 160 mmHg
sistolik atau 110 mmHg diastolik
Pre eklampsia berat :
Suatu sindrom klink dalam kehamilan viable diatas 20 minggu
yang disertai hipertensi berat dan protiunuria
Eklampsia :
Preeklampsia disertai penurunan kesadaran, kejang sampai
koma yang sifatnya mendadak dan tidak ada kelainan
neurologik sebelumnya
2. Anamnesis 1. Usia >40 tahun
2. Nulipara
3. Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
4. Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
5. Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau
lebih
6. Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
7. Kehamilan mutipel
8. Insulin dependent diabetes melitus
9. Hipertensi kronik
10. Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg
11. Penyakit ginjal
12. Sindrom antifosfolipid (APS)
13. Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau
emberio
14. Obesitas sebelum hamil

110
3. Pemeriksaan  Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg dengan atau tanpa
Fisik Dan odema tungkai
Laboratorium  Proteinuria ≥+2 dipstik atau ≥5gr/24 jam
4. Kriteria Preeklampsia berat ditegakkan bila ditemukan keadaan hipertensi
Diagnosis berat/hipertensi urgensi (TD ≥160/110 mmHg) dengan proteinuria
berat (≥ 5 gr/24 jam atau ≥+2 dipstik), atau disertai keterlibatan
organ lain

Kriteria preeklampsia berat (preeklampsia dengan minimal satu


gejala dibawah ini)
1. TD ≥160/110 mmHg
2. Proteinuria ≥5gr/24 jam atau ≥+2 dipstik
3. Ada keterlibatan organ lain :
 Hematologi : trombositopenia (<100.000/ul)
hemolysis mikroangiopati
 Hepar : peningkatan SGOT dan SGPT, nyeri
epigastrik atau kuadran kanan atas
 Neurologis ; sakit kepala presisten, skotoma
penglihatan
 Janin : pertumbuhan janin terhambat,
oligohidraniom
 Paru : edema paru dan / atau gagal jantung
kongestif
 Ginjal : oliguria (≤ 500 ml/24 jam), kreatanin ≥ 1,2
mg/dl
Eklampsia : preeklampsia apabila disertai kejang, penurunan
kesadaran atau koma
5. Diagnosis Eklampsia
Kerja
6. Diagnosis  Hipertensi kronik
Banding  Penyakit ginjal
 Kelainan neurologik (epilepsi)
7. Pemeriksaan Darah rutin, SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, urinalisa, fungsi
Penunjang koagulasi, kardiotografi dan foto thoraks
8. Terapi 1. Baringkan ibu pada sisi kiri
2. Berikan oksigen 4-6 liter/menit melalui suungkup atau
kanula
3. Pasang infus intravena dengan menggunakan larutan
ringer laktat atau glukosa 5%
4. Berikan 4 gr MgSO4 (10 ml) larutan 40 % IV secara
perlahan-lahan selama 5 menit
5. Segera dilanjutkan dengan 6 gr MgSO4 40 % (15 ml)
dengan larutan ringer asetat/ringer laktat selama 6 jam

111
yang diberikan sampai 24 jam post partum
6. Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO 4
(40%) 2 gr IV selama 5 menit
7. Berikan nifedipin 5-10 mg oral yang dapat diulang setiap 8
jam atau metildopa 250-500 mg per oral 2 atau 3 kali
perhari dengan dosis maksimum 3 gr perhari
8. Pantau kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi
nafas pada ibu setiap 30 menit, dan produksi urin setiap 2
jam
9. Pantau DJJ setiap 30 menit
10. Pasang kateter urin untuk memantau produksi urin
11. Bila terjadi henti nafas, segera bebaskan jalan nafas dan
berikan kalsium glukonat 1 gr (10 ml dari larutan 10 %)
melalui suntikan intravena perlahan-lahan sampai terjadi
pernapasan spontan kembali
12. Pengobatan DIAZEPAM untuk pencegahan kejang
apabila tidak tersedia magnesium sulfat ;
1. Berikan 10 mg diazepam secara intravena perlahan-
lahan selama 2 menit
2. Apabila kejang berulang, berikan suntikan ulang dosis
awal diazepam
3. Selanjutnya diazepam injeksi 40 mg dalam 500 ml
cairan infus (NaCl 0,9% atau renger laktat), dengan 15
tetes/menit
4. Dapat terjadi depresi pernapasan pada dosis melebihi
30 mg dalam 1 jam, harus dilakukan pembebasan jalan
napas
Persalinan ;
 Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24
jam, sedangkan pada eklapsia dalam 6 jam sejak gejala
eklampsia timbul
 Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi
selama 12 jam (pada eklampsia), lakukan seksio sesarea
 Jika servik telah mengalami pematangan, lakukan induksi
dengan oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml dekstrose 10
tetes/menit atau dengan cara pemberian
protasglandin/misoprostal
9. Edukasi KIE : pasien dan keluarga
10. Prognosis Dubia
11. Kepustakaan 1. Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emegensi Dasar, JNP-
KR, Jakarta, 2008
2. Cunningham, Et Al.Obstetri Williams, Jakarta, EGC,
2013.

