Anda di halaman 1dari 20

USULAN PENELITIAN

POTENSI WISATA BUDAYA LATEN:


GRIYA SEBAGAI SALAH SATU PUSAT BUDAYA BALI

IDA AYU KINTAN PRADNYAWATI

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2022
USULAN PENELITIAN

POTENSI WISATA BUDAYA LATEN:


GRIYA SEBAGAI SALAH SATU PUSAT BUDAYA BALI

IDA AYU KINTAN PRADNYAWATI


NIM 2181011034

PROGRAM STUDI MAGISTER KAJIAN PARIWISATA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2022

1
DAFTAR ISI

BAB I ......................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 3
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................... 3
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................... 5
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 5
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................................. 5
1.5. Batasan Penelitian ................................................................................................... 5
BAB II ........................................................................................................................................ 6
KAJIAN PUSTAKA ...................................................................................................................... 6
2.1. Kajian Pustaka.......................................................................................................... 6

2.2. Konsep Penelitian .................................................................................................... 9

2.3. Landasan Teori....................................................................................................... 13

2.4. Model Penelitian ................................................................................................... 15

BAB III ..................................................................................................................................... 16


METODE PENELITIAN ............................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 18

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pariwisata dipandang "penting bagi keberadaan bangsa" karena pengaruh


langsungnya terhadap sektor sosial, budaya, pendidikan, dan ekonomi masyarakat
nasional, serta interaksi internasionalnya. Pariwisata juga memiliki potensi untuk
membantu sejumlah besar masyarakat pedesaan berkembang secara local (Zimmer et
al., 1996). Sebagai sektor berkembang, sektor ini meningkatkan ekonomi tradisional
dan secara efektif memanfaatkan kekhasan budaya lokal, serta SDM setempat.
Lebih banyak permintaan dengan orientasi klien, persaingan internasional
yang meningkat, pasar yang bergejolak di lingkungan yang tidak stabil, pergeseran
preferensi pelanggan ke arah individualisasi, dan potensi besar di berbagai segmen
pasar adalah semua tantangan yang dihadapi bisnis pariwisata di Indonesia. Pariwisata
telah berkembang menjadi industri yang sangat kompetitif. Wisatawan akan
berbelanja sehingga menimbulkan permintaan pasar (tourism final demand) terhadap
barang dan jasa.
Di lain sisi, keberlanjutan produk wisata budaya terancam oleh over-use
dan under-use. Penggunaan yang berlebihan (over-use) dapat merusak struktur fisik
aset, serta nilai berwujud dan tidak berwujud, dan menghasilkan pengalaman
kunjungan yang buruk (ICOMOS, 1999). Kurangnya penggunaan (under-use) dapat
mengakibatkan kurangnya dana untuk pekerjaan konservasi yang dibutuhkan atau
hilangnya dukungan lokal untuk pemeliharaan atraksi (Trišić et al., 2022).
Di Indonesia, setiap suku memiliki adat dan budaya yang unik. Upacara
adat merupakan salah satu budaya yang sering kali menandai jalan hidup seseorang,
termasuk ritual yang berhubungan dengan kehamilan, kelahiran, pernikahan, dan
kematian. Sebagai bagian dari etiket upacara seperti itu; makanan, tarian, pakaian,
tradisi, dan sebagainya selalu disajikan, dilaksanakan, serta digunakan. Bagi
komunitas adat tertentu, budaya tersebut mungkin memiliki makna filosofis khusus.

3
4

Salah satu pulau di Indonesia yang terkenal budayanya adalah Bali.


Bahkan, Picard (1990) menganggap pariwisata internasional sebagai komponen
intrinsik budaya itu. Selanjutnya, Picard menemukan bahwa masyarakat adat mungkin
menganggap kehadiran turis semata-mata sebagai bukti keaslian dan kelanjutan
budaya mereka (Picard, 1997). Menurut Picard, jumlah wisatawan adalah indikasi
bahwa orang Bali tidak kehilangan "ke-Balian" mereka. Akibatnya, budaya - dalam
hal ini, terbatas pada manifestasi artistik dan seremonial - digunakan untuk
mendefinisikan Bali, memberikan platform umum bagi antropolog, seniman, dan
wisatawan untuk bertemu dan berinteraksi dengan orang Bali.

Bali kini dianggap sebagai surga wisata di seluruh dunia. Memang, pulau
Bali telah disebut sebagai "Pulau Dewata" sejak lama, yang penghuninya diberkahi
dengan bakat seni yang luar biasa, yang mencurahkan jumlah yang luar biasa, dalam
waktu dan kekayaan, untuk menggelar upacara mewah bagi kepentingan mereka
sendiri dan dewa-dewa yang mereka puja, yang sekarang bisa dinikmati turis juga.
Budaya seperti seni tari, kaligrafi, upacara adat, dan sebagainya, hingga saat ini masih
bisa ditemukan hampir setiap hari di Griya, kediaman keluarga pendeta di Bali.

Bagi calon wisatawan, Bali mungkin hanya sekadar pulau tropis dengan
pantai pasir putih dan pohon kelapa; walaupun sebenarnya Bali adalah "Pulau
Dewata", tempat yang penuh dengan pura dan upacara, serta musik dan tarian. Agama
Hindu, dipercaya, merupakan landasan masyarakat Bali dan jaminan integritas
budayanya. Maka dari itu, Griya, sebagai kediaman pendeta Agama Hindu Bali,
merupakan objek yang tepat untuk mengenal budaya Bali lebih dekat.

