Anda di halaman 1dari 10

Paper Mata Kuliah: Perpajakan

PENGARUH PENCEGAHAN COVID-19 TERHADAP OPERASIONAL


PELAKSANAAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PAJAK
PENGHASILAN PASAL 22 DI INDONESIA

Tugas Paper ini Disusun Guna Melengkapi Tugas Mata Kuliah Perpajakan
Pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE)
St. Pignatelli Surakarta

Nama : Adinda Christika Putri

NIM : B18.621

Progdi/Kelas : Akuntansi / 4.1

Dosen Pengampu : Daniel Budi Pratama, S.E., M.Si., Ak.

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) ST. PIGNATELLI


SURAKARTA
2020
BAB I

PENDAHULUAN DAN LATAR BELAKANG MASALAH

Penyebaran virus COVID-19 (korona) tengah menjadi isu baik di kalangan


Internasional maupun dalam negeri. Seluruh dunia sibuk mengatasi virus pandemi
ini. Berbagai kegiatan termasuk kegiatan ekonomi nyaris lumpuh karena
penyebaran virus yang masif ini. Dilansir dari CNN Indonesia pada hari Rabu
(18/3) telah didapati 309 kasus dengan 25 orang dinyatakan meninggal. Dengan
meningkatnya WNI yang terkena virus ini, pemerintah mengupayakan lockdown
dimana pemerintah membatasi berbagai kegiatan yang melibatkan orang banyak
dan menutup akses masuk maupun keluar daerah untuk mempersempit
penyebaran COVID-19.

Penyebaran virus secara global ini pun berimbas pada dunia ekonomi
dimana ekonomi mengalami pelemahan. China yang merupakan importir terbesar
pada beberapa komoditi Indonesia pun memutuskan untuk menunda berbagai
aktivitas ekonominya. Presiden Joko Widodo dengan tegas mulai memerintahkan
jajaran kabinetnya untuk melakukan mitigasi dimana presiden memerintahkan
jajaran kabinetnya untuk mengurangi dampak bencana. Langkah yang ditempuh
oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama pemerintah untuk mengurangi
dampak bencana pada bidang ekonomi adalah dengan memberi stimulus
kebijakan fiskal jilid 2 yang mana salah satunya memberi relaksasi pajak
penghasilan pasal 21, 22, 25. Selain itu pemerintah juga menghimbau bahwa
restistusi Pajak Pertambahan Nilai dipercepat.

Dengan solusi yang diberikan oleh pemerintah ini, dapatkah Indonesia


mengatasi krisis akibat kejadian luar biasa ini? Apakah stimulus kebijakan fiskal
jilid 2 ini membantu Indonesia yang sedang lemah ekonomi?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN OBSERVASI

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengertian Pajak

Pengertian pajak menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani yang telah


diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo (1991: 2), “Pajak adalah iuran
kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi
kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas
negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”

Pada Buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2017: 6)


dijabarkan bahwa Pajak memiliki dua fungsi, yaitu:

1. Fungsi Penerimaan (Budgeter)


Pajak memiliki fungsi sebagai sumber dana yang
diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran
pemerintah.
2. Fungsi Mengatur (Reguler)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau
melaksankan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.

Dalam rangka terlaksanya pemungutan pajak perlu diingat bahwa


kita harus mengedepankan dan memegang tegus asas-asas dalam
pengumutan pajak itu sendiri. Asas-asas pemungutan pajak menurut Adam
Smith dalam buku An Inquiri into the Nature and Cause of the Wealth of
Nations menyebutkan bahwa ada 4 asas pemungutan pajak yang harus
menjadi dasar, yaitu:
a. Equality atau Ekualitas (Keadilan)
Kemampuan membayar pajak (ability to pay) harus
berbanding lurus dengan manfaat yang akan diterima.
Pemungutan harus adil dimana uang yang disumbangkan
oleh Wajib Pajak digunakan untuk pengeluaran pemerintah
yang sebanding serta merata.
b. Certainty atau Kepastian
Wajib Pajak perlu mengetahui dengan jelas dan
pasti mengenai besarnya pajak yang akan terutang, periode
pembayaran, serta batas waktu pembayaran yang telah
ditetapkan. Penetapan ini tidak dilakukan sewenang-
wenang oleh otoritas pajak melainkan telah diatur dalam
berbagai undang-undang.
c. Convenience atau Kenyamanan
Wajib Pajak harus membayarkan kewajibannya
pada saat yang tidak menyulitkan si Wajib Pajak itu sendiri
seperti pada saat Wajib Pajak menerima penghasilannya.
d. Economy
Diharapkan biaya pemenuhan kewajiban dan biaya
pemungutan bagi Wajib Pajak ditetapkan seminimum
mungkin dan sebanding dengan beban yang ditanggung
Wajib Pajak.

