Anda di halaman 1dari 84

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bali adalah ikon pariwisata Indonesia di mata dunia. Bali merupakan
pusat pariwisata di Indonesia dan juga sebagai salah satu daerah tujuan
wisata terkemuka di dunia. Sebagai tujuan wisata, pulau Bali menawarkan
banyak hal untuk bisa dinikmati tidak hanya alamnya, tetapi juga wisata
budaya berbasis budaya di Bali, menjadi hal penting untuk diketahui dan
dinikmati wisatawan, seperti menyangkut unsur seni, agama, tempat
peninggalan sejarah, bahasa daerah, kerajinan tangan, pakaian adat,
arsitektur bangunan dan hal-hal tradisional yang menjadi ciri khas Bali
menjadi daya tarik utama bagi wisatawan yang datang ke Bali.
Kabupaten Gianyar adalah salah satu dari delapan kabupaten dengan
satu kota madya yang memiiki pariwisata budaya yang sangat kental dan
sudah terkenal dari dulu hingga sekarang. Sebagian besar budaya yang ada
dan berkembang di Bali berakar dari nilai-nilai dalam Agama Hindu selaku
agama yang mayoritas dianut oleh masyarakat Bali. Hasil dari kebudayaan
di Bali sangat beragam jenisnya baik yang bersifat tangible atau yang
terlihat seperti kerajinan emas dan perak yang sangat diminati karena
motifnya yang sangat indah, selanjutnya ada tari sanghyang merupakan
sebuah seni tari yang digunakan sebagai penolak bala serta memiliki nilai
estetika seni yang tinggi. Dan tari gambuh yaitu sebuah teater dramatari Bali
yang populer di Kabupatem Gianyar karena gaya geraknya yang beragam.
Sedangkan intangible atau yang tidak terlihat secara kasat mata seperti
tradisi Mepantigan yaitu sebuah seni bela diri asal Bali yang biasa disebut
oleh masyarakat umum dengan gulat lumpur karena lokasi pertunjukan yang
kerap diadakan di sawah berlumpur. Dan tradisi Ngerebeg yang merupakan
simbol menjaga keharmonisan makhluk Tuhan yang ada di dua dunia yang
berbeda.
Era globalisasi seperti sekarang ini, budaya-budaya asing sangat mudah
masuk dan mulai menggeser kebudayaan lokal yang ada. Pusat kebudayaan

1
Kabupaten Gianyar kini sudah kurang menjadi daya tarik bagi wisatawan
local maupun mancannegara karena kurangnya fasilitas yang mendukung
dalam pelestarian serta berkembang kebudayaan di Kabupaten Gianyar
dalam mendukung kebudayaan yang ada untuk diketahui secara luas dan
mengedukasi masyarakat sejak dini. Oleh karena itu, untuk menjaga
kelestariannya budaya lokal, perlu dibangun sebuah fasilitas Pusat
Kebudayaan Kabupaten Gianyar guna mewadahi serta menampung untuk
memperkenalkan secara luas mengenai kebudayaan lokal yang ada agar
tidak hilang oleh kebudaaya asing. Pusat Kebudayaan tersebut akan dikemas
dengan nuansa yang lebih menarik dari segi visual dan fungsi sehingga
menarik minat masyarakat untuk berkunjung dan mempelajari budaya lokal.
Perancnagan fasilitas pusat kebudayaan di Kabupaten Gianyar akan
berlokasi di jalan Bypass Dharma Giri, dipilihnya lokasi tersebut
berdasarkan analisa yang sudah dilakukan serta dekat dengan pusat kota
serta mudah dalam akses, sarana dan prasarana. Dalam perancangan fasilitas
kebudayaan Kabupaten Gianyar ini akan menggunakan tema Cosmology of
Balinese Hindu yang merupakan ajaran atau filsafah mengenai ilmu alam
semesta. Sedangkan konsep yang digunakan yaitu Tri Hita Karana yang
merupakan tiga penyebab hubungan yang hamonis dalam filosofi Hindu.
Dimana keseimbangan meliputi hubungan antar manusia dengan Tuhan,
manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya maka
permasalahan yang dapat diambil dalam perancangan pusat kebudayaan bali
pada Kabupaten Gianyar adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana merancang fasilitas pusat kebudayaan Bali di Kabupaten
Gianyar yang sesuai dengan standar serta fungsi perancangan dengan
mengaplikasikan tema dan konsep yang digunakan ?
b. Bagaimana merancang sebuah fasilitas pusat kebudayaan Bali di
Kabupaten Gianyar sebagai media yang dapat mengedukasi serta menjadi
wadah dalam memperkenalkan kebudaayan lokal ke masyarakat?

2
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas , yang dapat menjadi tujuan dalam
melakukan perancangan yang diharapkan yang dapat menjawab permasalahan
yang ada, yaitu :
a. Untuk mengetahui bagaimana Merancang sebuah galeri pusat kebudayaan
yang sesuai dengan standar perancangan dengan tema “Cosmology of
Balinese Hindu” dan konsep “Tri Hita Karana”.
b. Mendesain sebuah fasilitas pusat Kebudayaan Bali di Kabupaten Gianyar
sebagai media informasi serta mengedukasi masyarakat mengenai
kebudayaan lokal.

1.4 Sasaran Perancangan


Berdasarkan rumusan masalah terdapat sasaran dalam perancangan
sehingga menjadi acuan serta target dalam fasilitas perancangan pusat
Kebudayaan bali di Kabupaten Gianyar sebagai berikut :
a. Merancang pusat Kebudayaan di Kabupaten Gianyar dengan
mengaplikasikan tema dan konsep yang telah dijabarkan sesuai dengan
kebudayaan yang didapat.
b. Merancang pusat Kebudayaan Kabupaten Gianyar dengan media
informatif dagar data mengedukasi serta menjadi wadah bagi masyarakat
dalam memperkanalkan kebudayaan lokal yang ada.

1.5 Batasan Desain


Agar pembahasan lebih fokus maka perlu menetapkan batasan-batasan
desain seperti berikut ini :
a. Bangunan merupakan ruang publik berbentuk galeri seni.
b. Site boleh berupa tanah kosong dengan luas 100 m2–300 m2.
c. Fasilitas massa majemuk atau terdapat beberapa bangunan pada
perancangan.
d. Perancangan tidak mengikuti aturan PERDA.
e. Perancangan berlokasi di Kabupaten Gianyar, Bali.

3
1.6 Manfaat Desain
Adapun manfaat yang diperoleh dalam Perancangan pusat Kebudayan
Bali di Kabupaten Gianyar, yaitu :
1. Manfaat Akademis
a. Bagi Mahasiswa
Manfaat akademis adalah manfaat yang berguna untuk ilmu
pengetahuan dan dapat dijadikan acuan atau referensi bagi
mahasiswa lain yang tengah mengkaji masalah serupa sehingga
mereka memperoleh wawasan tambahan.
b. Bagi Lembaga
Bagi lembaga, diharapkan dapat menambah pustaka dan sebagai
refrensi tambahan untuk melengkapi data perpustakaan yang
berkaitan dengan perancangan public space, khususnya fasilitas
pusat kebudaayan Bali.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Praktisi, perancangan pusat kebudayaan Bali dapat menjadi
acuan dalam pengaplikasian desain sesuai dengan kebutuhan, tujuan,
dan proses desain dalam perancangan.
b. Bagi Masyarakat, manfaat praktis adalah manfaat yang dapat
berguna di masyarakat sehingga orang awam juga dapat menerapkan
ilmu-ilmu yang terkandung tanpa harus mengerti dengan detil
tentang arsitektur atau desain interior.
c. Bagi Pemerintah, perancangan pusat Kebudayaan Bali di Kabupaten
Gianyar dapat memberi dukungan terhadap pembangunan objek
yang sama di wilayah Bali, sehingga memudahkan pihak terkait
dalam mengedukasi masyarakat mengenai kebudayaan lokal yang
ada saat ini agar tidak hilang dan teteap terjaga.

4
BAB II
TINJAUAN LITERATUR

2.1 Tinjauan Budaya


Dalam keanekaragaman warisan budaya, kita mengenal adanya
warisan budaya berupa Warisan Budaya Benda ( Tangible Cultural
Heritage ) maupun Warisan Budaya Tak Benda ( Intangible Cultural
Heritage ).

2.1.1 Warisan Budaya Benda ( Tangible Cultural Heritage )


Warisan Budaya Benda adalah warisan budaya yang berbentuk benda
fisik atau yang dapat dengan mudah dilihat dengan mata (Anonim,
2019,Warisan Budaya Benda.http://disbud.kepriprov.go.id). Contoh dari
Warisan Budaya Benda adalah manuskrip, situs cagar budaya, bangunan
adat, pakaian adat, dan lain sebagainya. Berdasarkan definisi tersebut,
Warisan Budaya Benda yang ada di Kabupaten Gianyar adalah sebagai
berikut :

1. Kerajinan Emas dan Perak


a. Definisi Kerajinan Emas dan Perak

Gambar 2.1 Definisi kerajinan emas dan perak


Sumber: http://balikami.com/desa-celuk-pusat-industri-kerajinanemas-perak-di-bali.

Kerajinan emas dan perak menjadi salah satu daya tarik wisatawan,
sebagai sentral pariwisatanya Indonesia, menawarkan berbagai tempat

5
belanja oleh-oleh, seperti berbagai hasil kerajinan perhiasan yang terbuat
dari emas dan perak berupa cincin, kalung, gelang, bross maupun anting,
barang kerajinan tersebut dihasilkan dari tangan-tangan trampil di Desa
Celuk, Kabupaten Gianyar.
b. Filosofi Kerajinan Emas dan Perak

Gambar 2.2 Filososi kerajinan emas dan perak


Sumber: https://www.kintamani.id/desa-celuk-gianyar-desa-wisata-penghasil-kerajinan-
emas-dan-perak-bali-001657.html

Hitungan seratus tahun ditarik dari kisah Nang Gati. Warga Celuk ini
berangkat menimba ilmu pengolahan logam ke Kerajaan Mengwi sekitar
1915. Kemudian mengajarkan ilmunya kepada generasi pertama pengrajin,
yakni berupa perlengkapan upacara keagamaan. Berkembang menjadi
kebutuhan perhiasan bagi kalangan keluarga raja dan para bangsawan
hingga memasuki jaman kemerdekaan di tahun 50-an, saat Bali mulai
dikunjungi turis sudah mulai berdiri art shop dan terus berkembang sejalan
dengan banyaknya turis yang berkunjung ke Desa Celuk ini (Anonim.
Desa Celuk Pusatnya Kerajinan Perak dan
Emas.blog.misteraladin.com/desa-celuk).
c. Bentuk atau Motif Kerajinan Emas dan Perak

Gambar 2.3 Kerajinan emas dan perak


Sumber: https://www.kintamani.id/desa-celuk-gianyar-desa-wisata-penghasil-kerajinan-
emas-dan-perak-bali-001657.html

6
Motif hias secara visual ada yang terinspirasi dari bentuk dan unsur
garis yang sederhana, tumbuh-tumbuhan (flora), dan makhluk hidup. Motif
hias yang diterapkan pada kerajinan perak Desa Celuk antara lain sebagai
berikut :
1) Motif Hias geometris

Gambar 2.4 Motif Hias Geometri


Sumber: Analisa 2019

Dari motif geometris yang mendominasi karya-karya masa lampau,


yang kini masih banyak diterapkan pada produk kerajinan perak Desa
Celuk, terutama pada produk perhiasan seperti : gelang, anting-anting,
kalung, liontin, cincin, dan peralatan rumah tangga. Garis - garis
geometris tersebut berupa garis zigzag, relung, pilin, miander, dan garis
silang, yang disusun menyerupai motif kadal, cecak, topeng, yang
disesuaikan dengan disain produk tersebut.
2) Motif Hias Tumbuh-tumbuhan (flora)

Gambar 2.5 Motif Hias Tumbuh-tumbuhan (flora)


Sumber: https//handicraftkhasbali.wordpress.com/2012/09/28/kerajinan-emasdan-perak-
khasbali/

Motif hias tumbuh-tumbuhan bersumber dari alam tumbuh-


tumbuhan atau flora, yang digambarkan dalam bentuk perwujudan

7
daun, bunga, tangkai, dan buah yang dipolakan secara berulang-ulang
sehingga menjadi motif tumbuh-tumbuhan.
3) Motif Hias Makhluk Hidup

Gambar 2.6 Motif Hias Makhluk Hidup


Sumber: https://www.hsn.com/product/bali-design-scrollwork-and-bead-detail-drop-
earrings/8507598

Motif hias yang terinspirasi dari tema mahkluk hidup sebenarnya


bukan sesuatu yang baru, melainkan merupakan warisan nenek moyang
pada masa lampau. Oleh perajin perak Bali masa kini, motif hias jenis
ini tetap dijadikan acuan dengan tampilan bentuk yang lebih
dikreasikan, sehingga muncul bentuk bentuk dengan desain yang kreatif
dan inovatif sesuai tuntutan pasar, seperti muka manusia maupun
binatang, kemudian diekspresikan ke dalam bentuk perhiasan dan
asesoris. Produk perhiasan yang terinspirasi dari bentuk makhluk hidup
antara lain seperti cincin, gelang, liontin, dan cendramata
(Eviakbharwati, 2014).
d. Warna pada Kerajinan Emas dan Perak

Gambar 2.7 Warna Kerajinan Emas dan Perak


Sumber: Analisa 2019

8
Warna yang mendasari tentunya merupakan bahan dasar dari kerajinan
itu sendiri yaitu putih dan kuning mengkilap. Dengan tambahan warna
– warna primer maupun beberaa warna sekunder pada salah satu
motifnya sebagai aksen pada aksesoris tersebut.
e. Teknik pada Kerajinan Emas dan Perak

Gambar 2.8 Teknik pada kerajinan emas dan perak


Sumber: https : //www.kintamani.id/desa-celuk-gianyar-desa-wisata-penghasil-kerajinan-
emas-dan-perak-bali-001657.html

Dalam mewujudkan seni kerajinan perak, ada beberapa cara atau teknik
yang dilakukan oleh perajin perak yang ada di Desa Celuk antara lain :
1) Teknik granulasi, adalah teknik pembuatan perhiasan dari perak
yang mempergunakan butir-butiran (jawan) yang sangat kecil,
dirancang sesuai dengan bentuk perhiasan yang diinginkan, seperti
dalam pembuatan gelang, cincin, dan liontin.
2) Teknik terap-terapan, adalah teknik pembuatan perhiasan dengan
mengunakan bahan kawat yang terbuat dari perak sangat kecil, halus,
dan lembut, menyerupai benang dengan berbagai ukuran, kemudian
dijalin, disusun dengan rapi dan artistik, seperti dalam pembuatan,
gelang, kalung, bross, dan cincin.
3) Teknik pahat, adalah suatu cara pembuatan barang-barang kerajinan
dari perak lempengan (plat) atau yang sudah dibentuk, selanjutnya
ditempelkan disain, gambar motif. Dalam proses pengerjaannya
menggunakan landasan jabung, selanjutnya dilakukan pemahatan
dari permukaan positif dan negatif seperti dalam pebuatan dulang,
bokor, cincin, liontin, sendok dan tempat tisu (Anonim, Peraak
Celuk. www.pergiberwisata.com).

