Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SENI BUDAYA
SENI PERTUNJUKAN TARI KECAK DALAM KEMASAN WISATA

Oleh :
Nama : I Wayan Robi Saputra
Nim : 2113081093 / 21
Kelas : Siang A
Prodi : Industri Perjalanan

UNIVERSITAS HINDU NEGERI


I GUSTI BAGUS SUGRIWA DENPASAR
2022

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Ida Sang Hyang Widi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat Asung Kertha Wara Nugrahanya yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat
iman dan kesehatan, sehingga Saya diberi kesempatan yang luar biasa ini yaitu kesempatan
untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang “SENI PERTUNJUKAN TARI
KECAK DALAM KEMASAN WISATA”.
Saya juga berharap dengan sungguh – sungguh supaya makalah ini mampu berguna
serta bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan terkait dengan tari
kecak yang telah dikomodifikasi menjadi seni pertunjukan yang dapat memenuhi keinginan
para wisatawan di Bali.
Selain itu Saya juga sadar bahwa pada makalah saya ini dapat ditemukan banyak
sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, Saya benar – benar menanti
kritik dan saran untuk kemudian dapat saya revisi dan saya tulis di masa yang selanjutnya,
sebab sekali kali lagi Saya menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai
saran yang konstruktif.
Di akhir saya berharap makalah sederhana saya ini dapat dimengerti oleh setiap
pihak yang membaca. saya pun memohon maaf yang sebesar – besarnya apabila dalam
makalah saya terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.

Denpasar, 23 Juni 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..............................................................................................................i

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1. Latar Belakang..........................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................................3

1.3. Tujuan Penulisan.......................................................................................................3

1.4. Manfaat Penulisan.....................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................4

2.1. Komodifikasi Seni Pertunjukan Wisata..................................................................4

2.2. Komodifikasi Tari Kecak Sebagai Seni Pertunjukan............................................4

2.3. Tari Kecak Sebagai Seni Wisata..............................................................................7

BAB III PENUTUP................................................................................................................11

3.1. Kesimpulan..............................................................................................................11

3.2. Saran.........................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pariwisata adalah istilah yang diberikan apabila seseorang wisatawan melakukan
perjalanan itu sendiri, atau dengan kata lain aktivitas dan kejadian yang terjadi ketika
seseorang pengunjung melakukan perjalanan. Berpariwisata pada hakikatnya merupakan
suatu proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih, menuju ke tempat lain di luar
tempattinggalnya. Dorongan kepergiaannya dikarenakan oleh berbagai kepentingan,baik
karena kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama,kesehatan, maupun
kepentingan lain, seperti karena sekadar ingin tahu,menambah pengalaman, ataupun
untuk belajar. Istilah pariwisata berhubungan erat dengan pengertian perjalanan wisata,
yaitu sebagai suatu perubahan tempat tinggal sementara seseorang di luar tempat
tinggalnya karena suatu alasan, dan bukan untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan
upah (Krisnando, 2018). Dengan kata lain, perjalanan wisata merupakan suatu perjalanan
yang dilakukan seseorang atau lebih dengan tujuan untuk mendapatkan kenikmatan dan
memenuhi hasrat ingin mengetahui sesuatu. Pariwisata merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi.
Perkembangan industri pariwisata membuat Bali sangat terbuka untuk berbicara
dengan dunia luar, sehingga industri pariwisata di Bali telah membuat perubahan sosial
dari budaya agraris menjadi budaya modern. Kemajuan industri pariwisata telah
mengubah bidang sosial menjadi arena ekonomi, dengan tujuan agar semua imajinasi
manusia, mengingat inovasi untuk ekspresi artistic dipertukarkan. Industri pariwisata
hadir sebagai pasar untuk menampilkan kreatifitas sosial masyarakat Bali, sehingga
muncul inovasi yang berbeda dalam ekspresi manusia. Merek mulai menyebar, ruang
pameran lukisan melonjak, dan ekspresi pertunjukan adat mulai dibundel untuk
dipromosikan. Membaiknya industri travel mempengaruhi kemajuan ekspresi pertunjukan
di Bali, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pertunjukan ekspresi, pertama-
tama, adalah tempat liburan, kemudian, pada saat itu, pertimbangan dunia industri
perjalanan membuat para ahli lebih bersemangat untuk membuat ekspresi pertunjukan
baru, baik sebagai manifestasi keahlian untuk pengerjaan maupun untuk ekspresi
pertunjukan industri perjalanan.
Perubahan sosial budaya di mata masyarakat tidak dapat dihindari, karena
pembangunan di arena publik yang dilakukan sebagai kerjasama antara individu yang
dapat meningkatkan dengan daerah setempat dan yang memiliki persiapan untuk