112
RAWAT GABUNG

1. Pengertian Membiarkan ibu dan bayinya bersama terus-menerus


2. Indikasi  Bayi normal, tidak mempunyai cacat bawaan berat
 Nilai APGAR menit kelima lebih dari 7
 Keadaan stabil
 Berat badan lahir > 2500-4000 gr
 Umur kehamilan 37-42 minggu
 Tak ada faktor resiko
 Ibu sehat
3. Kontra Bayi-bayi yang tidak masuk kriteria dalam indikasi untuk rawat
Indikasi gabung

4. Persiapan Mempersiapkan alat dan sarana


 Kebutuhan bayi : tempat tidur untuk bayi dan alat-alat
perawatan bayi
 Kebutuhan ibu : tempat tidur yang rendah untuk ibu dan
meja pasien
 Sarana lain ; lemari pakaian, tempat mandi bayi yang
portabel dan perlengkapannya, tempat cuci tangan ibu,
kamar mandi dan wc tersendiri, bel pemanggil yang mudah
dijangkau ibu, bahan bacaan, leaflet mengenai petunjuk
perawatan ibu menyusui dan perawatan nifas
5. Pasca Masalah atau kekhawatiran yang sering timbul
Tindakan 1. Sulit memantau kondisi bayi yang menjalani rawat gabung
2. Ibu perlu istirahat setelah melahirkan, terutama malam
hari, dan bayi harus minum
3. Tingkat kejadian infeksi lebih tinggi bila ibu dan bayi
bersama-sama, dari pada bila bayi di ruang bayi sehat
4. Bila pengunjung diperbolehkan memasuki rawat gabung.
Bahaya infeksi dan kontaminasi meningkat
5. Ruang rawat terlalu kecil
6. Bayi bisa jatuh dari tempat tidur ibu
7. Rawat gabung penuh sulit dilakukan karena ada prosedur-

113
prosedur yang harus dilakukan pada bayi diluar ruang
rawat ibu
8. Bayi mudah diculik bila dirawat gabung dari pada bila
dirawat di ruang rawat bayi sehat
6. Edukasi KIE : Ibu dan keluarga
7. Prognosis Ad bonam
8. Kepustakaan Susanti FS. Rawat Gabung, http;//www.idai.or.id/public-
articles/klinik/asi/rawat-gabung.html accesed August28, 2013.

RUPTUR PERINEUM GRADE 3-4

1. Pengertian Ruptur perineum adalah robeknya perenium pada saat janin lahir.
Klasifikasi derajat robekan perineum
 Derajat 1 : robekan hanya mengenai mukosa vagina dan
kulit perineum
 Derajat 2 : robekan yang lebih dalam mencapai otot-otot
perineum tetapi tidak melibatkan otot-otot sfinghter ani
 Derajat 3 : robekan sudah melibatkan otot sfinghiter ani,
ini dibagi menjadi 3 sub grup, yaitu :
IIIa : robekan mengenai <50% ketebalan otot sfinghiter ani
eksterna
IIIb : robekan mengenai >50% ketebalan otot sfinghiter ani
eksterna
IIIc : robekan sampai mengenai otot sfinghiter ani interna
 Derajat 4 : robekkan sampai mengenai mukosa anus
2. Indikasi Ruptur perineum derajat III dan IV
3. Persiapan  Inform consent
 Penilaian keadaan umum dan tanda-tanda vital
 Pemasangan infus dan pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan laboratorium
 Dilakukan skin test antibiotik
 Pemberian antibiotik profilaksis
4. Prosedur 1. Jahit secepat mungkin untuk mengurangi resiko
Tindakan perdarahan dan infeksi
2. Periksa peralatan dan hitung kasa sebelum dan sesudah
tindakan
3. Beri penerangan lampu untuk identifikasi dan melihat
jaringan yang terlibat
4. Dilakukan anastesi blok spinal
5. Lakukan aseptik antiseptik pada tempat operasi
6. Lakukan pemyempitan lapangan operasi dengan
memasang duk steril