9
f. Bahan pada Kerajinan Emas dan Perak

Gambar 2.9 bahan kerajinan emas dan perak


Sumber : http://goldmining.grahachemical.co.id/2017/01/10/pengolahan-emas-dan-perak-
yang-tercampur-di-dalam-batu.

Produk kerajinan yang ada di Desa Celuk memanfaatkan bahan


dari perak dan emas, dan material lainnya sebagai pendukung. Material
pendukung kerajinan perak Celuk antara lain : gading, batok kelapa,
batu permata, kayu, dan kerang laut. Logam perak, memiliki karakter
dan sifat-sifat yaitu : selain warnanya putih mengkilap, perak juga
dapat dipolis menjadi sangat halus. Perak dapat diproses dengan cara
dituang, ditempa, direnggang dan digiling dengan mudah, dan dapat
dibuat menjadi lembaran-lembaran sangat tipis, hingga menyerupai
benang dan butiran yang sangat halus. Sedangkan Emas adalah logam
kuning dengan kilaunya yang indah dan merupakan unsur yang paling
mudah dibentuk dapat ditempa menjadi lembaran emas daun satu meter
persegi (Anonim, 2018. Sejarah Kerajinan Perak Celuk di Gianyar.
Kebudayaan.Kemdikbud).

2. Tari Sanghyang (Kecak dan Legong)


Tari Sanghyang adalah sebuah tarian sakral yang berfungsi untuk menolak
bala (kesialan atau malapetaka). Tari ini disajikan dengan melibatkan seorang
penari atau lebih dalam keadaan kerawuhan atau tidak sadarkan diri karena
kemasukan roh suci atau juga roh binatang yang dipuja. Salah satu Tarian
Sanghyang yang terkenal di Kabupaten Gianyar adalah Tari Kecak. Secara
umum jenis Tari Sanghyang ini memiliki fungsi yang sama, yaitu mengusir
wabah penyakit dan kekuatan magic yang mengancam. Namun yang

10
membedakan adalah bentuk pertunjukannya baik dari kostum, gerak, dan
penyajian pertunjukan. Berikut merupakan jenis Tari Sanghyang yang akan
diangkat di dalam gallery yaitu Tari Kecak dan Tari Legong yang merupakan
Tari Sanghyang dari Kabupaten Gianyar ( Anonim, Tari Sanghyang Bali.
Blogkulo.com ).
a. Tari Kecak (Bona, Bedulu)

Gambar 2.10. Tari Kecak


Sumber: www.idntimes.com

1. Definisi Tari Kecak


Menurut situs http://www.negerikuindonesia.com, Tari Kecak
adalah kesenian tradisional sejenis seni drama tari yang khas dari Bali.
Tarian tersebut menggambarkan tentang cerita Pewayangan, khususnya
cerita Ramayana yang dipertunjukan dengan seni gerak dan tarian. Tari
Kecak ini merupakan salah satu kesenian tradisional yang sangat terkenal
di Bali.
2. Filosofi Tari Kecak
Filosofi yang terkandung tariannya mengisahkan Ramayana yang
ditampilkan dalam sebuah bentuk Tari Kecak, dalam tarian ini banyak
menyampaikan pesan moral serta sebagai pembelajaran. Mulai dari
kesetiaan Shinta sebagai seorang istri, Rama yang sabar dan selalu
berusaha, sifat rela berkorban Jathayu demi orang lain yang membutuhkan

11
pertolongan, hingga Anoman yang baik hati. Sejatinya Tari Kecak sering
digunakan untuk merayakan upacara keagamaan. Gerakan di Tari Kecak
ini sebenarnya tidak bisa sembarangan, Beberapa bagian pertunjukan
memperlihatkan ritual pemanggilan dewa dewi ataupun roh leluhur yang
disucikan. Lalu, dewa dewi atau roh leluhur tersebut akan datang
memberikan pesan dan nasihat melalui sang penari sebagai mediatornya.
3. Pola Gerak Tari Kecak
Penampilan gerak tari tidak terlepas dari desain garis dan desain
pola lantai. Ada dua jenis desain garis yaitu garis lurus dan garis lengkung.
Pada desain garis lurus memberikan kesan lembut tetapi juga lemah.
Garis-garis mendatar memberikan kesan istirahat, sedangkan garis-garis
yang tegak lurus memberi kesan ketenangan dan keseimbangan. Garis
melingkar atau melengkung memberi kesan manis, sedangkan garis
menyilang atau diagonal memberikan kesan dinamis atau kuat. Tari Kecak
juga tetap memperlihatkan keselarasan antara gerakan penari dengan
iringan suara yang mengiringinya. Hal inilah yang menjadikan Tari Kecak
sangat unik. Unsur gerak dan bunyi yang menjadi ciri khas tarian Kecak
merupakan bagian yang paling sederhana yang dilakukan secara
bersamaan sehingga menjadi filosofi penting atas terjadinya kerjasama,
kedisplinan, kekuatan kebersamaan dan persaudaraan yang universal.
4. Busana Tari Kecak
Dalam pertunjukannya penari menggunakan kostum sesuai dengan
lakon yang diperankannya. Sedangkan para pengiring biasanya hanya
menggunakan celana hitam dan kain bermotif kotak-kotak berwarna hitam
putih. Dalam masyarakat Bali penggunaan warna hitam dan putih
melambangkan konsep Rwa Bhineda atau bisa diartikan baik dan buruk.
Selain itu beberapa aksesoris seperti bunga yang diselipkan di salah satu
telinga mereka (Anonim, 2015. Tari Kecak, Sejarah Gerakan Kesenian
Tradisional Bali. Senitari.com).

12
b. Tari Legong Topeng Ketewel

Gambar 2.11 Tari Legong


Sumber: http://photoblog.janumedia.com

Tari legong merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang sangat
populer di Bali. Tari legong awalnya diciptakan oleh seniman Bali atas
perintah raja gianyar pada awal abad ke-20. Tari legong diciptakan di desa
Ketewel, Gianyar yang bermula dari sebuah seni pertunjukan ritual yang
hanya dipentaskan pada hari buda keliwon pagerwesi, di pura Yogan Agung
di Desa Ketewel (Gianyar). Tari legong pada mulanya disebut Sanghyang
topeng legong. Pementasan legong ini melalui proses kerawuhan, kemudian
penarinya keluar dari sebuah pelinggih, dengan mempergunakan topeng
(Goris, 1933:330).
Tari legong dianggap sebagai sebuah seni pertunjukan bermutu tinggi
(klasik) yang merupakan sumber inspirasi munculnya bentuk seni
pertunjukan lainnya di Bali. Mengenai tentang awal mula diciptakannya tari
legong di Bali adalah melalui proses yang sangat panjang. Menurut babad
dalem Sukawati, tari Legong tercipta berdasarkan mimpi I Dewa Agung
Made Karna, Raja Sukawati yang bertahta tahun 1775-1825 M. Ketika beliau
melakukan tapa di pura Jogan Agung desa Ketewel (wilayah Sukawati),
beliau bermimpi melihat bidadari sedang menari di surga. Mereka menari
dengan menggunakan hiasan kepala yang terbuat dari emas.

13
Bila ditinjau dari akar katanya, Legong berasal dari kata leg berarti luwes
atau elastis dan kata gong yang berarti gamelan. Kedua akar kata tersebut bila
digabungkan akan berarti gerakan yang sangat diikat (terutama
aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya (Dibia, 1999:37). Sebagai
sebuah tari klasik, tari Legong sangat mengedepankan unsur artistik yang
tinggi, gerakan yang sangat dinamis, simetris dan teratur. Tari Legong adalah
sebuah tarian klasik Bali yang memiliki perbendaharaan gerak yang sangat
komplek yang diikat oleh struktur tabuh pengiring yang konon merupakan
pengaruh dari Gambuh.
Struktur atau bentuk tari legong di sesuaikan denga tema yang di pakai
berbagai jenis tema yang di gunakan menyebabkan pula terjadinyan
perbedaan komposisi atau bentuk bentuk tarinya kendati berbeda dalam
komposisi namun masin masing bentuk mempunyai persamaan struktur yaitu
pengawit atau pepeson, pengawak, pengcet dan pekahad.  Dari perkembangan
tari legong muculah tari-tari legong yang berkembang seperti tari legong
saba.
A. Tari Legong Saba, Blahbatuh, Gianyar
Khususnya Tari Condong Legong Saba memiliki kekhasan takeh
dan perbendaharaan gerak yang berbeda dengan jenis Tari Condong
lainnya di Bali. Condong Legong Saba cukup populer dan banyak
dipelajari oleh para penari atau praktisi tari baik yang berasal dari Bali
maupun di luar Bali. Diperlukan keseriusan agar dapat menggali dan
mempelajari originalitas takeh Tari Condong Legong Saba. Berikut ini
adalah beberapa ciri khas gerak (gaya) Tari Condong Legong Saba yang
disampaikan oleh Serama Semadi:

14
Gambar 2.12. Agem Ngawan (Nogog)
Sumber: www.senitaridianarista-deanariesta

1. Tanjek Ngandang Ngembat, gerakan ini dilakukan dengan posisi


kaki tanjek kiri di depan, tangan kiri ngembat (lurus ke samping
kiri), tangan kanan ngagem, dilanjutkan dengan gerakan kaki tanjek
kanan, tanjek kiri, tanjek kanan secara bergantian menggunakan
empat hitungan.

Gambar 2.13. Ngandang Ngampat


Sumber: www.senitaridianarista-deanariesta

15
2. Gerakan Ngembat Ngeseh, dilakukan pada bagian akhir suatu
kalimat gerak dengan posisi kaki tanjek kiri, tangan ngembat
dilanjutkan dengan gerakan ngumbang (berjalan) dengan posisi
tangan kanan ngagem dan tangan kiri di depan dada.

Gambar 2.14. Ciri Khas Gerakan Tanjek Ngandang Ngembat


Sumber: www.senitaridianarista-deanariesta

3. Nyeregseg, gerakan kaki ke samping kanan dan ke samping kiri


dengan tempo cepat dilakukan tanpa memutar badan ke belakang.
Diawali dengan gerakan piles kaki kiri, tayung kaki kanan, tayung
kaki kiri lalu bergerak cepat ke samping kanan dan ke samping kiri.
4. Tangan kiri di depan dada.

16
Gambar 2.15. Ciri Khas Gerakan Tanjek Ngandang Ngembat
Sumber: www.senitaridianarista-deanariesta
5. Ngangget, gerakan tangan kanan/kiri seperti memotong sesuatu
dengan posisi ujung jari tangan menempel di dada sehingga ujung
siku kesamping (pergerakan siku seperti menaiki gunung),
dilanjutkan dengan menarik kaki ke belakang tanpa metayungan
(tanpa diayunkan).
6. Ngeseh, gerakan transisi yang dilakukan dengan mengangkat kaki
kiri (metayungan) kemudian kaki kanan menutup (sehingga kedua
kaki posisinya menjadi sirang pada), kedua tangan ngukel lalu
ngekes di depan dada lalu dilanjutkan dengan gerakan
menggetarkan onggar/bancangan (hiasan bunga dikepala).
c. Warna Tari Sanghyang ( Kecak dan Legong )

17
gambar 2.16. Warna Tari Sanghyang ( Kecak dan Legong )
Sumber: www.senitaridianarista-deanariesta

Warna yang akan digunakan adalah warna-warna seperti merah, hijau,


hitam, putih, dan kuning.

3. Tari Gambuh

18
Gambar 2.17 Tari Gambuh Batuan Gianyar
Sumber: http://repo.isi-dps.ac.id

a. Definisi Tari Gambuh


Gambuh adalah teater dramatari Bali yang dianggap paling tinggi
mutunya dan juga merupakan dramatari klasik Bali yang paling kaya akan
gerak-gerak tari, sehingga dianggap sebagai sumber segala jenis tari klasik
Bali. Diperkirakan Gambuh muncul sekitar abad ke-15 dengan lakon
bersumber pada cerita Panji. Gambuh berbentuk teater total karena di
dalamnya terdapat jalinan unsur seni suara, seni drama dan tari, seni rupa,
seni sastra, dan lainnya. Gambuh dipentaskan dalam upacara-upacara
Dewa Yadnya seperti odalan, upacara Manusa Yadnya seperti perkawinan
keluarga bangsawan, upacara Pitra Yadnya (Ngaben) dan lain sebagainya.
Diiringi dengan gamelan Penggambuhan yang berlaras pelog Saih Pitu,
tokoh-tokoh yang biasa ditampilkan dalam Gambuh adalah Condong,
Kakan-kakan, Putri, Arya / Kadean-kadean, Panji (Patih Manis),
Prabangsa (Patih Keras), Demang, Temenggung, Turas, Panasar, dan
Prabu. Dalam memainkan tokoh-tokoh tersebut semua penari berdialog
umumnya menggunakan Bahasa Kawi, kecuali tokoh Turas, Panasar dan
Condong yang berbahasa Bali, baik halus, madya, atau kasar. Gambuh di
Gianyar yang masih aktif hingga kini terdapat di desa Kedisan
(Tegallalang, Gianyar) dan Batuan (Gianyar).
b. Filosofi Tari Gambuh
Terkait dengan sejarahnya, sulit diketahui kapan kesenian ini ada di
Bali. Adapun jika dihubungkan dengan sejarah runtuhnya Majapahit,
Gambuh diperkirakan ada di Bali pada kisaran abad XV. Saat kerajaan
Majapahit runtuh pada pertengahan abad XV, seluruh khasanah
kesusastraan Jawa diboyong ke Bali. Dari sini ada yang berpendapat
bahwa Gambuh diperkirakan muncul pada kisaran abad tersebut.
Diketahui bahwa awal pembentukan kebudayaan Bali adalah dimulai dari
penaklukan oleh Jawa melalui mahapatih Majapahit yang berhasil
menggulingkan Raja Bali. Tiga abad selanjutnya, Bali yang kokoh

19
dibangun sebagai bagian dari
kekuasaan Jawa Timur itu
terpecah menjadi kerajaan-
kerajaan kecil yang saling bertikai.
Kebudayaan istana
pada masa- masa itu adalah
kebudayaan yang dikuasai oleh
etik perang dan roman, terutama
para pangeran yang lebih suka
digambarkan sebagai seorang kekasih dan juru perang atau prajurit yang
dicintai rakyat dan ditakuti musuh. Gambuh sendiri adalah warisan sebagai
perwujudan roman tersebut. Mempertunjukkan lakon dari ceritera Malat,
sebuah epik Panji yang berasal dari kebudayaan Majapahit Kuno. Pada
masa keemasan raja-raja Bali, terutama Dalem Waturenggong (1416-
1550), kesenian ini adalah seni pertunjukan prestisius bagi seisi istana.
Hampir setiap puri memiliki panggung khusus yang biasa disebut bale
pegambuhan (Anonim, Drama Tari Gambuh – Kesenian Klasik Mata Air
Seni Pertunjukan Bali. blogkulo.com).
c. Pola Gerak Tari Gambuh

Gambar 2.18. Pola Gerak Tari Gambuh


Sumber: http://repo.isi-dps.ac.id
20
Dari jenis-jenis gerak tari yang biasa dipergunakan dalam tari Gambuh,
terdiri dari:
1. Mungkah Lawang : gerakan seperti membuka langse yang biasanya
dipakai untuk memulai suatu tarian condong.
2. Ngeseh : gerakan sendi untuk menghubungkan agem kanan ke agem
kiri.
3. Ngalih pajeng : gerakan pencari pajeng (paying) yang merupakan salah
satu properti dari tempat pementasan (kalangan).
4. Nayog : berjalan dengan ayunan tangan agak datar ke samping.
5. Nyambir : mengambil ujung (sisi) kampuh kanan dengan tangan kiri
dan kanan kemudian diangkat bersama-sama setinggi dada (di muka
dada).
6. Butangawasari : posisi berdiri dengan mengangkat sebelah kaki
(nengkleng) dengan tangan kanan ditekuk di atas kepala, sedangkan
tangan kiri ditekuk ke samping.
7. Gelatik nuut papah : meloncat kecil seperti burung gelatik baik ke
kanan maupun ke kiri, sementara ditekuk datar ke samping kanan
maupun kiri.
8. Nepuk : mengambil (menyentuh) kampuh pada pertengahan dada, baik
oleh tangan kanan maupun tangan kiri.
9. Ngelangsut
10. Ngerajeg : gerakan mencari rajeg yang biasanya berfungsi sebagai
dekorasi di sudut-sudut arena tari.
11. Nyeleyog : gerak perpindahan yang disertai dengan perputaran bahu
dadn kemudian dilakukan bersama-sama dengan memindahkan arah
hadap.
12. Anadab gelung : gerakan tangan untuk menyentuh bagian samping dari
gelungan.
13. Anadab karna : gerakan tangan untuk menyentuh telinga bagian
atasnya.
14. Anadah oncer : gerakan mengambil oncer.

21
15. Tayungan ngotes (kotes) : ayunan tangan tepat ke muka dan ke
belakang.
16. Nakep dada : menutup dada dengan posisi tangan menyilang.
17. Milpil : berjalan cepat.
18. Malpal : berjalan cepat dengan langkah agak lebar dan berat.
19. Ngulah : sejenis ngangsel namun dilakukan dengan melangkah ke
depan.
20. Ngeger : semacam ngangsel namun dilakukan dalam batas lagu yang
lebih panjang. Ngeger ini juga disebut ngopak lantang.
21. Kirig udang : gerakan semacam ngangsel yang dilakukan dengan
menarik salah satu kaki dengan tolehan stakato ke bawah.
d. Busana dan Aksesoris Tari Gambuh

Gambar 2.19. Busana dan Akesoris Tari Gambuh


Sumber: http://repo.isi-dps.ac.id

Secara umum
bahwa semua peran-
peran yang
ditampilkan
dalam Pagambuhan
tata busananya
terdiri dari busana
“Kakam puhan” untuk
peran putra dan busana putri dengan segala variasi untuk peran-peran putri
(wanita), sebagai berikut:
1. Untuk busana putra terdiri dari:

22
a. Jaler : celana panjang berwarna putih ataupun loreng-loreng.
b. Stewel : hiasan untuk membalut jaler dari bawah lutut sampai ke
pergelangan kaki.
c. Kain putih kekancutan : kain yang dipakai secara melilitkannya di
badan setinggi dada (dipasang sebelum saput).
d. Saput : semacam sarung yang dipegang pada satu sisinya, digambari
dengan bermacam-macam ornamen dari motif prada, atau dibuat dari
kain loreng.
e. Angkeb bullet ( angkeb kancut ) : hiasan kecil yang juga di prada,
dipasang sesudah saput untuk menutup bagian punggung atau
menutup ikatan kain putih kalau ujungnya dicawatkan di punggung.
f. Bapang : hiasan pada leher (neckband).
g. Gelangkana : hiasan kecil untuk menutup ujung baju pada
pergelangan tangan.
h. Awiran : hiasan kecil bermotifkan prada yang dipasang diatas
(menutupi) angkeb atau digantungkan di bawah keris.
i. Angkep pala : hiasan semacam angkeb kancut namun lebih kecil
yang dipasang untuk menutupi pundak baik kiri maupun kanan.
j. Sabuk : terdiri dari sabuk kancing yang dipasang di pinggang dan
sabuk stagen untuk mengikat kain putih maupun saput.
k. Gelungan lengar dan Sobrat masing-masing dikenakan oleh
Demang dan Tumenggung
2. Untuk busana putri terdiri dari:
a. Kain : jenisnya ada yang memakai lancingan (kancut) ada juga yang
tanpa kancut.
b. Sabuk : sabuk stagen dan sabuk prada (semacam sabuk stagen yang
dihiasi dengan motif-motif prada).
c. Lamak : hiasan penutup badan bagian depan yang dipasang
bergantungan dari atas susu hingga di atas lutut.
d. Gelangkana : hiasan penutup ujung baju pada pergelangan tangan
dan ada juga yang dipasang di lengan atas (hanya untuk peran putri
raja).

23
e. Ampok-ampok : hiasan dari kulit yang dipasang di pinggang.
f. Bapang : hiasan pada leher yang dipasang membidang melingkari
pundak dan dada.
g. Gelungan Papudakan : dikenakan oleh Putri dan Kakan-kakan.
Untuk Kakan-kakan bentuk papudakannya lebih kecil (Anonim.
Drama Tari Gambuh Bali. Blogkulo.com )

e. Warna Tari Gambuh

Gambar 2.20. Warna Tari Gambuh


Sumber : Analisa 2019
Warna utama yang digunakan
pada ruang galeri Tari Gambuh
Batuan adalah warna Tri Datu seperti
pada kostum para pemain, yaitu
merah, putih, dan hitam sebagai lambang Dewa Brahma, Siwa, dan Wisnu.
Selain itu terdapat pula warna cokelat serta hijau, ungu, merah muda
adalah sebagai warna pemanis dan pelengkap.

2.1.2 Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Cultural Heritage)


Menurut situs http://disbud.kepriprov.go.id, Warisan Budaya Tak
Benda adalah warisan budaya non-fisik yang bentuknya bukan benda dan
sulit untuk dilihat dengan mata. Contoh dari warisan budaya tak benda
adalah peraturan, bahasa, pengetahuan, nilai-nilai. Berdasarkan definisi
tersebut, warisan budaya tak benda yang ada di Kabupaten Gianyar adalah
sebagai berikut:

24
1. Mepantigan
a. Definisi Mepantigan

Gambar 2.21. Mepantigan


Sumber: www balidirections.com

Mepantigan
adalah suatu tradisi bela diri asal Bali yang biasa disebut oleh masyarakat
umum dengan gulat lumpur karena lokasi pertunjukan yang kerap
diadakan di sawah berlumpur walaupun pada kenyataannya Mepantigan
dapat dilakukan di area terbuka mana saja. Kata Mepantigan berasal dari
kata dalam Bahasa Bali, yaitu pantig yang berarti membanting. Pada
dasarnya Mepantigan adalah sebuah pementasan tari, pemujaan dan seni
gulat ala Bali. Tradisi ini kini ramai dipertunjukkan.
b. Sejarah Mepantigan

Gambar 2.22. I Putu Witsen Widjaya Mepantigan


Sumber: dedotblog
didirikan oleh I Putu Witsen

25
Widjaya dan muncul dari rasa jengah sebagai orang Bali penekun seni
beladiri yang ingin mempunyai ciri khas seni bela diri ala Bali. Menurut,
Putu Witsen sesungguhnya Mepantigan ini sebenarnya merupakan sebuah
bentuk persembahan kepada Dewi Sri yang pada awalnya hanya
dipentaskan pada saat pemujaan Hari Dewi Sri yang dipuja umat Hindu di
Bali sebagai Sang Pemberi Berkah. Mapantigan awalnya terinspirasi oleh
seorang pelukis yang bernama Walter Spies.
Pada tahun 1930-an Walter Spies dengan I Wayan Limbak seorang
seniman tari Bali penggagas tarian kecak, I Putu Witsen Widjaya seorang
seniman beladiri menciptakan seni beladiri baru yang mengambil gerakan
pencak kuno Bali sebagai dasarnya. Pencak tradisional Bali yang
dimaksud berupa Sitembak, 7 Harian, dan Depok yang biasa juga disebut
sebagai Tengklung. Kemudian semua itu dipadukan dengan drama, tari
Bali dan jurus-jurus beladiri seperti Tae Kwon Do, Capoera dan lain-lain.
Dari penggabungan seluruh hal tersebut jadilah sebuah aliran bela diri baru
yang diberi nama dalam bahasa Bali sebagai Mapantigan, yang artinya
saling membanting. Mapantigan kemudian diperkenalkan pada publik
pada tahun 2006 (Kartika D, 2019).
c. Fungsi Mepantigan
Fungsi Mepantigan adalah sebagai sebuah pementasan tari,
pemujaan dan seni gulat ala Bali. Menurut Putu Witsen sesungguhnya
Mepantigan ini sebenarnya merupakan sebuah bentuk persembahan
kepada Dewi Sri (Dewi Tanah/Dewi Ibu) yang dalam kebudayaan Yunani
disebut dengan Dewa Venus) yang awal-awalnya hanya dipentaskan pada
saat pemujaan Hari Dewi Sri yang dipuja umat Hindu di Bali sebagai Sang
Pemberi Berkah. Namun seiring perkembangan zaman, Mepantigan
kemudian dipergunakan sebagai sebuah atraksi bela diri sekaligus sebagai
sarana hiburan rakyat (Suwidnya, 2014).
d. Sarana Mepantigan
Sarana atau properti dalam Mepantigan yang paling utama adalah
sesajen, genta, dan asepan (menyan). Selain itu untuk lebih menekankan
ciri khas Bali Putu Witsen mengembalikan kostum pencaknya ke pakaian

26
asli pencak Bali kuno, yaitu hanya mengenakan kain yang diikat
sedemikian rupa menjadi seperti celana pendek (kamen kancut atau
mekancut gulaginting) dipadukan dengan ikat kepala khas Bali yang biasa
disebut Udeng (destar) klasik dengan didominasi oleh tiga warna, yaitu
warna merah, putih, dan hitam (Suwidnya, 2014).

