Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM IX

PENGOLAHAN SHEET ANGIN


(Praktikum Mata Kuliah Teknologi Pengolahan Karet)

Disusun Oleh:
Kelompok 5C

Fitri Nordiyah 1802301059


Milda Liani 1802301069
Muhammad Naseh 1802301014
Muhammad Nursyahwal 1802301043

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


POLITEKNIK NEGERI TANAH LAUT
PELAIHARI
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Karet alam merupakan salah satu hasil pertanian yang penting karena
memegang peranan penting dalam meningkatkan taraf hidup taraf hidup manusia,
karena banyak menghasilkan devisa negara. Karet alam dihasilkan dari
perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Umumnya karet rakyat bermutu rendah
karena alat dan cara pengolahannya masih sangat sederhana. Di Indonesia,
sebagian besar perkebunan yang ada merupakan perkebunan rakyat. Namun,
petani perkebunan rakyat ini sebagian besar tidak menentukan besarnya
pengeluaran dalam pengusahaan karet, padahal karet alam memerlukan
penanganan sebaik-baiknya agar menguntungkan, apalagi jika harus dibandingkan
dengan karet sintetis dimana harganya bisa dipertahankan supaya tetap stabil.
Karet alam menunjukkan harga yang tidak stabil karena makin meningkat
produksi karet sintetis misal butty rubber (BR), styrene butadin rubber (SBR) dan
lain-lain. Jenis karet sintetis ini mempunyai sifat-sifat khusus yang labih baik
dibandingkan dengan karet alam. Oleh karena itu, perlu dipelajari sifat-sifat karet
alam dan cara pengolahannya yang baik dan benar sehingga dapat menghasilkan
karet yang berkualitas dan petani perkebunan karet dapat menghasilkan karet alam
yang mampu bersaing dengan karet sintetis.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa mampu mempelajari dan
mempraktikan pembuatan sheet angin.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Karet