2.1.2 Hapusnya Hutang Pajak


Pada saat tertentu, hutang pajak dapat terhapus. Berikut ini
adalah sebab-sebab mengapa pajak tersebut dapat mengalami
penghapusan:
1. Pembayaran
Hutang pajak yang melekat pada WP atau
Wajib Pajak terhapus karena WP membayarkan
hutangnya kepada kas negara.
2. Kompensasi
Terjadi apabila WP (Wajib Pajak)
mempunyai catatan kelebihan bayar pajak. Jumlah
kelebihan ini akan akan dianggap sebagai
kompensasi dan digunakan untuk pembayaran
hutang pajak periode setelahnya.
3. Daluwarsa
Adalah ketika pajak tertangguhkan karena
telah melampaui lima tahun terhitung sejak
terutangnya pajak tersebut.
4. Pembebasan
Pembebasan ini umumnya tidak diberikan
pada pokok pajaknya, melainkan pada sanksi
administrasinya. Jadi yang bebas biaya bukanlah
pokok pajaknya, melainkan hanya sanksi
administrasi saja.
5. Penghapusan
Penghapusan diberikan karena keadaan
Wajib Pajak, seperti keadaan yang terjadi saat ini
yaitu wabah COVID-19 yang mengakibatkan
pemerintah Indonesia memberikan relaksasi pajak
terhadap Wajib Pajaknya.

2.1.3 Pajak Penghasilan Pasal 22


Pajak Penghasilan Pasal 22 menurut Perpajakan
Indonesia oleh Waluyo (2017: 289) adalah pajak yang
dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi
atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara
lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan
barang, dan badan-baadan tertentu baik badan
pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan
di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

2.1.4 Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22


Yang dimaksud sebagai pemungut pajak
penghasilan pada Pasal 22 Undang-Undang Pajak
Penghasilan adalah:
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai atas impor barang.
2. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) bertugas menjadi pemungut
pajak pada pemerintah pusat, pemerintah
daerah, instansi atau lembaga pemerintah yang
berkenaan dengan pembayaran dan pembelian
barang
3. Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang
dilakukan dengan mekanisme uang persediaan
(UP).
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat
penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi
delegasi oleh KPA, untuk pembayaran pada
pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme
Pembayaran Langsung (LS).
5. Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha
industri semen, industry kertas, industry baja,
industry otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil
produksinya di dalam negeri.
6. Produsen atau importir bahan bakar minyak,
gas, dan pelumas atas penjuakan bahan bakar
minyak, gas, dan pelumas.
7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam
sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan
perikanan yang ditunjuk oleh Kantor Kepala
Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan
untuk keperluan industri atau ekspor mereka
dari pedagang pengepul.

2.2 Observasi
Dikutip dari CNBC Indonesia, pemerintah telah resmi memberikan
stimulus tahap II berupa kelonggaran untuk Pajak Penghasilan Pasal 22.
Hal ini dilakukan pemerintah untuk mitigasi melawan pelemahan ekonomi
karena dampak global dari virus COVID-19.
Pada stimulus tahap II ini, pemerintah memberikan relaksasi pajak
pada Pasal 22 yaitu Pajak Penghasilan Badan atas Kegiatan Impor dan
Barang Konsumsi. Menurut Menteri Keuanga Sri Mulyani Indrawati pada
keterangannya ke media di Jakarta, Jumat Jakarta, Jumat (13/4/2020),
relaksasi PPh 22 impor akan diberikan kepada 19 sektor. Seluruh sektor
yang menerima relaksasi pajak ini nantinya akan diberikan kemudahan
berupa kemudahan pembebasan PPh 22 impor selama 6 bulan bahkan
pajaknya ditanggung pemerintah. Pembebasan ini dimulai dari April 2020
hingga September 2020. Adapun nilai pajak yang tidak dibayarkan
perusahaan yaitu RP 18,5 triliun.
BAB III

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil observasi yang telah saya lakukan, saya akan membahas
mengenai kebijakan pemerintah dalam mengurangi efek bencana global yang
dikarenakan oleh COVID-19. Saya akan menguraikan hasil observasi saya
mengenai stimulus II berupa relaksasi PPh 22 atas impor dan saya akan menilai
dari sudut pandang Wajib Pajak Badan.

Sebelum menuju ke inti, perlu diketahui bahwa COVID-19 yang tadinya


ditetapkan sebagai wabah, kini telah ditetapkan oleh World Health Organization
(WHO) sebagai Pandemi. Pandemi berarti penyakit yang umumnya menjangkit
manusia dan menyebar ke berbagai negara bahkan benua. Tentu hal ini tidak
boleh dianggap remeh oleh pemerintah. Saat ini Indonesia juga sedang berjuang
melawan Corona dan dampak yang ditimbulkannya termasuk pula dampak
ekonomi yang telah terjadi sehubungan dengan pandemi ini. Untuk dampak
ekonomi yang dihadapi Indonesia sendiri, menteri keuangan bersama dengan
presiden dan pemerintah yang lain telah sepakat memberikan Stimulus II dimana
dalam stimulus ini pemerintah memberikan relaksasi pajak kepada 19 sektor
dalam hal impor. Relaksasi pajak adalah diberikannya kemudahan berupa
pembebasan PPh 22 impor selama 6 bulan dari April 2020 hingga September
2020. Berikut ini ke-19 sektor yang mendapatkan relaksasi PPh 22 impor:

1. Industri kulit dan alas kaki


2. Industri minuman
3. Industri barang logam bukan mesin dan peralatannya
4. Industri bahan jadi
5. Industri furniture
6. Industri percetakan dan reproduksinya
7. Industri barang galian bukan logam
8. Industri barang karet dan plastic
9. Industri tekstil
10. Industri mesin dan perlengkapan
11. Industri komputer dan barang optic
12. Industri makanan
13. Industri bahan kertas
14. Industri barang dan bahan kimia
15. Industri peralatan listrik
16. Industri kendaraan bermotor, rider, dan semi-rider
17. Industri farmasi, produk obat-obat kimia dan tradisional
18. Industri logam dasar
19. Industri alat angkut lainnya.

Bagi perusahaan yang menerima relaksasi ini pasti seperti merasakan


angin segar, pasalnya Cash Flow perusahaan akan terbantu. Dengan demikian,
anggaran yang dialokasikan untuk membayar pajak dapat digunakan untuk
keperluan yang lain.
BAB IV

KESIMPULAN

Dampak COVID-19 tidak dapat dianggap remeh. Indonesia mengalami


krisis dimana nilai $1 Amerika Serikat bernilai kurang lebih Rp 16.000,-. Untuk
itu pemerintah memberikan relaksasi PPh 22 pada 19 sektor atas impor. Hal ini
menurut saya merupakan langkah yang baik dari pemerintah untuk menghadapi
krisis maupun efek buruk dari pandemi ini karena relaksasi ini menjadi bantuan
untuk sektor-sektor industri tersebut karena dengan adanya relaksasi fiskal ini,
Cash Flow kesembilan-belas sektor ini menjadi lebih ringan. Pengeluaran yang
diperuntukkan membayar pajak, dapat digunakan industri ini untuk keperluan
yang lain. Namun di sisi yang lain, apabila negara memberikan kelonggaran
dalam pembayaran pajak, maka negara akan mengalami deficit APBN mengingat
sumber dana APBN adalah melalui pajak. Jadi dalam kasus ini, keputusan
memberikan relaksasi pajak memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing.
Untung bagi sektor dan rugi bagi negara.

Anda mungkin juga menyukai