Anda di halaman 1dari 22

Makalah Pemerkosaan

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Ynag Maha Esa atas Karunianya Makalah
ini dapat terselesaikan.

Makalah ini sebagai salah satu usaha dalam upaya membuka wawasan para
pembaca,khususnya remaja. Makalah ini disusun dari berbagai literatur yang ikut terutama
pembahasan tentang pemerkosaan.

Kami berharap ada masukan kritik dansaran dari pembaca untuk perbaikan makalah
ini. Kami juga berharap meski hanya setitik tapi makalah ini dapat menjadi cahaya penerang
para remaja yang mau membuka wawasan pada segala ilmu.

Terima kasih yang tak terhingga kami sampaikan kepada tema-teman yang telah
membantu penyusunan makalah ini semoga makalah ini bermamfaat bagi semua yang
membutuhkan.

Purwokerto 12 Nopember 2011

Penulis
1. Pendahuluan

Di zaman kuno hingga akhir Abad Pertengahan , pemerkosaan pada umumnya tidak dianggap
sebagai kejahatan terhadap seorang gadis atau perempuan, melainkan lebih kepada pribadi
sang laki-laki yang "memilikinya". Jadi, hukuman atas pemerkosaan seringkali berupa denda,
yang harus dibayarkan kepada sang ayah atau suami yang mengalami "kerugian" karena
"harta miliknya" "dirusak". Posisi ini kemudian diubah di banyak lingkungan budaya karena
pandangan bahwa, seperti halnya sang "pemilik", si perempuan itu sendiripun mestinya ikut
mendapatkan ganti ruginya.Pemerkosaan dalam peperangan juga dapat dilihat terjadi di
zaman kuno sehingga disebutkan pula di dalam Alkitab , misalnya di dalam kisah tentang
kaum perempuan yang diculik sebagai hadiah kemenangan.

Tentara Yunani , Kekaisaran Persia dan Kekaisaran Romawi , secara rutin memperkosa
kaum perempuan maupun anak-anak lelaki di kota-kota yang ditaklukkan. Perilaku yang
sama masih terjadi bahkan hingga tahun 1990-an , ketika pasukan-pasukan Serbia yang
menyerang Bosnia dan Kosovo , melakukan kampanye yang penuh perhitungan dengan
memperkosa kaum perempuan dan anak-anak lelaki di daerah-daerah yang mereka
kuasai.Hal yang sama pun terjadi di Indonesia. Kabarnya di Timor Timur , ketika masih
menjadi bagian Indonesia, kaum perempuannya seringkali diperkosa sebagai bagian dari
perang psikologis untuk menekan semangat untuk berontak. Demikian pula dalam Kerusuhan
Mei 1998 , dilaporkan banyak kaum perempuan keturunan Tionghoa yang diperkosa dan
dibunuh sebagai bagian dari strategi untuk mengancam mereka.

Pemerkosaan, sebagai strategi perang, dilarang oleh hukum militer yang disusun oleh Richard
II dan Henry V (masing-masing tahun 1385 dan 1419 ). Hukum-hukum ini merupakan
dasar untuk menjatuhkan hukuman dan mengeksekusi para pemerkosa pada masa Perang
Seratus Tahun (1337 -1453 ).

2. Pengertian Pemerkosaan

Pemerkosaanadalah suatu tindakan kriminal di saat si korban dipaksa untuk melakukan


hubungan seksual , khususnya penetrasi dengan alat kelamin, di luar kemauannya sendiri.

Istilah pemerkosaandapat pula digunakan dalam arti kiasan, misalnya untuk mengacu kepada
pelanggaran yang lebih umum seperti perampokan , penghancuran, penangkapan atas warga
masyarakat yang terjadi pada saat sebuah kota atau negara dilanda perang .

Perkosaan adalah suatu tindakan melakukan hubungan seks dengan orang lain dengan cara
memaksa demi mendapat kepuasan seksual yang sementara. Para wanita sudah barang tentu
sangat resah dengan tindak pemerkosaan yang memang dari sejak jaman nenek moyang
dahulu kala sudah ada. Pemerkosa yang umumnya adalah laki-laki / pria tidak hanya
mengincar perempuan dewasa saja, namun juga para gadis yang muda termasuk anak di
bawah umur yang terkadang menjadi korban.
3. Macam-macam Pemerkosaan

* Pemerkosaan saat berkencan

Pemerkosaan saat berkencan adalah hubungan seksual secara paksa tanpa persetujuan antara
orang-orang yang sudah kenal satu sama lain, misalnya teman, anggota keluarga, atau pacar.
Kebanyakan pemerkosaan dilakukan oleh orang yang mengenal korban.

* Pemerkosaan dengan obat

Banyak obat-obatan digunakan oleh pemerkosa untuk membuat korbannya tidak sadar atau
kehilangan ingatan.

* Pemerkosaan wanita

Walaupun jumlah tepat korban pemerkosaan wanita tidak diketahui, diperkirakan 1 dari 6
wanita di AS adalah korban serangan seksual. Banyak wanita yang takut dipermalukan atau
disalahkan, sehingga tidak melaporkan pemerkosaan. Pemerkosaan terjadi karena si pelaku
tidak bisa menahan hasrat seksualnya melihat tubuh wanita

* Pemerkosaan massal

Pemerkosaan massal terjadi bila sekelompok orang menyerang satu korban. Antara 10%
sampai 20% pemerkosaan melibatkan lebih dari 1 penyerang. Di beberapa negara,
pemerkosaan massal diganjar lebih berat daripada pemerkosaan oleh satu orang.

* Pemerkosaan terhadap laki-laki

Diperkirakan 1 dari 33 laki-laki adalah korban pelecehan seksual. Di banyak negara, hal ini
tidak diakui sebagai suatu kemungkinan. Misalnya, di Thailand hanya laki-laki yang dapat
dituduh memperkosa.