1
mengakui pembangunan. Perubahan sosial dapat terjadi sebagai akibat dari sosialisasi
sosial dan dapat juga terjadi karena diatur atau direncanakan oleh Pemerintah. Perubahan
sosial yang terjadi di Bali karena berkembangnya industri pariwisata merupakan
perubahan sosial yang dimaksudkan untuk menjadikan Bali sebagai kawasan industri
pariwisata dengan penekanan pada sosial industri travel. Pada akhirnya, seni dan budaya
Bali direncanakan sebagai karya sosial yang dikoordinasikan untuk mengatasi masalah
wisatawan, sehingga muncul "Tari Kecak", sebagai ciptaan imajinatif yang dapat
ditampilkan bagi para pelancong. Kita juga dapat menganggap ini sebagai komodifikasi
ekspresi sosial yang sakral menjadi ekspresi pertunjukan (Erawati, 2019).
Tari Kecak merupakan sebuah tari yang berasal dari Bali. berasal dari kata “cak”,
tarianini mengolah vocal menjadi sebuah irama yang memiliki aura enerjik dari
setiappenarinya. Oleh karena hal ini, tari ini menjadi sebuah tari yang sangat terkenal
danmemiliki daya Tarik yang besar bagi wisatawan. Tari kecak diciptakan oleh
WayanLimbak, seorang seniman Bali dan orang Jerman yang bernama Walter Spies
padatahun 1930. Tarian ini terispirasi dari sebuah ritual yang ada di dalam cerita
ramayanayang dinamakan ritual sanghyang (Erawati, 2019). Ritual ini di lakukan untuk
memanggil roh paraleluhur dan berkomunikasi kepada Sang Hyang Widhi untuk
menyampaikan harapanharapan masyarakat. Ritual ini biasanya di lakukan dengan tidak
sadar.
Komodifikasi adalah proses yang terkait erat dengan kapitalisme di mana objek,
kualitas, dan tanda diubah menjadi komoditas. Komodifikasi adalah proses yang
diasosiasikan dengan kapitalisme di mana objek, kualitas, dan tanda dibuat menjadi
komoditas yang tujuan utamanya adalah untuk dijual di pasar. Ekonomi uang yang
dilandasi semangat mencari keuntungan sebesar-besarnya telah mengakibatkan
munculnya gejala komodifikasi di berbagai sektor kehidupan. Komodifikasi budaya
menjadi seni pertunjukan bagi wisatawan tidak hanya terjadi di Bali. Kondisi serupa juga
terjadi pada industri pariwisata Asia Tenggara. Kekayaan dan keragaman budaya
merupakan salah satu daya tarik wisata yang menjadi pilar utama keberhasilan pariwisata
di ASEAN dan Asia. Seperti halnya tradisi budaya Bali, di mana tarian sakral ditampilkan
di pura sebagai persembahan kepada para dewa. Kawasan wisata di ASEAN, seperti
Thailand dan Vietnam, juga terdapat kegiatan komodifikasi seni dan budaya menjadi
produk pariwisata. Komodifikasi seni dan budaya oleh industri pariwisata di Thailand
berhasil menarik wisatawan dengan total 29,88 juta orang pada tahun 2015.