Griya akan memainkan peran penting dalam poros atraksi wisata di Bali.
Terlepas dari potensi kekayaan budaya yang sangat besar ini, Griya belum dilihat
sebagai objek untuk menumbuhan pariwisata yang besar. Dengan munculnya Griya
sebagai atraksi wisata, wisatawan dapat bersenang-senang di Bali dengan
mengunjungi berbagai pilihan lokasi sambil bersantai. Tujuan studi ini dibatasi untuk
menentukan kekuatan dan kelemahan Griya sebagai atraksi wisata, serta
mengembangkan strategi pengembangan melalui optimalisasi infrastrukturnya.
5

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tadi, berikut ini adalah rumusan masalah untuk
penelitian ini:
1. Bagaimana citra Griya di kalangan pemandu wisata?
2. Bagaimana kelebihan dan kekurangan Griya sebagai destinasi wisata budaya?
3. Bagaimana peluang dan tantangan Griya sebagai destinasi wisata budaya?
4. Bagaimana strategi pengembangan wisata Griya yang tepat?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memaparkan strategi mengembangkan


wisata budaya. Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Menginvestigasi citra Griya di kalangan pemandu wisata.
2. Mengulas kelebihan dan kekurangan Griya sebagai destinasi wisata budaya.
3. Menganalisis peluang dan tantangan Griya sebagai destinasi wisata budaya.
4. Memaparkan strategi pengembangan wisata Griya yang tepat.

1.4. Manfaat Penelitian

Studi ini dirancang untuk membantu pegiat pariwisata bali dalam


menciptakan destinasi pariwisata baru, serta pemerintah daerah dalam menentukan
kebijakan pariwisata. Mudah-mudahan, penelitian ini akan berkontribusi pada
khazanah ilmiah di bidang pariwisata dan akan bermanfaat bagi para akademisi masa
depan yang tertarik pada penelitian pariwisata. Kajian ini diharapkan berkontribusi
bagi pengembangan Griya sebagai situs budaya ramah wisatawan.

1.5. Batasan Penelitian

Fokus kajian ini adalah pada wisata budaya hingga spiritual di Bali, yang
meliputi Griya, sebagai salah satu pusat budaya Bali. Responden dalam penelitian ini
adalah pemandu wisata, kelompok masyarakat penghuni Griya, dan wisatawan lokal
maupun mancanegara. Penelitian ini akan memberikan strategi pengembangan tempat
wisata di Bali berdasarkan persepsi pegiat wisata, penduduk lokal, dan wisatawan yang
direkam melalui kuesioner yang analisisnya diperdalam dengan wawancara.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Pustaka

Ada sejumlah besar penelitian tentang potensi wisata. Berbagai penelitian


tentang potensi wisata di berbagai lokasi telah dilakukan. de Oliveira Paiva dkk.
menerbitkan makalah pada tahun 2020 tentang potensi wisata taman, yang
memanfaatkan kebun raya di seluruh dunia sebagai subjek penelitian mereka. Potensi
desa wisata juga sudah menjadi topik penelitian yang terkenal, seperti Putra dkk.,
(2021) yang meneliti tentang potensi wisata Desa Adat Timbul sebagai kampung
wisata berbasis pertanian dan edukasi. Penelitian tentang metode pemasaran untuk
potensi wisata di Kabupaten Kuningan juga telah dirilis (Amin and Priansah, 2019).

Berbagai cara untuk menilai potensi wisata juga telah diusulkan. Metode
M-GAM adalah salah satu metode untuk menilai potensi wisata yang diusulkan oleh
Bratić dkk. (2020). Tujuan utama dari artikel tersebut adalah untuk menyoroti potensi
geowisata Cekungan Sokobanja dan menggunakan model penilaian geosite yang
diperbarui untuk mengidentifikasi potensi wisatanya. Pada tahun 2017, Yan, dkk. juga
mengusulkan model matematika untuk menilai potensi wisata yang diaplikasikan di
China. Awalnya mereka hanya menemukan dua pendekatan utama dalam penelitian
penilaian potensi wisata: deskriptif dan kualitatif.

Terdapat banyak minat dalam meningkatkan potensi wisata budaya Bali


dalam beberapa tahun terakhir. Putra (2022), mengusulkan solusi dalam program
kegiatan ini, yaitu dengan memberikan pelatihan fotografi dengan fokus pada
penggunaan teknik fotografi sederhana yang masih berbasis ilmu fotografi, seperti
speed, diafragma, ISO, komposisi, pencahayaan, depth of field, dan beberapa
pendekatan pengambilan gambar objek fotografi, sehingga tujuan penelitian dapat
tercapai. I. D. G. A. D. Putra dkk., (2021) juga mengutarakan bahwa sangat penting
untuk memenuhi kebutuhan wisata tanpa mengorbankan nilai-nilai tradisional, dalam
hal ini yaitu rumah tradisional Bali.