* Pemerkosaan anak-anak

Jenis pemerkosaan ini adalah dianggap hubungan sumbang bila dilakukan oleh kerabat
dekat, misalnya orangtua, paman, bibi, kakek, atau nenek. Diperkirakan 40 juta orang dewasa
di AS, di antaranya 15 juta laki-laki, adalah korban pelecehan seksual saat masih anak-anak.

* Pemerkosaan dalam perang

Dalam perang, pemerkosaan sering digunakan untuk mempermalukan musuh dan


menurunkan semangat juang mereka. Pemerkosaan dalam perang biasanya dilakukan secara
sistematis, dan pemimpin militer biasanya menyuruh tentaranya untuk memperkosa orang
sipil.

* Pemerkosaan oleh suami/istri


Pemerkosaan ini dilakukan dalam pasangan yang menikah. Di banyak negara hal ini
dianggap tidak mungkin terjadi karena dua orang yang menikah dapat berhubungan seks
kapan saja. Dalam kenyataannya banyak suami yang memaksa istrinya untuk berhubungan
seks. Dalam hukum islam, seorang istri dilarang menolak ajakan suami untuk berhubungan
seksual, karena hal ini telah diterangkan di hadits nabi shalallahu 'alaihi wasallam. Akan
tetapi suami dilarang berhubungan seksual dengan istri lewat dubur dan ketika istri sedang
haids.

4. Penyebab Pemerkosaan

Sejak zaman dulu pemerkosaan sudah terjadi. Faktor utama penyebab terjadinya
pemerkosaan adalah adanya dorongan seksual yang tidak dikendalikan dengan baik. Selain
itu, ada budaya patriarki yang beranggapan bahwa cowok berkuasa, sehingga cewek
dianggap sebagai kaum yang lemah. Sekarang ini, kasus pemerkosaan semakin banyak
terjadi, sebagai akibat pengaruh tontonan dan bacaan yang mendorong orang untuk
berperilaku seksual, serta pengaruh obat-obatan terlarang.

Beberapa tehnik metode modus kejahatan pemerkosaan versi organisasi.org :

1. Memberi obat bius agar tidak sadarkan diri

2. Memberi ancaman pada korban agar tidak berdaya

3. Melakukan penganiayaan agar tidak sadarkan diri atau tidak berdaya

4. Menghipnotis korban agar mau melakukan apa yang diinginkan pemerkosa

5. Memberi obat perangsang agar korban jadi birahi / bernafsu

6. Dijadikan wanita penghibur / pelacur bayaran

7. Dicekoki menuman keras agar mabuk setengah sadar

8. Diculik lalu digagahi di tempat yang tersembunyi

9. Ditipu akan diberikan sesuatu atau dijanjikan sesuatu, dll

- Perhatian : Cara ini tidak boleh dipraktekan kepada siapa pun juga selama anda hidup di
dunia karena hukumannya berat dan dosanya sangat besar, kenikmatan yang didapat pun
sangat semu.

5. Dampak Pemerkosaan

Beberapa akibat / efek dampak buruk pada korban pemerkosaan :

A. Menjadi stress hingga mengalami gangguan jiwa


B. Cidera ata luka-luka akibat penganiayaan

C. Kehilangan keperawanan / kesucian

D. Menjadi trauma pada laki-laki dan hubungan seksual

E. Bisa menjadi seorang lesbian atau homo yang menyukai sesama jenis

F. Masa depan suram karena dikanal sebagai korban perkosaan

G. Sulit mencari jodoh karena sudah tidak perawan

H. Bisa membalas dendam pada oang lain

I. Hamil di luar nikah yang sangat tidak diinginkan

J. Anak hasil perkosaan bisa dibenci orang tua, kerabat, tetangga, dll

K. Merusak mental seorang anak karena belum waktunya mengenal seks

L. Menjadi pasrah dan terus melakukan hubungan seks pranihah

M. Merasa kotor dan akhirnya terjun sebagai psk untuk mendapat uang.

N. Terkena penyakit menular seksual yang berbahaya, dll

Dilihat dari besarnya efek yang dpat ditimbulkan dari pemerkosaan seharusnya seorang
pemerkosa diberikan hukuma yang sangat berat dan membuat jera seperti dicambuk, kerja
sosial, hukuman seumur hidup, dicap seperti pki, dan lain sebagainya. Namun orang yang
melakukan fitnah pun harus diberikan hukuman yang sama beratnya jika berbohong telah
diperkosa seperti dalam cerita ayat-ayat cinta karena terkadang fitnah lebih kejam dari
pembunuhan.

Untuk mencegah terjadinya perkosaan hukum memang harus tegas dan membuat takut orang
yang akan memperkosa orang lain. Di samping itu di sekolah harus diajarkan mengenai
pendidikan seksologi yang baik dan sehat agar tidak terjadi kesalahan eksperimen,
ketidaktahuan, kekhilafan, kepolosan, ketidakberdayaan dan lain sebagainya.

Terkadang pelaku perkosaan adalah orang dekat yang tidak kita sangka-sangka seperti teman
sepermainan, teman satu sekolah, tetangga, paman, sepupu, dan lain sebagainya. Tidak
menutup kemungkinan pula seorang wanita dewasa dan remaja mengajak berhubungan seks
dengan paksaan pada anak laki-laki dan perempuan. Semua patut diwaspadai namun tetap
dalam batasan yang wajar agar tidak menimbulkan prasangka buruk yang merusak hubungan
harmonis antar individu.