2
Dengan demikian munculnya seni pertunjukan tari kecak di Bali dapat dikatakan
sebagai bentuk budaya kreatif yang dirancang untuk kebutuhan wisatawan. Seminar seni
sakral dan profan tahun 1972 yang menghasilkan seni wali, bebali dan balih-balihan,
merupakan bentuk desain budaya untuk seni pertunjukan bagi wisatawan. Berdasarkan
hal tersebut di atas, penulis melihat bagaimana tari kecak saat ini dapat dikatakan sebagai
ikon seni pertunjukan yang diminati wisatawan Bali (Noho et al., 2020). Melalui hal
tersebut penulis ingin melakukan pembahasan terkait dengan seni pertunjukan kecak yang
dikomodifikasi menjadi seni pertunjukan dengan balutan wisata di Bali.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan dengan latar belakang tersebut diatas terdapat suatu permasalahan
yang akan dirumuskan yaitu adalah:
1. Bagaimanakah komodifikasi seni pertunjukan pariwisata?
2. Bagaimanakah komodifikasi pada tari kecak sebagai seni pertunjukan?
3. Bagaimanakah tari kecak sebagai seni wisata?

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan yang ingin dituju oleh penulis melalui penulisan makalah ini yaitu
adalah:
1. Untuk memberikan pemaparan terkait dengan komodifikasi seni pertunjukan
pariwisata
2. Untuk memberikan pemaparan terkait komodifikasi pada tari kecak sebagai
seni pertunjukan
3. Untuk memberikan pemaparan terkait tari kecak sebagai seni wisata

1.4. Manfaat Penulisan


Adapun manfaat yang diharapkan didapatkan oleh pembaca melalui penulisan
makalah ini yaitu adalah:
1. Agar pembaca mendapatkan pengetahuan tentang dengan komodifikasi seni
pertunjukan pariwisata
2. Agar pembaca mendapatkan pengetahuan tentang komodifikasi pada tari
kecak sebagai seni pertunjukan
3. Agar pembaca mendapatkan pengetahuan tentang tari kecak sebagai seni
wisata

3
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Komodifikasi Seni Pertunjukan Wisata
Kekayaan seni pertunjukan pariwisata berdampak pada perkembangan pariwisata,
salah satunya adalah jumlah wisatawan di Bali. Perkembangannya ditandai dengan
peningkatan jumlah wisman setiap tahunnya, dari 2.756.579 pada tahun 2011 menjadi
4.927.937 pada tahun 2016. Jumlah wisatawan nusantara juga mengalami peningkatan
yaitu 6.394.307 kedatangan pada tahun 2014, meningkat pada tahun 2014. 2016 menjadi
7.147.100 orang. Tingginya jumlah wisatawan tersebut tidak terlepas dari salah satu
faktornya, yaitu keinginan wisatawan untuk menikmati berbagai seni pertunjukan.
“Komodifikasi berasal dari kata komoditi, yang menurut Marx berarti segala
sesuatu yang diproduksi dan diperdagangkan. Komodifikasi adalah proses membuat
sesuatu yang sebelumnya bukan komoditi.”. Komodifikasi memiliki makna yang luas dan
tidak hanya menyangkut masalah produksi komoditas barang dan jasa yang
diperjualbelikan, akan tetapi termasuk juga di dalamnya barang dan jasa yang
didistribusikan dan dikonsumsi (Dewi, 2016).
Praktik komodifikasi seni dan budaya sakral menjadi produk pariwisata perlu
dilakukan. Komodifikasi merupakan bagian integral dari pengembangan pariwisata di
Bali. Komodifikasi telah menyebar ke seluruh seni budaya Bali, dan ada seni pertunjukan
wisata yang merupakan hasil komodifikasi, seperti Tari Kecak, Tari Barong, Tari Keris
dan Cak Ramayana (Dewi, 2016). Seni pertunjukan pariwisata merupakan hasil
komodifikasi seni dan budaya sakral menjadi seni sekuler yang dijual kepada wisatawan.
Seni pertunjukan yang mengkomodifikasi budaya menjadi turis tidak hanya terjadi di
Bali. Situasi serupa juga terjadi di industri pariwisata Asia Tenggara. Kekayaan dan
keragaman budaya merupakan salah satu daya tarik wisata dan pilar utama keberhasilan
pariwisata di ASEAN dan Asia. Sama seperti tradisi budaya Bali, tarian sakral dilakukan
di pura sebagai persembahan kepada para dewa. Kawasan wisata di ASEAN, misalnya
Thailand dan Vietnam juga terjadi aktivitas komodifikasi seni dan budaya menjadi
produk wisata. Komodifikasi seni dan budaya oleh industri pariwisata di Thailand
berhasil menarik wisatawan dengan jumlah mencapai 29,88 juta orang pada tahun 2015.