114
7. Lakukan penjahitan sesuai anatomi awal untuk
mendapatkan hasil kosmetik yang baik
8. Lakukan perapatan tepi-tepi nukosa rektum yang robek
dengan jahitan muskularis yang jaraknya setiap jahitan 0,5
cm secara interrupted menggunakan benang chromic halus
(3-0 atau 4-0)
9. Lapisan otot ini kemudian ditutup oleh satu lapis fasia
10. Ujung-ujung sfinghiter anus yang terputus diisolasi,
dirapatkan, dan disatukan dengan tiga sampai empat
jahitan ineterrupted memakai benang chromic atau vicryl
(2-0)
11. Luka kemudian diperbaiki seperti pada laserasi derajat dua
atau episiotomi
12. Dilakukan penutupan mukosa dan submukosa vagina
dengan jahitan jelujur dengan benang chromic catgut 2-0
atau 3-0
13. Setelah robekan mukosa dan submukosa vagina tertutup
serta cincin himen saling didekatkan jahitan diikat dan
dipotong
14. Kemudian dilakukan tiga atau empat penjahitan
interrupted dengan benang chromic 2-0 atau 3-0 di fasia
dan otot perineum yang robek
15. Dilakukan jahitan jelujur ke arah bawah untuk menyatukan
fasia superfisial
16. Kemudian dilakukan penjahitan jelujur ke arah atas
sebagai penjahitan subkutis
17. Atau dilakukan penjahitan interrupted dengan chromic 3-0
untuk kulit dan fasia subkutis
18. Lakukan pemeriksaan rektal touche setelah penjahitan
selesai untuk memastikan tidak ada materi benang yang
tidak sengaja masuk pada mukosa
19. Setelah selesai melakukan repair, informasikan pada
pasien mengenai luka dan perluasannya, diskusikan
tentang penghilang nyeri, diet , hygine dan pentingnya
latihan untuk mendukung pelvis
5. Diagnosis 1. Atonia uteri
Banding 2. Penyakit gangguan pembekuan darah
3. Sisa plasenta
6. Pasca Perawatan pasca tindakan
Tindakan 1. Pasang foley cateter menetap selama 1 kali 24 jam karena
nyeri perineum dan periuretra yang membengkak dapat
menimbulkan retensio urine
2. Pemberian analgetik adekuat
3. Pemberian antibiotik spektrum luas ampisilin 2 gr i.v

115
kemudian 1gr/6 jam, gentamicin 5mg/kgBB/hari secara i.v
dan metrodinazole 3x500mg iv
4. Pemberian laksatif selama 10-14 hari
5. Rehabilitasi otot panggul dilakukan setelah 3 hari pasca
jahitan
7. Medikasi Pemberian analgetik
Pemberian antibiotika
Pemberian ruboransia
8. Edukasi KIE : pasien dan keluarga pasien mengenai luka dan
perluasannya, diskusikan tentang penghilang nyeri, diet, hygine
dan pentingnya latihan untuk mendukung pelvis
9. Prognosis Dubia ad bonam
10. Kepustakaan 1. Cunningham, et al. Obstetri williams : panduan ringkas.
Edisi 21, jakarta :EGC.2009.pp.160-164
2. Aryasatiani E. Penatalaksanaan ruptur perineum derjat 3 &
4, http://pogijaya.or.id/blog/2013/02/21/penatalsanaan-
ruptur-perineum-derajat-3-4. acassed february 21, 2013.