6
7

Puri juga telah dipelajari sebagai potensi tujuan wisata budaya di Bali,
menurut literatur yang berkembang. Widiantara dkk., (2018) menemukan bahwa seni
arsitektur tradisional Bali, serta penerapan prinsip Sanga Mandala dan Asta Kosala
Kosali yang masih bertahan hingga saat ini menjadi salah satu daya tarik wisata di Puri
Agung Kendran. Di lain sisi, Cahyadi (2019) berpendapat, terlepas dari kenyataan
bahwa banyak orang memiliki warisan budaya, kerajaan tidak menarik bagi wisatawan
karena banyak warisan budaya tidak dijaga dan dilestarikan secara efektif,
menyebabkan warisan budaya saat ini memudar. Menurutnya, Puri Anyar Kerambitan,
Bali, adalah salah satu dari sedikit kerajaan yang dapat berkembang dengan
mempromosikan wisata budaya dan menjual tradisi keluarga kerajaan seperti pesta
kerajaan, tarian kerajaan, dan pernikahan kerajaan.

Mahsa melakukan kajian pada tahun 2021 dengan tujuan meneliti


masyarakat Bali dalam novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini (Mahsa, 2021). Kasta
dan adat istiadat yang dijunjung tinggi dan dilanggar dalam novel Tarian Bumi dibahas
dalam penelitian ini. Penelitian ini mengambil perspektif sosiologi sastra dan
menggunakan metode deskriptif kualitatif. Menurut temuan analisis data, agama
Hindu memiliki empat kasta: Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra; dan ada
pelanggaran adat istiadat saat memilih pasangan hidup. Hal ini disebabkan karena
perempuan Bali dan laki-laki Bali memiliki hak yang terpisah. Tarian Bumi adalah
salah satu novel karya Oka Rusmini. Kisah dalam novel ini banyak mengandung ciri-
ciri budaya Bali yang terwakili dalam latar belakang sosial ekonomi masyarakatnya.
Hubungan antara novel Tarian Bumi dengan kondisi sosial masyarakat Bali juga dikaji
oleh peneliti lain dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang berkaitan
dengan teori warna lokal, khususnya melihat hubungan antara novel Tarian Bumi
dengan kondisi sosial masyarakat Bali (Ikawati dan Bahtiar, 2021). Cerita ini
menggambarkan kehidupan perempuan Bali dan perjuangan mereka untuk mengatasi
masalah adat istiadat dan budaya. Oka Rusmini, pengarang novel tersebut, adalah
seorang wanita Bali yang masih anggota kasta Brahmana. Karya-karya tersebut
menunjukkan bahwa terdapat banyak ketertarikan mengenai budaya Bali, utamanya
mengenai warna yang terdapat dalam masyarakat Bali.
8

Fokus penelitian awal dalam topik ini sebagian besar pada budaya Bali.
Salah satu contohnya adalah "Cosmogony and Creation in Balinese Tradition"
(Hooykaas, 1974). Dalam buku tersebut, penulis memaparkan hal-hal “aneh” yang
telah terjadi dalam kehidupan nyata di Bali. Salah satunya mengenai bagaimana
masyarakat Bali mengembangkan simpati terhadap kelahiran mereka, yang tidak
membuang ari-ari saat lahir dengan cara Barat yang kafir, tetapi dimakamkan dengan
benar dan diberi nama ari-ari, nyama. Mereka mengenal istilah Kanda mpat, keempat
kakak laki-lakinya, atau kakak perempuan dalam kasus anak perempuan.

Pada tahun 1976, beberapa karya terdahulu mengenai topik ini juga
diselesaikan. Salah satunya yaitu “Social anthropology, a 'discipline' of theories and
hear-say? (à propos of Geertz on Bali)” (Hooykaas, 1976). Dari judulnya bisa
diketahui bahwa bagian buku ini membahas tentang antropologi social di Bali. Di
dalamnya, buku ini menyertakan deskripsinya mengenai Griya. Hooykas
mendeskripsikan Griya dengan “'istana' untuk seorang brahmana (yang puas hanya
dengan halaman berdinding dengan banyak bangunan didalamnya yang disebut
sebagai griya), seringkali dengan makanan ayam dan bebek berserakan di tanah”.

Dengan banyaknya ketertarikan terhadap budaya Bali sedari dulu, wisata


budaya di Bali seakan-akan tidak ada habisnya untuk disimak. Griya sebagai salah satu
pusat budaya Bali sejak zaman dahulu, dimana massa bangunan ini berfungsi sebagai
rumah tinggal pendeta Hindu Bali dan keluarga besarnya, menyimpan banyak budaya
Bali yang lebih lekat dan terjadi sehari-hari. Semakin hari, wisatawan semakin terlihat
memanfaatkan kesempatannya datang ke sebuah Griya untuk mengenal budaya Bali.
Namun, potensi Griya sebagai destinasi wisata budaya belum disimak lebih dalam.
Tentu jika jenis wisata seperti ini dikembangkan, perlu diketahui hal-hal apa saja yang
dapat mendukung keberadaan Griya sebagai salah satu wisata budaya Bali. Untuk
mengetahui hal tersebut, serta dengan secara langsung mengembangkan wisata budaya
Bali, penelitian mengenai potensi Griya sebagai destinasi wisata budaya Bali perlu
dilaksanakan. Penelitian semacam ini perlu dilakukan untuk menggali informasi
seperti kegiatan apa saja yang dapat dilakukan di Griya oleh para wisatawan, serta
tantangan dalam mengembangkan Griya sebagai destinasi wisata budaya Bali.
9