6. Cara Mengatasi dan Mengurangi Pemerkosaan

Berikut ini adalah cara mencegah dan mengurangi resiko diperkosa :


A. Tidak berdandan dan berpakaian yang mengundang nafsu orang lain

B. Tidak keluyuran di malam hari termasuk tempat clubbing dan hiburan malam lain

C. Langsung pulang ke rumah setelah sekolah atau kegiatan lain

D. Tidak melewati jalan sepi dan rawan kejahatan

E. Tinggal di tempat yang lingkungannya aman dan tentram

F. Tidak memberi kesempatan orang yang baru dikenal untuk macam-macam

G. Hindari diajak ke hotel, tempat sepi, rumah kosong, rumah, dll oleh laki-laki maupun
wanita

H. Hindari pencari tenaga kerja wanita agar tidak diperdagangkan sebagai pelacur

I. Memakai pakaian yang sulit untuk dibuka oleh pemerkosa

J. Membawa senjata ringan seperti semprotan merica, pembius, sengat listrik, dsb

K. Hindari teman yang gaul tapi kelakuan bejat, pilih teman yang standar baik-baik saja

L. Curigai semua orang yang baru dikenal walaupun berwajah baby face

M. Belajar bela diri untuk menjaga diri

N. Tidak tebar pesona sembarangan ke orang lain

O. Selalu kabur diam-diam jika merasa ada sesuatu yang tidak beres

P. Melawan ketika terjadi pelecehan dan minta bantuan orang lain serta lapor ke polisi

Q. Tidak makan dan minum sembarangan untuk menghindari pembiusan

R. Waspada semua orang di tempat bilyar, diskotik, karaoke, panti pijat, salon plus, dsb.

S. Memberi pembekalan pada anak agar tidak menjadi target perkosaan

T. Waspadai orang dekat yang memberikan perhatian atau kebaikan lebih

Pelecehan seksual merupakan segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang
dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran, sehingga
menimbulkan reaksi negatif seperti: rasa malu, tersinggung, marah, dan sebagainya pada diri
orang yang menjadi korban.

Kita tentunya tidak ingin mengalami hal tersebut. Ada cara mengatasinya, antara lain:

· Membuat catatan tentang identitas pelaku, lokasi, tempat, saksi, perilaku atau
ucapan yang dianggap melecehkan.
· Bicarakan dengan orang lain tentang pelecehan seksual yang terjadi. Bisa
dengan teman atau orang lain yang kita percaya. Ungkapkan perasaan kita tentang kejadian
itu. Bisa juga dengan memberitahukan perasaan kita pada orang yang ada di tempat kejadian.

· Memberi pelajaran pada si pelaku dengan memberitahukan langsung kepada


pelakunya bahwa kita tidak suka dengan tindakannya atau isyarat tubuh.

· Segera melaporkan tindakan pelecehan seksual setelah kejadian, karena

pelecehan seksual adalah tindakan yang melanggar hukum:

a. Pencabulan (Pasal 289296 KUHP)

b. Penghubungan pencabulan (Pasal 295298, 506 KUHP)

c. Tindak Pidana terhadap kesopanan (Pasal 281283,283 bis Pasal 532533 KUHP)

d. Persetubuhan dengan wanita di bawah umur (Pasal 286288 KUHP)

Apa yang harus dilakukan bila terjadi pemerkosaan?

Segera laporkan ke polisi. Di kepolisian korban akan diantar ke dokter untuk mendapatkan
visum et repertum.

Atau kalau terpaksa korban bisa datang ke rumah sakit terlebih dahulu agar dokter bisa
memberikan surat keterangan. Mintalah bantuan pihak rumah sakit atau dokter untuk
menghubungi polisi, jangan membersihkan diri atau mandi karena sperma, serpihan kulit,
ataupun rambut pelaku yang bisa dijadikan barang bukti akan hilang. Sperma hanya hidup
dalam waktu 2 x 24 jam. Simpan pakaian barang-barang lain yang kita pakai, ataupun
kancing atau robekan baju pelaku karena barang-barang tersebut bisa dijadikan barang bukti.
Serahkan barang-barang tersebut kepada polisi dalam keadaan asli (jangan dicuci atau diubah
bentuknya). Apabila korban takut pergi sendiri ke kantor polisi ajaklah orangtua, saudara,
atau teman untuk menemani.

Yakinkan diri bahwa korban pemerkosaan bukanlah orang yang bersalah. Pelaku
pemerkosaanlah yang harus dihukum. Korban berhak untuk melaporkan pelaku agar bisa
dihukum sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya.

Kita bisa menghubungi salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang peduli terhadap
masalah-masalah cewek. Mereka siap membantu korban yang baru saja mengalami
pemerkosaan. Dengan beberapa staf konselor yang terlatih, mereka akan memberikan
dukungan psikologis dan penanganan medis. Mereka juga akan memberikan informasi
tentang hak hukum korban, cara, dan prosedur pelaporan kepada polisi dan akan
mendampingi dalam proses peradilan jika memang dikehendaki.

7. Hukum mengenai pemerkosaan

Dalam sistem hukum di Britania Raya dan di Amerika Serikat , yang dimaksudkan dengan
"pemerkosaan" biasanya adalah apabila seorang laki-laki memaksa seorang perempuan
melakukan hubungan seksual dengannya. Hingga akhir abad ke-20 , hubungan seksual yang
dipaksakan oleh seorang suami terhadap istrinya tidak dianggap sebagai "pemerkosaan",
karena seorang perempuan (dengan maksud tertentu) tidak dianggap mempunyai hak untuk
menolaknya. Kadang-kadang juga ada anggapan bahwa hubungan pernikahan merupakan
pernyataan tersirat di muka untuk suatu hubungan seksual seumur hidup. Namun demikian,
hukum pidana modern di kebanyakan negara barat kini telah mengesahkan hukum yang
menolak pandangan demikian. Kini pemerkosaan juga diartikan sebagai hubungan paksa oleh
pasangan , seperti hubungan seksual vaginal, dan tindak kekerasan seperti hubungan seksual
anal yang biasanya dilarang dengan undang-undang sodomi . Hingga kini di Skotlandia
hanya perempuan saja yang dapat dikategorikan mengalami pemerkosaan.

Istilah "pemerkosaan" kadang-kadang diartikan dengan sangat luas, hingga mencakup pula
segala bentuk serangan seksual .

Hukum Inggris

Di bawah Undang-undang Pelanggaran Seksual 2003, yang mulai diberlakukan sejak April
2004 , pemerkosaan di Inggris dan Wales telah diperluas artinya dari hubungan vaginal atau
anal tanpa persetujuan pihak yang lain kini menjadi penetrasi penis ke dalam vagina, anus
ataupun mulut orang lain tanpa persetujuan orang tersebut. Perubahan ini juga mencakup
masa hukumannya, sehingga kini ancaman hukuman untuk kasus pemerkosaan maksimum
adalah hukuman seumur hidup .

Di dalam hukum Inggris, walaupun seorang perempuan yang memaksa seorang laki-laki
untuk melakukan hubungan seksual tidak dapat dituntut telah melakukan pemerkosaan, bila
ternyata ia membantu seorang laki-laki dalam melakukan pemerkosaan, ia pun dapat dituntut
atas kejahatan itu. Seorang perempuan juga dapat dituntut apabila terbukti ia telah
menyebabkan seorang laki-laki melakukan hubungan seksual tanpa kehendak laki-laki itu
sendiri; ini adalah sebuah kejahatan yang juga diancam dengan hukuman seumur hidup bila
hal ini melibatkan penetrasi terhadap mulut, anus, atau vagina. Peraturan ini juga mencakup
sebuah kejahatan seksual baru yang disebut "serangan melalui penetrasi", yang juga diancam
hukuman yang sama seperti pemerkosaan, dan dilakukan apabila seseorang melakukan
penetrasi terhadap anus atau vagina secara seksual dengan bagian dari tubuhnya, atau dengan
sebuah benda tertentu, tanpa persetujuan orang itu sendiri.

Hukum di Amerika Serikat

Laporan kejahatan di Amerika Serikat menggunakan "pemerkosaan dengan paksa", hanya


untuk menggambarkan kasus-kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh laki-laki terhadap
perempuan. Namun demikian, masing-masing negara bagian Amerika Serikat memperluas
definisi ini secara independen. Pemerkosaan oleh laki-laki terhadap sejenisnya biasanya
diakui sama seperti pemerkosaan terhadap perempuan.

8.Tips-tips menjaga diri dari pemerkosaan

Ada beberapa tips yang bisa digunakan untuk menghindarkan diri dari tindak pemerkosaan,
di antaranya adalah:
· Bersikap tegas dengan menunjukkan sikap percaya diri.

· Pandai-pandai membaca situasi, jika perasaan kita menyuruh untuk waspada, maka
percayai perasaan itu.

· Hindari jalan di tempat yang gelap dan sunyi.

· Berpakaianlah yang memudahkan untuk lari atau melakukan perlawanan.

· Jangan memakai terlalu banyak perhiasan.

· Sediakan selalu senjata, misalnya, korek api, deodoran semprot, payung dan lain
sebagainya di dalam tas.

· Jika pergi ke suatu tempat bawa alamat lengkap, denah dan jalur kendaraan sehingga
tidak kelihatan bingung, dan carilah informasi di tempat-tempat resmi.

· Jangan mudah menumpang kendaraan orang yang belum kita kenal.

· Berhati-hati jika diberi minum orang.

· Jangan mudah percaya pada orang yang mengajak bepergian atau menginap ke suatu
tempat yang belum kita kenal.

· Perbanyak pengetahuan dan sering-sering membaca tulisan tentang pemerkosaan


supaya dapat dipelajari tanda-tanda si pelaku dan modus operandi atau cara kerjanya.

· Pastikan jendela, pintu kamar, rumah, mobil sudah terkunci dengan baik.

· Belajar bela diri praktis untuk mempertahankan diri ketika diserang.


Makalah Pemerkosaan

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa. bahwa penulis telah
menyelesaikan tugas yang berjudul “Pemerkosaan” dalam bentuk makalah.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun
penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan dan bimbingan rekan-rekan kami, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi
teratasi.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis.
Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada rekan-rekan yang membantu
dalam menyelesaikan penulisan ini.

Metro, Januari 2014


Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN .......................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................ 2

C. Tujuan Penulisan .............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 3

A. Pengertian Pemerkosaan ................................................................... 3

B. Macam-macam Pemerkosaan ........................................................... 5

C. Faktor-faktor terjadinya pemerkosaan ............................................. 6

D. Dampak Sosial .................................................................................. 7

E. Dampak Psikologis ........................................................................... 8

F. Alternatif Penyembuhan .................................................................. 11

G. Upaya Penanggulangan Pemerkosaan .............................................. 12


BAB III PENUTUP ............................................................................................ 13

A. Kesimpulan ....................................................................................... 13

B. Saran ................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selama beberapa tahun terakhir ini bangsa Indonesia banyak menghadapi masalah kekerasan,
baik yang bersifat masal maupun yang dilakukan secara individual. Masyarakat mulai merasa
resah dengan adanya berbagai kerusuhan yang terjadi dibeberapa daerah di Indonesia.
Kondisi seperti ini membuat perempuan dan anak-anak menjadi lebih rentan untuk menjadi
korban kekerasan.

Bentuk kekerasan terhadap perempuan bukan hanya kekerasan secara fisik, akan tetapi dapat
juga meliputi kekerasan terhadap perasaan atau psikologis, kekerasan ekonomi, dan juga
kekerasan seksual. Hal ini sesuai dengan pendapat Hayati (2000) yang mengatakan bahwa
kekerasan pada dasarnya adalah semua bentuk perilaku, baik verbal maupun non-verbal, yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, terhadap seseorang atau sekelompok orang
lainnya, sehingga menyebabkan efek negatif secara fisik, emosional, dan psikologis terhadap
orang yang menjadi sasarannya.

Kasus perkosaan yang marak terjadi di Indonesia , menunjukkan bahwa pelaku tidak hanya
menyangkut pelanggaran hukum namun terkait pula dengan akibat yang akan dialami oleh
korban dan timbulnya rasa takut masyarakat secara luas. Akibat dari ini di Indonesia secara
normatif tidak mendapatkan perhatian selayaknya, hal ini disebabkan oleh karena hukum
pidana (KUHP) masih menempatkan kasus perkosaan ini sama dengan kejahatan
konvensional lainnya, yaitu berakhir sampai dengan dihukumnya pelaku. Kondisi ini terjadi
oleh karena KUHP masih mewarisi nilai-nilai pembalasan dalam KUHP.

Dari sudut pandang ini maka menghukum pelaku menjadi tujuan utama dalam proses
peradilan pidana, oleh karena itu semua komponen dalam proses peradilan pidana
mengarahkan perhatian dan segala kemampuannya untuk menghukum si pelaku dengan
harapan bahwa dengan dihukumnya pelaku dapat mencegah terulangnya tindak pidana
tersebut dan mencegah pelaku lain untuk tidak melakukan perbuatan yang sama ini dan
masyarakat merasa tentram karena dilindungi oleh hukum, seperti yang ada dalam KUHP
pada pasal 285 yaitu “Barang siapa yang dengan kekerasan atau dengan ancaman memaksa
perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, karena perkosaan, dipidana dengan
pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun”

Adapun yang dimaksud dengan tindakan perkosaan adalah tindakan yang melanggar hukum.
Tindakan perkosaan tersebut telah merugikan orang lain yaitu orang yang telah diperkosa
tersebut. Seperti yang sudah ada dalam KUHP Ancaman hukuman dalam pasal 285 ini ialah
pria yang memaksa wanita, dimana wanita tersebut bukan istrinya dan pria tersebut telah
bersetubuh dengan dia dengan ancaman atau perkosaan.

Seperti yang sudah dijelaskan diatas apa yang dimaksud dengan tindak pidana perkosaan.
Maka masyarakat harus bisa berhati-hati dan lebih waspada terhadap tindak pidana perkosaan
dan kasus pemerkosaan menjadi masalah yang harus segera dibenahi di Indonesia agar tidak
merusak citra dan moral bangsa Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Apa itu perkosaan ?

Bagaimana dampak perkosaan terhadap sosial ?

Bagaimana dampak perkosaan terhadap psikologis?

Bagaiamana cara penyembuhannya?

C. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui apa itu perkosaan.

Untuk mengetahui dampak perkosaan terhadap sosial.

Untuk mengetahui dampak perkosaan terhadap psikologis.

Untuk mengetahui cara penyembuhannya.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkosaan

Perkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapere yang berarti mencuri, memaksa, merampas,
atau membawa pergi (Haryanto, 1997). Pada jaman dahulu perkosaan sering dilakukan untuk
memperoleh seorang istri. Perkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual
yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan dengan cara yang dinilai
melanggar menurut moral dan hukum (Wignjosoebroto dalam Prasetyo, 1997). Pendapat ini
senada dengan definisi perkosaan menurut Rifka Annisa Women’s Crisis Center, bahwa yang
disebut dengan perkosaan adalah segala bentuk pemaksaan hubungan seksual. Bentuk
perkosaan tidak selalu persetubuhan, akan tetapi segala bentuk serangan atau pemaksaan
yang melibatkan alat kelamin. Oral seks, anal seks (sodomi), perusakan alat kelamin
perempuan dengan benda adalah juga perkosaan. Perkosaan juga dapat terjadi dalam sebuah
pernikahan (Idrus, 1999). Menurut Warshaw (1994) definisi perkosaan pada sebagian besar
negara memiliki pengertian adanya serangan seksual dari pihak laki-laki dengan
menggunakan penisnya untuk melakukan penetrasi vagina terhadap korban. Penetrasi oleh
pelaku tersebut dilakukan dengan melawan keinginan korban. Tindakan tersebut dilakukan
dengan adanya pemaksaan ataupun menunjukkan kekuasaan pada saat korban tidak dapat
memberikan persetujuan baik secara fisik maupun secara mental. Beberapa negara
menambahkan adanya pemaksaan hubungan seksual secara anal dan oral ke dalam definisi
perkosaan, bahkan beberapa negara telah menggunakan bahasa yang sensitif gender guna
memperluas penerapan hukum perkosaan. Di dalam Pasal 285 KUHP disebutkan bahwa:

“barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh
dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun”.

Berdasarkan unsur-unsur yang terkandung dalam definisi perkosaan Black’s Law Dictionary
(dalam Ekotama, Pudjiarto, dan Widiartana 2001), makna perkosaan dapat diartikan ke dalam
tiga bentuk:

1. Perkosaan adalah suatu hubungan yang dilarang dengan seorang wanita tanpa
persetujuannya. Berdasarkan kalimat ini ada unsur yang dominan, yaitu: hubungan kelamin
yang dilarang dengan seorang wanita dan tanpa persetujuan wanita tersebut.

2. Perkosaan adalah persetubuhan yang tidak sah oleh seorang pria terhadap seorang
wanita yang dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan kehendak wanita yang
bersangkutan. Pada kalimat ini terdapat unsur- unsur yang lebih lengkap, yaitu meliputi
persetubuhan yang tidak sah, seorang pria, terhadap seorang wanita, dilakukan dengan
paksaan dan bertentangan dengan kehendak wanita tersebut.

3. Perkosaan adalah perbuatan hubungan kelamin yang dilakukan oleh seorang pria
terhadap seorang wanita bukan istrinya dan tanpa persetujuannya, dilakukan ketika wanita
tersebut ketakutan atau di bawah kondisi ancaman lainnya. Definisi hampir sama dengan
yang tertera pada KUHP pasal 285.
Pada kasus perkosaan seringkali disebutkan bahwa korban perkosaan adalah perempuan.
Secara umum memang perempuan yang banyak menjadi korban perkosaan. Mereka dapat
dipaksa untuk melakukan hubungan seksual meskipun tidak menghendaki hal tersebut.
Apabila mengacu pada KUHP, maka laki- laki tidak dapat menjadi korban perkosaan karena
pada saat laki-laki dapat melakukan hubungan seksual berarti ia dapat merasakan rangsangan
yang diterima oleh tub uhnya dan direspon oleh alat kelaminnya (Koesnadi, 1992). Akan
tetapi pada kenyataannya ada pula laki- laki yang menjadi korban perkosaan baik secara oral
maupun anal.

B. Macam-macam pemerkosaan

1. Pemerkosaan saat berkencan

Pemerkosaan saat berkencan adalah hubungan seksual secara paksa tanpa persetujuan antara
orang-orang yang sudah kenal satu sama lain, misalnya teman, anggota keluarga, atau pacar.
Kebanyakan pemerkosaan dilakukan oleh orang yang mengenal korban.

2. Pemerkosaan dengan obat

Banyak obat-obatan digunakan oleh pemerkosa untuk membuat korbannya tidak sadar atau
kehilangan ingatan.

3. Pemerkosaan wanita

Walaupun jumlah tepat korban pemerkosaan wanita tidak diketahui, diperkirakan 1 dari 6
wanita di AS adalah korban serangan seksual. Banyak wanita yang takut dipermalukan atau
disalahkan, sehingga tidak melaporkan pemerkosaan. Pemerkosaan terjadi karena si pelaku
tidak bisa menahan hasrat seksualnya melihat tubuh wanita

4. Pemerkosaan massal

Pemerkosaan massal terjadi bila sekelompok orang menyerang satu korban. Antara 10%
sampai 20% pemerkosaan melibatkan lebih dari 1 penyerang. Di beberapa negara,
pemerkosaan massal diganjar lebih berat daripada pemerkosaan oleh satu orang.

5. Pemerkosaan terhadap laki-laki

Diperkirakan 1 dari 33 laki-laki adalah korban pelecehan seksual. Di banyak negara, hal ini
tidak diakui sebagai suatu kemungkinan. Misalnya, di Thailand hanya laki-laki yang dapat
dituduh memperkosa.

6. Pemerkosaan anak-anak
Jenis pemerkosaan ini adalah dianggap hubungan sumbang bila dilakukan oleh kerabat dekat,
misalnya orangtua, paman, bibi, kakek, atau nenek. Diperkirakan 40 juta orang dewasa di AS,
di antaranya 15 juta laki-laki, adalah korban pelecehan seksual saat masih anak-anak.

7. Pemerkosaan dalam perang

Dalam perang, pemerkosaan sering digunakan untuk mempermalukan musuh dan


menurunkan semangat juang mereka. Pemerkosaan dalam perang biasanya dilakukan secara
sistematis, dan pemimpin militer biasanya menyuruh tentaranya untuk memperkosa orang
sipil.

8. Pemerkosaan oleh suami/istri

Pemerkosaan ini dilakukan dalam pasangan yang menikah. Di banyak negara hal ini
dianggap tidak mungkin terjadi karena dua orang yang menikah dapat berhubungan seks
kapan saja. Dalam kenyataannya banyak suami yang memaksa istrinya untuk berhubungan
seks. Dalam hukum islam, seorang istri dilarang menolak ajakan suami untuk berhubungan
seksual, karena hal ini telah diterangkan di hadits nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Akan
tetapi suami dilarang berhubungan seksual dengan istri lewat dubur dan ketika istri sedang
haids.

C. Faktor-faktor terjadinya pemerkosaan

Berikut faktor-faktor terjadinya permasalahan pemerkosaan adalah sebagai berikut :

1. Faktor intern yaitu:

a. Keluarga,

b. Ekonomi keluarga,

c. Tingkat pendidikan,

d. Agama/moral,

2. Faktor ekstern,meliputi :

a. lingkungan sosial,

b. perkembangan ipteks,

c. kesempatan,

D. Dampak Sosial

Korban perkosaan dapat mengalami akibat yang sangat serius baik secara fisik maupun
secara kejiwaan (psikologis). Akibat fisik yang dapat dialami oleh korban antara lain:

1. kerusakan organ tubuh seperti robeknya selaput dara, pingsan, meninggal;

2. korban sangat mungkin terkena penyakit menular seksual (PMS);


3. kehamilan tidak dikehendaki.

Perkosaan sebagai salah satu bentuk kekerasan jelas dilakukan dengan adanya paksaan baik
secara halus maupun kasar. Hal ini akan menimbulkan dampak sosial bagi perempuan yang
menjadi korban perkosaan tersebut. Hubungan seksual seharusnya dilakukan dengan adanya
berbagai persiapan baik fisik maupun psikis dari pasangan yang akan melakukannya.
Hubungan yang dilakukan dengan cara tidak wajar, apalagi dengan cara paksaan akan
menyebabkan gangguan pada perilaku seksual (Koesnadi, 1992). Sementara itu, korban
perkosaan berpotensi untuk mengalami trauma yang cukup parah karena peristiwa perkosaan
tersebut merupakan suatu hal yang membuat shock bagi korban. Goncangan kejiwaan dapat
dialami pada saat perkosaan maupun sesudahnya.Goncangan kejiwaan dapat disertai dengan
reaksi-reaksi fisik (Taslim, 1995). Secara umum peristiwa tersebut dapat menimbulkan
dampak jangka pendek maupun jangka panjang. Keduanya merupakan suatu proses adaptasi
setelah seseorang mengalami peristiwa traumatis (Hayati, 2000). Korban perkosaan dapat
menjadi murung, menangis, mengucilkan diri, menyesali diri, merasa takut, dan sebagainya

E. Dampak Psikologis

Upaya korban untuk menghilangkan pengalaman buruk dari alam bawah sadar mereka sering
tidak berhasil. Selain kemungkinan untuk terserang depresi, fobia, dan mimpi buruk, korban
juga dapat menaruh kecurigaan terhadap orang lain dalam waktu yang cukup lama. Ada pula
yang merasa terbatasi di dalam berhubungan dengan orang lain, berhubungan seksual dan
disertai dengan ketakutan akan munculnya kehamilan akibat dari perkosaan. Bagi korban
perkosaan yang mengalami trauma psikologis yang sangat hebat, ada kemungkinan akan
merasakan dorongan yang kuat untuk bunuh diri.

Korban perkosaan memiliki kemungkinan mengalami stres paska perkosaan yang dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu stres yang langsung terjadi dan stres jangka panjang. Stres yang
langsung terjadi merupakan reaksi paska perkosaan seperti kesakitan secara fisik, rasa
bersalah, takut, cemas, malu, marah, dan tidak berdaya. Stres jangka panjang merupakan
gejala psikologis tertentu yang dirasakan korban sebagai suatu trauma yang menyebabkan
korban memiliki rasa percaya diri, konsep diri yang negatif, menutup diri dari pergaulan, dan
juga reaksi somatik seperti jantung berdebar dan keringat berlebihan. Stres jangka panjang
yang berlangsung lebih dari 30 hari juga dikenal dengan istilah PTSD atau Post Traumatic
Stress Disorder (Rifka Annisa dalam Prasetyo, 1997).

Menurut Salev (dalam Nutt, 2001) tingkat simptom PTSD pada masing-masing individu
terkadang naik turun atau labil. Hal ini disebabkan karena adanya tekanan kehidupan yang
terus menerus dan adanya hal-hal yang mengingatkan korban kepada peristiwa traumatis
yang dialaminya Menurut Shalev (dalam Nutt, 2000) PTSD merupakan suatu gangguan
kecemasan yang didefinisikan berdasarkan tiga kelompok simptom, yaitu experiencing,
avoidance, dan hyperarousal, yang terjadi minimal selama satu bulan pada korban yang
mengalami kejadian traumatik. Diagnosis bagi PTSD merupakan faktor yang khusus yaitu
melibatkan peristiwa traumatis. Diagnosis PTSD melibatkan observasi tentang simptom yang
sedang terjadi dan atribut dari simptom yang merupakan peristiwa khusus ataupun rangkaian
peristiwa. Selanjutnya definisi PTSD ini berkembang lebih dari hanya sekedar teringat
kepada peristiwa traumatis yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi juga
disertai dengan ketegangan secara terus-menerus, tidak dapat tidur atau istirahat, dan mudah
marah. PTSD yang dialami oleh tiap individu terkadang tidak stabil. Hal ini disebabkan
karena adanya tekanan kehidupan yang terus menerus dan adanya hal-hal yang mengingatkan
korban kepada peristiwa traumatis yang dialaminya. Para korban perkosaan ini mungkin akan
mengalami trauma yang parah karena peristiwa perkosaan tersebut merupakan suatu hal yang
mengejutkan bagi korban. Secara umum peristiwa tersebut bisa menimbulkan dampak jangka
pendek maupun jangka panjang. Keduanya merupakan suatu proses adaptasi setelah
seseorang mengalami peristiwa traumatis (Hayati, 2000). Berdasarkan definisi tersebut maka
dapat diambil kesilmpulan bahwa PTSD adalah gangguan kecemasan yang dialami oleh
korban selama lebih dari 30 hari akibat peristiwa traumatis yang dialaminya.

Dampak jangka pendek biasanya dialami sesaat hingga beberapa hari setelahkejadian.
Dampak jangka pendek ini termasuk segi fisik si korban, seperti misalnya ada gangguan pada
organ reproduksi (infeksi, kerusakan selaput dara, dan pendarahan akibat robeknya dinding
vagina) dan luka-luka pada bagian tubuh akibat perlawanan atau penganiayaan fisik. Dari
segi psikologis biasanya korban merasa sangat marah, jengkel, merasa bersalah, malu, dan
terhina. Gangguan emosi ini biasanya menyebabkan terjadinya kesulitan tidur (insomnia),
kehilangan nafsu makan, depresi, stres, dan ketakutan. Bila dampak ini berkepanjangan
hingga lebih dari 30 hari dan diikuti dengan berbagai gejala yang akut seperti mengalami
mimpi buruk, ingatan-ingatan terhadap peristiwa tiba-tiba muncul, berarti korban mengalami
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau dalam bahasa Indonesianya dikenal sebagai stres
paska trauma (Hayati, 2000). Bukan tidak mungkin korban merasa ingin bunuh diri sebagai
pelarian dari masalah yang dihadapinya. Menurut Freud (dalam Suryabrata, 1995), hal ini
terjadi karena manusia memiliki insting insting mati. Selain itu kecemasan yang dirasakan
oleh korban merupakan kecemasan yang neurotis sebagai akibat dari rasa bersalah karena
melakukan perbuatan seksual yang tidak sesuai dengan norma masyarakat.

Terkadang korban merasa bahwa hidup mereka sudah berakhir dengan adanya peristiwa
perkosaan yang dialami tersebut. Dalam kondisi seperti ini perasaan korban sangat labil dan
merasakan kesedihan yang berlarut-larut. Mereka akan merasa bahwa nasib yang mereka
alami sangat buruk. Selain itu ada kemungkinan bahwa mereka menyalahkan diri mereka
sendiri atas terjadinya perkosaan yang mereka alami. Pada kasus-kasus seperti ini maka
gangguan yang mungkin terjadi atau dialami oleh korban akan semakin kompleks.

Tanda-tanda PTSD tersebut hampir sama dengan tanda dan simptom yang ada pada depresi
menurut kriteria dari American Psychiatric Association (dalam Davison dan Neala, 1990).
Tanda-tanda tersebut adalah:

1. sedih, suasana hati depres;

2. kurangnya nafsu makan dan berat badan berkurang, atau meningkatnya nafsu makan
dan bertambahnya berat badan;
3. kesukaran tidur (insomnia): tidak dapat segera tidur, tidak dapat kembali tidur sesudah
terbangun pada tengah malam, dan pagi-pagi sesudah terbangun; atau adanya keinginan
untuk tidur terus-menerus;

4. perubahan tingkat aktivitas;

5. hilangnya minat dan kesenanga n dalam aktivtas yang biasa dilakukan;

6. kehilangan energi dan merasa sangat lelah;

7. konsep diri negatif; menyalahkan diri sendiri, merasa tidak berguna dan bersalah;

8. sukar berkonsentrasi, seperti lamban dalam berpikir dan tidak mampu memutuskan
sesuatu;

9. sering berpikir tentang bunuh diri atau mati. Menurut Georgette (dalam Warshaw,
1994) sindrom tersebut dialami oleh korban, baik korban perkosaan dengan pelaku yang
dikenal maupun pelaku adalah orang asing.

