Anda di halaman 1dari 4

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1 Hasil
5.2 Pembahasan
Analgetika adalah zat yang bisa mengurangi rasa nyeri tanpa mengurangi kesadaran
(Tjay dan Rahardja, 2015). Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang mengganggu,
berhubungan dengan ancaman, timbulnya gangguan atau kerusakan jaringan. Keadaan
psikologis seseorang sangat berpengaruh, misalnya emosi dapat menimbulkan nyeri/sakit
kepala atau membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang
berbeda – beda karena nyeri merupakan suatu perasaan subyektif (Sherwood, 2012).
Rasa nyeri berfungsi sebagai pertanda tentang adanya suatu gejala atau gangguan di
tubuh, seperti peradangan infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri dapat disebabkan oleh
rangsang mekanis, kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat merusak jaringan dan melepaskan
zat mediator nyeri. Zat ini merangsang reseptor nyeri yang letaknya di ujung syaraf bebas di
kulit, selaput lendir dan jaringan lain. Rangsangan akan di dialirkan melalui syaraf sensoris
ke Susunan Syaraf Pusat (S.S.P), melewati sumsum tulang belakang ke thalamus (optikus)
kemudian ke pusat nyeri yang berada di dalam otak besar, dimana rangsangan terasa sebagai
nyeri (Uli, 2016).
Jalur nyeri di bagi menjadi beberapa tipe menurut kecepatan hantar rangsanganya,
yaitu jalur nyeri cepat melalui serabut A dan jalur nyeri lambat melalui serabut C.
Rangsangan terdeteksi oleh nosiseptor yang merupakan ujungujung saraf bebas. Rangsangan
akan dibawa sebagai impuls saraf melalui serabut 2 A delta yang bermielin, serabut ini
memiliki kecepatan hantar yang tinggi yaitu 30m/detik dan bertanggung jawab terhadap nyeri
yang cepat, tajam dan terlokalisasi dengan jelas (jalur nyeri cepat). Serabut C yang tidak
bermielin memiliki kecepatan lambat untuk menghantarkan saraf yaitu 12m/detik dan
bertanggung jawab atas nyeri yang tumpul dan tidak terlokalisasi dengan jelas (jalur nyeri
lambat). Nyeri dirasakan pertama kali biasanya berupa sentakan tajam yang kemudian disusul
dengan nyeri yang lebih difus (Sherwood, 2012).
Percobaan ini menggunakan metode Witkin (Writhing Tes / Metode Geliat), dengan
prinsip yaitu memberikan asam asetat 3% (indicator nyeri) kepada mencit yang akan
menimbulkan geliat (writhing), sehingga dapat diamati respon mencit ketika menahan nyeri
pada perut dengan cara menarik abdomen, menarik kaki kebelakang dan membengkokkan
kepala kebelakang. Dengan pemberian obat analgetik (antalgin, Na-diklofenak, dan Tramadol
HCL) akan mengurangi respon tersebut. Akan tetapi pada kelompok control tidak diberikan
obat analgesic, melainkan hanya dengan pemberian asam asetat 3% melalui rute
intraperitonial.
Pemberian obat-obat analgetik pada mencit dilakukan secara peroral, setiap mencit
diberikan obat yang berbeda dan didiamkan selama 30 menit, sebagai control negative hanya
diberikan asam asetat yang disuntikkan secara intraperitoneal karena memungkinkan sediaan
lebih mudah diabsorbsi oleh tubuh, cepat memberikan efek, mencegah penguraian asam
asetat pada jaringan fisiologik organ tertentu. Misalnya, apabila asam asetat diberikan per
oral, akan merusak saluran pencernaan, karena sifat kerongkongan cenderung bersifat tidak
tahan terhadap asam.
Larutan asam asetat diberikan setelah 30 menit, ini bertujuan agar obat yang telah
diberikan sebelumnya sudah mengalami fase absorbs untuk meredakan rasa nyeri. Selama
beberapa menit kemudian, setelah pemberian asam asetat 3%, mencit akan menggeliat
dengan ditandai kejang pada bagian perut dan kaki ditarik kebelakang. Jumlah geliat mencit
dihitung setiap 5 menit selama 30 menit.