Tanaman karet termasuk family Euphorbiaceae dan sering disebut rubber
(Belanda).Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang
cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman ini
mengandung getah yang dikenal dengan lateks. Termasuk tanaman berumah satu,
yaitu pada satu tangkai bunga majemuk terdapat bunga betina maupun bunga
jantan dengan penyerbukannya dapat terjadi secara sendiri juga penyerbukan
silang (Sasmita, 2016). Kayu karet merupakan biomassa yang kandungan
lignoselulosa tinggi dimana lignoselulosa mengandung komponen penyusun
utama meliputi Heloselulosa 70%, Selulosa 40%, Hemiselulosa 20%, Lignin
20,68%, dan Ekstraktif 4,58%.
2.1.1 Lateks
Lateks merupakan cairan atau sitoplasma yang berisi ± 30% partikel karet.
Pada tanaman karet, lateks dibentuk dan terakumulasi dalam sel-sel pembuluh
lateks yang tersusun pada setiap jaringan bagian tanaman, seperti pada bagian
batang dan daun. Lateks pekat masih berupa cairan yang banyak mengandung air
dan berwarna putih kental. Persyaratan lateks pekat yaitu dapat disaring dengan 6
saringan 40 mesh, tidak terdapat kotoran atau benda-benda lain seperti daun atau
kayu, tidak bercampur dengan bubur lateks ,air atau serum lateks, berwarna putih
dan berbau karet segar, serta mempunyai kadar air berkisarantara 60-62%. Lateks
pekat umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami penggumpalan. Lateks
dikatakan stabil apabila sistem koloidnya tidak terjadi flokulasi atau
penggumpalan selama penyimpanan. Pada proses penggumpalan lateks harus
menghindari suhu yang tinggi sehingga waktu penggumpulan tidak melebihi 3–4
jam untuk menghindari prokoagulasi. Bila kadar air lebih tinggi yang disebabkan
oleh pengeringan yang kurang sempurna atau penyimpanannya dalam ruangan
yang lembab, maka pertumbuhan bakteri dan jamur akan terjadi dan biasanya
disertai dengan timbulnya bintik-bintik warna di permukaan lembaran.
Kandungan terbesar di dalam lateks segar adalah air. Pada lateks segar, air
memiliki jumlah lebih besar di bandingkan karet.Dalam lateks segar, sekitar
59,62% kandungan air di dalamnya, sedangkan pada karet kering hanya terdapat
1,00% kandungan air di dalamnya. Dari beberapa kandungan yang terdapat di
dalam latex, dapat terlihat bahwa selain air semua kandungan yang terdapat di
dalamnya menjadi lebih besar setelah di keringkan.
2.2 Asap Cair
Lateks adalah cairan getah susu yang diperoleh dari pelukaan pohon karet.
Dipabrik pengolahan lateks sering kali tercium bau busuk, akibat pemecahan
protein didalam lateks menjadi amonia dan sulfida oleh bakteri. Bau busuk ini
dapat dinetralisir dengan penyemprotan asap cair pada bahan olah karet (bokar).
Bau itu akan hilang seketika dan berganti dengan bau asap. Namun hal ini tidak
akan bertahan lama, selang 2-3 hari asap akan menguap sehingga bau busuk dari
bokar timbul kembali. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu usaha untuk
mencegah bau busuk bokar ini sejak dari kebun petani yaitu dengan menggunakan
asap cair sebagai penggumpal (koagulan) lateks yang akan diolah menjadi sit asap
(Ribbed Smoked Sheet/RSS) dan sit angin. Asap cair merupakan hasil kondensasi
asap dari pembakaran kayu. Komponen yang terkandung dalam proses
pembakaran itu antara lain terdiri dari selulosa, hemiselosa, dan lignin yang
mengalami pirolisa sehingga menghasilkan asap dengan komposisi yang sangat
kompleks. Kayu karet tua merupakan biomassa yang kandungan lignoselulosa
tinggi dimana lignoselulosa mengandung komponen penyusun utama meliputi
Heloselulosa 70%, Selulosa 40%, Hemiselulosa 20%, Lignin 20,68%, dan
Ekstraktif 4,58%.
Komponen utama asap cair adalah 1,2 asam benzene dikaboksilat dan
dietilester. Asap cair dari kayu jati, lamtorogung, mahoni, kamper, bangkirai,
keruing danbatang kelapa menghasilkan asam (sebagai asam asetat) antara 4,27-
11,30%, senyawa fenolat (sebagai fenol) 2,10-5,13% dan senyawa karbonil
(sebagaiaseton) 8,56-15,23%. Asap cair dapat digunakan sebagai koagulen lateks
dengan sifat fungsional asap cair seperti anti jamur, antibakteri, antioksidan, dan
dapat memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan.
2.3 Pengeringan
Pengeringan adalah proses penghilangan kadar air dengan tujuan
mengawetkan,memudahkan pengangkutan, dan mempersiapkan bahan untuk
proses berikutnya. Proses ini juga dapat menentukan kualitas akhir karet karena
tanpa pengeringan tidak dapat dihasilkan karet dengan mutu yang memenuhi
persyaratan spesifikasi sesuai yang diperlukan. Tujuan pengeringan adalah
mengurangi kadar air pada level tertentu untuk menghambat pertumbuhan
mikroba dan serangga serta mengurangi volume bahan pangan sehingga
mengefisienkan proses penyimpanan dan distribusi. Kombinasi suhu dan lama
pemanasan selama proses pengeringan pada komoditi biji-bijian dilakukan untuk
menghindari terjadinya kerusakan biji.Suhu udara, kelembaban relatif udara,
aliran udara, kadar air awal bahan dan kadar akhir bahan merupakan faktor yang
mempengaruhi waktuatau lama pegeringan. Laju pengeringan dinyatakan dalam
satuan persentase penurunan kadar air setiap satuan waktu tertentu. Suhu dan
kecepatan aliran udara pengering berpengaruh pada proses pengeringan. Air
dikeluarkan dari bahan dalam bentuk uap dan harus secepatnya dipindahkan dari
bahan. Bila tidak segera dipindahkan maka air akan menjenuhk anatmosfer pada
permukaan bahan, sehingga akan memperlambat pengeluaranair selanjutnya. Laju
penguapan air bahan dalam pengeringan sangat ditentukan oleh kenaikan suhu.
Semakin besar perbedaan antara suhu media pemanas dengan bahan yang
dikeringkan, semakin besar pula kecepatan pindah panas kedalam bahan pangan,
sehingga penguapan air dari bahan akan lebih banyak dan cepat [ CITATION
Akb15 \l 1033 ].
Laju pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi laju pengeringan adalah kadar air, luas permukaan, suhu,
kecepatan udara, kelembaban udara (RH), waktu, tekanan atmosfer dan vakum.
2.4 Kolektor Surya
Dibidang pertanian penggunaan sinar surya sudah mulai diterapkan sejak
lama meskipun masih bersifat tradisional, seperti penjemuran beberapa hasil
pertanian oleh para petani, mereka menggunakan sinar matahari sebagai media
pengeringan hasil pertanian mereka, baru dalam beberapa dasawarsa terakhir,
diciptakan peralatan yang dapat memanfaatkan sinar surya sebagai media
pengeringan contoh seperti Alat pengering Cabai yang memanfaatkan panas
matahari, pemanfaatan tenaga matahari sebagai media pengeringan sangat lah
efesien mengingat dari segi biaya yang relative murah dan tidak memerlukan
banyak tenaga kerja [CITATION Kad95 \l 1033 ].
Kolektor surya merupakan salah satu alat penyerap panas matahari yang
berfungsi untuk mengubah energi panas menjadi energi listrik. Kolektor surya
dapat digunakan untuk memanaskan air, sama seperti sel surya sumber utama
kolektor surya adalah sinar matahari. Kolektor surya dapat diartikan sebagai
pengumpul panas matahari alat ini dilengkapi oleh suatu alat penyerap panas
yang bias menyimpan panas dalam waktu yang lama. Kolektor surya tediri dari
kotak kolektor yang permukaannya dilapisi kaca sedangkan dasarnya di cat hitam.
Kolektor surya mempunyai tiga komponen penting yakni penutup transparan
dimana panas matahari dapat masuk. Gelombang pendek dari sinar matahari
ditangkap dan diubah menjadi gelombang panjang. Komponen yang kedua adalah
absorber yang digunakan untuk menyerap dan menyimpan panas matahari lebih
lama.
Absorber biasanya berwarna hitam. Komponen yang ketiga adalah isolator
atau penyekat panas yang digunakan untuk menyekat panas agar panas tidak
menyebar keluar kolektor. Tiga komponen tersebut jika salah satunya tidak
bekerja dengan baik maka akan meyebabkan kolektor tidak berfungsi dengan
efektif. Pada komponen pengumpul panas, atau yang biasanya disebut keeping
penyerap (absorber) harus memiliki sifat transmisivity yang rendah dan harus
memiliki sifat absorbtivity yang tinggi. Penyekat panas (isolator) harus terbuat
dari bahan yang dengan nilai konduktivitas termal yang rendah [ CITATION
Dha05 \l 1033 ]
BAB III

METODE

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 7 November 2019 pukul 09.00
– selesai WITA, bertempat di Laboratorium pengujian Agroindustri Politeknik
Negeri Tanah Laut.
3.2 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu bak kougulan, batang
pengaduk, neraca analitik, gelas beaker, saringan, dan roll press.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu lateks, amoniak 5% dan
asam formiat 2%.
3.3 Prosedur Kerja
1. Disiapkan lateks kebun, ditambahakan amoniak 5% sebanyak 10 ml/L
agar tidak mengalami koagulasi.
2. Dihitung kadar karet kering (K3) lateks dengan menggunakan rumus
Berat lembar karet dikering anginkan
KKK = × FP × 100 %
Berat Lateks
3. Diencerkan K3 lateks kebun menjadi 15% dengan menggunakan air keran.
4. Ditambahkan asam formiat 2% pada lateks dengan dosis 5 ml dalam 100
ml lateks, lalu dihomogenkan kemudian ditunggu hingga menggumpal
sempurna.
5. Hasil kougulan kemudian digiling sampai diperoleh lembaran yang
memiliki ketebalan ± 3 mm.
6. Dijemur / dikeringanginkan lembaran karet tersebut ditempat yang teduh
(tidak terkena sinar matahari) selama 7 sampai 8 hari.
7. Diamati warna dan aroma sheet angin.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Table 1. Hasil dari praktikum sebagai berikut :

Hari-
Uji

0 1 2 3 4 5
Asam Asam Asam Asam Asam Asam
Aroma
karet karet karet karet karet karet
Putih Kuning Kuning Kuning
Warna Putih kekuninga Kuning bergaris bergaris bergaris
n hitam hitam hitam

4.2 Pembahasan
4.2.1 Mekanisme Penambahan Asam Format
Penggunaan asam sebagai bahan penggumpal didasarkan pada
kemampuannya yang cukup baik dalam menurunkan pH lateks serta harga yang
cukup terjangkau bagi kebun dan petani karet dibandingkan bahan koagulan
lainnya. Tujuan dari penambahan asam adalah untuk menurunkan pH lateks pada
titik isoelektriknya sehingga lateks akan membeku atau berkoagulasi, yaitu pada
pH antara 4.5-4.7 selain itu penambahan asam juga berfungsi sebagai pengawet.
Penambahan larutan asam diikuti dengan pengadukan agar tercampur ke dalam
lateks secara merata serta membantu mempercepat proses penggumpalan.
Pengadukan dilakukan untuk mencegah terbentuknya gelembung udara yang
dapat mempegaruhi mutu sit yang dihasilkan. Kecepatan penggumpalan dapat
diatur dengan mengubah perbandingan lateks, air dan asam sehingga diperoleh
hasil bekuan atau disebut juga koagulum yang bersih dan kuat.
Mekanisme koagulasi lateks dengan menggunakan asam asetat atau asam
format didasarkan atas penurunan pH asam format akan mengubah struktur lateks.
Asam asetat (CH3COOH) dan asam format (CHOOH) merupakan larutan asam
lemah yang jernih atau tidak berwarna, mudah larut dalam air, berbau
merangsang, dan masih bereaksi asam pada pengenceran. pH awal dari lateks
segar itu sendiri yaitu sekitar 6,5. Supaya penggumpalan terjadi pH harus
diturunkan hingga 4,7. Asam dalam hal ini ion H+ akan bereaksi dengan ion OH-
pada protein dan senyawa lainnya untuk menetralkan muatan listrik sehingga
terjadi koagulasi pada lateks. Pada keasaman ini akan tercapai titik isoelektrik
yaitu titik dimana menunjukkan muatan positif protein seimbang dengan muatan
negative sehingga potensial elektronnya menjadi nol atau keseimbangan muatan
listrik pada permukaan partikel-partikel karet menggumpal menjadi satu. Asam
yang digunakan yaitu asam format atau asam asetat, dimana asam ini merupakan
asam lemah. Asam kuat seperti asam sulfat atau asam nitrat tidak dapat digunakan
karena dapat merusak karet yang digumpalkan dan produk karet yang dihasilkan
bermutu rendah.
4.2.2 Mekanisme Penambahan Amoniak
Penggunaan amoniak sebagai zat anti koagulan didasarkan pada
kemampuannya yang baik dalam menaikkan pH. Tujuan dari penambahan
amoniak adalah untuk menaikkan pH lateks sehingga lateks tidak mengalami
koagulasi. Prakoagulasi merupakan pembekuan pendahuluan yang tidak
diinginkan. Pada prakoagulasi menghasilkan lump atau gumpalan-gumpalan pada
cairan getah sadapan. Syarat zat antikoagulan adalah harus memiliki pH yang
tinggi atau bersifat basa. Mekanisme penambahan amoniak adalah Ion OH - di
dalam zat antikoagulan akan menetralkan ion H+ pada lateks, sehingga
kestabilannya dapat tetap terjaga dan tidak terjadi penggumpalan dengan pH 9-10.
Beberapa jenis zat antikoagulan yang umumnya digunakan oleh perkebunan
besar atau perkebunan rakyat adalah amoniak, soda atau natrium karbonat,
formaldehida serta natrium sulfit. Hasil sadapan yang mengalami prakoagulasi
dapat diolah menjadi karet bermutu rendah seperti karet remah jenis SIR 10 dan
SIR 20. Untuk mencegah prakoagulasi, pengawetan lateks kebun harus dilakukan
terlebih jika jarak antara kebun dengan pabrik pengolahan cukup jauh.
4.3 Fungsi Perlakuan
Pada praktikum pengolahan lateks ini dilakukan tiga sub acara antara lain :
perhitungan KKK lateks segar, pengenceran lateks dan pengaruh penambahan
bahan.
4.3.1 Perhitungan KKK Lateks Segar
Pada sub bab pertama dilakukan perhitungan KKK (Kadar Karet Kering)
lateks segar, fungsinya adalah agar tidak terjadi kecurangan dalam perdagangan
karet dan sebagai perlindungan terhadap konsumen. Karena dengan diketahuinya
nilai kadar karet kering lateks segar maka kadar karet yang terdapat pada lateks
segar yang dipanen tanpa campuran bahan lain dapat diketahui. Kebiasaan petani
karet yang kurang baik adalah dengan menambahkan air pada lateks segar agar
terlihat lebih banyak. Pada perhitungan KKK lateks segar dilakukan dengan
pertama-tama tiap 100 ml lateks segar diukur menggunakan gelas ukur kemudian
dimasukkan ke dalam beaker glass jadi ada dua beaker glas yang masing-masing
terdapat 100 ml lateks segar. Setelah itu ditimbang untuk mengetahui beratnya
dan dinyatakan dalam (a gram). Kemudian diberi perlakuan dengan
menambahkan asam format 2% dan asam asetat 1% atau sebanyak 10 ml masing-
masing pada dua beaker glass. Asam format dan asam asetat merupakan asam
lemah yang berfungsi dalam membantu proses penggumpalan lateks dengan
menurunkan pH lateks. Dilakukan dua perlakuan karena untuk membedakan
manakah salah satu dari perlakuan tersebut yang dapat mempercepat proses
penggumpalan lateks dan menghasilkan kualitas karet yang baik. Setelah itu
dilakukan pemanasan dan pengadukan secara perlahan hingga lateks menggumpal
kurang lebih selama 10 menit. Panas dapat mempercepat proses koagulasi pada
lateks segar karena akan terjadi penguapan air pada lateks yang digumpalkan dan
membuat partikel lateks semakin rapat sehingga terjadi penggumpalan. Sedangkan
fungsi pengadukan disini adalah agar asam yang ditambahkan dapat tercampur ke
dalam lateks secara merata serta membantu mempercepat proses penggumpalan.
Pengadukan dilakukan untuk mencegah terbentuknya gelembung udara yang
dapat mempegaruhi mutu sit yang dihasilkan. Setelah menggumpal, lateks di pres
dengan menggunakan kempa hidrolik kemudian selanjutnya digiling untuk
memperluas permukaannya sehingga cepat kering karena dengan pengepresan
dapat mendorong air keluar dari lateks yang menggumpal sehingga kadar airnya
dapat dikurangi. Lalu permukaan karet dikeringkan menggunakan tissue untuk
mengurangi airnya kembali. Seharusnya dilakukan pengovenan selama satu hari
untuk menurunkan kadar air setelah pengepresan, namun untuk mempersingkat
waktu hanya dilakukan pengeringan menggunakan tissue saja. Kemudian
dilakukan pengeprinan pada permukaan karet dengan motif yang biasanya
terdapat pada pengolahan karet di pabrik. Setelah itu baru dilakukan penimbangan
karet yang dihasilkan dan dinyatakan dalam (b gram). Fungsi penimbangan ini
adalah untuk mengetahui berat karet kering yang selanjutnya digunakan untuk
menghitung nilai KKK (Kadar Karet Kering). Hitung FP (Faktor Pengeringan)
dan tentukan nilai KKK dengan rumus :
Berat lembar karet dikeringanginkan
KKK = × FP ×100 %
Berat Lateks
4.3.2 Pengenceran Lateks
Pada sub bab kedua dilakukan pengenceran lateks dengan menggunakan
180 ml lateks segar yang diukur menggunakan gelas ukur dan disaring untuk
menghilangkan kotoran pada lateks segar. Penentuan ini berfungsi untuk
mendapatkan jumlah air yang sesuai bagi lateks dalam proses pengenceran dengan
mengakumulasikannya pada rumus berikut :