2.2. Konsep Penelitian

2.2.1. Konsep Wisata Budaya

Apa pengertian dari wisata budaya? Beberapa definisinya luas dan inklusif,
sementara yang lain terbatas dan terkesan self-serving. Wisata budaya, misalnya,
adalah jenis wisata minat khusus di mana budaya digunakan untuk menarik
pengunjung atau memotivasi orang untuk melakukan perjalanan. Wisata budaya juga
merupakan pengalaman yang mendalam, dengan banyak orang yang percaya bahwa
wisata budaya memiliki komponen aspirasional. (McKercher and du Cros, 2012).
“Pergerakan manusia terutama untuk tujuan budaya seperti study tour, seni
pertunjukan dan wisata budaya, perjalanan ke festival dan acara lainnya, kunjungan ke
situs dan monumen, perjalanan untuk mempelajari alam, cerita rakyat atau seni, dan
ziarah,” menurut World Tourism Organisasi (WTO) adalah pengertian dari wisata
budaya (WTO, 1985). Kegiatan wisata budaya didefinisikan dengan penggunaan aset
warisan budaya seperti situs arkeologi, museum, istana, bangunan bersejarah,
bangunan terkenal, reruntuhan, seni, patung, kerajinan, galeri, festival, acara, musik
dan tari, seni rakyat, teater, budaya primitif, subkultur, komunitas etnis, gereja,
katedral, dan hal-hal lain yang mewakili orang dan budaya mereka, menurut literatur
pariwisata (Jamieson, 2022; Richards, 1996).

Definisi yang diulas diatas memiliki kekurangan, bukan karena definisi


yang buruk, tetapi karena sangat tidak mungkin menangkap semangat pariwisata
budaya secara utuh dalam satu atau dua frasa. Menurut McKercher dan du Cros (2012),
ada empat komponen wisata budaya: (1) perjalanan dan pariwisata; (2) pemanfaatan
sumber daya warisan budaya; (3) konsumsi barang dan pengalaman; serta (4)
pengunjung. Mungkin tampak jelas dan tautologis untuk mengatakan bahwa
pariwisata budaya adalah jenis pariwisata. Dapat dikatakan bahwa aset warisan budaya
suatu komunitas atau negara adalah blok utama pariwisata budaya. Salah satu paradoks
pariwisata budaya adalah, sementara pertimbangan pariwisata harus mendorong
pilihan untuk memasuki sektor tersebut, aset dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip
pengelolaan warisan budaya.
10

2.2.2. Konsep Potensi

Keyakinan kolektif dalam kemampuan kelompok untuk menjadi efektif


dikenal sebagai potensi (Guzzo, 1986; Shea dan Guzzo, 1987). Potensi, sebagai konsep
motivasi, adalah analog dengan konstruksi motivasi individu efikasi diri. Perbedaanya,
self-efficacy berkaitan dengan keyakinan individu dalam kinerjanya sendiri, sedangkan
potensi berkaitan dengan kinerja kelompok. Potensi, di sisi lain, berbeda dari efikasi
kolektif, dimana potensi adalah gagasan umum kelompok bahwa suatu hal bisa efektif
(Guzzo et al., 1993). Potensi, di sisi lain, berkaitan dengan gagasan yang lebih
komprehensif.

Dalam berbagai hal, potensi juga berbeda dengan efikasi politik internal
dan eksternal (Guzzo et al., 1993). Efikasi politik eksternal mencerminkan keyakinan
tentang target pengaruh (misalnya, dapatkah sebuah Griya dijadikan destinasi wisata
budaya?), efikasi politik internal mencerminkan keyakinan tentang dampak seseorang
(misalnya, dapatkah saya berkontribusi pada pengembangan Griya sebagai destinasi
wisata budaya?), dan potensi mencerminkan keyakinan tentang agen yang
mempengaruhi secara keseluruhan (misalnya, dapatkah kita berhasil menjadikan Griya
sebagai destinasi wisata budaya?).

Konsep aspirasi kelompok adalah ide kuno yang juga mirip dengan potensi
(Guzzo et al., 1993). Namun, konsep potensi lebih sebanding dengan konsep
keyakinan dalam mencapai tingkat kinerja tertentu daripada ekspresi tingkat aspirasi
kelompok itu sendiri. Terlepas dari perbedaan antara gagasan tentang tingkat aspirasi
dan potensi, penelitian aspirasi kelompok memiliki implikasi terhadap potensi.
Misalnya, efek umpan balik pada keyakinan potensi dapat berkontribusi pada
peningkatan atau penurunan aspirasi kelompok setelah sukses atau gagal (Zander and
Medow, 1963). Menurut interpretasi tersebut, potensi dipengaruhi oleh konteks sosial,
yang pada gilirannya menentukan tingkat aspirasi dan kinerja.

Konsep potensi dan collective esteem tampaknya juga terpisah secara


konseptual (Guzzo et al., 1993). Bahkan jika potensinya rendah, collective esteem
masih dapat dipertahankan.
11

2.2.3. Konsep Komponen Pariwisata

Komponen pariwisata terdiri dari dua bagian, yaitu komponen supply dan
demand. Attraction, accessibility, amenities, dan ancillary, adalah beberapa
komponen pariwisata yang akan dieksplorasi dalam penelitian ini.

Attraction berfungsi sebagai titik fokus untuk rekreasi dan, dalam beberapa
kasus, kegiatan pendidikan untuk pengunjung. Attraction, misalnya, seringkali sangat
penting untuk perlindungan, atau bahkan pembentukan, identitas budaya, dan dapat
membantu melestarikan dan memelihara banyak monumen bersejarah. Beberapa,
berkontribusi terhadap citra destinasi dengan menjadi daya tarik yang terkenal. Di
antara tempat-tempat wisata, terdapat berbagai contoh attraction (daya tarik), antara
lain keindahan, alam yang khas, budaya, dan aktivitas masyarakat.

Accessibility merupakan sinergi yang timbul dari penerapan teknologi.


Suksesnya suatu atraksi dapat dipengaruhi oleh kemudahan dan kecepatan aksesnya
baik di dalam negeri maupun secara global sebagai akibat dari teknologi transportasi
dan komunikasi saat ini. Pertumbuhan TIK, contohnya, telah menghasilkan biaya
transaksi yang lebih rendah, peningkatan aksesibilitas, dan peningkatan persaingan.
Aksesibilitas destinasi, kenyamanan lalu lintas, dan arah rute juga merupakan faktor
penting.

Dari segi perencanaan, peruntukan suatu destinasi wisata harus menjadi


landasan pembangunan yang terintegrasi guna memberikan perpaduan yang tepat antar
amenities bagi pengunjung. Jenis atraksi dan bentuk transportasi yang terlibat, serta
lamanya waktu yang dihabiskan di sebuah atraksi, mempengaruhi arsitektur sebuah
atraksi dan fasilitas yang disediakan. Semua fasilitas yang ramah wisatawan, seperti
hotel (penginapan) serta tempat hiburan, termasuk dalam amenities.

Ancillary adalah kehadiran lembaga penyelenggara perjalanan wisata,


seperti pemandu wisata, pemesanan tiket, biro perjalanan, serta tersedianya pusat
informasi, semuanya merupakan penunjang. Ancillary juga adalah penyediaan layanan
pemerintah di destinasi pariwisata melalui infrastruktur. Hal ini juga mencakup
perbankan, kesehatan, keamanan, toilet umum, jaringan komunikasi, dan sebagainya.
12

2.2.4. Konsep Produk Pariwisata

Sebuah bisnis harus menyeimbangkan ekonomi dengan manusia, budaya,


dan lingkungan, serta memperluas dan mendiversifikasi penawaran produk.
Pengembangan produk sangat penting untuk memenuhi perubahan kebutuhan
wisatawan. Dalam kasus pariwisata, tujuan produk secara umum adalah untuk
memudahkan orang melakukan perjalanan dan terlibat dalam aktivitas di luar konteks
khas mereka. Terlepas dari kenyataan bahwa pengembangan produk dan pemasaran
dibandingkan di sini, beberapa penulis berpendapat bahwa pengembangan produk
adalah bagian dari gagasan pemasaran. Contoh yang sangat baik tentang bagaimana
pakar pemasaran berpikir tentang "produk" adalah definisi Kotler: "segala sesuatu
yang mungkin dipasok ke pasar untuk diperhatikan, diperoleh, digunakan, atau
dikonsumsi yang mungkin memuaskan keinginan atau kebutuhan".

Produk pariwisata, menurut Medlik dan Middleton (1973), adalah


kumpulan aktivitas, layanan, dan keunggulan yang membentuk pengalaman pariwisata
yang lengkap. Produk pariwisata adalah layanan unik yang disediakan oleh satu
perusahaan, seperti tur jalan-jalan atau kursi maskapai. Seluruh pengalaman
wisatawan sejak ia meninggalkan rumah sampai ia kembali disebut juga sebagai
produk wisata. Produk pariwisata didefinisikan sebagai “kombinasi fitur fisik dan
layanan, serta asosiasi simbolis, yang dimaksudkan untuk memenuhi keinginan dan
kebutuhan pembeli”, atau, dengan kata lain, “suatu aktivitas yang bermanfaat di
tempat tujuan yang diinginkan”. Produk jasa, menurut Sasser, Olson, dan Wyckoff
(1978), memiliki tiga komponen: produk fasilitas, intangible eksplisit, dan intangible
implisit. Menurut Lewis dan Chambers (1989), produk pariwisata terdiri dari "barang,
lingkungan, dan jasa". Ketiga tingkat produk tersebut sesuai dengan tipologi Levitt
(1981) tentang "produk inti" (layanan atau manfaat penting), "produk nyata" (layanan
yang benar-benar dijual dan dikonsumsi), dan "produk tambahan" (layanan atau
manfaat tambahan-produk berwujud ditambah semua fitur nilai tambah). Produk
pariwisata juga dipelajari di tingkat kota, kabupaten, wilayah, bangsa, atau kawasan
internasional (seperti Komunitas Eropa) atau secara abstrak menggunakan model
evolusi dan morfologi tujuan wisata.
13

2.3. Landasan Teori

2.3.1. Objek Wisata

Objek wisata, menurut Suwantoro (1997), merupakan potensi yang


memotivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu lokasi wisata. Tempat-tempat wisata
dalam posisi yang begitu krusial harus dikembangkan, didirikan, dan dikelola secara
profesional untuk menarik pengunjung. Secara umum daya tarik suatu objek wisata
dibangun atas hal-hal sebagai berikut: (1) Ketersediaan sumber daya yang dapat
menimbulkan perasaan senang, indah, nyaman, dan bersih; (2) Sangat mudah bagi
orang untuk pergi ke sana; (3) Ada beberapa karakteristik atau persyaratan yang unik;
(4) Tersedianya sarana/prasarana penunjang untuk melayani pengunjung; (4) Obyek
wisata alam yang memiliki daya tarik tinggi karena memiliki nilai keunikan berupa
atraksi seni, ritus adat, dan nilai luhur yang terkandung pada suatu benda buatan
manusia.

2.3.2. Potensi Objek Wisata

Keadaan fisik, aksesibilitas, kepemilikan dan penggunaan tanah, hambatan


dan dukungan, dan unsur-unsur lain seperti upah tenaga kerja dan stabilitas politik,
menurut Pearce (1983), mempengaruhi pengembangan potensi pariwisata. Selain itu,
produk dan daya tarik wisata, prasarana wisata, sarana wisata, dan
masyarakat/lingkungan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan
(Suwantoro, 2004). Berikut ini adalah faktor-faktor yang menentukan potensi wisata
tersebut di atas:

1. Kondisi Fisik
2. Atraksi dan Objek Wisata
3. Aksesibilitas
4. Kepemilikan dan Penggunaan Lahan
5. Sarana dan Prasarana Pariwisata
6. Masyarakat
14

2.3.3. Pengembangan Obyek Wisata

Pasal 6 dan 7 UU RI No. 10 tahun 2009 tentang pembangunan


kepariwisataan menyatakan bahwa pembangunan kepariwisataan harus
memperhatikan keanekaragaman, keaslian, dan keunikan budaya dan alam, serta
kebutuhan SDM kepariwisataan. Berikut ini adalah contoh pengembangan pariwisata:

1. Industri Pariwisata
2. Destinasi Pariwisata
3. Pemasaran
4. Lembaga Pariwisata

Menurut Musanef (1996), pembangunan kepariwisataan meliputi segala


tindakan dan upaya yang direncanakan yang ditujukan untuk menarik wisatawan, serta
prasarana, sarana, barang, dan jasa/fasilitas yang diperlukan.

2.3.4. Analisis SWOT

Analisis SWOT (Strength/kekuatan, Weakness/kelemahan,


Opportunity/peluang, dan Threat/ancaman) adalah alat perencanaan strategis yang
digunakan untuk memeriksa kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman organisasi,
usaha bisnis atau proyek. Prosedur ini memerlukan penentuan tujuan yang tepat dari
spekulasi perusahaan atau proyek, serta elemen internal dan eksternal yang
mendukung atau menghalangi tujuan ini. Hal-hal yang menjadi keunggulan atau ciri
khas suatu destinasi pariwisata disebut sebagai kekuatan (strengths). Kelemahan
adalah penghalang jalan. Peluang adalah hal-hal yang dapat dikembangkan lebih
lanjut, sedangkan ancaman adalah hal-hal yang dapat menghambat perkembangan
daya tarik wisata (Winih, 2007). Analisis SWOT merupakan metode analisis yang
berguna, efektif, dan efisien untuk mengidentifikasi peluang pada tahap awal
pengembangan proyek inovasi pariwisata baru. Analisis SWOT bersifat situasional,
dalam arti hasil analisis tahun ini belum tentu sama dengan analisis tahun berikutnya,
karena pengaruh kondisi ekonomi, politik, keamanan, dan sosial yang menyebabkan
perubahan (Yulita, 2008). Matriks analisis dibuat berdasarkan faktor-faktor yang
diberikan.
15

2.4. Model Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perspektif wisatawan asing dan


domestik terhadap potensi wisata Griya sebagai salah satu pusat budaya Bali. Oleh
karena itu, penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan latar
belakang studi kasus. Sebuah metode pengambilan sampel selektif diadopsi dalam
penelitian ini. Pengambilan sampel purposive, persis seperti namanya: sampel dipilih
"dengan sengaja" karena subjek yang dijadikan sampel memenuhi kriteria tertentu.
Dalam banyak penelitian kualitatif, pengambilan sampel semacam ini digunakan
untuk memungkinkan peneliti menemukan kelompok kecil tertentu yang dapat diajak
bekerja sama. Pengambilan sampel kualitatif umumnya bertujuan; peneliti tahu grup
mana yang ingin ditangani, jadi peneliti hanya akan mewawancarai anggota grup itu.

Peneliti kemudian akan menghubungi dan meminta panduan individu


untuk bantuan dalam penelitian ini berdasarkan kasus per kasus. Untuk
mengumpulkan data dari wisatawan (asing dan domestik), observasi dan wawancara
akan digunakan sebagai alat studi utama. Observasi hampir secara umum diakui
sebagai metode inti dan penentu dalam antropologi budaya, tetapi juga menjadi
komponen utama penelitian kualitatif di berbagai bidang pada akhir abad kedua puluh
dan awal abad kedua puluh satu (DeWalt and DeWalt, 2011).

Attraction,
Komponen
Accessibility, Potensi
Pariwisata
Amenities, Wisata
(4A)
Ancillary

Gambar 1. Model Penelitian


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian


Pendekatan studi kasus digunakan dalam penelitian ini. Bagian pertama
dari studi kasus biasanya berupa narasi deskriptif yang menggambarkan suatu
masalah, berbagai solusi, dan membiarkan pembaca memutuskan kesimpulan akhir
(Ellet, 2007). Studi kasus sering disertai dengan analisis teoretis yang mengidentifikasi
gagasan ilmiah. Terlepas dari keterbatasan (membutuhkan waktu, membutuhkan
pewawancara yang kompeten, dan membutuhkan kehati-hatian), penelitian studi kasus
dapat memiliki pengaruh yang signifikan.

3.2. Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian menggambarkan faktor-faktor yang akan diteliti dan
dimana penelitian akan dilakukan. Penelitian ini berlokasi di Provinsi Bali. Lokasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah beberapa Griya di Bali yang dikunjungi
wisatawan dengan tujuan berwisata budaya.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif. Data yang dikumpulkan
akan berupa data primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini yaitu hasil
observasi terhadap kondisi di lapangan, hasil wawancara terhadap penghuni,
wisatawan, dan pemandu wisata, hasil diskusi mengenai potensi wisata, dan kuesioner.
(Tracy, 2013). Data sekundernya berupa data dari literatur terdahulu dan informasi
yang beredar secara daring.

3.4. Instrumen Penelitian


Pikiran dan tubuh peneliti kualitatif adalah instrumen penelitian fisik dalam
penelitian kualitatif; menyerap, memilah-milah, dan menafsirkan lingkungan melalui
observasi, keterlibatan, dan wawancara (Tracy, 2013). Pikiran dan tubuh peneliti
digunakan untuk merekam pengamatan. Peneliti, serta pertanyaan wawancara, dan
survei terbuka, adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data di penelitian ini
termasuk kuesioner.

16
17

3.5. Metode dan Teknik Pengumpulan Data


Penelitian ini akan menggunakan observasi, wawancara, dan focus group
discussion (FGD). Ini menyiratkan peneliti kualitatif dapat beradaptasi, banyak akal,
dan memanfaatkan data apa pun yang diakses, apakah itu melalui wawancara maupun
observasi. Karena sifat ini, peneliti selama wawancara akan memperlakukan
wawancara sebagai percakapan yang ramah dan mengalir bebas dibanding sesi tanya
jawab yang direncanakan. Peneliti juga akan menanyakan beberapa pertanyaan untuk
memulai diskusi, dan narasumber akan bebas membicarakannya.

3.6. Teknik Analisis Data


Dalam meneliti data, peneliti menggunakan metode deduktif dan induktif.
Untuk proses pengkodean, pendekatan deduktif menggunakan kerangka kerja
pengorganisasian yang terdiri dari topik-topik (Bradley et al., 2007; Braun dan Clarke,
2006; Burnard et al., 2008; Miles dan Huberman, 1994). Teknik induktif, di sisi lain,
hanya didasarkan pada pengalaman narasumber, yang mendorong seluruh studi.
Analisis induktif mengacu pada "pendekatan yang menggunakan pembacaan ekstensif
data mentah untuk mengekstrak konsep dan tema," (Thomas, 2006).
3.7. Penyajian Hasil Analisis Data
Menurut Bernard (1988:322), analisis data kualitatif terutama bergantung
pada penyajian cerita pilihan dan komentar dari informan—kutipan yang membantu
pembaca memahami hasil penelitian. Peneliti studi ini tidak akan menyumbat
tulisannya dengan kutipan panjang dari informan yang tidak disertai analisis. Bernard
(1988:324-29) juga menyebutkan bahwa membuat tampilan visual merupakan aspek
penting dari analisis kualitatif. Penelitian ini nantinya akan menyajikan data naratif
dan juga berbentuk matriks untuk menunjang tampilan visual dari hasil penelitian.
3.8. Kebaruan (Novelty)
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi wisata
budaya Griya sebagai pusat budaya Bali. Terlepas dari kenyataan bahwa banyak
peneliti telah menulis mengenai pengembangan wisata budaya di Bali, hanya sedikit
yang mengomentari potensi Griya sebagai tujuan wisata budaya. Tidak ada studi yang
sebanding dengan studi ini karena penelitian sebelumnya selalu terkonsentrasi pada
pertumbuhan Puri sebagai tujuan wisata budaya.
18

DAFTAR PUSTAKA

Amin, M.A.S., Priansah, P., 2019. Marketing Communication Strategy To Improve Tourism
Potential. Budapest International Research and Critics Institute (BIRCI-Journal) :
Humanities and Social Sciences 2, 160–166.
Bratić, M., Marjanović, M., Radivojević, A.R., Pavlović, M., 2020. M-GAM method in
function of tourism potential assessment: Case study of the Sokobanja basin in eastern
Serbia. Open Geosciences 12, 1468–1485.
Cahyadi, H.S., 2019. MENGHIDUPKAN KEMBALI KERAJAAN –KERAJAAN
MELALUI PARIWISATA (Studi Kasus: Puri Anyar Kerambitan, Bali, Indonesia.
Journal of Indonesian Tourism, Hospitality and Recreation 2, 36–47.
de Oliveira Paiva, P.D., de Brito Sousa, R., Carcaud, N., 2020. Flowers and gardens on the
context and tourism potential. Ornamental Horticulture 26, 121–133.
DeWalt, K.M., DeWalt, B.R., 2011. Participant Observation, 2nd ed. AltaMira Press,
Maryland.
Guzzo, R.A., 1986. Group decision making and group effectiveness in organizations. In:
Designing Effcrtive Work Groups. Jossey-Bass, San Fransisco, pp. 34–71.
Guzzo, R.A., Yost, P.R., Campbell, R.J., Shea, G.P., 1993. Potency in groups: Articulating a
construct. British Journal of Social Psychology 32, 87–106.
Hooykaas, C., 1974. Cosmogony and Creation in Balinese Tradition. Springer Netherlands,
Dordrecht.
Hooykaas, C., 1976. Social anthropology, a “discipline” of theories and hear-say ? (à propos
of Geertz on Bali). In: Archipel. pp. 237–2243.
ICOMOS, 1999. INTERNATIONAL CULTURAL TOURISM CHARTER: Managing
Tourism at Places of Heritage Significance.
Ikawati, D., Bahtiar, A., 2021. DAMPAK SISTEM PERKAWINAN ADAT BALI PADA
NOVEL TARIAN BUMI KARYA OKA RUSMINI. In: PROSIDING SAMASTA
Seminar Nasional Bahasa Dan Sastra Indonesia. pp. 197–203.
Jamieson, W., 2022. THE CHALLENGE OF CULTURAL TOURISM [WWW Document].
URL http://archive.canada.icomos.org/bulletin/vol3_no3_jamieson_e.html (accessed
6.8.22).
Mahsa, M., 2021. REPRESENTASI MASYARAKAT BALI DALAM NOVEL TARIAN
BUMI KARYA OKA RUSMINI (TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA). Jurnal Ilmiah
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2, 219–230.
McKercher, B., du Cros, H., 2012. Cultural Tourism The Partnership Between Tourism and
Cultural Heritage Management.
Picard, M., 1990. “Cultural Tourism” in Bali: Cultural Performances as Tourist Attraction
37–74.
19

Picard, M., 1997. Tourism, Ethnicity, and the State in Asian and Pacific Societies. University
of Hawai‘i Press, Honolulu.
Putra, I.D.G.A.D., Adhika, I.M., Yana, A.A.G.A., 2021. Reviving cultural tourism in
kendran bali indonesia: Maintaining traditional architecture and developing
community-based tourism. Civil Engineering and Architecture 9, 328–338.
Putra, I.M.C.W., Sanjaya, I.G.A., Dewi, D.A.S., Pratiwi, N.K.A., Astawan, I.G., 2021. Desa
Adat Timbul: Kampung Wisata Berbasis Pertanian dan Edukasi. INTERNATIONAL
JOURNAL OF COMMUNITY SERVICE LEARNING 5, 376–381.
Putra, I.P.D.A., 2022. PELATIHAN FOTOGRAFI DAN PENGELOLAAN MEDIA
SOSIALPADA POKDARWIS PEMANIS HERITAGE DESA WISATA BIAUNG
TABANAN BALI. JURNAL NAWALA VISUAL 4, 50–62.
Richards, G., 1996. Cultural Tourism in Europe.
Shea, G.P., Guzzo, R.A., 1987. Group Effectiveness: What Really Matters? Sloan
Management Review 28, 25.
Tracy, S.J., 2013. Qualitative Research Methods. John Wiley & Sons, Ltd, West Sussex.
Trišić, I., Privitera, D., Štetić, S., Petrović, M.D., Radovanović, M.M., Maksin, M.,
Šimičević, D., Stanić Jovanović, S., Lukić, D., 2022. Sustainable Tourism to the Part of
Transboundary UNESCO Biosphere Reserve “Mura-Drava-Danube”. A Case of Serbia,
Croatia and Hungary. Sustainability 14, 6006.
Widiantara, I.G.A.B., Trianingrum, N.N.N., Poetranto, I.W.D., 2018. STRATEGI
PENGEMBANGAN PURI AGUNG KENDRAN SEBAGAI DAYA TARIK WISATA
UNGGULAN KABUPATEN GIANYAR, BALI. Jurnal Manajemen Pelayanan Hotel
Akademi Komunitas Manajemen Perhotelan Indonesia 2.
WTO, 1985. The states’ role in protecting and promoting culture as a factor in tourism
development and the proper use and exploitation of the national cultural heritage of
sites and monuments for tourists.
Yan, L., Gao, B.W., Zhang, M., 2017. A mathematical model for tourism potential
assessment. Tourism Management 63, 355–365.
Zander, A., Medow, H., 1963. Individual and Group Levels of Aspirations. Human Relations
16, 89–105.
Zimmer, P., Grassmann, S., Champetier, Y., de Borchgrave, C., Hildwein-Scheele, A., Janot,
J.-L., 1996. Evaluating a territory’s touristic potential.

Anda mungkin juga menyukai