116
SECTIO CAESAREA PADA HIV

1. Pengertian Proses melahirkan bayi pada ibu yang menderita HIV dengan cara
parabdominal melalui sayatan atau irisan pada dinding perut dan
dinding uterus
2. Indikasi  Semua pasien kehamilan dengan HIV merupakan indikasi
untuk dilakukan SC kecuali pasien KPD inpartu fase aktif
 SC elektif dilakukan pada usia kehamilan minimal 38
minggu
3. Persiapan 1. Inform consent
2. Memakai alat pelindung diri
3. Pasien dipasang infus larutan RL/NaCl 0,9% dan daerah
operasi dibersihkan dengan melakukan pencukuran
rambut.pemasangan foley kateter serta kantong
penampungan urine
4. Mengambil contoh darah untuk persiapan donor darah
5. Konseling serta permintaan informed consent pada pasien
dan keluarga
6. Penggantian pakaian operasi untuk pasien
7. Persiapan instrumen operasi bedah sesar yang sudah steril
8. Persiapan operator dan asisten memakai pelindung plastik,
masker dan penutup kepala serta memakai kacamata
pelindung operasi, mencuci tangan dengan hibiscrub dan
selanjutnya memakai baju operasi yang khusus pada kasus
infeksius (HIV, hepatitis B dan hepatitis C)
4. Prosedur 1. Pasien dalam posisi berbaring
Tindakan 2. Dilakukan anestesi block anestesi atau general anestesi
sesuai dengan keperluan
3. Dilakukan tindakan asepsis dengan memakai larutan
bethadine atau larutan iodium dan alkohol 90% pada
daerah operasi, vulva dan perut bagian bawah sampai ke
dada pasien
4. Pasien ditutup dengan kain steril yang khusus untuk kasus
infeksius (HIV, hepatiti B dan hepatitis C) dan
mempersempit lapangan operasi
5. Irisan pada dinding perut linea mediana membujur atau
memilih cara insisi pfannestil sepanjang 10-12 cm,
diperdalam sampai peritonium, sambil merawat

117
perdarahan yang ada
6. Setelah masuk ruang periotonium, kemudian masukkan
kasa steril yang dibasahkan dengan larutan garam
fisiologis untuk menyisihkan usus kearah atas
7. Uterus diidentifikasi dan dicari segmen bawah uterus
(SBR), kemudian dilakukan insisi melintang dengan pisau
tajam dan diperlebar kesamping dengan gunting, dan
perlindungan tangan yang satunya, insisi diperdalam
sampai tembus dan kantong ketuban kelihatan
8. Kantong ketuban dipecahkan dan bagian terendah anak
diluksir dan dikeluarkan dibantu tangan asisten mendorong
fundus uteri sampai anal lahir. Tali pusat segera di klem
dan dipisahkan bersamaan dengan membersihkan jalan
nafas anak dan segera menyerahkan pada tim neonatus
yang sudah siap menerimanya
9. Sumber perdarahan dklem. Suntik oksitosin sintesis satu
ampul pada kornu dekstra uterus dan bersamaan petugas
anestesi memberikan suntikan methergin secara
intramuskular dan oksitosin drip per infus
10. Plasenta dikeluarkan secara manual, diyakini bersih dan
komplit
11. Jahitan dilakukan lapis demi lapis dengan cut gut atau
monocryl (tergantung yang mana tersedia) dan dilakukan
retro-peritonialisasi. Sambil memeriksa kedua adneksa
12. Setelah diyakini tidak ada perdarahan lagi, kasa steril
dikeluarkan dari rongga abdomen, dicuci dan dibersihkan
dengan larutan NaCL 0,9 % sambil meraba funsus uteri
agar berkontraksi kuat.
13. Selanjutnya dinding luka operasi dijahit lapis demi lapis
dengan memakai benang cut gut, monocryl atau vicryl
14. Luka operasi ditutup dengan bethadine, kasa steril dan
plaster secukupnya
15. Operasi selesai, sambil dibersihkan dari darah dan air
ketuban, selanjutnya diperiksa tanda-tanda vital, pervusi
akral dan urine
5. Pasca  Pantau keadaan umum, tanda-tanda vital, akral, serta urine
Tindakan  Memantau perdarahan dan kontraksi uterus
 Pindahkan keruangan recovery room, bila dalam
pengawasan 2 jam post operasi, keadaan umum pasien
baik, pasien dipindahkan ke ruang perawatan
6. Medikasi  Antibiotik
 Uterotonika
 Roboransia

118
 ARV
7. Edukasi KIE : ibu dan keluarga pasien
8. Prognosis Ad bonam
9. Kepustakaan 1. Prosedur tetap bagian/SMF obstetri dan ginekologi FK
UNUD /RS Sanglah denpasar, 2004
2. Cunningham, et al. Obstetri williams, jakarta, EGC,2013.

119
TUMOR GANAS OVARIUM

1. Pengertian/ Keganasan yang berasal dari sel-sel ovarium


Definisi
2. Anamnesis - Umur pasien
- Riwayat pernikahan dan jumlah anak
- Riwayat pemakaian KB
- Riwayat penyakit yang sama pada keluarga
- Penurunan berat badan
- Pada stadium dini gejala-gejala kanker ovarium tersebut tidak
khas. Adakah gejala-gejala penekanan dan metastase (riwayat
buang air besar, buang air kecil, nyeri saat berhubungan
suami istri, perut terasa tidak enak)
- Pada usia perimenopause haid teratur atau tidak
3. Pemeriksaan Keadaan umum pasien
Fisik Tanda-tanda vital : tekanan darah, temperatur tubuh, frekuensi
pernapasan, nadi
Abdomen : terba tumor dengan berbagai konsistensi mulai kistik
sampai solid. Tumor solid, berbentuk ireguler dan terfiksir ke
dinding panggul dapat dicurigai sebagai keganasan. Bila disertai
dengan ascites (shifiting dullness +) dan massa pada abdomen atas,
keganasan hampir dapat dipastikan.
Pemeriksaan kelenjar getah bening regional : supraclavicular atau
inguinal untuk mengetahui adanya metastase
4. Kriteria Anamnesis tentang keluhan dan riwayat penyakit
Diagnosis Hasil pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan penunjang
Laparatomi eksploratif dengan biopsi sedian beku (frozen section)
5. Diagnosis Tumor ganas ovarium
Kerja
6. Diagnosa Abses tubo-ovarian
Banding Meig’s syndrome (ovarian fibroma)
Fibroid pedunculated
Hidrosalpinx
Peritoneal inclusion cysts
Paraovarian cysts
7. Pemeriksaan USG transabdominal maupun transvaginal : mampu menjabarkan
Penunjang morfologi tumor ovarium dengan baik yaitu volume tumor, struktur

120
dinding tumor, dan struktur septum tumor
Tumor marker : untuk jenis kanker ovarium jenis epitel (CA-125),
tumor sel germinal (hCG,AFP), tumor stromal sex cord ( inhibin)
Pemeriksaan darah lengkap, fungsi hati, dan fungsi ginjal
Foto radiologi thorax : untuk mengetahui metastase ke paru
CT-scan abdomen pelvis : untuk mengetahui ukuran tumor primer,
metastase ke hepar dan kelenjar getah bening, asites dan
penyebaran ke dinding perut.
Histo PA : sesuai dengan tipe sel ovarium
8. Terapi Penatalaksanaan kanker ovarium sangat ditentukan oleh stadium,
derajat diferensiasi, dan keadaan umum penderita. Pengobatan
utama adalah operasi pengangkatan tumor primer dan
metastasinya, dan bila perlu diberikan terapi adjuvant seperti
kemoterpai, radioterapi (intraperiotenal radiocolloid atau whole
abdominal radiation), dan imunoterapi/terapi biologi
Penatalaksanaan operatif kanker ovarium stadium I
Terdiri atas histerektomi totalis perabdominal, salpingoooforektomi
bilateral, apendiktomi dan surgical staging ( bedah laparatomi
eksplorasi ) untuk menentukan stadium penyakit dan pengobatan
adjuvant yang perlu diberikan
Eksplorasi rongga abdomen atas
...................ascites atau cairan di cavum douglas, fosa parakolika
dan subdiagfragma diambil (20-50 cc) untuk pemeriksaan sitologi
...................dilakukan pembilasan (pertonial washing), bila tidak
terdapat ascites atau cairan yang cukup dalam rongga peritonium
Lakukan eksplorasi sistematik (staging) semua permukaan dalam
abdomen dan visera
...................tumor ovarium diangkat sedapatnya in toto (intact) dan
dikirim pemeriksaan potong beku (frazen section)
..................bila hasil ganas, surgical staging dilakukan ke langkah
berikutnya. Pengangkatan seluruh genitalia interna dengan
histerektomi total dan salpingoooforektomi bilateral
................untuk mengetahui adanya mikrometastasis, dapat
dilakukan :biopsi peritonium (cavum douglas, paravesika urinaria,
parakolika subdiafragma), biopsy perlengketan-perlengketan organ
intraperitoneal, limfadenektomi sistematik atau selektif,
omentektomi, apendektomi jika tumor jenis musinosum
Stadium surgical pada kanker ovarium (FIGO 1988)
Tumor terbatas pada ovarium
IA : tumor terbatas pada satu ovarium, kapsul utuh, tidak ada tumor
pada permukaan luar, tidak terdapat sel kanker pada cairan ascites
atau pada bilasan peritonium
IB : tumor terbatas pada kedua ovarium, kapsul utuh, tidak terdapat
tumor pada permukaan luar, tidak terdapat sel kanker pada cairan

121
ascites atau bilasan peritonium
IC : tumor terbatas padasatu atau dua ovarium dengan satu dari
tanda-tanda sebagai berikut : kapsul pecah, tumor pada permukaan
luar kapsul, sel kanker positif pada cairan ascites atau bilasan
peritonium
Tumor mengenai satu atau dua ovarium dengan perluasan ke pelvis
IIA : perluasan dan/implant ke uterus dan/tuba falopii. Tidak ada
sel kanker di cairan ascites atau bilasan peritonium
IIB : perluasan ke organ pelvis lainnya. Tidak ada sel kanker di
cairan ascites atau bilasan peritonium
IIC: tumor pada stadium IIA/IIB dengan sel kanker positif pada
cairan ascites atau bilasan peritonium
Tumor mengenai satu atau dua ovarium dengan metatasis ke
peritonium yang dipastikan secara mikroskopik di luar pelvis
dan/atau metastasis ke kelenjar getah bening regional
IIIA : metastasis peritonium mikroskopik di luar pelvis
IIIB : metastasis peritonium mikroskopik di luar pelvis dengan
diameter terbesar 2 cm atau kurang
IIIC : metastasis di luar pelvis dengan diamter terbesar lebih dari 2
cm dan atau metastasis kelenjar getah bening regional
IV: metastasis jauh diluar rongga peritonium. Bila terdapat efusi
pleura, maka cairan pleura mengandung sel kanker positif.
Termasuk metastasis pada parenkim hati
Tindakan operasi konservatif pada kanker ovarium stadium
dini
Tindakan yang memungkinkan potensi reproduksi dipertahnkan.
Dilakukan pada : usia muda. Stadium IA, tumor borderline,
musinosum, serosum dan endometrioid, diferensiasi tumor baik
Tidak dilakukan pada : clear cell carcinoma, derajat diferensiensi
buruk, undiferentiated carcinoma
Terapi adjuvant pada kanker ovarium stadium dini
Dikelompokkan berdasarkan resiko terjadinya relaps pasca operasi
1. Kelompok resiko rendah, jika : stadium IA atau IB, derajat
diferensiesi 1 atau 2
Standar pengobatan untuk kelompok ini adalah operasi
dengan 5 years survival rate 95%
2. Kelompok resiko tinggi, jika : stadium IC, stadium I dengan
derajat diferensiesi 1 , stadium II, tumor jenis clear cell
Terapi adjuvant yang dapat diberi adalah radiasi seluruh
abdomen atau kemoterapi baik tunggal maupun kombinasi
(korboplatin dan paklitaksel 3-6 siklus)
Penatalaksanaan kanker ovarium stadium lanjut (II,III,IV)
Tindakan debulking (optimal debulking atau suboptimal debulking
sesuai dengan sisa tumor setelah operasi) operasi sitoreduksi yang