2.2. Komodifikasi Tari Kecak Sebagai Seni Pertunjukan


Pergeseran sosial dari budaya fundamental atau non-eksklusif dengan adanya
kecurigaan bahwa budaya diperoleh ke perbedaan bahwa budaya dibangun dan

5
mengalami perubahan, pandangan dunia sosial yang awalnya sangat simbolis berubah
menjadi budaya yang sangat finansial. Kecak sebagai ansambel laki-laki yang pada
awalnya dianggap sebagai mahakarya yang memiliki kemampuan dunia lain untuk
menghilangkan "bala" (penyakit), sehingga dipandang sebagai seni keramat yang tak
henti-hentinya dianggap oleh masyarakat umum memiliki nilai simbolik yang diubah
menjadi nilai uang. Keahlian sebagai barang simbol akan ada jika disistematisasikan
secara sosial, diakui oleh orang banyak dan dianggap sebagai penghenti pertunjukan.
Kecak sebagai barang representatif yang kemudian dibundel menjadi sebuah mahakarya
tampaknya telah dibakukan secara sosial dan diakui oleh orang banyak, sebagai
wisatawan tertentu, sebagai penghenti pertunjukan yang dibangun dalam kualitas
konvensional (Tjampan & Nugroho, 2020).
Tari kecak atau Seni tari Kecak merupakan sebuah seni tari yang berasal dari Bali
Indonesia, Seni Tari Kecak ini dipertunjukkan oleh banyak puluhan atau lebih (50-150)
para penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu dan sambil
menyerukan “cak” serta mengangkat kedua lengan. Para penari yang duduk melingkar
tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur melingkari pinggang mereka.
Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana
seperti Rama, Shinta, Rahwana,Hanoman, dan Sugriwa. Tari Kecak menggambarkan
kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Namun demikian,
Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada
padakondisi tidak sadar, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhurdan
kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.
Jalannya komersialisasi budaya sudah mulai menyusup ke dalam seni tradisional
yang dianggap simbol magis, dengan membuat kemasan atau karya seni yang meniru
simbol-simbol sakral tersebut di atas. Pada akhirnya kita akan sulit memahami mana yang
sakral dan mana yang sekuler. Untuk situasi ini, batas-batas sosial mulai kabur, dan
panduan mental yang sekarang tidak cukup untuk mengarahkan perilaku manusia dalam
kehidupan sehari-hari biasa sebagai warga yang mapan. Tamu Bali sangat terpukau
dengan kerajinan pertunjukan kecak, sehingga tandan pembuatan kecak melonjak di
berbagai kabupaten, khususnya Gianyar dan Badung. Belakangan, Kecak menjadi maskot
dunia pariwisata Bali, khususnya yang berkaitan dengan kemajuan industri perjalanan
wisata, sehingga mungkin telah menjelma menjadi lingkup seni pertunjukan yang sangat
luas.

6
Dalam keadaan demikian, Kecak sebagai salah satu karya seni industri perjalanan
wisata di Bali memasuki bidang komersialisasi. Ketika Kecak memasuki bidang
komersialisasi sosial, mungkin saja tari Kecak berubah menjadi sebuah kreasi kerajinan,
mengingat hampir setiap kota di Bali membuat tari Kecak. Tari kecak, maka pilihan
untuk mendapatkan situasi yang berlaku dalam menjawab kebutuhan industri perjalanan.
Keistimewaan yang disinggung untuk situasi ini adalah kebebasan finansial, karena ketika
sebuah mahakarya telah memasuki bidang moneter, pertempuran akan terjadi dalam
memperjuangkan kebebasan moneter. Tidak dapat dipungkiri bahwa tari kecak sebagai
seni pertunjukan telah ditetapkan sebagai produk yang dapat ditukarkan kepada para
pelancong (Sumiati & Girsang, 2018).
Akibatnya, pertunjukan kerajinan tari kecak sebagai show-stopper telah memasuki
pasar wisatawan dan dapat dianggap telah menempatkan kerangka industrialis, karena
spesialisasi pertunjukan kecak telah dikomoditaskan. Dalam kerangka wirausaha,
pembuat tidak hanya memberikan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri atau
kebutuhan individu, tetapi juga memberikan penghenti pertunjukan sebagai budaya
imajinatif yang dapat memenuhi kebutuhan keuangan rutinitas sehari-harinya sebagai
uang tunai.
Kecak diciptakan memang khusus untuk disajikan kepada wisatawan untuk
mendapatkan imbalan dalam bentuk uang. Oleh karena itu kecak memang dikemas
sebagai komoditi melibatkan “pasar pertukaran” (exchange market) yang berhubungan
dengan wisatawan baik domestik maupun wisatawan asing. Menurut Marx, setiap
komoditas, termasuk seni kekkak yang dikomodifikasi, memiliki sisi “dual”, nilai pakai di
satu sisi dan nilai tukar di sisi lain. Nilai guna yang diwujudkan hanya dalam proses
konsumsi mengacu pada tujuan di mana atribut komoditas dapat digunakan untuk tujuan
tertentu. Suatu benda, termasuk seni pertunjukan tradisional Bali, dapat memiliki nilai
guna, baik benda tersebut merupakan komoditas maupun bukan. Dalam hal ini, nilai guna
hanya dianggap sebagai nilai guna dan tidak memiliki hubungan yang pasti dengan
perekonomian. Ketika suatu barang dikomodifikasi, barang yang diproduksi harus
memiliki nilai guna, karena jika barang yang akan dikomodifikasi tidak memiliki nilai
pakai, maka barang tersebut tidak dapat diperjual belikan.
Nilai tukar dalam hal ini beranggapan bahwa nilai yang dimiliki oleh
sebuah produk ada kaitannya dengan ekonomi yang pasti, dan nilai tukar hanya
mempunyai arti dalam kaitannya dengan komoditi. Dengan demikian maka agar
kecak memiliki nilai ekonomi maka kecak harus dikomodifikasi menjadi seni pertunjukan

7
sebagai sa-jian wisata dengan kepastian ekonomi baik dari segi harga jual, tempat
pementasan, maupun kemudahan untuk mendapatkannya.

2.3. Tari Kecak Sebagai Seni Wisata


Bali memiliki berbagai upacara ketat dan adat sosial yang disucikan (wali),
tontotan (bebali), dan tontotan untuk industri perjalanan (balih-balihan). Ungkapan wali
dan bebali menggabungkan jenis-jenis kerajinan yang memiliki kualitas yang ketat,
bersifat sakral. Pameran ini terhubung dengan keseluruhan pengaturan serta fungsi.
Sementara itu, pengerjaan balih-balihan menggabungkan keahlian yang menggarisbawahi
pengalihan dan kualitas gaya di mana ekspresi pertunjukan lebih umum. Balih-balihan
diselenggarakan kapanpun dan dimanapun dengan tidak ada batasan waktu, tempat dan
waktu. Berbagai jenis ekspresi pertunjukan ini telah berubah selama rentang waktu yang
signifikan. Perkembangannya mulai dari substansi, struktur, dan kerangka
pengorganisasian. Hal ini terjadi mengingat para perajin dan ahli seni pertunjukan Bali
secara sengaja dan imajinatif mengintegrasikan pemikiran-pemikiran inovatif ke dalam
ekspresi manusia.
Tari kecak sebagai budaya inventif dibuat untuk melayani para ahli seni, namun
memiliki aransemen utama melewati aransemen sebagai peningkatan ekspresi sosial,
khususnya menciptakan tari kecak sebagai barang pasar. Untuk situasi ini, sebuah karya
adalah suatu tindakan gabungan yang mencakup bagian-bagian yang berbeda untuk
membantu suatu pengaturan sehingga daerah di seluruh dunia memiliki daya tarik dengan
budaya lingkungan, sehingga pembaruan ekspresi sosial terdekat dilakukan (Sumiati &
Girsang, 2018).
Paradigma kehidupan sosial masyarakat Bali adalah segala sesuatu yang
diciptakan sebagai sebuah kreativitas budaya merupakan pengabdian sosial dan religious.
Hampir semua kreativitas masyarakat Bali dalam bidang kesenian diciptakan untuk
memenuhi kebutuhan sosial, tanpa mempertimbangkan nilai ekonomi. Sikap kolektif
yang dijiwai oleh pengabdian sosial agar karyanya berguna bagi orang lain, merupakan
faktor pendorong bagi seniman Bali untuk menciptakan karya seni.
Era globalisasi mendesak para seniman di daerah Bali untuk membuat sesuatu
yang berharga bagi mereka dan daerah setempat serta berguna untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari mereka, sehingga para pengrajin melengkapi kreatifitas yang