Gambar 2.23. Kostum Mepantigan


Sumber: https://robbreport.com.my

Pakaian ini didapatnya dari literatur yang ada tentang pencak Bali
kuno. Para pesilat Mepantigan menggunakan kain dan Udeng jika
bertanding atau melakukan pertunjukan. Khusus untuk berlatih mereka
biasanya menggunakan kostum merah putih dan kain batik sebagai
penanda bahwa mepantigan adalah berasal dari Indonesia. Sepanjang
pertarungan, instrumen musik Bali berupa gamelan dipergunakan sebagai
musik pengiring pertarungan yang berfungsi untuk menyemarakkan serta
memberi semangat selama Mepantigan berlangsung. Instrumen yang
dipergunakan berupa: Satu buah instrumen tawa-tawa, 1 buah kendang
cedugan, dan 1 buah ceng-ceng kopyak (Suwidnya, 2014).
e. Makna Mepantigan
Adapun makna yang terkandung dalam atraksi Mepantigan,
(Suwidnya, 2014) :
1. Mantigang (saling banting) : Sebagai simbol dua kekuatan berbeda
yang saling berlawanan.

27
2. Destar dengan warna Tri Datu : Sebagai alat ikat kepala dengan warna
merah, putih, hitam (Brahma, Wisnu, Siwa).
3. Gamelan : Sebagai pemberi semangat dan untuk menambah semarak
suasana.
f. Prosesi Mepantigan

Gambar 2.24. Prosesi Mepantigan


Sumber: dedotblog.wordpress.com

Pementasan atau atraksi dapat dimulai setelah seluruh anggota


datang. Diawali dengan merias diri, pemain gamelan mengenakan kostum
berupa daun pisang kering dan peserta Mepantigan melakukan body
painting. Wasit yang terlebih dahulu berada di tengah-tengah lapangan
manggil seluruh pemain untuk memasuki arena Mepantigan. Pertarungan
dilakukan oleh seorang wanita dan laki-laki yang mengawali melakukan
gerak tari dengan iringan gamelan Baleganjur. Setelah suara gamelan yang
dimainkan oleh para pengrawit semakin keras dan dengan tempo yang
cepat, proses pertarungan pun dimulai, saling banting antara pemain pun
dilakukan (Suwidnya, 2014).
g. Warna Mepantigan
Warna utama yang digunakan pada ruang galeri Mepantigan adalah
warna Tri Datu seperti pada kostum para pemain, yaitu merah, putih, dan
hitam sebagai lambang Dewa Brahma, Siwa, dan Wisnu. Selain itu
terdapat pula warna cokelat serta hijau sebagai pelengkap.

28
Gambar 2.25. Warna pada Galeri Mepantigan
Sumber: Analisa 2019

2. Ngerebeg
a. Definisi Ngerebeg
Kata Ngerebeg berasal dari Bahasa Jawa Kuno yaitu “Gerebeg” yang
berarti kelompok, suara keras, rebut, menggedor, merampas, mengusir.
Gerebeg juga dapat berarti ritual besar. Namun pada dasarnya kata
“gerebeg” yang diberi anusuara menjadi Ngerebeg berarti aksi bersama-
sama yang menimbulkan suara gaduh. Berdasarkan hal tersebut Ngerebeg
mengacu pada upacara yang besar yang diikuti oleh banyak orang dengan
semangat dan dengan suara yang gaduh. Tradisi Ngerebeg bermakna
menempatkan para Wong Samar, dimana Wong Samar ini diberikan
sebuah tempat atau palinggih. Dalam kepercayaan masyarakat, tradisi
Ngerebeg merupakan simbol menjaga keharmonisan makhluk Tuhan yang
ada di dua dunia yang berbeda. Di samping itu, makna ritual Ngerebeg
adalah membersihkan pikiran dalam Bhuana Alit ( tubuh manusia ) dan
Bhuana Agung ( alam semesta ).
Tradisi Ngerebeg merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Tegallalang untuk membentuk kepribadian generasi
penerusnya dalam menjaga keseimbangan ( Tri Hita Karana ). Kepribadian
ini terbentuk melalui proses sosialisasi dan internalisasi yang secara tidak
langsung telah meresapkan norma-norma sosial dan pola-pola tingkah
sosial ke alam psikis (jiwa) seseorang (Narwoko dan Suyanto, 2004).
Pembentukan kepribadian pada tradisi Ngerebeg ini dilakukan oleh
kelompok, karena peran kelompok (para tetua adat) sangatlah tinggi,

29
dimulai dari persiapan awal hingga akhir kegiatan dilakukan oleh
kelompok. Di Desa Tegallalang, kelompok ini disebut dengan istilah
pemaksan, sekaa atau pengiring. Kelompok ini terbentuk dari rasa
solidaritas dan loyalitas ( ngayah ) yang sangat tinggi dalam mengurus dan
mengayomi kepentingan upacara maupun prosesi ritual yang dilaksanakan
di Pura Duurbingin.
Tradisi Ngerebeg adalah sebuah karya seni yang berkembang secara
terus menerus. Menurut para tetua adat, seni menghias tubuh ini telah
mengalami perubahan. Dulu hanya berupa hiasan biasa ( sekedar mencoret
muka dengan satu warna ), akan tetapi saat ini kreatifitas peserta dalam
merias tubuhnya sangat tinggi. Hal ini tentu memberikan daya tarik
tersendiri bagi wisatawan yang menonton tradisi Ngerebeg . Dilihat dari
filsafat ilmu, seni merupakan sesuatu yang mengarah kepada estetika (Gie,
2007). Karena, estetika sebagai wujud keindahan bersifat komunikatif
sehingga mudah dipahami (Latif, 2014). Dalam mengekspresikannya tentu
memerlukan kreatifitas agar penikmat memahami apa makna yang
dimaksud (Suartika, I Wayan. 2014. Tradisi Ngerebeg di Desa Pakraman
Tegallang, Gianyar, Bali. www.Penelusuran-Nilai-Tangible-dan-
Intangible-Heritage-dalam-Tradisi-Ngerebeg-di-Desa-Tegallalang-
Gianyar).

Gambar 2.26. Tradisi Ngerebeg


Sumber : https://adira.co.id/sahabatlokal/ngerebeg-tradisi-mewarnai-diri-
yang-hanya-ada-di-desa-tegallalang-1

30
Gambar 2.27. Tradisi Ngerebeg
Sumber : https://adira.co.id/sahabatlokal/ngerebeg-tradisi-mewarnai-diri-
yang-hanya-ada-di-desa-tegallalang-1

b. Filosofi Ngerebeg
Tradisi Ngerebeg di desa Tegalalang diperkirakan telah ada sejak abad
ke 13 sesuai dengan kedatangan Tjokorda Ketut Segara ke desa ini.
Tradisi Ngerebeg ini dikaitkan dengan sejarah pura sebagai suatu
perayaan. Dimana ketika Pura Duur Bingin di bangun pada jaman
kerajaan Ratu Dalem Segara, di wilayah tersebut sempat terjadi
ketegangan yang berhubungan dengan mempertahankan posisi dan
wilayah yang saat ini bernama Tegalalang ( Suwartika,2014 ).
Pelaksanaan tradisi Ngerebeg sudah diterima secara turun temurun
oleh masyarakat desa Pakraman Tegalalang dan sampai sekarang masih
tetap dipertahankan. Adapun alasan atau faktor-faktor yang
mempengaruhi masyarakat desa Pakraman Tegalalang masih tetap
mempertahankan tradisi Ngerebeg adalah suatu keyakinan dan
kepercayaan dalam suatu masyarakat jika tradisi Ngerebeg tidak
dilaksanakan maka akan terjadi bencana yang menimpa masyarakat.
Krama setempat, khususnya pangempon Pura Duur Bingin, sangat
percaya jika ritual Ngerebeg ini tidak dilaksanakan, maka akan terjadi
bencana di wilayah desa Pekraman Tegalalang. Oleh karena itu tradisi
Ngerebeg ini tetap dilestarikan hingga sekarang (Prarabda Karma,Made.
Penelusuran Nilai Tangible dan Intangible Heritage dalam Tradisi
Ngerebeg di Desa Tegallalang, Gianyar, Bali. www.Penelusuran-Nilai-

31
Tangible-dan-Intangible-Heritage-dalam-Tradisi-Ngerebeg-di-Desa-
Tegallalang-Gianyar.pdf).
c. Pola atau Pattern Ngerebeg
1. Pola klakat atau pancak, klakat tersebut terbuat dari anyaman bamboo
berbentuk segi empat ( bujur sangkar ) dan memiliki ukuran yang
beragam. Pada klakat terdapat lubang-lubang berbentuk segi empat,
jumlah lubang pada klakat pancak yaitu 25 buah yang secara vertikal
5 buah dan horizontal 5 buah. Pancak berasal dari kata panca yang
berarti lima (I Putu Suyatra, 2017. Klakat Simbolik Kesaktian dan
Kemahamuliaan Tuhan. Baliexpressjawapos.com).

Gambar 2.28. Pola Klakat


Sumber : https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1104505104-3-BAB

2. Pola klakat Sudhamala, klakat tersebut terbuat dari bambu berukuran


10 – 15 cm dan menggunakan bahan tiying kuning (bambu yang sudah
tua dan kuning) dan berbentuk segi empat bujur sangkar. Klakat
Sudhamala dibuat dengan konsep purusha dan prakerti, sehingga
terdiri atas dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan. Klakat Sudhamala
yang laki-laki pada lubang tengahnya terdapat tanda silang.
Sedangkan untuk klakat Sudhamala yang perempuan hanya terdapat
lubang dengan tepian delapan sudut ( segi delapan ).

Gambar 2.29. Pola Klakat Sudhamala muani


Sumber : http://sejarahharirayahindu.blogspot.com/2016/07/contoh-
klakat.html
32
Gambar 2.30. Pola Klakat Sudhamala Luh
Sumber : http://sejarahharirayahindu.blogspot.com/2016/07/contoh-
klakat.html

3. Pola pelepah busung ( janur ), pelepah daun jaka ( aren ), lelontek,


kober ( bendera suci ), penjor.

Gambar 2.31. Pola pelepah busung dan daun jaka


Sumber : bali-travelnews.com/2016/10/13/ngerebeg-tradisi-
unik-dari-tegallalang/

Gambar 2.32. Pola Kober (bendera suci)


Sumber : http://sejarahharirayahindu.blogspot.com/2016/07/contoh-
klakat.html

33
Gambar 2.33. Pola Pelepah busung
Sumber : bali-travelnews.com/2016/10/13/ngerebeg-tradisi-
unik-dari-tegallalang/

d. Warna Ngerebeg
Warna yang digunakan untuk mengikuti tradisi Ngerebeg antara lain
merah, kuning, hijau biru, merah muda, ungu dan putih.

Gambar 2.34. warna tradisi ngerebeg


Sumber : Analisa 2019

Warna utama yang digunakan pada ruang galeri Ngerebeg adalah


warna-warna cerah seperti pada warna cat yang digunakan untuk
mewarnai badan pengayah Ngerebeg

e. Proses Tradisi Ngerebeg


Proses yang dilakukan dalam kegiatan Ngerebeg adalah dimulai
dari suara tabuh baleganjur mulai dimainkan, ratusan pengayah
Ngerebeg yang telah mewarnai badan dan menggunakan aksesoris dan
sudah berbaris rapi akan berjalan mengelilingi desa sembari menyerukan
“suryak- eyo-eyo”. Sebelum berangkat mengelilingi desa, para pengayah
Ngerebeg dihidangkan dua buah paica yaitu paica cenik dan paica gede
(anugrah yang bentuknya kecil dan besar ). Semua pengayah Ngerebeg
pun makan paica dengan cara magibung ( berkumpul melingkar ). Dalam
mewarnai seluruh badan, pengayah Ngerebeg menggunakan cat air atau

34
cat minyak agar mudah dibersihkan ( Himas Nur. Tradisi Ngerebeg Bali,
Ritual Suci Menghias Tubuh Agar Terlihat Seram. phinemo.com ).

2.2 Tinjauan Desain


2.2.1 Tipologi Galeri
Menurut sebuah situs jurnal online milik Universitas Atmajaya (2012),
tipologi galeri seni dapat dibagi berdasarkan banyak jenis seperti berikut:
1. Galeri seni berdasarkan tempat penyelenggaraannya :
a. Galeri Seni Tradisional
Galeri yang aktivitasnya diselenggarakan di selasar.
b. Galeri Seni Modern
Galeri dengan perencanaan ruang secara modern.
Berdasarkan tempat penyelenggaraan, jenis galeri ini adalah galeri
modern karena meskipun akan mengambil nilai-nilai tradisional tetapi
akan disajikan secara modern.
2. Galeri seni berdasarkan sifat kepemilikannya:
a. Milik Pribadi
Galeri yang dimiliki oleh perseorangan/pribadi atau kelompok.
b. Milik Pemerintah
Galeri milik pemerintah dan terbuka untuk umum.
c. Kombinasi Keduanya
Berdasarkan sifat kepemilikannya, galeri ini milik pemerintah dan
terbuka untuk umum karena galeri ini adalah Galeri Budaya Gianyar
yang berada di bawah Dinas Kebudayaan Gianyar.
3. Galeri seni berdasarkan isi koleksinya:
a. Galeri Seni Primitif
Galeri yang menyelenggarakan aktifitas di bidang seni primitif.
b. Galeri Seni Klasik
Galeri yang menyelenggarakan aktifitas di bidang seni klasik.
1. Galeri Seni Modern
Galeri yang menyelenggarakan aktifitas di bidang seni modern.

35
Berdasarkan koleksinya, galeri ini termasuk dalam galeri seni klasik
karena koleksi yang ditampilkan bersifat tradisional dan sudah ada sejak
lampau.
4. Galeri seni berdasarkan jenis pamerannya:
a. Tetap
Pameran yang diadakan terus-menerus tanpa ada batasan waktu.
Barang-barang yang dipamerkan tetap atau bisa juga bertambah.
b. Temporer
Pameran yang diadakan sementara dengan batasan waktu tertentu.
c. Keliling
Pameran yang berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat yang
lain.