122
terdiri dari : eksplorasi, omentektomi, reseksi tumor pelvis, reseksi
kelenjar getah bening retroperitonial, reseksi organ-organ lain
seperti usus halus. Lien, rektosigmoid ureter dan vesika urinaria
Diperlukan terapi adjuvant : kemeoterapi ( sisplatin 75 mg/m2 dan
paliktasel 135 mg/m2 selama 6 siklus atau sisplatin 75 mg/m2 dan
siklofosfamid 600 mg/m2) atau radioterapi (whole abdominal
radioterapi/intraperitoenal radiokoloid)
Pada penderita yang telah selesai mendapat kemoterapi tetapi tidak
menunjukkan gejala klinis dan radiologis serta serum CA-125
normal, dilakukan relaparatomi (second-look laparotomy) untuk
menilai hasil pengebotan. Jika masih ditemukan penyakit, second-
line terapi atau salvage terapi dapat diberikan
Terapi biologi dan imunologi
Meningkatkan respon imunologi untuk meregresi tumor dengan
pemakaian gamma interferon, sisplstin, siklofosfamid atau anti-
VEGF
9. Edukasi Hidup sehat sejak dini bagi penderita dengan riwayat keluarga
mengidap kanker ovarium
Efek samping pengobatan kemoterapi yang mungkin dapat muncul
10. Prognosis Baik pada : derajat diferensiasi rendah, stadium awal, tumor ganas
potensial rendah, debulking optimal, dan usia muda
Buruk pada : clearcell karsinoma, jenis serosum, stadium lanjut,
adanya asites, debulking yang tidak optimal, derajat diferensiasi
tinggi/buruk, dan usia tua.
Angka ketahan hidup 5 tahun
kanker ovarium berdasarkan stadium
Stadium Ketahanan hidup
5 tahun (%)
I 70-100
II 55-63
III 10-27
IV 3-15
11. Kepustakaan Anwar M, Dkk.2014. Ilmu Kandungan.Edisi 3. Jakarta : P.T. Bina
Pustaka Sarwono Prawirahardjo
Aziz Farid, Dkk, 2014. Buku Acuan Nasional Onkologi
Ginekologi. Edisi I. Jakarta : P.T Bina Pustaka Sarwono
Prawirahardjo’
Decherney Allan H, Et Al. 2013, Current Diagnosis & Treatment :
Obstetrics &Gynnecology. 11 Th Edition. USA :Mcgraw-Hill

123
TUMOR JINAK OVARIUM

1. Pengertian/ Tumor jinak yang berasal dari ovarium


Definisi
2. Anamnesis - Timbul benjolan di perut dalam waktu relatif lama
- Kadang-kadang disertai ganguan haid, gangguan buang air
kecil/buang air besar
- Nyeri perut bila terinfeksi, terpuntir, pecah
3. Pemeriksaan - Ditemukan tumor di rongga perut bagian bawah, di samping
fisik uterus ukuran >5 cm
- Pada pemeriksaan dalam letak tumor disebelah kiri/kanan
uterus atau mengisi kavum douglas
- Konsistensinya seringnya kistik, mobil, permukaan tumor
umumnya rata
4. Kriteria 1. Pemeriksaan leopold-uterus lebih besar, teraba 3 bagian
diagnosis besar
2. Dus denyut jantung janin, ditempat berbeda
3. Konfirmasi dengan USG

5. Diagnosis Berdasarkan konsistensinya dibagi atas :


kerja A. Kistik :
1. Kistoma ovarium simplek
2. Kistadenoma ovarium serosum
3. Kistadenoma ovarium musinosum
4. Kista endometroid
5. Kista dermoid
B. Solid :
1. Fibroma, leiomioma, fibroadinoma, papiloma, angioma,
limfangioma
2. Tumor brenner
3. Tumor sisa adrenal ( maskulinovo-balstoma)

6. Pemeriksaan - Lekosit dan laju endap darah


penunjang - Tes kehamilan
- Ultrasonografi
- Laparoskopi
7. Terapi - Pembedahan : kistektomi bila masih ada jaringan ovarium
yang sehat
- Ovarektomi atau salfingovorektomi unilateral, bila sudah
tidak ada jaringan ovarium yang sehat
- Histerektomi totalis dan salfingoveroktomi bilateral bila

124
ditemukan tumor pada usia ≥50 tahun atau sudah menopause.
Pada usia muda uterus dapat ditinggalkan dengan rencana
subsitusi hormon
- Pada ovarium tersangka ganas, dalam informed consent harus
dijelaskan kemungkinan perlu dilakukan histerektomi pada
pasien yang muda
Penyulit :
- Akibat penyakit : kista pecah, kista terpuntir, terinfeksi
- Akibat tindakan selama/setelah pembedahan : perdarahan,
cedera usus, vesika, komplikasi cedera ureter bila tumor intra
ligamenter atau dengan perlengketan
8. Edukasi KIE pada keluarga dan pasien
9. Prognosis - Baik jika ukuran masih kecil
- Jelek jika ukuran sudah besar
10. Kepustakaan 1. Achadiant CM. Tumor-tumor ovarium Bordelue, cermin
Dunra Kedokteran 1996 : 112 :2
2. Ulla BK, Ann T, Berit M, et.Al. Management of ovarium
cysla.Acta obstetri gynacology scand 2004, 83 : 1012-1021.

125

Anda mungkin juga menyukai