8
melahirkan budaya inovatif bukan lagi sebagai hasil dorongan sosial tetapi uang. Oleh
karena itu, tari Kecak karena budaya kreatif merupakan ciptaan agregat yang meliputi: 1)
metode kemasan baru, 2) lembaga sosial, 3) factor-faktor ekonomi. Metode baru untuk
situasi ini adalah bagaimana tari Kecak diolah menjadi sebuah karya yang dapat
menjawab karakter kreatif Bali, memiliki kualitas yang dekat dan memiliki daya pikat
yang mendunia. Cara yang paling efektif untuk mengembangkan tari kecak adalah
melalui penataan komunitas informal pada premis yang disengaja sesuai dengan modal
sosial yang terbentuk dalam adat istiadat, adat istiadat, dan kehidupan sebagai daerah
setempat. Derasnya arus wisatawan yang datang ke Pulau Bali, menimbulkan berbagai
macam perubahan terutama pada kesenian, misalnya Tari Sang Hyang Cak, Barong,
Legong, Keraton dan lain-lain. Jika pada masa lalu, pertunjukkantari-tari tersebut
dipertunjukkan pada hari dan tempat-tempat tertentu. Namun,dewasa ini sudah bisa
dipertunjukkan pada hari dan tempat yang biasa (umum).Begitu pula fungsinya, yang jika
pada mulanya sebagai media persembahan, kinibergeser menjadi sebuah suguhan
persembahan bagi para wisatawan.
Kelembagaan sosial yang digunakan untuk menerapkan metode baru pembuatan
tari Kecak adalah Banjar Bedulu, yang digerakkan oleh pengrajin Barat, khususnya Baryl
de Zoete dan Walter Spies. Landasan sosial ini dapat dikatakan sebagai modal
persahabatan maka tari Sanghyang yang dikemas dalam tari Kecak dapat dianggap
sebagai modal sosial, sehingga modal persahabatan dan modal sosial akan saling
memperkuat untuk membentuk karakter Bali. Sebagai kerajinan traveler, tari Kecak
dibuat untuk memenuhi selera wisatawan sebagai ajang tukar menukar karya. Dengan
demikian, variabel moneter yang mendukung dalam pembuatan karya adalah kunjungan
wisatawan ke Bali.
Wisatawan yang datang ke Bali tujuan utamanya adalah melihat ekspresi sosial
masyarakat Bali yang memiliki keunikan tersendiri sebagai wawasan terdekat.
Kepentingan moneter akhirnya menjadi sangat jelas bagi kebutuhan keuangan masyarakat
Bali untuk mendapatkan uang tunai. Jika kerajinan tergerak oleh kepentingan finansial,
kehidupan sosial akan terganggu dan kita akan menempatkan diri di bidang kehidupan,
yang diberi harga stiker. Selanjutnya nilai harmoni, bantuan dan nilai administrasi akan
dikaburkan. Dengan kemajuan industri perjalanan, semua bidang kehidupan di Bali sudah
mulai bertukar, industri perjalanan semakin kuat dan industri perjalanan telah menjadi
bagian dari budaya Bali. Sebagai pertaruhan dari industri perjalanan, Bali adalah pulau
yang sangat terbuka untuk semua kepentingan industri perjalanan, termasuk tersedia

9
untuk hal-hal yang dianggap suci. Dengan hadirnya industri travel, Bali yang awalnya
homogen menjadi heterogen dalam waktu yang cukup lama, khususnya di kawasan
industri travel. Inilah model yang dibuka Bali, sebagai lapangan sosial dari berbagai
daerah dan identitas etnis, yang mempengaruhi ekspresi adat yang sakral, terbuka untuk
wisatawan. Kemajuan industri perjalanan memberikan banyak pintu terbuka untuk usaha
dan pengembangan bisnis, tetapi kenyataannya tetap bahwa jumlah pintu terbuka
potensial bisnis sangat terbatas dibandingkan dengan jumlah spesialis yang tersedia.
Tari Kecak pada awalnya merupakan tarian ansambel laki-laki dari tarian
Sanghyang yang dibawakan secara eksklusif pada waktu-waktu tertentu untuk
menghindari penyakit yang menyerang. Kesucian tarian Sanghyang membuat individu
tidak dapat memainkan tarian Sanghyang ini kapan pun dan dengan asumsi itu dilakukan
kapan saja diterima bahwa nilai baktinya akan melemahkan dan pancaran pesonanya akan
lenyap. Walter Spies dan Baryl de Zoete sangat menyadari bahwa para pelancong yang
datang ke Bali sangat tertarik untuk melihat karya yang disucikan yang merupakan ciri
khas atau kepribadian identitas Bali. Mereka juga menyadari bahwa tidak akan
terbayangkan untuk melihat hasil kerajinannya setiap saat, sehingga muncul pemikiran
untuk bekerja dengan gong Bedulu Gianyar untuk menggabungkan ansambel laki-laki
untuk tarian Sanghyang. Penggabungan tarian Sanghyang ensambel laki-laki diubah
menjadi tarian Kecak yang akhirnya bisa dilihat oleh wisatawan. Tari kecak karena
budaya imajinatif, kemudian dimanfaatkan oleh bangsa Bali sebagai jenis seni kerajinan
yang diperkenalkan secara eksplisit kepada para pelancong. Sebagai wisatawan yang
hadir di Bali, banyak kota yang menggarap tari Kecak untuk diperkenalkan kepada
wisatawan, seperti Kecak Bona, Blangsinga, Kemenuh, Bedulu, Singapadu, Batubulan di
Gianyar, Kedaton, Sanur, Sumerta, Bualu di Denpasar, dan kota yang berbeda. . Oleh
karena itu, tari Kecak mulai memasuki ekonomi pasar sebagai komodifikasi kerajinan
yang dapat dipertukarkan. Tari kecak kemudian dapat dianggap telah menempatkan ranah
pengusaha, yang diangkat menjadi wisatawan melalui promosi, bundel kunjungan, dan
masuk di media elektronik sebagai kepribadian Bali.
Selanjutnya, penerimaan telah memberdayakan penggandaan, pemeliharaan, dan
perluasan jenis-jenis tari Kecak, sebagai data tanda dan kegembiraan tanpa batas dalam
skala dunia. Tari kecak dihadirkan dengan berbagai pilihan, antara lain kecak hentakan
lantai dansa dengan cerita-cerita dari Mahabharata, Ramayana, Babad, dan selanjutnya
menggabungkan Cak dengan batas seratus individu, 500 individu dan, yang mengejutkan,

10
1.000 individu. Hal ini menunjukkan bahwa globalisasi ekonomi dan data sosial telah
menawarkan berbagai jenis transparansi, dan peluang.
Komodifikasi ekspresi pertunjukan adat Bali, misalnya tari Kecak, telah
mendorong pulihnya ekspresi pertunjukan konvensional yang kemampuannya telah
berubah. Tari kecak sebagai seni pertunjukan konvensional pada awalnya penting untuk
tari Sang-ghyang yang memiliki kemampuan sakral. Peningkatan ini telah mendorong
ekspansi ekonomi Bali, sehingga berbagai jenis imajinasi Bali dalam ekspresi manusia
mulai dipasarkan. Ekspresi manusia, yang merupakan lembaga sosial yang terletak di
lingkungan pemerintah daerah dalam pengerjaan para eksekutif, kemudian dibentuk
menjadi sanggar-sanggar kerajinan, yang secara ahli dibuat dengan bisnis dewan untuk
memamerkan keahlian kepada para pelancong. Seke sebunan yang merupakan premis
ekspresi konvensional yang hidup di banjar kemudian mengalami minimasi. Para pakar
industri perjalanan telah mulai beralih ke ekspresi manusia, khususnya ekspresi
pertunjukan untuk mempersiapkan keahlian yang akan dipertukarkan dengan
mengabaikan nilai gaya, daya cipta, dan kualitas. Pengerjaan sebagai budaya inovatif,
dapat diatur oleh waktu, dan kemampuan membayar pelanggan (liburan).

11
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kecak merupakan kreasi ekspresi pertunjukan yang sengaja dibuat sebagai
persembahan perjalanan, karena pada dasarnya tidak ada latihan ramah atau ketat yang
mencakup pelaksanaan Kecak. Sebagai seni pertunjukan yang dibuat secara eksplisit
sebagai ciri khas industri perjalanan, Kecak adalah barang yang memikirkan kualitas
finansial. Pengrajin Bali yang berpikir tentang nilai uang yang lebih besar menunjukkan
bahwa mereka umumnya tidak terikat pada kualitas adat tetapi diizinkan untuk
berimajinasi untuk memenuhi persyaratan rutinitas rutin mereka. Kepentingan ekonomi
telah menempatkan kerajinan sebagai barang yang dapat mengikuti keberadaannya baik
sebagai orang yang membutuhkan kebutuhan hidup maupun sebagai ahli dalam membuat
karya. Perenungan bisnis untuk situasi ini telah mengesampingkan pandangan fanatik
yang menempatkan pengrajin hanya tergantung pada nasib, tetapi para ahli menjadi
imajinatif dalam mengumpulkan pasar, yang untuk situasi ini adalah Pariwisata. Ini
menunjukkan bahwa jalan sekularisasi telah menyusup ke semua masalah sehari-hari,
sehingga sulit untuk mengenali yang disucikan dan yang umum. Ekspresi pertunjukan
kecak mulai kehilangan inovasinya, komponen gayanya menyusut karena tidak mematuhi
pedoman pengerjaan namun sesuai dengan selera para pelancong.

3.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis didalam proses pembuatan
makalah ini adalah sebaiknya pembaca mampu.dapat memahami terkait dengan isi
bacaan dan materi karena apa yang telah dijelaskan oleh penulis pada bab sebelumnya
sangatlah jelas dan terperinci.

12
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, A. P. (2016). Komodifikasi Tari Barong di Pulau Bali (Seni Berdasarkan Karakter
Pariwisata). Panggung, 26(3), 222–233. https://doi.org/10.26742/panggung.v26i3.187
Erawati, N. M. P. (2019). Pariwisata Dan Budaya Kreatif : Sebuah Studi Tentang Tari Kecak
Di Bali. Kalangwan Jurnal Seni Pertunjukan, 5(1), 1–6.
https://jurnal.isi-dps.ac.id/index.php/kalangwan/article/view/731
Krisnando, D. S. G. (2018). Keindahan Pantai Pandawa Sebagai Daya Tarik Wisata Di Bali.
9.
Noho, Y., Modjo, M. L., & Ichsan, T. N. (2020). Pengemasan Warisan Budaya Tak Benda
“Paiya Lohungo Lopoli” Sebagai Atraksi Wisata Budaya Di Gorontalo. Aksara: Jurnal
Ilmu Pendidikan Nonformal, 4(2), 179. https://doi.org/10.37905/aksara.4.2.179-
192.2018
Sumiati, S., & Girsang, L. R. (2018). Konstruksi Pesan Tari ‘Kecak’ Pada Masyarakat
Badung, Bali. Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi, 4(01), 064.
https://doi.org/10.30813/bricolage.v4i01.1653
Tjampan, K. M., & Nugroho, S. (2020). Persepsi Pengunjung Domestik Terhadap Wisata
Entertainment di Daya Tarik Wisata Kawasan Luar Pura Uluwatu. Jurnal Destinasi
Pariwisata, 8(2), 376. https://doi.org/10.24843/jdepar.2020.v08.i02.p28

13

Anda mungkin juga menyukai