M 1 V 1=M 2 V 2
Setelah itu ditambahkan air sesuai perhitungan. Fungsinya adalah untuk
mengencerkan lateks tersebut.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum setelah sheet angin didiamkan atau dianginkan
selama 7 hari, hasilnya adalah sheet angin berubah warna dari putih hingga kuning
bergaris hitam. Dan baunya semakin hari semakin kuat.

5.2 Saran
Dalam proses penambahan larutan sebaiknya benar-benar diperhatikan agar
tidak ada hasil yang keliru dan alat-alat yang digunakan lebih diperhatikan lagi
agar pada proses percobaan tidak terhambat.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, K. d. (1995). Pembangkit Tenaga Listrik, UID. Jakarta. (diakses pada 15


november 2019)

Akbar, Z. (2015). Mempelajari Karakteristik Pengeringan Lateks dengan


Perbedaan Ketebalan Menggunakan Alat Pengering Efek Rumah (ERK).
(Skripsi) 52 hlm. BandarLampung: urusan Teknik Pertanian, Fakultas
Pertanian,UniversitasLampung. (diakses pada 15 november 2019)

Dhafir, M. (2005). Penuntun PraktikumEnergiDan Elektrifikasi.Laboratorium


Mesindan Peralatan Jurusan TeknikPertanian. Banda Aceh: UNSYIAH.
(diakses pada 15 November 2019)
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai