Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS GAYA BAHASA PADA NOVEL KAU, AKU, DAN

SEPUCUK ANGPAU MERAH KARYA: TERE LIYE


Eva Mizkat
Universitas Asahan
Email: eva.mizkat@gmail.com

Abstract: The study of the style of language is one of the things that need to be done to observe
how authors of literary works utilize the style of language, especially in literary genre novel works
that have a longer flow and page than literary genres such as poetry or short stories. The purpose of
this study is to classify the style of language used by author Tere Liye in his novel titled Kau, Aku,
and Sepucuk Angpau Merah, so that it can serve as an example of the style of language in the
learning of literary genre novel. From these examples, it can be expressed the meaning implicit in it
and in an effort to understand the messages contained in each set of sentences it through reading
skills. The method used in this research is qualitative descriptive method with novel text-based
structural theory. Data analysis techniques by applying the method of reading and record to mark a
sentence that will be grouped into certain types of language styles. The results obtained are
descriptive explanations heuristik and hermeneutik so that the type of language that includes
language style personification, metaphor, hyperbola, sarcasm, allegory, and simile.

Keywords: literature, novel, style

Abstrak: Karya sastra yang mempunyai ciri khas dari gaya bahasa yang ditampilkan oleh
pengarangnya, tentu memiliki ‘keunikan’ tersendiri dalam kalimat yang terangkai terkait makna
yang tersirat di dalamnya. Oleh sebab itu, pengkajian gaya bahasa merupakan salah satu hal yang
perlu dilakukan untuk mengamati bagaimana para pengarang karya sastra memanfaatkan gaya
bahasa, terutama dalam karya sastra bergenre novel yang memiliki alur dan halaman yang lebih
panjang dibandingkan dengan genre sastra seperti puisi maupun cerpen. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengelompokkan gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang Tere Liye dalam
novelnya yang berjudul Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah, sehingga dapat dijadikan sebagai
contoh gaya bahasa dalam pembelajaran sastra bergenre novel. Dari contoh-contoh tersebut, dapat
diungkap makna yang tersirat di dalamnya dan sebagai usaha memahami pesan-pesan yang
terkandung di setiap rangkaian kalimatnya itu melalui keterampilan membaca. Metode dalam
penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teori struktural berbasis teks novel.
Teknik analisis data dengan menerapkan metode baca dan catat untuk menandai kalimat yang akan
dikelompokkan ke dalam jenis gaya bahasa tertentu. Hasil yang diperoleh berupa uraian penjelasan
secara heuristik dan hermeneutik sehingga diperoleh jenis gaya bahasa yang meliputi gaya bahasa
personifikasi, metafora, hiperbola, sarkasme, alegori, dan simile.

Kata Kunci: Karya Sastra, Novel, Gaya Bahasa

PENDAHULUAN
Gaya bahasa adalah pemanfaatan yang lainnya. Kekhasan dari gaya bahasa
kekayaan bahasa, pemakaian ragam ini terletak pada pemilihan kata-kata yang
tertentu untuk memperoleh efek-efek tidak secara langsung menyatakan makna
tertentu. Gaya bahasa sering juga disebut yang sebenarnya, itulah yang disebut
dengan majas (kiasan), yaitu keseluruhan dengan kiasan (makna kias). Unsur
ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan kebahasaan itu antara lain meliputi:
cara khas dalam menyampaikan pikiran pilihan kata, frase, klausa, dan kalimat.
dan perasaannya, baik secara lisan Novel Kau, Aku, dan Sepucuk
maupun tertulis, hal itu tentu tidaklah Angpau Merah adalah salah satu novel
sama antara pengarang yang satu dengan karya Tere Liye yang sarat akan makna.

Jurnal Komunitas Bahasa, Vol. 6. No. 1, April 2018 48


Di dalam novel ini, banyak sekali kata- angpau itu ternyata menghubungkan
kata atau kalimat-kalimat kiasan yang kejadian saat Borno berusia 12 tahun lalu
diutarakan oleh penulisnya, baik tentang dan kejadian saat ayah Borno meninggal
kehidupan sehari-hari, maupun tentang dunia, ironisnya lagi bahwa dokter yang
perasaan hati terhadap seseorang (lawan menangani ayah Borno adalah Ibu
jenis) yang penuh nilai-nilai filosofis kandung Mei. Di situlah terjadi kecamuk
hidup. Novel ini berisi tentang kisah dan gejolak hati Borno, karena mereka
percintaan antara Borno (tokoh utama) berdua sudah memiliki perasaan cinta
dengan seorang gadis yang bernama Mei. akibat sering bersama. Dan karena tidak
Borno sebagai pengmudi sepit yang baru. sanggup menahan perasaannya sendiri,
Ternyata, pekerjaan Borno yang unik ini, Mei pun meninggalkan tempat tinggal
membawa ia menemukan cinta Borno setelah memastikan kalau angpau
pertamanya. Hal itu dimulai ketika ia merah yang berisi suratnya untuk Borno
pertama kali membawa penumpang telah diterima dan dibaca oleh Borno. Di
setelah berlatih mengemudikan sepit. sanalah curahan hati Mei dituliskannya
Berawal dari pertemuan singkat itulah, dan dijelaskannya sedetail mungkin
saat penumpang sepitnya turun semua gambaran segala perasaannya itu.
karena tidak percaya jika Borno bisa Setelah hampir satu tahun
mengemudikan sepit itu, namun ada ditinggal oleh sosok yang telah
seorang gadis muda yang masih bertahan membuatnya jatuh hati, pekerjaan
duduk sendirian menunggu sepit yang terakhir yang membuat Borno sukses
akan dikemudikan Borno berjalan. Lalu adalah menjadi montir bengkel. Awalnya
kejadian berikutnya, gadis itu sengaja Borno berkongsi dengan ayah Andi,
menjatuhkan amplop berwarna merah sahabat Borno, tetapi mereka harus
(angpau) di sepit Borno. Dan isinya merasakan penipuan dan penghinaan
ternyata bukan uang, melainkan sepucuk sehingga mengakibatkan usahanya
surat. Tapi karena merasa bukan milik bangkrut, namun karena semangat Borno
ataupun tertuju untuknya, Borno sama yang juga ingin sukses, ia pun bangkit
sekali tidak mau membuka angpau yang dan bekerja lebih keras lagi sehingga
berwarna merah itu. Setelah diamati akhirnya betul-betul menuai kesuksesan.
Borno beberapa waktu, ternyata gadis itu Berkali-kali Borno mengirim
selalu naik sepit dengan antrian nomor surat untuk Mei karena rasa rindu dan
tiga belas. Karena sering bertemu, tidak berhasil menemuinya, tetapi tidak
akhirnya mereka menjadi akrab, gadis itu pernah dibalas. Borno semakin penasaran
pernah bercerita bahwa dia ingin diajari kenapa Mei tidak mau menemuinya.
mengemudi sepit. Dan ternyata nama Borno menganggap bahwa semua itu
gadis itu adalah salah satu dari nama bukan semata-mata kesalahan Mei
bulan yang disebutkan oleh Borno. seorang, melainkan kelalaian orang
“Namaku Mei, Abang...” Ujar gadis itu. tuanya yang juga ingin menyelamatkan
Borno pun terkejut, dan takut nyawa orang yang dicintai dan
menyinggung perasaan Mei karena disayanginya waktu itu, terlebih-lebih
ceritanya itu. Ternyata Mei tidak marah, semua sudah takdir dari yang Kuasa.
bahkan dia mengajak Borno untuk latihan Begitulah ketulusan hati Borno, pemuda
mengemudi sepit lagi. kampung yang baik hati dan lurus
Dari kejadian itu, akhirnya pemikirannya.
angpau merah yang tertinggal di sepit Dari kisah hidup yang
Borno diketahui bahwa itu memang ditampilkan pengarang, banyak sekali
tertuju untuk dirinya dan memang kalimat-kalimat kiasan yang perlu
sengaja dijatuhkan oleh gadis yang dicermati sebagai bahan renungan dan
bernama Mei itu. Isi surat di dalam pelajaran hidup bagi pembaca novel

Jurnal Komunitas Bahasa, Vol. 6. No. 1, April 2018 49


tersebut. Hal itu selanjutnya akan novel Kau, Aku, dan Sepucuk
diuraikan dalam bab pembahasan. Angpau Merah karya: Tere Liye,
lalu mencatatnya.
LANDASAN TEORI 3. Mengklasifikasikan data yang
Gaya bahasa sering dianggap termasuk, misalnya gaya bahasa
sinonim dengan majas. Gaya bahasa dalam novel Kau, Aku, dan
merupakan cara pengarang ataupun Sepucuk Angpau Merah karya:
penyair dalam menggunakan bahasa Tere Liye ke dalam jenis gaya
untuk menciptakan kesan-kesan bahasa tertentu, lalu mengurutkan
tertentu.Pemakaian gaya bahasa atau seberapa banyak yang ditemukan
majas baik dalam pendidikan atau yang dalam kartu pencatatan data.
lainnya diharapkan dapat membantu 4. Mendeskripsikan gaya bahasa
dalam menciptakan tulisan dengan kesan- yang terdapat tpada novel Kau,
kesan tertentu pula. Gaya bahasa atau Aku, dan Sepucuk Angpau Merah
majas dapat dijadikan sebagai cara karya: Tere Liye ke dalam
mengungkapkan pikiran melalui bahasa kelompok gaya bahasa yang
secara khas yang memperlihatkan jiwa sama/sejenis.
dan kepribadian pengarang/penulis Berdasarkan teknik pengumpulan
dengan pilihan kata, frase, klausa, dan data yang digunakan, data dianalisis
kalimatnya.Albertine (2005: 51) secara kualitatif, selanjutnya
mengemukakan bahwa gaya bahasa dideskripsikan berdasarkan gaya bahasa
adalah bahasa yang bermula dari bahasa yang dijadikan acuan penelitian meliputi:
yang biasa digunakan dalam gaya 1. Penelaahan seluruh data yang
tradisional dan literal untuk menjelaskan diperoleh berupa gaya bahasa dalam
orang atau objek. novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau
Dari pendapat para ahli di atas, Merah karya: Tere Liye secara
maka disimpulkan bahwa, dengan saksama.
menggunakan gaya bahasa, pemaparan 2. Mengaitkan data tertulis berupa gaya
imajinatif menjadi lebih segar dan bahasa yang sudah diidentifikasi dari
berkesan dalam suatu karya sastra kartu data dalam novel Kau, Aku, dan
khususnya, sehingga efek yang Sepucuk Angpau Merah karya: Tere
ditimbulkan dari sebuah kalimat yang Liye. Selanjutnya, menyesuaikan
menggunakan gaya bahasa akan memiliki kalimat dengan jenis gaya bahasanya.
kesan tertentu terkait nilai-nilai 3. Pemeriksaan keabsahan data berupa
keindahan dalam struktur kalimatnya. Hal gaya bahasa yang telah dianalisis
itu merupakan unsur kesenangan dan sebagai hasil penelitian lalu
kenikmatan dalam membaca karya sastra menyiratkan maknanya secara
yang penuturannya berbeda dengan karya heuristik dan hermeneutik.
tulis/teks nonsastra oleh para peminat 4. Menetapkan jumlah gaya bahasa yang
karya-karya sastra. diperoleh sesuai dengan pembahasan
klasifikasi gaya bahasa tertentu.
METODE
Adapun teknik pengumpulan data HASIL DAN PEMBAHASAN
dalam penelitian ini yaitu: Gaya Bahasa/Majas Personifikasi
1. Penulis membaca novel Kau, Aku, Tarigan (1985: 17) mengatakan
dan Sepucuk Angpau Merah bahwa personifikasi atau penginsanan
karya: Tere Liye secara berulang- adalah jenis majas yang meletakkan sifat-
ulang. sifat insani kepada benda yang tidak
2. Mengidentifikasi teks sastra yang bernyawa dan ide yang abstrak.
mengandung gaya bahasa dalam Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan

Jurnal Komunitas Bahasa, Vol. 6. No. 1, April 2018 50


yang menggambarakan benda-benda mati Tarigan (1981: 127) mengatakan
atau barang-barang yang tidak bernyawa bahwa majas hiperbola adalah majas
seolah-olah memiliki sifat-sifat yang mengandung pernyataan yang
kemanusiaan. berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya,
Gaya bahasa/majas personifikasi atau sifatnya dengan maksud memberi
yang terdapat dalam novel Kau, Aku, dan penekanan pada suatu pernyataan atau
Sepucuk Angpau Merah karya: Tere Liye situasi untuk memperhebat,
dapat dilihat sebagai berikut: meningkatkan kesan dan pengaruhnya.
1. “Ujung rambutnya melambai pelan diterpa Gaya bahasa/majas hiperbola
angin”. (hal: 66 paragraf ke-1). Kata yang terdapat dalam novel Kau, Aku, dan
“melambai” seolah-olah seperti tangan
manusia, padahal yang digambarkan dari
Sepucuk Angpau Merah karya: Tere Liye
kalimat itu adalah “rambut” yang tidak bisa dapat dilihat sebagai berikut:
bergerak seperti tangan manusia/makhluk 1. “Nah, karena sang pemuda ini bukan saja sakti
hidup. mandra guna, tetapi elok perangainya.” (hal:
2. “Gadis itu menyapaku, tersenyum sehangat 18 paragraf ke-1). Kata “Sakti mandra guna”
matahari pagi”. (hal: 100 paragraf ke-6). Kata seolah-olah memiliki kehebatan yang sangat
“tersenyum sehangat...” seolah-olah seperti luar biasa dalam segala hal.
kulit yang dapat merasakan sesuatu. 2. “Gagah sekali kau, Borno. Belum mandi saja
3. “Persis ketika perasaan itu mulai muncul sudah segagah ini”. (hal: 18 paragraf ke- 5).
kecambahnya. (hal: 149 paragraf ke-5). Kata Kalimat itu menggambarkan suatu keadaan
“kecambah” seperti tumbuhan yang mulai yang tidak segar sekalipun, masih mampu
bertunas. menunjukkan kegagahan seseorang, padahal
4. Matahari sudah bergeser, mulai tumbang, jika belum mandi, tentu tidak tampak segar
...”.(hal 193 paragraf 4). Kata “Bergeser”, dan bersih sebagai cermin kegagahan
“Tumbang” seolah-plah seperti manusia yang seseorang.
dapat bergerak sendiri. 3. “Saat aku pulang menemaninya melaut
seharian, badan gosong, bibir mengelupas,
rambut keriting bercampur butir garam”. (hal:
Gaya Bahasa/MajasMetafora 23 paragraf 2). Kalimat ini menggambarkan
Tarigan (1985: 5) mengatakan perasaan bosan karena terlalu lama menunggu.
bahwa majas metafora merupakan bentuk
pemajasan yang melukiskan suatu Gaya Bahasa/Majas Sarkasme
gambaran yang jelas melalui komparasi Menurut Tarigan (1990: 92)
atau kontras. Menurut Keraf (1981: 124) Sarkasme adalah sejenis majas yang
metafora diartikan sebagai majas yang mengandung olok-olok atau sindiran
mengandung perbandingan yang tersirat pedas dengan menyakiti hati. Sarkasme
yang menyamakan hal yang satu dengan adalah suatu majas yang dimaksudkan
yang lainnya. Majas ini tidak menyatakan untuk menyindir, atau menyinggung
sesuatu perbandingan secara eksplisit seseorang atau sesuatu. Sarkasme dapat
tetapi sekedar memberikan sugesti berupa penghinaan yang
adanya suatu perbandingan. mengekspresikan rasa kesal dan marah
Gaya bahasa/majas metafora yang dengan menggunakan kata-kata kasar.
terdapat dalam novel Kau, Aku, dan Majas ini dapat melukai perasaan
Sepucuk Angpau Merah karya: Tere Liye seseorang.
dapat dilihat sebagai berikut: Gaya bahasa/majas sarkasme
1. “Rasa cemasku berubah menjadi beribu yang terdapat dalam novel Kau, Aku, dan
perasaan yang tidak bisa dijelaskan”. (hal: 15
paragraf ke-4). Kata “cemas” yang tersirat
Sepucuk Angpau Merah karya: Tere Liye
dengan kata “beribu perasaan” seolah-olah dapat dilihat sebagai berikut:
berisi berbagai ragam rasa (banyak) sekali 1. “Ah, paling kau cuma jadi kacung, Borno”.
perasaan yang ada, padahal hanyalah rasa (hal: 24 paragraf ke- 6). Kata “kacung” berarti
‘cemas’ yang teramat dalam/terlalu besar. “pesuruh” atau “pelayan”.
2. “Hah, apa yang kau kerjakan disini, anak tak
tahu diuntung”. (hal: 57 paragraf ke-1). Kata
Gaya Bahasa/Majas Hiperbola “Anak tak tahu diuntung” berarti orang yang