Berdasarkan jenis pamerannya, galeri ini termasuk dalam galeri tetap dan
tidak akan berpindah ke tempat lain serta tidak hanya digunakan dalam
batas waktu tertentu.
5. Galeri seni berdasarkan jangkauan koleksinya dibagi menjadi tiga:
a. Lokal
Merupakan galeri yang mempunyai koleksi dengan objek-objek yang
diambil dari lingkungan setempat.
b. Regional
Merupakan galeri yang mempunyai koleksi dengan objek-objek yang
diambil dari tingkat daerah/provinsi.
c. Internasional
Merupakan galeri yang mempunyai koleksi dengan objek-objek yang
diambil dari suatu negara atau dunia.

Berdasarkan jangkauan koleksinya, galeri ini termasuk dalam galeri


dengan koleksi lokal karena jangkauan pengambilan koleksi masih
berada di daerah Gianyar.

2.2.2 Organisasi Ruang


Menurut D.K. Ching (1996), terdapat 6 jenis organisasi ruang, yaitu
Organisasi Ruang Terpusat, Organisasi Ruang Linier, Organisasi Ruang

36
Radial, Organisasi Ruang Cluster, dan Organisasi Ruang Grid. Dalam
perancangan interior sebuah Galeri Budaya Bali, organisasi ruang yang
digunakan adalah Organisasi Ruang Radial.

Gambar 2.35. Organisasi Radial


Sumber: remigius.staff.gunadarma.ac.id

Organisasi ruang radial memadukan unsur-unsur organisasi terpusat dan


linier. Organisasi ini terdiri dari ruang pusat yang dominan di mana
sejumlah organisasi linier berkembang menurut arah jari-jarinya. Apabila
suatu organisasi terpusat adalah sebuah bentuk yang introvert yang
memusatkan pandangannya ke dalam ruang pusatnya, maka sebuah
organisasi radial adalah sebuah bentuk yang ekstrovert yang mengembang
keluar lingkupnya.

2.2.3 Sirkulasi Ruang


Menurut Agus Darma (1998) dalam buku Seri Diktat Kuliah Teori
Arsitektur 2, sirkulasi penghubung ruang dibedakan menjadi tiga sirkulasi
yaitu Sirkulasi Melewati Ruang, Sirkulasi Menembus Ruang, dan Sirkulasi
Berakhir dalam Ruang. Sedangkan di dalam pola sirkulasi terdapat lima
pola sirkulasi interior yaitu Pola Linear, Pola Radial, Pola Spiral, Pola
Network, dan Pola Campuran.
Dalam perancangan Pusat Budaya Bali di Gianyar akan menggunakan
Sirkulasi Melewati Ruang dan menggunakan pola sirkulasi interior yaitu
Pola Spiral. Berikut ini adalah penjelasannya.

37
1. Sirkulasi Melewati Ruang

Gambar 2.36. Sirkulasi Melewati Ruang


Sumber: Diktat Kuliah Teori Arsitektur 2

Ialah suatu pergerakkan/ruang lingkup gerak yang berfungsi sebagai


penghubung ruang satu dengan lainnya. Mempunyai beberapa ciri:
a. Mempertahankan integritas ruang (keutuhan ruang, tanpa
mengganggu ruang lainnya).
b. Menunjukan ruang yang bebas (jalan, lorong, dsb.).
c. Menghubungkan ruang satu dengan lainnya.
2. Pola Sirkulasi Interior Spiral

38
Gambar 2.37. Konfigurasi Spiral
Sumber: Diktat Kuliah Teori Arsitektur 2
Suatu jalan tunggal menerus yang berasal atau menuju ke titik pusat.

2.2.4 Elemen

Pembentuk Ruang
1. Dinding

Dinding adalah suatu struktur padat yang membatasi dan kadang


melindungi suatu area. Umumnya, dinding membatasi suatu bangunan dan

39
Gambar 2.38. Dinding
Sumber: http://4.bp.blogspot.com/-wie-1600/1012070_dinding.jpg
menyokong struktur lainnya. Finishing dinding yang biasa digunakan untuk
sebuah galeri yaitu dinding dengan finishing cat yang disesuaikan dengan
tema galeri, dan jenis dinding yang ke dua yaitu dinding bata baik
memunculkan warna bata secara langsung ataupun di-finishing dengan cat
putih. Dua jenis pengaplikasian pada dinding tersebut sering digunakan
pada galeri bahkan pada bangunan publik lainnya (Wikipedia, 2015).
2. Lantai

Gambar 2.39. Lantai


Sumber: http://4.bp.blogspot.com/
Lantai merupakan bagian dasar sebuah ruang, yang memiliki peran
penting untuk memperkuat eksistensi obyek yang berada di dalam ruang.
Lantai yang biasa digunakan untuk ruang galeri atau bangunan publik pada
umumnya adalah lantai keramik selain sifatnya yang cocok dengan iklim
Indonesia lantai keramik juga memiliki warna, ukuran dan motif yang

beragam dan mudah dalam perawatannya. Pilihan lantai selanjutnya yaitu


lantai beton yang mulai banyak digunakan karena selain ramah lingkungan
lantai ini juga mudah dalam perawatannya dan dengan beragam finishing
seperti matte untuk kesan lebih soft, maupun finishing mengkilap
(Wikipedia, 2015).
3. Plafon

40
Gambar 2.40. Plafon
Sumber: http://4.bp.blogspot.com/
Plafon
adalah bagian
dari
konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai langit-langit bangunan. Pada
dasarnya plafon dibuat dengan maksud untuk mencegah cuaca panas atau
dingin agar tidak langsung masuk ke dalam rumah setelah melewati atap.
Pada sebuah galeri biasanya banyak menggunakan plafon gypsum yang di
desain dengan up / down ceiling selain mudah dalam pengaplikasiannya
plafon ini juga mudah didapatkan pengaplikasian plafon ini juga biasa
dikombinasikan dengan kaca bening agar barang atau benda di bawahnya
terang saat siang hari. Jenis plafon yang kedua adalah ekspos dimana sebuah
galeri menggunakan teknik penggunaan atap tanpa lapisan penutup di
bagian bawah atapnya, sehingga rangka atap ataupun beton terlihat secara
langsung (Wikipedia, 2015).

2.2.5 Elemen Pelengkap Ruang


1. Pintu

Gambar 2.41. Pintu Kaca


Sumber: https://image1ws.indotrading.com
41
Pintu berfungsi sebagai jalan keluar masuknya orang ataupun
barang, pintu dan jalan masuk memungkinkan akses fisik untuk kita
sendiri, perabot, dan barang-barang untuk masuk dan keluar bangunan
dan dari satu ruang ke ruang lain dalam bangunan (Ching 1996:220).
Pintu yang sering digunakan dan dipilih dalam sebuah galeri adalah pintu
swing dengan bukaan lebar, yang biasanya menggunakan material kaca
kombinasi aluminium atau kayu dengan tujuan agar barang ataupun
benda yang berada di alam ruang terlihat dari luar dan menarik
pengunjung untuk melihatnya lebih dekat.
2. Jendela

Gambar 2.42. Jendela


Sumber: https://image1ws.indotrading.com

Jendela dapat dilihat sebagai bagian yang terang pada dinding, jendela
dapat dikembangkan sampai ke taraf dimana jendela menjadi bidang
dinding fisik. Jendela yang transparan secara visual dapat menyatukan
sebuah ruang interior dengan ruang luar atau dengan ruang interior di
sebelahnya (Wikipedia, 2015). Jendela pada sebuah galeri biasanya
merupakan jendela kaca dengan bukaan besar dengan tujuan
pencahayaan pada saat siang hari masuk dengan sempurna ke dalam
ruang sehingga tidak terjadi pemborosan listrik.

2.2.6 Utilitas
1. Pencahayaan

42
Syarat-syarat Umum Pencahayaan pada Museum
Secara umum dalam perancangan sebuah gallery, permainan
pencahayaan dalam sebuah gallery memiliki syarat-sayarat umum untuk
mendukung karya atau display yang di pajang untuk menambah kesan
dramatis serta estetik karya. Berikut merupakan pencahayaan secara
umum yang akan digunakan dalam perancangan pusat kebudayaan bali di
kabupaten Gianyar, Bali.

a. Emphasis (Accent)
Emphasis (accent) digunakan sebagai penarik perhatian pengamat
terhadap suatu objek yang ditonjolkan. Dengan adanya emphasis,
objek akan tampil lebih dramatis serta menarik.
b. Orientation
Penataan objek pamer pada museum seringkali disesuaikan dengan
bentuk ruang. Penataan pencahayaan pada sirkulasi ruang digunakan
sebagai pembentuk orientasi ruang.
c. Color
Pendefinisian objek pamer yang baik dapat terpenuhi apabila color
rendering index, color appearance, color temperature, memenuhi
persyaratan yang ada. Dalam hal ini, pemilihan jenis lampu juga akan
mempengaruhi.
d. Flexibility
Flexibility perlu diperhatikan terutama dalam ruang pameran yang
bersifat tetap. Penggunaan sumber cahaya yang mudah diletakkan dan
dipindahkan menjadi pertimbangan yang penting.
A. Pencahayaan Alami

43
Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari
Gambar 2.43. Ruangan dengan Cahaya Alami
sinar
Sumber matahari. Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain
: http://architectaria.com/wp-content/uploads/2015/02/pencahayaan_alami_2.jpg

menghemat energi listrik juga dapat membunuh kuman. Sumber cahaya


utama yang dapat dimanfaatkan:
a. Sunlight, cahaya matahari langsung dan tingkat cahayanya tinggi.
b. Daylight, cahaya matahari yang sudah tersebar dilangit dan tingkat
cahayanya rendah.
c. Reflected light, cahaya matahari yang sudah dipantulkan.
B. Pencahayaan Buatan
Sistem Pencahayaan Buatan pada Gallery

a. Sistem Pencahayaan Merata (General Lighting)


General lighting memberikan iluminasi yang seragam pada
keseluruhan ruang pamer sehingga mendapat kondisi visual yang
merata. Dengan sistem ini, perletakan titik cahaya ditempatkan
secara merata pada bidang plafon. Penggunaan sistem ini akan
membantu dalam penciptaan suasana ruang pamer yang diinginkan
secara
umum.

44
Gambar 2.44. Ilustrasi sistem pencahayaan merata
Sumber: www.ccohs.ca diakses 14 Oktober 2019
b. Sistem Pencahayaan Terarah (Localised Lighting)
Localised lighting digunakan untuk menonjolkan suatu objek
terutama pada ruang pamer. Pencahayaan dengan sistem ini
dilakukan dengan mengarahkan sumber cahaya ke arah objek.
Sumber cahayanya sendiri menggunakan lampu dengan reflektor
atau armatur khusus.

Gambar 2.45. Ilustrasi sistem pencahayaan terarah


Sumber: www.ccohs.ca diakses 21 Mei 2013

c. Teknik Pencahayan Buatan pada Gallery


Teknik pada desain pencahayaan buatan merupakan hal-hal yang
berhubungan dengan tata letak lampu dan armaturnya agar
menghasilkan efek cahaya yang diinginkan. Untuk ruang pamer
pada museum sendiri menggunakan teknik-teknik antara lain.
1. Highlighting

45
Highlighting merupakan teknik yang digunakan untuk
menciptakan pencahayaan dengan memberikan sorotan cahaya
pada objek-objek tertentu yang dianggap istimewa dalam
lingungan sekitarnya yang lebih rendah intensitas cahayanya.
Pada penataan objek-objek pamer dalam suatu museum, setiap
objek diberikan pencahayaan lebih agar dapat langsung terlihat
dengan jelas objek yang dipamerkan. Dengan menggunakan
teknik ini, maka objek dapat terlihat lebih kontras dan
mendapatkan kesan yang lebih menarik.

Gambar 2.46. Ilustrasi highlighting


2. Sumber: Egan (Winaya, 2010)

3.
4.
5.
6.

Gambar 2.47. Ilustrasi highlighting


Sumber: Egan (Winaya, 2010)

2. Wa
s hin
g Wall

46
Washing adalah teknik pencahayaan dengan memberikan
pelapisan pencahayaan pada bidang dinding sehingga dinding
terlihat dilapisi secara merata dengan efek cahaya. Dengan
teknik ini, dinding akan terkesan maju atau mendekati
pengamatnya sehingga cocok untuk diterapkan pada ruang-
ruang yang berdimensi besar. Hal ini biasa dilakukan agar tidak
terdapat kesan monoton dalam penataan objek pamer di
museum.

Gambar 2.48. Ilustrasi wall washing


Sumber: Egan (Winaya, 2010)

Gambar 2.49. Ilustrasi wall washing 47


Sumber: Egan (Winaya, 2010)
3. Beam Play
Beam play adalah teknik pencahayaan dengan memanfaatkan
sorotan cahaya dari suatu sumber sebagai elemen visual. Pada
teknik ini dapat digunakan bidang tangkap tertentu untuk
memperlihatkan efek sorotan cahaya tersebut. pencahayaan ini
memberikan kesan yang lebih dramatis pada museum.
Pengolahan suasana tidak hanya terfokus pada bagaimana objek
pamer dapat tampil sebaik mungkin akan tetapi juga bagaimana
ruang tersebut dapat memberikan suasana yang sesuai dengan
lingkup dari museum itu sendiri.

4. Back Lighting Gambar 2.50. Ilustrasi beam play


Sumber: Egan (Winaya, 2010)
4. Back Lighting
Back lighting merupakan teknik pencahayaan buatan dengan
memposisikan objek diantara bidang tangkpa cahaya dengan
mata sehingga objek
terlihat sebagai bentuk
bayangan. Dalam
penggunaan teknik ini, perlu
diperhatikan derajat intensitas
cahaya yang digunakan agar
tidak menimbulkan
kesilauan bagi
pengamatnya.
Hal-hal yang ditonjolkan dengan teknik ini adalah objek itu

48
sendiri. Namun, warna, finishing, detail, dan karakteristik dari
objek akan tersamarkan oleh kegelapan. Back lighting juga
dapat digunakan sebagai pencahayaan dari dalam, sehingga
benda pamer terlihat bersinar dan terlihat terang dari belakang.

Gambar 2.51. Ilustrasi back lighting


Sumber: Egan (Winaya, 2010)

5. Down Lighting
Teknik ini merupakan teknik pencahayaan dengan cahaya lampu
yang mengarah langsung ke bawah (vertikal). Down lighting
sangat baik diterapkan pada ruangan yang tinggi dan dapat
menggunakan lampu yang sorotan cahayanya kuat. Biasanya
teknik ini digunakan sebagai pencahayaan merata pada penataan
pencahayaan suatu museum. Seringkali di dalam museum,
langit-langit ruangan sangat tinggi sehingga penggunaan jenis
lampu dengan teknik down lighting cukup sering digunakan.

49
Gambar 2.52. Ruangan dengan Cahaya Buatan
Sumber : http://ruangtamu.net/wp-content/uploads/2015/12/Tata-cahaya-ruangan-
yang-baik.jpg

Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber


cahaya selain cahaya alami. Pencahayaan buatan yang umum digunakan
pada sebuah galeri adalah:
a. Pencahayaan Umum (General Lighting)
Pencahayaan merata pada ruangan dan dimaksudkan untuk memberi
kesan merata agar tidak terlalu gelap.
b. Pencahayaan Ambien (Ambient Lighting)
Pencahayaan tidak langsung yang dipantulkan plafon dan dinding,
lampu dapat digantung pada dinding atau menyatu dengan perabot.
c. Pencahayaan Setempat (Task Lighting)

50
Jenis pencahayaan yang hanya terdapat pada tempat dan area
sekelilingnya yang terkena cahaya.
d. Pencahayaan Aksen (Accent Lighting)
Jenis pencahayaan yang digunakan pada objek tertentu.

2. Penghawaan
A. Penghawaan Alami

Gambar 2.53. Penggambaran Udara Masuk


Sumber : data:image/png;base64.jpg
Penghawaan alami atau ventilasi alami adalah proses pertukaran
udara di dalam bangunan melalui bantuan elemen-elemen bangunan
yang terbuka. Sirkulasi udara yang baik di dalam bangunan dapat
memberikan kenyamanan.

51
B. Penghawaan Buatan

Gambar 2.54. Penghawaan Buatan


Sumber: https://2.bp.blogspot.com/-T2R.jpg

Penghawaan buatan berasal dari alat-alat listrik yang menghasilkan


udara, penghawaan yang akan digunakan adalah AC (Air Conditioner)
dan kipas angin. AC atau kipas angin dipasang pada tempat-tempat
yang minim jendela atau tertutup. Dengan begitu kesegaran ruangan
dapat tetap terjaga dan penghuni di dalamnya dapat tetap beraktivitas
dengan nyaman tanpa
perlu khawatir sesak
nafas.

2.2.7 Warna
Berdasarkan kumpulan warna
dari masing-masing kebudayaan di atas serta mengikuti tema dan konsep
maka warna yang akan digunakan adalah warna-warna dari Dewata Nawa
Sanga, yaitu hijau, hitam, biru, putih, merah muda, merah, jingga, dan
kuning.

52
Gambar Gambar 2.55. Warna 2.40.
Sumber : analisa 2019

53
BAB III
METODOLOGI PERANCANGAN

3.1 Metode Desain


Dalam perancangan pusat kebudayaan bali di Kabupaten Gianyar,
Denpasar. Akan menggunakan metode rasional atau disebut Glass Box.
Metode perancangan Glass Box dilakukan secara logis serta berdasarkan
parameter yang terstruktur. Sesuai dengan data serta analisis yand sistemtis
dan rasional oleh sang perancang dimana konsep perancangannya tidak
datang secara spontan melainkan melalui tahap-tahap yang dilakukan
dengan penuh pertimbangan. Pada metode Glass Box ini terdapat tiga
tahapan perancangan yaitu input, proses, dan output (Laksito, 2014).
1. Input yaitu tahap awal dalam perancangan dengan mengumpulkan data-
data yang relevan serta berdasarkan sumber yang jelas. Adapun data
yang harus diperoleh yaitu data berdasarkan sumbernya yang terdiri
atas data primer dan skunder dan data yang diperoleh berdasarkan
wujudnya yang terdiri atas data fisik dan non-fisik.
2. Proses, Setelah proses input dilakukan selanjutkan dilanjutkan pada
tahap proses, data yang diperoleh akan dianalisa, selanjutnya akan
dilakukan proses sintesa, dimana dalam proses ini data yang dianalisa
serta dipertimbangkan serta akan diberikan solusi dari setiap
permasalahan atau diberikan beberapa alternative sehingga
memudahkan dalam perancangan dalam memperoleh tema dan konsep
perancangan.
3. Output, keputusan pada tahap akhir dari hasil analisa dan sintesa akan
terlihat. Keputusan yang didapat merupakan hasi perancangan yang
terbaik, namun apabila terdapat beberapa kesaahan akan di feedback
kembali serta diperbaiki, tahap perbaikan disebut denga revisi.

3.2 Metode Pengumpulan Data


Dalam perancangan pusat kebudayaan bali di Kabupaten Gianyar, Bali
ini digunakan beberapa metode pengumpulan data, yaitu sebagai berikut:

54
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh melalui survey
langsung atau observasi. Survey meninjau langsung ke lokasi lahan
yang akan digunakan sebagai objek perancangan gallery kebudayaan.
Objek atau lahan yang akan digunakan sebagai pusat kebudayaan
terdapat 2 lokasi yang terletak di Kabupaten Gianyar, yaitu terletak di
pusat kota yaitu berada di jalan raya Bypass Dharma Giri, sedangkan
alternative kedua berada dipinggiran kota yaitu berada di jalan raya
Kemenuh. Kedua lokasi ini dipilih berdasasrkan letaknya strategis yaitu
di pusat kota dan pinggiran kota.
2. Data Sekunder
Data sekunder yang didapat dalam perancangan pusat kebudayaan
Bali di Kabupaten Gianyar, Bali diperoleh berdasarkan:
a. Studi Pustaka
Data yang didapat berdasarkan studi literatur baik secara teori,
pendapat ahli, serta peraturan dan kebijakan daerah yang nantinya
akan menjadi acuan dalam perancangan, sehingga nantinya dapat
memperjelas proses analisa. Data ini bersumber dari buku, internet,
jurnal dan kebijakan pemerintah.

3.3 Metode Pengumpulan Data Berdasarkan Wujudnya


Berdasarkan metode pengumpulan data wujudnya dapat dibagi
menjadi data fisik dan data non-fisik, yaitu sebagai berikut :
1. Data Fisik
Data fisik dalam perancangan pusat kebudayaan Bali di Kabupaten
Gianyar, diperoleh melalui observasi langsung mengenai lokasi site dan
kondisi site saat ini terkait dengan kondisi alam dan lingkungan sekitar
site.
2. Data Non-Fisik
Data non-fisik dalam perancangan pusat kebudayaan Bali di Kabupaten
Gianyar, diperoleh melalui data civitas pengunjung dan staff dan

55
aktivitas didalamnya sehingga nantinya akan diperoleh kebutuhan ruang
apa saja yang ada di dalam fasilitas perancangan ini.

3.4 Metode Analisis Data


Analisis data adalah upaya mengolah data menjadi informasi sehingga
karakteristik data tersebut bisa dipahami dan bermanfaat untuk solusi
permasalahan. Analisis data juga dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang
dilakukan untuk mengubah data hasil dari penelitian menjadi informasi yang
nantinya bisa dipergunakan dalam mengambil kesimpulan. Adapun tujuan
dari analisis data ialah untuk mendeskripsikan data sehingga bisa dipahami
lalu untuk membuat kesimpulan atau menarik kesimpulan. Berdasarkan
pengumpulan data yang didapat, maka analisis data dalam perancangan ini
akan berupa:
1. Data Kuantitatif
Dalam proses kuantitatif perancangan pusat kebudayaan Bali di
Kabupaten Gianyar, menggunakan metode analisa kuantitatif agar
memudahkan beberapa hal yang terkait dengan perancangan seperti:
a. Analisa presentase kondisi serta kelebihan site yang terkait dengan
iklim di daerah sekitar site seperti curah huajn rata-rata pertahun,
suhu rata-rata pertahun, presentasi kelembaban cuaca, kecepatan
arah angin rata-rata per tahun, persentase penyinaran matahari pada
site per tahun, serta derajat sudut datang penyinaran matahari
terhadap site, serta analisa kelebihan dari site yang bisa
dimanfaatkan dalam perancangan.
2. Data Kualitatif
Dalam perancangan pusat kebudayaan Bali di Kabupaten Gianyar,
menggunakan metode analisis kualitatif untuk mengetahui beberapa hal
terkait dengan:
a. Data kualitatif ialah data naratif atau deskriptif yang menjelaskan
tentang kualitas suatu fenomena. Kualitas suatu fenomena tersebut
biasanya tidak mudah atau tidak bisa diukur secara numerik. Hal-

56
hal yang menggunakan data kualitatif adalah analisis civitas dan
aktivitas, serta analisis kebutuhan ruang.
Dalam perancangan kali ini, penulis menggunakan data kualitatif.
Setelah mengumpulkan data yang didapat dari berbagai sumber di internet,
langkah berikutnya adalah mentimpulkan dan mempelajari mengenai
kebudayaan Kabupaten Gianyar yang kemudian diterapkan dalam desain
gallery.

3.5 Metode Sintesa


Menurut Ir. Cut Nuraini, ST., MT. (2014) dalam buku Metode
Perancangan Arsitektur, terdapat lima konsep dalam arsitektur yaitu analogi,
metafora, esensi, programatik dan utopia. Berikut adalah penjelasan dari
masing-masing jenis konsep tersebut :
a. Analogi
Analogi mengidentifikasikan hubungan yang mungkin di antara benda.
b. Metafora
Sama dengan analogi, metafora mengeidentifikasikan hubungan antara
benda-benda, tapi hubungannya lebih bersifat abstrak, ketimbang nyata.
Perumpamaan adalah metafora yang menggunakan kata-kata “seperti”
atau “bagaikan” untuk mengungkapkan suatu hubungan.
c. Esensi
Esensi menyaring dan memusatkan aspek-aspek persoalan yang rumit
menjadi keterangan-keterangan gamblang yang lebih ringkas.
d. Programatik
Konsep jenis ini menekankan pada upaya untuk mengidentifikasi
permasalahan pada suatu proyek dan perancangan. Jadi, ketika
dihadapkan pada suatu perancangan, kenali dahulu permasalahannya,
identifikasi lebih detail kemudian mencari solusi desain dengan
pemecahan berbagai sumber.
e. Utopia
Konsep ide yang dibawa sendiri oleh arsitek kepada masalah yang
bersangkutan. Bila arsitek membawa konsep yang tepat bagi sebuah

57
proyek, maka hal tersebutlah yang menjadi inspirasi dan cita-cita tinggi
dari sang arsitek.

3.6 Luaran
Adapun output atau hasil luaran dari perancangan ini nantinya akan berupa:
a. Gambar Kerja 2D
Gambar kerja merupakan sebuah gambar yang digunakan untuk
merealisasikan dari ide ke dalam wujud fisik. Gambar kerja harus
dipahami oleh semua personel yang terlibat dalam proses pembangunan
fisik. Gambar kerja pun terdiri dari berbagai unsur, yang memuat
informasi mengenai dimensi, bahan, dan warna (Bondan Prihastomo,
S.T., M.Sc., 2011).
b. Gambar dan Animasi 3D
Gambar 3D yang dimaksud di sini adalah perwujudan visual dari
gambar kerja dengan menambahkan volume di dalamnya. Gambar 3D
berfungsi untuk memudahkan klien melihat bentuk dari desain yang telah
disepakati apabila telah selesai dibangun (Bondan Prihastomo, S.T.,
M.Sc., 2011).
c. Maket Interior
Pada arsitektur, ada istilah maket. Sebelum sebuah bangunan
dibuat, diperkenalkan miniatur tiga dimensi dari bangunan yang hendak
dibuat. Persis seperti bangunan aslinya, tapi dengan ukuran yang masih
kecil. Dengan melihat maket tersebut, para konsumen bisa melihat
gambaran nyata dari bangunan yang akan dibuat. Jika dalam bahasa
Indonesia sering disebut dengan maket, maka dalam bahasa Inggris
sering disebut dengan mockup (Hakim, 2009).

58
3.7 Bagan Proses Perancang

Gambar 3.1. Bagan Proses Perancangan


Sumber: Data Analisa, 2019

59
BAB IV
ANALISA DATA LAPANGAN

4.1 Analisa Penentuan Lokasi Site


Dalam perancangan pusat kebudayaan bali ini akan dilakukan analisa
terhadap seluruh wilayah di Kabupaten Gianyar yaitu tujuh kecamatan untuk
memperoleh lokasi yang sesuai dengan perancangan pusat kebudayaan Bali.
Daerah tersebut meliputi Blahbatuh, Gianyar, Payangan, Sukawati, Tampak
Siring, Tegalalang, Ubud.

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Gianyar,Bali


Sumber: https://peta-kota.blogspot.com

Analisis penentuan lokasi ini bertujuan untuk mendapatkan lokasi yang


sesuai dengan fungsi bangunan, yaitu perancangan pusat kebudayaan bali yang
berada di kabupaten gianyar. Pendekatan yang digunakan dalam penentuan site
ini antara lain:
a. Akses Transportasi
Mudah dilalui oleh transportasi roda dua dan roda empat. Mudah
dijangkau masyarakat serta akses yang mudah dituju kelokasi site oleh

60
pengunjung, selain itu adanya jalur transportasi umum dapat memudahkan
masyarakat dalam pencapaian ke lokasi yang berada di wilayah seperti
pusat kota dan daerah yang dilalui oleh bus angkutan umum.
b. Kependudukan
Kepadatan penduduk dapat menjadi faktor didalam penentuan lokasi
karena dengan banyaknya jumlah penduduk di suatu daerah maka minat
kunjungan ke sebuah fasilitas akan lebih tinggi. Fasilitas ini dibangun
untuk dapat dikunjungi oleh seluruh kalangan penduduk, mulai dari anak-
anak hingga orang dewasa serta ramah bagi disable.
c. Sarana dan Prasarana
Tersedianya sarana dan prasana diberbagai jenis jaringan akan dapat
mempermudah dalam aktivitas civitas di dalam fasilitas ini, jaringan
tersebut meliputi jaringan listrik, telepon, air bersih, dan saluran drainase
pada site.
d. Pariwisata
Sector pariwisata juga menjadi bagian penting dalam penentuan lokasi.
Daerah yang merupakan lokasi pariwisata dapat menjadi keuntungan
dalam pembangunan fasilitas ini karena fasilitas ini merupakan fasilitas
yang memadukan kegiatan edukasi dan entertainment yang erat kaitannya
dengan kegiatan rekreasi masyarakat ke ranah pariwisata.
e. Aksesibilitas
Pusat perancangan dengan dengan pusat kota sehingga mudah terintegrasi
dengan fasilitas lainnya seperti sarana pariwisata, sarana rekreasi, sarana
pendidikan, perkantoran, serta dekat dengan permukiman penduduk
sehingga memudahkan pengunjung untuk datang ke faslitias ini nantinya.

Alternatif site terbagi atas dua yaitu alternatif pertama (A) yang berada di
pusat kota yaitu berada di jalan raya Bypass Dharma Giri, Gianyar. Sedangkan
alternative kedua yang berada dipinggiran kota (B) yaitu berada di jalan raya
Kemenuh. Penentuan lokasi dipertimbangkan berdasarkan daerah perkotaan
yang dimana lokasi site A berada dekat dengan pusat pemerintaan dan

61
memiliki aktivitas penduduk yang ramai. Sedangkan yang alternatif B
merupakan daerah pinggiran yang aktivitas penduduk cukup ramai.
a. Alternatif pertama (A) Pusat Kota

Gambar 4.2 Lokasi Site Pembanding A


Sumber: Analisa 2019
Alternatif site pertama berlokasi di jalan raya Bypass Dharma Giri yang
merupakan jalan utama menuju pusat kota Gianyar selain itu berada dekat
dengan Stadion Dipta sehingga jalan ini sering dilalui oleh masyakarat.
Memiliki tingkat kebisingan yang terbilang cukup rendah dimana pusat
kebisingan hanya berada di dekat jalan raya.
b. Alternatif Kedua (B) Pinggiran kota

Gambar 4.3 Lokasi Site Pembanding B


Sumber: Analisa 2019

62
Altenatif site kedua terletak dijalan raya Kemenuh yang berada di
pinggir pekotaan, namun dekat dengan beberapa tempat wisata seperti
tegenungan dan taman kupu-kupu. Karena berada dipinggiran kota
sehingga kurangnya sarana dan prasana yang mendukung.
Berikut merupakan tabel kriteria pemilihan lokasi site yang akan
dijadikan sebagai tempat pusat kebudayaan Bali kota Gianyar. Dalam
pemilihan lokasi ada banyak pertimbangan sehingga nantinya pemilihan
site dirasa tepat sasaran.
Table:4.1 Penentuan alternative site

Penilaian Alternatif
A B
No Kriteria Bobot
Nilai Jml Nilai Jml
1 Aksesibilitas 10 5 50 3 30
2 Akses Transportasi 9 5 45 5 45
3 Kependudukan 8 5 40 3 24
4 Sarana dan Prasarana 7 5 35 3 21
5 Pariwisata 6 3 18 5 18
Total 188 138
5: Sangat memenuhi 3: Cukup memenuhi 0: Kurang memenuhi
Sumber: Analisa Pribadi 2019
Dari hasil Analisa di atas, diantara dua alternatif site yang sudah di
analisa dan masuk menjadi kriteria dalam pemilihan site yaitu alternative
pertama yang berlokasi di jalan raya Bypass Dharma Giri, Gianyar.

4.2 Analisa Data Exsisting


Analisa data eksisting merupakan pembahasan mengenai data fisik dan
non-fisik yang terkait dengan perancangan interior Pusat Kebudayaan Bali,
Berikut merupkan penjabarannya :

4.2.1 Data Fisik


Data fisik merupakan data yang terkait dengan kondisi fisik site, seperti
lokasi keberadaan site eksisting, analisa kondisi eksisting, dan penjabaran
data kondisi eksisting yang akan digunakan sebagai lokasi perancangan Pusat
Kebudayaan Bali di kota Gianyar.
A. Lokasi Site

63
Lokasi site eksisting yang akan digunakan sebagai lokasi perancangan
pusat kebudyaan Bali berlokasi di jalan raya Bypass Dhamra Giri Gianyar,
Bali. Dapat ditempuh selama 40 menit dengan jarak 30 km dari pusat
Kota Denpasar menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Lokasi site yang telah dipilih memiliki total luasan 3.621 m2.

Gambar 4.4 Lokasi Site Terpilih


Sumber: Analisa 2019

Analisa Kondisi Exsisting


Analisis bertujuan untuk evaluasi terhadap kondisi site, sehingga nantinya
akan muncul permasalahan dan potensi dalam perancangan yang muncul
pada site. Analisis kondisi eksisting meliputi dua faktor utama, yaitu faktor
alam dan faktor lingkungan.
1. Faktor Alam
Faktor alam yang mempengaruhi kondisi eksisting perancangan
interior pusat perancangan kebudayaan bali di Kabupaten Gianyar
adalah iklim, dan vegetasi.

64
a. Iklim

Gambar 4.5 Analisi Iklim


Sumber: Analisa Pribadi 2019

Analis Iklim dan implikasi pada lokasi site, berdasarkan analisa


diatas, implikasi dari iklim yang mempengaruhi bangunan pada
site antara lain pada orientasi masa bangunan, bukaan, bentuk
bangunan, sistem penghawaan, sistem pencahayaan bangunan,
penataan ruang luar dan tata hijau. Akan terdapat satu orientasi
masa bangunan, yang akan mengarah pada jalan raya untuk
memberi kesan welcome pada pengunjung yang datang.
Sedangkan pada bukaan nantinya banyak akan mengarah ke barat
daya guna mendapatkan sirkulasi yang nyaman dan maksimal.
b. Vegetasi dan View

Gambar 4.6 Analisi Vegetasi


Sumber: Analisa Pribadi 2019
65
Analisa dan implikasi, daerah site dikelilingi oleh areal
persawahan dimana padabagian utara site terdapat lahan kosong.
Di bagian dalam site terdapat tanaman perindang seperti pohon
kelapa dan pohon kamboja, sedangkan di areal depan site terdapat
pohon perindang berupa pohon ketapang yang akan
dipertahankan sebagai penyaring udara kotor mengingat
keberadaan site berada di daerang dengan volume kendaraan yang
tinggi.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi kondisi eksisting
perancangan interior simulasi mitigasi bencana di Kabupaten Gianyar
meliputi tata guna lahan, traffic-access, kebisingan, utilitas.
a. Tata Guna Lahan

Gambar 4.7 Analisi Tata Guna Lahan


Sumber: Analisa Pribadi 2019
Analisa dan implikasi
1. Berada dijalan utama yang mengarah ke pusat kota Gianyar,
penggunaan lahan di sekitar site sebagian besar merupakan
persawahan dan pemukiman penduduk, di bagian barat site
didominasi oleh pertokoan dan permukiman penduduk.
2. Implikasi terhadap bangunan yaitu merancang bangunan dengan
ketentuan KDB Kabupaten Gianyar sebesar 60%.

66
b.
Traffic
dan

Akses

Gambar 4.8 Analisi Traffic dan akses


Sumber: Analisa Pribadi 2019
Analisa dan implikasi
Akses menuju site dari berbagai menjadi tiga bagian yang
pertama dari arah selatan dari Denpasar yang akan melewati Jalan
Udayana yang memiliki tingkat kemacetan yang cukup tinggi, dan
kedua dari arah Kintamani pada bagian utara yang akan melewati
Jalan Buruan yang memiliki tingkat kemacetan yang rendah, dan
terakhir dari Pusat Gianyar pada arah timur yang melewati jalan raya
Dharma Giri dengan akses satu arah dengan tingkat kemacetan
rendah.

67
c. Kebisingan

Gambar 4.9 Analisi Kebisingan


Sumber: Analisa Pribadi 2019
Analisa dan implikasi
Kondisi didalam site cukup tenang, area sekitar site didominasi
oleh persawahan, kebisingan bersumber dari aktivitas jalan raya di
bagian barat site. Kebisingan yang ditimbulkan oleh pemukiman
penduduk tidak begitu mengganggu sehingga tidak dibutuhkan
barrier untuk mengatasi polusi suara.

4.3 Analisa Data Pembanding


Analisa data pembanding terlampir.

68
BAB V
TEMA KONSEP DAN PROGRAM RUANG

5.1 Tema dan Konsep Desain


5.1.1 Tema
Arsitektur tradisional di Indonesia merupakan bagian dari arsitektur
vernakuler yang secara turun temurun terikat pada tradisi. Secara umum
arsitektur tradisional ditentukan oleh kosmologi, mengutamakan nilai relegi
dan ritual, kurang menghargai kebutuhan badaniah, terikat pada struktur
sosial dan kekerabatan, serta adaptif terhadap kondisi alam/lingkungan
(Rahayu, 2010: 51; Rahayu & Nuryanto, 2010: 72). Konsep arsitektur
tradisional Bali dijiwai oleh Agama Hindu dan dilandasi oleh beberapa
filosofis. Makna menjadi landasan filosofis untuk menciptakan sebuah
bentuk.
Dalam menjaga keseimbangan dalam kosmologi dibagi menjadi dua
unsur pembentuk yaitu Makrokosmos (Bhuana Agung) atau dunia besar
(alam semesta) dan Mikrokosmos (Bhuana Alit) atau dunia kecil (makluk
hidup). Unsur-unsur pembentuk di dalam Bhuana Agung dan Bhuana Alit
adalah Panca Maha Bhuta yang terdiri dari Pertiwi, Apah, Teja, Bayu,
Akasa. Kedua konsep makro dan mikrokosmos ini berdasarkan Agama
Hindu yang mengajarkan manusia untuk hidup secara harmonis dan selalu
menjaga keseimbangan kosmos dan segala isinya. Dalam perancangan Pusat
Kebudayaan Bali di kabupaten Gianyar akan menggunakan tema
“Cosmology of Balinese Hindu” dimana pemikiran dasar mengenai
keseimbangan kosmologis yang diekspresikan dalam tata letak atau sonasi
dan orientasi masa bangunan.

69
Gambar 5.1 tema desain
Sumber : Analisa 2019

5.1.2 Konsep
Perancangan Pusat Kebudayaan Bali menggunakan tema “Cosmology
of Balinese Hindu” yang merupakan filosofi keseimbangan alam semesta
yang mengatur keharmonisan. Suatu hal yang melandasi terbentuknya
susunan Makrokosmos (Bhuana Agung) dan Mikrokosmos (Bhuana Alit)
adalah Tri Hita Karana. Adapun konsep tersebut terdiri dari tiga unsur yaitu
atma (jiwa), prana (tenaga), dan angga  (fisik). Konsep keseimbangan alam
dewa, alam manusia dan alam bhuta, didasarkan atas filosofi Tri Hita
Karana melalui penciptaan hubungan yang harmonis dan seimbang antara
manusia dangan Tuhan, antara sesama manusia dan antara manusia dengan
lingkungannya. Tri Hita Karana terdiri dari tiga dimensi yaitu: parahyangan
(keharmonisan manusia dengan Tuhan), pawongan (keharmonisan sesama
manusia), dan palemahan (keharmonisan manusia dengan alam semesta
atau lingkungan sekitar).

70
Gambar 5.2 konsep desain
Sumber : Analisa 2019

Gambar 5.3. Konsep Sonasi dan Aplikasi Arsitektur Tradisional Bali


Sumber: Analisa 2019

Dalam setiap perilaku diatur dalam sebuah filosofi yang membentuk


sebuah keseimbangan yang disebut dengan kosmologi. Konsep
keseimbangan kosmos merupakan suatu konsep yang didasarkan atas
kondisi geografi alam Bali dengan dua sumbunya yaitu sumbu kosmos dan
sumbu ritual/prosesi. Sumbu kosmos berupa gunung yang terletak di
tengah-tengah Pulau Bali, sehingga akan membentuk sumbu dengan dua
arah yaitu menuju=ka gunung=ja dan menuju=ka laut=lod, dengan
demikian akan terbentuk arah Kaja Kalod.

71
Dalam sebuah kebudayan seperti seni kriya seni rupa seni gerak dan seni
suara merupakan hasil dari implementasi filsafah Tri Hita Karana karena
didalam seni tersebut mengandung dan memiliki tujuan untuk menjaga
keseimbangan seperti Tari Kecak yang berfungsi sebagai upacara sakral
yang digunakan untuk memanggil roh dan leluhur yang kaitannya dengan
hubungan terhadap Tuhan, kerajinan kriya perak dan emas merupakan
wujud implenentasi dari hubungan manusia dengan lingkungan dengan
menerapkan motif serta paten dari flora dan fauna, serta tradisi Mepantigan
yang erat kaitannya antara manusia dengan manusia.

5.1.3 Penerapan Tema dan Konsep


Setelah mengetahui tema dan konsep, adapun penerapan dari tema dan
konsep tersebut terhadap Pusat Kebudayaan Bali di Gianyar adalah sebagai
berikut :
A. Penempatan Ruang
Penempatan ruang yang terdapat dalam Pelestarian Kebudayaan
Bali di Gianyar adalah dengan memanfaatkan tema yaitu Cosmology of
Balinese Hindu dimana segala hal yang terdapat di alam semesta ini
haruslah seimbang. Keseimbangan di Bali didasari oleh konsep geografi
Kaja Kelod dengan sumbu kosmos berupa gunung yang berada di
tengah-tengah Bali. Selain itu, keseimbangan juga tercermin dari Tri
Mandala yang sejalan konsep Tri Hita Karana dimana dalam Tri
Mandala, dikenal istilah Nista Mandala, Madya Mandala, dan Utama
Mandala. Terdapat pula Sanga Mandala yang menjadi sonasi ruang
dalam Arsitektur Bali sehingga apabila diaplikasikan ke dalam tata
ruang horizontal akan menjadi seperti ini.

72
Gambar 5.4. Sanga Mandala dan Penempatan Ruang
Sumber: Analisa 2019
Sedangkan bila melihat dari tata ruang vertikal, yang akan digunakan
adalah salah satu turunan dari konsep Tri Hita Karana yaitu Tri Angga.

Gambar 5.5. Tri Angga dan Tata Ruang Vertikal


Sumber: dekoruma.com
B. Warna Penerapan Tema Konsep
Dalam menentukan warna, penulis kembali pada konsep Sanga
Mandala dan arah mata angin yang berlaku di Bali sehingga warna-

73
warna yang digunakan
adalah warna yang sesuai
dengan Penguasa 9
Penjuru Mata Angin
atau Dewata Nawa
Sanga. Warna
tersebut akan menjadi
warna dominan
dari masing- masing
ruang sesuai dengan
penempatannya.

Gambar 5.6. Dewata Nawa Sanga dan Warna


Sumber: Analisa 2019

5.2 Program Ruang


5.2.1 Civitas
Civitas merupakan orang-orang yang melakukan kegiatan di dalam sebuah
ruangan atau sebuah bangunan. Berikut adalah civitas yang terdapat dalam
Pusat Kebudayaan Bali di Gianyar.
a. General Manager

74
Menurut situs www.andafcorp.com, General Manager adalah manajer
yang memiliki tanggung jawab kepada seluruh bagian/fungsional pada
suatu perusahaan atau organisasi. General Manager memimpin
beberapa unit bidang fungsi pekerjaan yang mengepalai beberapa atau
seluruh manajer fungsional. General Manager bertugas untuk
mengambil keputusan dan tanggung jawab atas tercapainya tujuan
perusahaan serta sebagai pengendali seluruh tugas dan fungsi-fungsi
dalam perusahaan (Admin, 2015).
b. Bagian Keuangan
Bagian Keuangan merupakan jabatan yang sangat penting dalam sebuah
perusahaan, karena sebagai ujung tombak yang berkaitan dengan
keuangan. Peran manajer keuangan dapat beragam, tergantung pada
ukuran dan kompleksitas suatu perusahaan. Namun rata-rata tugas
manajer keuangan adalah melakukan perencanaan, penganggaran,
pemeriksaan, pengelolaan, pengendalian, pencarian dan penyimpanan
dana yang dimiliki oleh suatu organisasi atau perusahaan (Amalia,
2018).
c. Bagian Galeri
Menurut kontributor pada situs www.ccskills.org.uk, Bagian Galeri seni
adalah orang yang bertanggung jawab mengelola suatu galeri dan
menjembatani relasi antara kolektor, kurator, serta seniman (Alchin,
2018).
d. Bagian R. Serbaguna
Menurut situs www.prospects.ac.uk, Bagian Ruang Serbaguna
bertanggung jawab melancarkan operasional di dalam ruangan ketika
sedang berlangsung acara, memastikan jika segala hal yang
direncanakan dalam ruangan berjalan dengan efektif dan sesuai
anggaran.
e. Bagian Promosi
Menurut sumber Wikipedia, Bagian Promosi bertugas untuk
menentukan target pemasaran, strategi pemasaran yang digunakan, serta
mengembangkannya. Hal ini dilakukan agar dapat memperoleh hasil

75
penjualan yang maksimal dan memberikan kepuasan bagi pelanggan
atau pengunjung yang datang.
f. Tim Pengkaji atau Pustaka
Berdasarkan situs www.musee-mccord.qc.ca, Tim Pengkaji ialah
sekelompok orang yang bertugas untuk mencari data-data dari koleksi
yang dipamerkan pada galeri demi kepentingan dalam pelestariannya.
g. Tim Kurator atau Bagian Edukasi
Dilansir dari situs galeri-nasional.or.id, Kurator berkewajiban
mempertimbangkan dan menyeleksi karya pada galeri, melakukan
kerjasama, membimbing, serta mengedukasi pengunjung galeri.
h. Tim Produksi Pementasan
Dikutip dari tulisan teaterku.com, Tim Produksi adalah tim yang
ditugaskan untuk mengorganisir pementasan suatu pertunjukan mulai
dari pengajuan proposal, pendanaan, dan bertanggung jawab terhadap
semua yang terjadi di dalam pementasan tersebut. Tim ini dikepalai
oleh seorang Pimpinan Produksi.
i. Staff Pemasaran Tiket
Berdasarkan situs prezi.com, Tim Pemasaran Tiket bertugas untuk
mengurus segalanya yang berhubungan dengan tiket seperti menghitung
kapasitas pengunjung dan distribusi tiket yang sudah dipesan,
melakukan pengecekan terhadap hasil penjualan tiket, serta membuat
metode pemesanan yang efektif.
j. Tim Publikasi
Tim Publikasi berkewajiban dalam menentukan media publikasi yang
akan digunakan. Kemudian Tim Publikasi juga bertanggung jawab
dalam membuat media publikasi dan memasang semua media publikasi
yang telah disepakati (Elfrida, 2015).
k. Tim Kebersihan
Tim ini berkewajiban menjaga kebersihan baik di dalam maupun di luar
gedung. Selain itu Tim Kebersihan juga hendaknya berkoordinasi
dengan seluruh tim divisi lain mengenai barang apa saja yang bisa
dibuang dan yang tidak (Elfrida, 2015).

76
l. Tim Keamanan
Tim Keamanan bertugas menjaga keamanan di dalam gedung dan di
sekitar area gedung (Elfrida, 2015).
m. Pengunjung
Orang-orang yang mengunjungi Pusat Kebudayaan Bali di Gianyar.

5.2.2 Civitas, Aktivitas, dan Kebutuhan Ruang


Berikut adalah penjabaran aktivitas secara umum yang dilakukan oleh
civitas beserta kebutuhan ruangnya.

Tabel 5.1 Civitas, Aktivitas, dan Kebutuhan Ruang

KEBUTUHAN
NO. CIVITAS AKTIVITAS
RUANG
Datang Area Parkir
Absensi R. Staf
Pengecekan menyeluruh Seluruh Ruangan
Briefing dengan Pemilik R. Pemilik
Briefing dengan Manajer Tim R. Staf
General Bekerja R. Staf
1. Manager Istirahat R. Staf
(1 orang) Memantau di lapangan Seluruh Ruangan
Bekerja R. Staf
Istirahat R. Staf
Pengecekan menyeluruh Seluruh Ruangan
Closing R. Staf
Pulang Area Parkir
Datang Area Parkir
Absensi R. Staf
Briefing dengan GM R. Staf
Manajer
Bekerja R. Staf
2. Keuangan
Istirahat R. Staf
(1 orang)
Bekerja R. Staf
Closing R. Staf
Pulang Area Parkir
3. Manajer Galeri Datang Area Parkir
(1 orang) Absensi R. Staf
Pengecekan menyeluruh Galeri
Briefing dengan GM R. Staf

77
Briefing dengan Tim R. Staf
Bekerja R. Staf
Istirahat R. Staf
Memantau di lapangan Galeri
Bekerja R. Staf
Closing R. Staf
Pulang Area Parkir
Datang Area Parkir
Absensi R. Staf
Pengecekan menyeluruh R. Serbaguna
Briefing dengan GM R. Staf
Manajer R. Briefing dengan Tim R. Staf
4. Serbaguna Bekerja R. Staf
(1 orang) Istirahat R. Staf
Memantau di lapangan R. Serbaguna
Bekerja R. Staf
Closing R. Staf
Pulang Area Parkir
Datang Area Parkir
Absensi R. Staf
Pengecekan menyeluruh R. Staf
Briefing dengan GM R. Staf
Manajer Briefing dengan Tim R. Staf
5. Pemasaran Bekerja R. Staf
(1 orang) Istirahat R. Staf
Memantau di lapangan R. Staf
Bekerja R. Staf
Closing R. Staf
Pulang Area Parkir
Datang Area Parkir
Absensi R. Staf
Pengecekan menyeluruh Galeri
Briefing dengan Manajer Tim R. Staf
Tim Pengkaji (2
6. Bekerja Galeri
orang)
Istirahat R. Staf
Bekerja Galeri
Closing Galeri
Pulang Area Parkir
7. Tim Kurator (3 Datang Area Parkir
orang) Absensi R. Staf

78
Pengecekan menyeluruh Galeri
Briefing dengan Manajer Tim R. Staf
Bekerja Galeri
Istirahat R. Staf
Bekerja Galeri
Closing Galeri
Pulang Area Parkir
Datang Area Parkir
Absensi R. Staf
Pengecekan menyeluruh Teater
Briefing dengan Manajer Tim R. Staf
Tim Produksi Merencanakan pertunjukan R. Staf
8. Pementasan (10 Memantau show 1 yang berlangsung Teater
orang) Istirahat R. Staf
Memantau show 2 yang berlangsung Teater
Diskusi akhir dengan Tim Artistik R. Staf
Closing Teater
Pulang Area Parkir
Datang Area Parkir
Absensi R. Staf
Briefing dengan Manajer Tim R. Staf
Membersihkan area loket tiket Lobby
Bekerja Lobby
Istirahat R. Staf
Staf Ticketing
9. Bekerja Lobby
(3 orang)
Istirahat R. Staf
Bekerja Lobby
Istirahat R. Staf
Menghitung hasil penjualan tiket Lobby
Closing Lobby
Pulang Area Parkir
10. Tim Publikasi Datang Area Parkir
(2 orang) Absensi R. Staf
Briefing dengan Manajer Tim R. Staf
Bekerja R. Staf / Outdoor
Istirahat R. Staf
Bekerja R. Staf / Outdoor
Istirahat R. Staf
Bekerja R. Staf / Outdoor
Istirahat R. Staf

79
Closing R. Staf
Pulang Area Parkir
Datang Area Parkir
Absensi R. Staf
Mempersiapkan peralatan R. Staf
Briefing dengan Manajer Tim R. Staf
Bekerja Seluruh Ruangan
Istirahat R. Staf
Tim Kebersihan
11. Bekerja Seluruh Ruangan
(5 orang)
Istirahat R. Staf
Bekerja Seluruh Ruangan
Istirahat R. Staf
Membersihkan peralatan R. Staf
Closing R. Staf
Pulang Area Parkir
Datang Area Parkir
Absensi R. Staf
Briefing dengan Manajer Tim R. Staf
Melakukan pengecekan menyeluruh Seluruh Ruangan
Tim Keamanan
12. Bekerja Seluruh Ruangan
(5 orang)
Istirahat Pos Keamanan
Melakukan pengecekan menyeluruh Seluruh Ruangan
Closing Seluruh Ruangan
Pulang Area Parkir
Datang Area Parkir
Membeli tiket Lobby
13. Pengunjung Melihat-lihat galeri Galeri
Menonton pertunjukan Teater
Pulang Area Parkir
Sumber: Analisa 2019

5.2.3 Program Performansi


Program performansi terlampir.

5.2.4 Besaran Ruang


Besaran ruang terlampir.

5.2.5 Hubungan Ruang

80
Berdasarkan kebutuhan ruang diatas dari aktifitas dan civitas diatas,
berikut ini hubungan antar ruang yang terdapat di Pusat Kebudayaan Bali
di Gianyar.

Gambar 5.7 Hubungan Ruang


Sumber : Analisa 2019
5.2.6 Sonasi Ruang
Berdasarkan hubungan ruang antar ruang yang ada di Pusat
Kebudayaan
Bali di Gianyar,
sonasi ruang
dibagi menjadi dua
public dan private.
Area public
meliputi ruangan
gallery dan area
pementasan
sedangkan area private
yaitu area service
seperti lobby, dan
ruang staff.

81
Gambar 5.8. Sonasi Ruang
Sumber: Analisa 2019

5.2.7 Sirkulasi Ruang


Berdasarkan sonasi ruang yang telah dijabarkan diatas, berikut adalah
sirkulasi civitas dan sirkulasi antara ruang ke ruang yang terdapat di Pusat
Kebudayaan Bali di Gianyar. Pola sirkulasi yang digunakan dalam
perancangan adalah melewati ruang karena tipe bangunan yang jamak
dengan konfigurasi spiral.

82
Gambar 5.9. Sirkulasi Ruang
Sumber: Analisa 2019

83
84

Anda mungkin juga menyukai