Penggunaan asam asetat sebagai inductor dalam percobaan ini karena asam asetat
merupakan asam lemah yang tidak terkonjugasi dalam tubuh, pemberian sediaan asam asetat
terhadap hewan percobaan akan merangsang prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri
akibat adanya kerusakan jaringan atau inflamasi. Prostaglandin menyebabkan sensitisasi
reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi sehingga prostaglandin dapat
menimbulkan keadaan hyperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti bradykinin dan
histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata, sehingga mencit akan
menggeliatkan kaki belakang saat efek dari penginduksi ini bekerja.
Menurut tinjauan pustaka dipaparkan bahwa obat analgesic yang paling kuat adalah
natrium diklofenak, menyatakan bahwa natrium diklofenak merupakan derivate fenilasetat ini
termasuk NSAID yang terkuat daya antiradangnya tetapi dengan efek samping yang lebih
lemah dibandingkan denghan obat lainnya. Sedangkan tramadol merupakan derivate
sikloheksanol sintetik ini adalah campuran rasemis dari 2 isomer. Khasiat analgetiknya
sedang dan berkhasiat menghambat reuptake noradrenalin dan bekerja antitusif (antibatuk).
Akan tetapi pada salah satu jurnal menyatakan bahwa tramadol dapat menyebabkan
ketergantungan (Karmena, et all., 2015). Kemudian pada Antalgin memiliki efek samping
yang secara mendadak dan tidak terduga menimbulkan kelainan darah yang adakalanya
fatal.karena bahaya agranulositosis, obat ini sudah lama dilarang peredarannya, akan tetapi
masih banyak beredar di Indonesia sendiri.
Pada praktikum yang dilakukan didapatkan hasil geliat pada masing masing
kelompok, yaitu pada kelompok control didapatkan hasil jumlah geliat paling banyak
dibandingkan dengan kelompok lainnya. Hal ini dikarenakan pada perlakuan kelompok
control tidak diberikan obat analgesic secara oral melainkan hanya pemberian asam asetat 3%
melalui rute intraperitoneal. Sedangkan jumlah geliat terbanyak kedua didapatkan oleh
kelompok antalgin, jumlah geliat terbanyak ketiga yaitu natrium diklofenak dan kelompok
tamadol tidak terdapat geliat pada mencit. Sedikit banyaknya jumlah geliat pada hewan uji
(mencit) menandakan bahwa efektifitas tidaknya obat analgesic yang diberikan. Hasil
menunjukkan bahwa obat yang paling efektifitas analgesiknya yaitu adalah obat tramadol, hal
ini tidak sinkron dengan apa yang dinyatakan dalam penjelasan tinjauan pustaka atau teori.
Ketidaksinkronan ini dapat disebabkan oleh tidak akuratnya takaran dalam pemberian obat
analgesic pada hewan uji, kemudian juga bisa ditinjau dari pemberian asam asetat 3% melalui
rute intraperitoneal yang kurang tepat, atau mungkin dari hewan uji mengalami stress pada
saat perlakuan sehingga menghambat pengamatan pada saat praktikum.
Menurut hasil praktikum yang dimasukkan dalam aplikasi Rstudio dihasilkan
bahwa….
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Tjay, T.H., Rahardja, K., 2015. Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek
Sampingnya. 4 th. Jakarta: Elex Media Komputindo. 540-541.
Sherwood, L., 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 6 th. Jakarta: EGC. 67- 68
Uli, Reza Erlian Pratama. 2016. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia
Mangostana L) Sebagai Pereda Rasa Nyeri Pada Mencit Muss Musculus (In Vivo)
Karmena, Dendi., et all. 2015. Perbandingan Kombinasi Tramadol Parasetamol Intravena
dengan Tramadol ketorolac Intravena terhadap Nilai Numeric Rating Scale dan
Kebutuhan Opioid Pascahisterektomi.

Anda mungkin juga menyukai