Jurnal Komunitas Bahasa, Vol. 6. No. 1, April 2018 51


tidak tahu berterima kasih dan bersukur atas terus-menerus ada tanpa terputus dan terhenti
apa yang sudah diperoleh dan dimilikinya. di satu tempat/di satu titik tertentu saja.
3. “Nah, akhirnya muncul juga kau penghianat”. Gaya Bahasa/Majas Simile
(hal: 59 paragraf ke-5). Kata “Penghianat” Nurgiyantoro (2009: 298)
berarti orang yang tidak setia terhadap
sesuatu/seseorang dan dianggap merugikan
menyebutkan bahwa simile adalah majas
orang lain. yang menyatakan adanya perbandingan
4. “Kau tahu, pengkhianat, dengan jumlah sepit tidak langsung dan emplisit, dengan
yang ada sekarang saja, kami harus berbagi mempergunakan kata-kata tugas tertentu
penumpang”. (hal: 62 paragraf ke-2). sebagai penanda keeksplisitannya yaitu:
“Penghianat” berarti orang yang tidak setia
terhadap sesuatu/seseorang dan dianggap
seperti, bagai, bagaikan, sebagai, laksana,
merugikan orang lain. mirip, dan sebagainya. Gaya
5. “Kemarin kau bilang dia dan si anak bugis itu bahasa/majas simile yang terdapat dalam
bujang tak bermasa depan, hanya” genjrang- novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau
genjreng main gitar” (hal: 79 paragraf ke-5). Merah karya: Tere Liye dapat dilihat
Kata “Bujang tak bermasa depan” seolah-olah
menggambarkan seseorang yang tidak
sebagai berikut:
memiliki nilai dan berarti di dalam hidupnya. 1. “Kemarahan bang Togar, rasa-rasanya
6. “Dia bertanya soal mudah tak mengemudikan cukup untuk menelan Bulan purnama di atas
sepit, bukan pelajaran tentang mesin. Kuping kami”. (hal: 35 paragraf ke-3). Kalimat ini
kau ditaruk di mana?”. (hal: 109 paragraf ke- menggambarkan rasa amarah yang begitu
3). Kata “Kuping kau ditaruk di mana?” besar sehingga “bulan” yang berada tinggi di
menggambarkan seolah-olah siempunya tidak langit pun dapat dijangkau karena
mendengarkan sesuatu yang disampaikan. menggebu-gebunya rasa amarah itu.
7. “Itu tidak sengaja bodoh, aku melotot”. (hal: 2. “Pak Tua, lembut menggerakkan tuas
117 paragraf ke-2). Kata “Bodoh” berarti tidak kemudi, membuat sepit bagai seekor angsa
memiliki pengetahuan atau tidak mengerti merapat anggun”. (hal: 56 paragraf ke-4).
akan sesuatu. Kalimat ini bermakna bahwa sepit yang
8. “Tutup mulut Kau Borno!” (hal 193 paragraf bergerak secara perlahan-lahan tetapi penuh
ke-3). Kalimat ini menggambarkan seolah- kepastian.
olah yang dimaksud tidak berhak bicara. 3. “Untuk kesekian kali aku seperti kerbau
dicucuk hidung, terbungkuk membawa
Gaya /Majas Alegori kaleng cat”. (hal: 59 paragraf ke-9). Kalimat
Mulyoutamo (2011: 194) ini menggambarkan keadaan seseorang yang
mengatakan bahwa majas alegori yakni mau saja diperintah apa pun oleh orang lain,
gaya bahasa yang membandingkan suatu menurut saja umpama “kerbau yang dicucuk
kehidupan dengan kehidupan lain melalui hidungnya” ditarik oleh pengembalanya ke
arah mana pun mau saja.
kiasan atau penggambaran. Majas alegori 4. “Pak tua sebaliknya, seperti petapa takzim
adalah majas yang mempertautkan satu duduk santai disebelahku bersedekap
hal atau kejadian dengan hal atau mengawasi, sambil menikmati matahari pagi
kejadian lain dalam kesatuan yang utuh. ...”. (hal: 63 paragraf ke-2). Kata “Petapa
Gaya bahasa/majas alegori yang takzim” menggambarkan kebisuan/kediaman
seseorang karena fokus atau konsentrasi
terdapat dalam novel Kau, Aku, dan terhadap suatu hal. “Menikmati matahari
Sepucuk Angpau Merah karya: Tere Liye pagi...” seolah-olah sangat merasakan
dapat dilihat sebagai berikut: keindahan alam yang
1. “Krisis dunia, harga karet anjlok bagai meteor menyejukkan/menentramkan jiwa.
jatuh...”. (hal: 23 pargraf ke-5). Kalimat ini 5. “Wajah Andi macam nangka mengkal robek
menggambarkan keadaan yang sangat cepat, kulitnya, tak sedap dipandang mata”. (hal:
yaitu seperti “meteor jatuh” yang tiba-tiba 95 paragraf ke-5). Kalimat ini
sudah berada dalam keadaan paling bawah menggambarkan keadaan yang sangat jelek
saja. atau hancur/rusak atau bahkan terluka.
2. “Cinta sejati laksana sungai besar. Mengalir 6. “Ibu, anakmu mati kutu, hanya bisa
terus ke hilir tidak pernah berhenti, semakin gelagapan”. (hal: 96 paragraf ke-1). Kalimat
lama semakin besar sungainya, karena ini menggambarkan rasa keterpaksaan akibat
semakin lama semakin banyak anak sungai penindasan seperti “kutu” yang tertangkap.
perasaan yang bertemu. (hal: 167 paragraf ke- 7. “Alamak, aku hanya bisa manggut-manggut
1). Kalimat ini menggambarkan keadaan yang macam lele kehabisan air”. (hal: 100
paragraf ke-1). Kata “Lele kehabisan air”

Jurnal Komunitas Bahasa, Vol. 6. No. 1, April 2018 52


menggambarkan keadaan yang sangat maka kesimpulan yang diperoleh adalah
genting dan hampir sirnalah semuanya. sebagai berikut:
8. Alamak, ternyata alamat yang kami cari
hanya selemparan batu. (hal: 193 paragraf
- Gaya bahasa/majas personifikasi
ke-3). Kata “selemparan batu” berjumlah 4 buah
menggambarkan bahwa keadaan yang sia- - Gaya bahasa/majas metafora
sia, tidak berguna sama sekali. berjumlah 1 buah
9. “Harapanku lumer seperti mentega di kuali”. - Gaya bahasa/majas hiperbola
(hal: 199 paragraf ke-6). Kalimat ini
menggambarkan bahwa keadaan yang sudah
berjumlah 3 buah
mencair atau tidak berguna lagi/tidak - Gaya bahasa/majas sarkasme
berdaya dan pasrah. berjumlah 8 buah
10. “Entah seperti apa warna wajahku sekarang, - Gaya bahasa/majas alegori berjumlah
kepiting rebus”. (hal 207 paragraf ke-5). 2 buah
Kata “Kepiting rebus” menggambarkan
warna merah menahan rasa malu.
- Gaya bahasa/majas simile berjumlah
KESIMPULAN 10 buah
Diantara jenis-jenis gaya Maka seluruhnya berjumlah 28 buah gaya
bahasa/majas yang dijelaskan bahasa/majas. Dari jumlah yang paling
sebelumnya, dan dari analisis yang banyak digunakan oleh pengarang, yaitu
penulis lakukan, bahwa tidak semua gaya gaya bahasa/majas simile = 10 buah. Hal
bahasa/majas tersebut terdapat atau itu menggambarkan bahwa pengarang
digunakan oleh pengarang Tere Liye di memang penuh dengan nilai-nilai filosofi
dalam novelnya yang berjudul: Kau, Aku, hidup yang digambarkan lewat novelnya
dan Sepucuk Angpau Merah. Dari itu, banyak perumpamaan di dalam
pembahasan mengenai gaya bahasa yang kehidupan sehari-hari dan sesungguhnya
terdapat dalam novel Kau, Aku, dan sangat akrab dengan diri kita sendiri.
Sepucuk Angpau Merah karya: Tere Liye,

DAFTAR PUSTAKA

Liye, Tere. 2012. Kau, Aku, dan Sepucuk . 1985. Membaca


Angpau Merah. Jakarta: Gramedia sebagai Suatu
Pustaka Utama. Keterampilan
Minderop, Albertine. 2005. Metode Berbahasa.
Karakterisasi Telaah Fiksi. Bandung: Aksara.
Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Tarigan, Henry Guntu. 1985. Menulis
Mulyoutomo, M. Isa. 2011. Rapet Bindo. sebagai Suatu Keterampilan
Jakarta: Limas. Berbahasa. Bandung: Aksara.
Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Penilaian Tarigan, Henry Guntur . 1985. Prinsip-
dalam Pengajaran Bahasa dan prinsip Dasar Sastra. Bandung:
Sastra. Edisi Ketiga, Cetakan Aksara.
kedua. Yogyakarta: BPFE. . 1990. Teknik
Tarigan, Henry Guntur. 1981. Berbicara Pengajaran Keterampilan
sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Berbahasa. Bandung: Aksara.

Jurnal Komunitas Bahasa, Vol. 6. No. 1, April 2018 53

Anda mungkin juga menyukai