Hal tersebut akan termanifestasikan ke dalam rentang emosi dan perilaku yang luas. Korban
dapat menunjukkan reaksi yang terbuka terhadap pengalamannya atau dapat juga mengontrol
responnya, bertindak secara kalem dan tenang. Bagaimanapun juga korban akan mengalami
perasaan takut secara umum ataupun perasaan takut yang khusus seperti perasaan takut akan
kematian, marah, perasaan bersalah, depresi, takut pada laki- laki, cemas, merasa terhina,
merasa malu, ataupun menyalahkan diri sendiri. Korban dapat merasakan hal tersebut secara
bersama-sama dalam waktu dan intensitas yang berbeda beda.

Korban dapat juga memiliki keinginan untuk bunuh diri. Sesaat setelah korban terlepas dari
perkosaan mungkin ia akan merasakan suatu kelegaan untuk sesaat karena sudah terlepas dari
suatu peristiwa yang sangat mengancam. Akan tetapi setelah peristiwa tersebut maka korban
akan mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi ataupun memfokuskan pemikirannya untuk
menampilkan tugas yang sederhana. Korban akan merasa gugup, gelisah, mudah terganggu,
mengalami goncangan, menggigil, nadi berdebar secara kencang, dan badan terasa panas
dingin. Korban juga dapat mengalami kesulitan tidur, kehilangan nafsu makan, mengalami
gangguan secara medis, diantaranya mungkin berhubungan langsung dengan penyerangan
yang dialaminya.

F. Alternatif Penyembuhan

Proses penyembuhan korban dari trauma perkosaan ini membutuhkan dukungan dari berbagai
pihak. Dukungan ini diperlukan untuk membangkitkan semangat korban dan membuat
korban mampu menerima kejadian yang telah menimpanya sebagai bagian dari pengalaman
hidup yang harus ia jalani (Hayati, 2000). Korban perkosaan memerlukan kawan bicara, baik
teman, orang tua, saudara, pekerja sosial, atau siapa saja yang dapat mendengarkan keluhan
mereka.

G. Upaya Penanggulangan Pemerkosaan


Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk menanggulangi masalah pemerkosaan adalah
sebagai berikut :

a. Melakukan razia dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat serta membrantas


peredaran VCD ,majalah, poster, internet yang mengandung pornografi dan pornoaksi.

b. Melakukan pembinaan mental spritual yang mengarah pada pembentukan moral baik
bagi pelaku, korban maupun masyarakat, secara langsung dan melalui mass media

c. Pemerintah , LSM, masyarakat pers, memberikan pelayanan terpadu khususnya bagi


korban, pelaku maupun saksi serta mengoptimalkan rumah aman.

d. Menanamkan sikap dan perilaku kehidupan keluarga dan lingkungan masyarakat yang
sesuai dengan nilai-nilai moral, budaya, adat istiadat dan ajaran agama masing-masing.

e. Memberikan perhatian khusus bagi peningkatan sumber daya manusia (SDM)


perempuan melalui sektor penididikan, sehingga mereka memiliki ketahanan diri, mandiri
dan mampu mengatasi setiap persoalan kehidupan.

f. Masyarakat bersama pihak terkait lainnya harus pula melakukan kontrol dan
membendung maraknya pornografi dan pornoaksi melalui media massa

g. Pemerintah, Organisasi Kewanitaan, Organisasi Kepemudaan, LSM, Penegak Hukum,


Legislatif dan lainnya, memberikan pemahaman dan sadar hukum, khususnya yang
berhubungan dengan tindak asusila kepada semua lapisan masyarakat yang ditindaklanjuti
dengan penegakan hukum sesuai ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perkosaan sebagai salah satu bentuk kekerasan jelas dilakukan dengan adanya paksaan baik
secara halus maupun kasar. Pemerkosaan terjadi tidak semata-mata karena ada kesempatan,
namun pemerkosaan dapat terjadi karena pakaian yang dikenakan korban menimbulkan
hasrat pada sipelaku untuk melakukan tindakan pemerkosaan, serta pemerkosaan bisa juga
disebabkan karena rendahnya rasa nilai, moral, asusila dan nilai kesadaran beragama yang
rendah yang dimiliki pelaku pemerkosaan. Hal ini akan menimbulkan dampak sosial bagi
perempuan yang menjadi korban perkosaan tersebut.
Bentuk kekerasan terhadap perempuan bukan hanya kekerasan secara fisik, akan tetapi dapat
juga meliputi kekerasan terhadap perasaan atau psikologis, kekerasan ekonomi, dan juga
kekerasan seksual. Kekerasan pada dasarnya adalah semua bentuk perilaku, baik verbal
maupun non-verbal, yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, terhadap
seseorang atau sekelompok orang lainnya, sehingga menyebabkan efek negatif secara fisik,
emosional, dan psikologis

B. Saran

Pemerkosaan di Indonesia termasuk masalah yang harus segera di benahi oleh kita semua
karena sebagaimana kita ketahui bahwa tindak pemerkosaan dapat merusak citra dan moral
bangsa.

Maka dari itu pemerintah dan masyarakat harus bekerja keras dalam menaggulangi tindak
pidana pemerkosaan salah satunya dengan menanamkan sikap dan perilaku kehidupan
keluarga dan lingkungan masyarakat yang sesuai dengan nilai-nilai moral, budaya, adat
istiadat dan ajaran agama masing-masing serta menindaklanjuti dengan penegakan hukum
sesuai ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku

DAFTAR PUSTAKA

Abar, A. Z & Tulus Subardjono. 1998. Perkosaan dalam Wacana Pers National, kerjasama
PPK & Ford Foundation. Yogyakarta.

Davison, G. C, and Neale, J. M. 1990. Abnormal Psychology. New York: John Wiley &
Sons.

Harkrisnowo, H. 2000. Hukum Pidana Dan Perspektif Kekerasan Terhadap Perempuan


Indonesia. Jurnal Studi Indonesia Volume 10 (2) Agustus 2000.

Haryanto. 1997. Dampak Sosio-Psikologis Korban Tindak Perkosaan Terhadap Wanita.


Yogyakarta: Pusat Studi Wanita Universitas Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai