Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

Tentang
“Systemic Lupus Erythematosus(SLE)”

Oleh :
Kelompok III
Anggota :
1. Hesti Alvaenatun
2. Indah cahyani
3. Hartati
4. Iin Rahmawati
5. Iswahyudin

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
PRODI D-III KEPERAWATAN BIMA
TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Keperawatan Medikal bedah II”
tentang “Systemic Lupus Erythematosus(SLE)” dengan tepat waktu tanpa apapun.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan wawasan dan informasi kepada pembaca
tentang perkembangan obat dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana pun kami telah
berusaha membuat makalah ini dengan sebaik-baiknya, namun tidak ada kesempurnaan
dalam karya manusia.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini akan menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.

Bima, April 2020

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i

DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................... 1

A. Latar Belakang.................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 2
C. Tujuan.................................................................................................................. 2
D. Manfaat................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................... 3

A. Konsep teori pemenuhan kebutuhan rasa aman dan nyaman pada lupus.... 3
B. Konsep teori SLE (Systemic Lupus Erythematosus)....................................... 7
C. Konsep asuhan keperawatan SLE (Systemic Lupus Erythematosus)............ 13
D. Prosedur tindakan SLE (Systemic Lupus Erythematosus)............................. 23

BAB III PENUTUP.............................................................................................................. 24

A. Kesimpulan.......................................................................................................... 24
B. Saran..................................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia
dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang tentunya
bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan (Hidayat, 2009). Kebutuhan
dasar manusia adalah hal-hal seperti makanan, air, keamanan, dan cinta yang merupakan
hal yang penting untuk bertahan hidup dan kesehatan.
Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah sebuah teori yang dapat
digunakan perawat untuk memahami hubungan antara kebutuhan dasar manusia pada
saat memberikan perawatan. Menurut teori ini, beberapa kebutuhan manusia tertentu
lebih dasar daripada kebutuhan lainnya; oleh karena itu beberapa kebutuhan harus
dipenuhi sebelum kebutuhan yang lain (Potter & Perry, 2005).
Hirarki kebutuhan manusia mengatur kebutuhan dasar dalam lima tingkatan
prioritas. Kebutuhan akan keselamatan dan kenyamanan, yang melibatkan fisik dan
psikologis menjadi tingkatan yang kedua. . Berbagai teori keperawatan menyatakan
kenyamanan sebagai kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan
keperawatan. Konsep kenyamanan memiliki subjektivitas yang sama dengan penyakit
lupus. Setiap individu memiliki karakteristik fisiologis, sosial, spiritual, psikologis, dan
kebudayaan yang mempengaruhi cara mereka menginterpretasikan dan merasakan
bagaimana penyakit lupus.
Systemic Lupus Erythematosus(SLE) dapat merupakan faktor utama yang
menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk pulih dari suatu penyakit.
Kolcaba (1992) mendefinisikan kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhi
kebutuhan dasar manusia. Sehingga diharapkan perawat dapat memberi asuhan
keperawatan kepada klien diberbagai keadaan dan situasi untuk menghilangkan penyakit
lupus atau meningkatkan kenyamanan.
uraian di atas merupakan gambaran mengenai pentingnya pemenuhan kebutuhan
kenyamanan. Berbagai upaya akan dilakukan untuk melakukan pemenuhan kebutuhan
aman nyaman pada setiap individu terutama yang terindikasi mengalami penyakit lupus.
Oleh sebab itu penulis membahas mengenai masalah kebutuhan aman nyaman pada
klien.

1
B. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah yang ingin dikemukakan dalam makalah ini yaitu :

1. Bagaimana menjelaskan Konsep teori pemenuhan kebutuhan rasa aman dan nyaman
pada SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
2. Bagaimana menjelaskan Konsep teori SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
3. Bagaimana menjelaskan Konsep asuhan keperawatan SLE (Systemic Lupus
Erythematosus)
4. Bagaimana menjelaskan Prosedur tindakan SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
C. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dikemukakan dalam makalah ini yaitu :

1. Untuk mengetahui Konsep teori pemenuhan kebutuhan rasa aman dan nyaman pada
SLE (Systemic Lupus Erythematosus)\
2. Untuk mengetahui Konsep teori SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
3. Untuk mengetahui Konsep asuhan keperawatan SLE (Systemic Lupus
Erythematosus)
4. Untuk mengetahui Prosedur tindakan SLE (Systemic Lupus Erythematosus)

D. Manfaat

Adapun manfaat yang ingin dikemukakan dalam makalah ini yaitu :

1. Dapat menjadi referensi dan literatur bagi semua kalangan yang membutuhkan.
2. Dapat menambah ilmu pengetahuan, serta melatih penulis berpikir secara kritis,
analitik, dan logis dalam mengolah dan mengkaji data menjadi sebuah karya ilmiah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN


1. Pengertian rasa aman dan nyaman
Rasa aman didefinisikan oleh Maslow dalam Potter & Perry (2006) sebagai
sesuatu kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh ketentraman,
kepastian dan keteraturan dari keadaan lingkungannya yang mereka tempati.
Abraham Maslow dalam Potter&Perry, 2006 juga mengemukakan bahwa pada
dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok yang harus terpenuhi yang
digambarkan ke dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid dan prioritas pemenuhan
kebutuhan ini dimulai dari tingkatan yang paling bawah. Lima tingkat kebutuhan itu
dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow yang dijabarkan sebagai berikut:
a. Kebutuhan biologis
b. Kebutuhan rasa aman.
c. Kebutuhan rasa aman ini meliputi kebutuhan untuk dilindungi, jauh dari sumber
bahaya, baik berupa ancaman fisik maupun psikologi
d. Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa
Memiliki Kebutuhan akan rasa cinta, dicintai dan menyayangi dapat di miliki
setiap orang karena setiap orang membutuhkan untuk dapat berinteraksi dengan
orang lain dan kebutuhan untuk dapat merasa memiliki.
e. Kebutuhan akan penghargaan
Potter & Perry (2006) mengungkapkan kenyamanan / rasa nyaman adalah suatu
keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan
ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari),
kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu
yang melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik
yang mencakup empat aspek yaitu:
1) Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
2) Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
3) Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri
yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
4) Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal

3
manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna dan unsur alamiah
lainnya.
Perubahan kenyamanan adalah dimana individu mengalami sensasi yang
tidak menyenangkan dan berespon terhadap rangsangan yang berbahaya (Linda
Jual,2000). Nyeri merupakan perasaan dan pengalaman emosional yang timbul
dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensional atau gambaran adanya
kerusakan (NANDA,2005). Kebutuhan rasa nyaman yang paling sering yang
menyebabkan pasien datang ke unit gawat darurat adalah rasa nyeri. RSUP
Sanglah menempatkan kebutuhan penanganan rasa nyeri sebagai kebutuhan
penting yang harus ditangani segera. Pengkajian nyeri termuat dalam pengkajian
keperawatan sebagai pengkajian dalam penanganan pasien gawat darurat dalam
secondary survey setelah dilakukan penanganan primary survey (airway,
breathing, circulation, disability). Kebutuhan penanganan nyeri juga telah
dibuatkan standar operasional prosedur tersendiri sebagai pedoman dalam
penanganan nyeri yang berlaku dirumah sakit (RSUPS, 2012).

2. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemenuhan Kebutuhan Rasa


Aman dan Nyaman
Potter & Perry, 2006 menyebutkan bahwa keamanan adalah kondisi bebas dari
cedera fisik dan psikologis .

Faktor yang mempengaruhi keamanan dan keselamatan meliputi:


a. Emosi
Kondisi psikis dengan kecemasan, depresi, dan marah akan mudah
mempengaruhi keamanan dan kenyamanan
b. Status Mobilisasi
Status fisik dengan keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot, dan
kesadaran menurun memudahkan terjadinya resiko cedera
c. Gangguan Persepsi Sensori
Adanya gangguan persepsi sensori akan mempengaruhi adaptasi
terhadaprangsangan yang berbahaya seperti gangguan penciuman dan
penglihatan
d. Keadaan Imunitas
Daya tahan tubuh kurang memudahkan terserang penyakit
e. Tingkat Kesadaran

4
Tingkat kesadaran yang menurun, pasien koma menyebabkan responterhadap
rangsangan, paralisis, disorientasi, dan kurang tidur.
f. Informasi atau Komunikasi
gangguan komunikasi dapat menimbulkan informasi tidak diterima dengan
baik.
g. Gangguan Tingkat Pengetahuan
Kesadaran akan terjadi gangguan keselamatan dan keamanan dapat diprediksi
sebelumnya.
h. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional
Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan anafilaktik syok
i. Status nutrisi
Keadaan kurang nutrisi dapat menimbulkan kelemahan dan mudah
menimbulkan penyakit, demikian sebaliknya dapat beresiko terhadap
penyakit tertentu.
j. Usia
Pembedaan perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia anak-
anak dan lansia mempengaruhi reaksi terhadap nyeri
k. Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
merespon nyeri dan tingkat kenyamanannya.
l. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara individu mengatasi
nyeri
3. Penyebab Gangguan Rasa Nyaman Dalam buku Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (PPNI, 2016) adalah:
a. Gejala penyakit.
b. Kurang pengendalian situasional atau lingkungan.
c. Ketidakadekuatan sumber daya (misalnya dukungan finansial, sosial dan
pengetahuan).
d. Kurangnya privasi.
e. Gangguan stimulasi lingkungan.
f. Efek samping terapi (misalnya, medikasi, radiasi dan kemoterapi).
g. Gangguan adaptasi kehamilan.

5
4. Penyebab Penyakit SLE (Systemic Lupus Erythematosus) mengalami
gangguan kebutuhan rasa aman dan nyaman
Lupus merupakan penyakit autoimun. Kondisi saat sistem imun atau
kekebalan tubuh seseorang kehilangan kemampuan untuk membedakan substansi
asing dengan sel jaringan tubuh sendiri. Kondisi ini membuat sistem kekebalan
tubuh justru menyerang sel,jaringan, dan organ tubuh yang sehat, seperti jantung,
ginjal, patu-paru kulit serta otak.
SLE (Systemic Lupus Erythematosus) biasanya dikenal sebagai penyakit seribu
wajah karena SLE memiliki tampilan penyakit beragam dan mirip dengan
penyakit lain, seringkali menimbulkan kekeliruan dan menganalisanya. SLE
timbul tiba-tiba hingga perlahan, mulai dari tingkat nyeri akut hingga nyeri
kronis. SLE mempunyai gejala beragam. Biasanya penderita mengalami keluhan
pada kulitnya. Gejala lupus adalah kulit kemerahan di sekitar hidung dan pipi
bercak-bercak merah di bagian wajah atau lengan.
Sehingga, dari Akibat dari gejala-gejala yang muncul pada fisik maupun pada
fisiologis tubuh menyebabkan pasien mengalami gangguan rasa aman dan
nyaman dalam melakukan aktivitasnya tiap hari
5. Analisis Hubungan antara teori-teori dengan kasus SLE ((Systemic Lupus
Erythematosus)
Keluhan dan gejala-gejala yang paling sering dirasakan oleh pasien lupus
pada tahap awal adalah nyeri sendi dilanjutkan dengan penyakit kulit, dan lesu.
Hal ini sesuai dengan keluhan utama yang dirasakan oleh pasien saat pertama
datang. Dengan keluhan utama demam, bagian pipi dan wajah pasien yang
mengalami kemerahan hingga pasien yang sering mengalami keletihan apabila
melakukan aktivitas harian. Secara umum, keluhan-keluhan fisik pasien terdiri
dari demam, penurunan berat badan dan keletihan. Data yang diperoleh dari
pasien, pasien mengatakan deman dengan suhu 38,5oC sesuai dengan keluhan
fisik pasien SLE lainnya dan pasien mengalami kurang nafsu makan, akan tetapi
tidak terlalu signifikan sehingga tidak menimbulkan penurunan berat badan yang
drastis.
6. Infeksi lokal yang terjadi pada gangguan kebutuhan rasa aman dan nyaman
pada SLE (Systemic Lupus Erythematosus) :
a. Terlihat pada daerah yang mengalami infeksi
b. Pada permukaan tubuh

6
c. Terjadi rangsangan pada ujung saraf akibat perubahan ph lokal
d. Pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial
e. Perubahan fungsi atau keterbatasan anggota gerak.

B. KONSEP KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN


1. Definisi Lupus (LES)

Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan penyakit rematik autoimun yang


ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau sistem
dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibody dan kompleks
imun, sehingga mengakibatkan kerusakan Jaringan (sudoyo Aru,dkk 2009)

Lupus merupakan sistemik (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi autoimun pada
jaringan penyembuhan yang dapat mencukup ruam kulit, nyeri sendi, dan keletihan.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada prempuan dari pada pria dengan faktor 10:1.
Androgen mengurangi gejala SLE dan estrogen memperburuk keadaan tersebut.
Gejala memburuk selama fase luteal siklus menstruasi, namun tidak dipengaruhi pada
derajat yang besar oleh kehamilan ( Elizabeth 2009).

Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit vaskuler kolagen (suatu


penyakit autoimun). Ini berarti tubuh manusia menghasilkan antibody terhadap organ
tubuhnya sendiri,yang dapat merusak organ tersebut dan fungsinya. Lupus dapat
menyerang banyak bagian tubuh termasuk sendi,ginjal,paru-paru seta jantung
(Glade,1999).
Secara sederhana, lupus erythematosus terjadi ketika tubuh menjadi alergi terhadap
dirinya sendiri. Dalam istilah imunologi dapat dikatakan, lupus adalah kebalikan dari
apa yang terjadi pada kanker maupun aids. Pada lupus, tubuh melakukan reaksi yang
berlebihan terhadap stimulus asing dan memproduksi banyak antibody, atau protein-
protein yang melawan jaringan tubuh. Karena itu, lupus disebut dengan penyakit
autoimun (auto berarti dengan sendirinya).

2. Etiologi

Penyebab dari LES belum diketahui dengan pasti. Diduga melibatkan interaksi yang
kompleks dan multifaktorial antara bervariasi genetic dan factor lingkungan :

7
a. Factor genetik

Kejadian LES yang lebih tinggi pada kembar monozigotik (25%)


dibandingkan dengan kembar dizigotik (3%), peningkatan frekuensi LES pada
keluarga penderita LES dibandingkan dengan control sehat dan peningkatan
prevalensi LES pada kelompok etnik tertentu, menguatkan dugaan bahwa factor
genetic berperan dalam pathogenesis LES.

b. Factor hormonal
LES merupakan penyakit yang lebih banyak menyerang perempuan. Serangan
pertama kali jarang terjadi pada usia prepubertas dan setelah menopause.
c. Auntoantibody
Antibody ini ditunjukan kepada self molekul yang terdapat pada nucleus,
sitoplasma, permukaan sel, dan juga terdapat molekul terlarut seperti IgG dan
factor koagulasi.
d. Faktor lingkungan [ CITATION Nur15 \l 1057 ]

3. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis penyakit ini sangat beragam dan sering kali pada keadaan awal
tidak dikenali sebagai LES
Menurut American college of Rheumatologyb (ACR) ada 11 kriteria SLE dan jika
terdapat 4 kriteria maka diagnosa LES dapat ditegakan :
a. Ruam malar
b. Ruam discoid
c. Fotosensitifitas
d. Ulserasi dimulut atau nasofaring
e. Arthitis
f. Serositis : yaitu pleuritis atau perikarditis
g. Kelainan ginjal, yaitu proteinuria persisten >0,5gr/hari, atau adalah silinder sel
h. Kelainan neurologic , yaitu kejang – kejang atau psikosis
i. Kelainan hematologic, yaitu anemia hemolitik atau lekopenia atau limfopenia
atau trombositopenia.
j. Kelainan imunologik yaitu sel LES positif atau anti DNA positif, atau anti sm
positif atau tes serologic untuk sifilis yang positif palsu
k. Antibody antinuclear positif

8
Kecurigaan akan penyakit LES bila dijumpai 2 atau lebih keterlibatan organ seperti :

a. Jender wanita pada rentang usia reproduksi


b. Gejala konstitusional : kelelahan, demam (tanpa bukti infeksi) dan penurunan
berat badan
c. Muskukoloskeletal : nyeri otot (mialgia), nyeri sendi (atralgia), miositis
d. Kulit : ruam kupu – kupu (buterfly atau malar rsh), fotosensitivitas SLEi
membran mukosa, alopesia, fenomena raynaud, purpura, urtikaria, vaskulitis
e. Paru – paru : pleurisy hipertensi pulmonal SLEi parenkim paru
f. Jantung : pericarditis, miokarditis, endokarditis
g. Ginjal : hematuria, protenuria, cetakan, sindrom nefrotik
h. Gastrointestinal : mual, muntah, nyeri abdomen
i. Retikulo – endo organmegali (limfadenopati, splenomegali, hematomegali)
j. Hematologi : anemia, leucopenia, dan trombositopenia
k. Neuropskiarti : psikosis, kejang, sindroma otak organic, mielitis transfersa,
neuropati cranial dan perifer
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah

Leukopeni/limfopenia, anemia, trombositopenia, LED meningkat

b. Imunologi
1) ANA (antibodi anti nuklear)
2) Anti bodi DNA untai ganda (ds DNA) meningkat
3) Kadar komplemen C3 dan C4 menurun.
4) Tes CRP (C- reactive protein) positif
c. Fungsi ginjal
1) Kreatinin serum meningkat
2) Penurunan GFR
3) Protein urin (>0,5 gram perjam 24 jam )
4) Ditemukan sel darah merah dan atau sedimen granular
d. Kelainan pembekuan yang berhubungan dengan antikoagulan lupus

APTT memanjang yang tidak membalik pada pemberian plasma normal.

e. Serologi VDRL (Sifilis)

9
Memberikan hasil positif palsu

f. Tes vital lupus

Adanya pita Fg 6 yang khas dan atau deposit Ig M pada persambungan dermo –
epidermis pada kulit yang terlibat dan yang tidak.

5. Penatalaksaan medis

Pengobatan termasuk penatalaksanaan penyakit akut dan kronik :


a. Mencegah penurunana progresif fungsi organ, mengurangi kemungkinan
penyakit akut, meminimalkan penyakit yang berhubungan dengan kecacatan
dan mencegah komplikasi dari terapi yang diberikan.
b. Gunakan obat-obatan antinflamasi nonsteroid (NSAID) dengan kortikosteroid
untuk meminimalkan kebutuhan kortikosteroid.
c. Gunakan krortikosteroid topical untuk manifestasi kutan aktif.
d. Gunakan pemberian bolus IV sebagai alternative untuk penggunaan dosis oral
tinggil tradisional.
e. Atasi manifestasi kutan, mukuloskeletal dan sistemik ringan dengan obat-obat
antimalarial.
f. Preparat imunosupresif (percobaan) diberikan untuk bentuk SLE yang serius

10
6. Patofisiologis dan pathway

Faktor Genetik Faktor Imunologi Faktor Hormonal Faktor Lingkungan

SLE

(Systemic Lupus Evythomatasus)

Gejala & gambaran menurut ACR

(American Collage Of Rheumatology 1997)

Sistemik Kulit Oral Laboratorium

 Butterfly  Xerostomin  Gangguan


 Arthritis
rash  Lesi Ulserasi darah
 Serositis
 Discoid  Lesi Diskoid  Gangguan
 Gangguan
rash  Lesi Mirip imun
ginjal
 Fotosensiti lichen plamus  Antibody
 Gangguan
vitas  kandidiasis antinuklir
saraf
(ANA)

Kerusakan organ pada SLE didasari oleh reaksi imunologi. Proses diawali dengan
faktor pencetus yang ada dilingkungan, dapat pula infeksi, sinar ultraviolet atau
bahan kimia. Cetusan ini menimbulkan abnormalitas respon imun didalam tubuh
yaitu :
a. Sel T dan B menjadi autoreaktif
b. Pembentukan silokin yang berlebihan
c. Hilangnya regulator control pada sistem imun anatara lain :

11
1) Hilangnya kemampuan membersihkan antigen dikompleks imun maupun
sitokin didalam tubuh
2) Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis
3) Hilangnya toleransi imun sel T mengenali molekul tubuh sebagai antigen
karena adanya mimikri molekul
Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibody didalam
tubuh yang disebut sebagai autoantibodi. Selanjutnya antibody 2 yang
membentuk kompleks imun tersebut terdeposisi pada jaringan / organ yang
akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau kerusakan jaringan.
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunnya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi
ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetika, hormonal
(sebagaimana terbukti oleh penyakit yang biasannya terjadi selama usia
prodiktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obatan
tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa
preparat antikonvulsan disamping makanan seperti kecambah alfa-alfa turut
terlihat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan.

7. Komplikasi
a. Penggumpulan darah
Kelainan darah ditemukan pada 85% penderita lupus bisa terbentuk
bekuan darah didalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke
dan emboli paru. Jumlah thrombosis berkurang dan tubuh membentuk
antibody yang melawan faktor pembekuan darah yang bisa menyebabkan
perdarahan yang berarti.
b. Kardiovaskuler
Perdangan berbagai bagian jantung seperti pericarditis, endocarditis
maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat
keadaan tersebut.
c. Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan
tersebut timbul nyeri dada dan sesak napas.
d. Otot dan kerangka tubuh

12
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan
kebanyakan menderita arthritis. Persendian yang sering terkena adalah
persendian pada jaringan tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian
jaringan pada tulang panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari nyeri
didaerah tersebut.
e. Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu ditulang pipi dan pangkal
hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar
matahari.

C. ASUHAN KEPERAWATAN SLE ( Systemic Lupus Erythematosus)


1. PENGKAJIAN
a. Anamnesa
1) Identitas Klien

Nama : Ny. X

Umur : 35 thn

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : BTN Santi

Status : Menikah

Agama : Islam

Suku : Bima

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Tanggal masuk RS : 31-03-2020

Tanggal pengkajian : 01-04-2020

Diagnosa Medis : SLE (Systemic Lupus Erythematosus)

2) Identitas Penanggung Jawab

13
Nama : Tn. Y

Umur : 36 thn

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : BTN Santi

Pendidikan : S1 tehnik informatika

Pekerjaan : Karyawan swasta

3) Keluhan utama : 
Pasien menggeluh nyeri pada sendi serta kekakuan kaki dan tangan, saat
beraktivitas pasien merasa mudah lelah, pasien merasa demam. Pipi dan leher
memerah serta nyeri pada bagian yang memerah

4) Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke UGD dengan keluhan merasa tidak nyaman dengan kulit
memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya lebarnya kecil namun setelah
satu minggu lebarnya bertambah besar, demam, nyeri dan terasa kaku seluruh
persendian utamanya pada pagi hari dan berkurang nafsu makan karena
sariawan.

5) Riwayat Penyakit dahulu :


Tidak ada

6) Riwayat penyakit keluarga : 


Tidak ada

7) Riwayat pekerjaan/ kebiasaan :


Pasien seorang ibu rumah tangga

8) Riwayat Alergi :
Tidak ada

b. Pemeriksaan Fisik

1) Pengkajian Sistem Tubuh :


a) Sistem Pernapasan

14
 RR 20x/mnt
 Napas dalam terlihat seperti menahan nyeri
b) Sistem Kardiovaskuler
 TD 110/80 mmHg
 Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi
papuler,eritematous dan purpur di ujung jari kaki, tangan, siku serta
permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan
berlanjut nekrosis.
c) Sistem Persyarafan
Gangguan psikologis

d) Sistem Perkemihan
Tidak ada

e) Sistem Pencernaan
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum

f) Sistem Muskuloskeletal
 Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa
kaku pada pagi hari
 Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi
g) Sistim Endokrin
Tidak ada

h) Sistim sensori persepsi


Tidak ada

i) Sistim integument
SH: 38,5C, demam (+)

j) Sistim imun dan hematologi


 Tes fluorensi untuk menetukan antinuelear antibody (ANA), positif
dengan titer tinggi pada 98% penderita SLE
 Pemeriksaan DMA double stranded lebih spesifik untuk menentukan
SLE

15
 Bila titer antidobel stranded tinggi, spesifik untuk diagnose SLE
 Tes sifilis bisa positif palsu pada pemeriksaan SLE
 Pemeriksaan zat antifosfolipid (seperti antikardiolipin antibody)
berhubungan untuk menentukan adanya thrombosis pada pembuluh
arteri atau pembuluh vena atau pada abortus spontan, bayi meninggal
dalam kandungan dan trombositopeni
 HB 11gr/dl
 WBC 15.000/mm
k) Sistim Reproduksi
Tidak ada masalah disistem reproduksi

c. Pemeriksaan Penunjang
1) Hasil Laboratorium

Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


02-04-2020 Hb 17,3 gr% 13-16 gr%

02-04-2020 WBC 15.000/mm 5.000-10.000/mm

2) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Rontgen tidak ada kelainan

Analisis Data

No Pengelompokkan data/data fokus Etiologi Problem


1. Ds : Agens-agens Nyeri Kronis
- Pasien mengatakan nyeri pada pencedera
sendi
- Pasien mengatakan bagian pipi
dan leher mengalami kemerahan
Do :
- Pasien terlihat menahan nyeri
- P = inflamasi/peradangan sendi
- Q = tertekan
- R = nyeri pada sendi dan bagian
yang memerah

16
- S=6
- T = saat bergerak / beraktivitas
2. Ds : Proses penyakit Hipertermi
- Pasien mengatakan demam (infeksi)
Do :
- Kulit pasien terlihat kemerahan
- Kulit teraba hangat
- TD = 110/80mmHg
- RR = 20x/mnt
- S = 38,5 oC
- N = 90x/mnt
3. Ds : Kondisi fisiologis Keletihan
- Pasien mengatakan mudah (penyakit kronis)
lelah ketika beraktivitas.
Do :
- Pasien tampak menahan nyeri
- TD = 110/80mmHg
- RR = 20x/mnt
- S = 38,5 oC
- N = 90x/mnt

4. Ds : Biofisik (penyakit Gangguan citra


- Pasien mengatakan malu terhadap kronis) tubuh
kemerahan pada pipi dan leher
Do :
- Pasien menunduk saat masuk
UGD
- Pasien terlihat tidak percaya diri
dengan keadaan fisiknya

2. PERUMUSAN DIAGNOSA

17
a. Nyeri kronis b/d agens-agens pencedera
b. Hipertermi b/d proses penyakit (infeksi)
c. Keletihan b/d kondisi fisiologis (penyakit kronis)
d. Gangguan citra tubuh b/d Biofisik (penyakit kronis) [ CITATION Tim16 \l 1057 ]

3. INTERVENSI KEPERAWATAN [ CITATION tim18 \l 1057 ]

18
No Tanggal Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi TTD
. keperawatan hasil
1. 01-04- Nyeri kronis Setelah dilakukan 1. Tawarkan
2020 b/d agens- tindakan tindakan
agens keperawatan meredakan
pencedera selama 2x24 jam nyeri untuk
diharapkan nyeri membantu
hilang/berkurang pengobatan
dengan kriteria nyeri (mis.
hasil : Umpan balik
- Pasien tidak biologis)
mengeluh nyeri 2. Bantu pasien
(skala nyeri : 0) mengidentifikas
- Pasien tampak i tingkat nyeri
rileks yang logis dan
- Pasien dapat berterima
beraktivitas 3. Berikan obat
tanpa merasakan sebelum
nyeri aktivitas untuk
meningkatkan
partisipasi ,
tetapi evaluasi
bahaya sedasi

2. 01-04- Hipertermi b/d Setelah dilakukan 1. Berikan obat -


2020 proses tindakan antripiretik, jika
penyakit keperawatan perlu
(infeksi) selama 2x24 jam 2. Lepaskan
diharapkan suhu pakaian yang
kembali normal berlebihan dan
dengan kriteria tutupi pasien
hasil : dengan selimut
- S = 36-37,5 oC saja.
(suhu normal) 3. Anjurkan asupan
- Kulit pasien cairan oral,
tidak kemerahan sedikitnya 2
liter sehari,
dengan
19 tambahan cairan
selama aktivitas
yang berlebihan
1. IMPELENTASI KEPERAWATAN

No. Tanggal Implementasi keperawatan TTD

1. 01-04-2020 - menawarkan tindakan meredakan


nyeri untuk membantu pengobatan
nyeri (mis. Umpan balik biologis)
- membantu pasien mengidentifikasi
tingkat nyeri yang logis dan
berterima
- memberikan obat sebelum aktivitas
untuk meningkatkan partisipasi ,
tetapi evaluasi bahaya sedasi
2. 01-04-2020 - memberikan obat antripiretik, jika
perlu
- melepaskan pakaian yang berlebihan
dan tutupi pasien dengan selimut
saja.
- menganjurkan asupan cairan oral,
sedikitnya 2 liter sehari, dengan
tambahan cairan selama aktivitas
yang berlebihan atau aktivitas sedang
dalam cuaca panas.
3. 01-04-2020 - mengkonsultasikan dengan ahli gizi
tentang cara untuk meningkatkan
asupan makanan yang berenergi.
- merencanakan aktivitas yang

20
mengurangi keletihan dengan pasien
dan keluarga.
- membatasi jumlah dan gangguan
pengunjung. Jika perlu.
4. 01-04-2020 - mendukung mekanisme koping yang
biasa digunakan pasien
- membantu pasien dan keluarga untuk
mengidentifikasi dan menggunakan
mekanisme koping
- memberikan perawatan yang tidak
menghakimi jaga martabat dan
privasi pasien

2. EVALUASI

No. Tanggal Catatan perkembangan TTD


1. 01-04- S=
2020 - Pasien mengatakan nyeri pada sendi
berkurang
- Pasien mengatakan bagian pipi dan
leher masih mengalami kemerahan
O=
- Pasien terlihat sedikit rileks
- Skala nyeri 3
A = masalah teratasi sebagian
P = lanjutkan intervensi 1 dan 3
2. 01-04- S=
2020 - Pasien mengatakan sudah tidak
demam
O=
- Kulit pasien tidak terlihat kemerahan
- Kulit pasien tidak teraba hangat
- S = 36,5 oC
A = masalah teratasi
P = Hentikan intervensi

21
3. 01-04- S=
2020 - Pasien mengatakan kembali
berenergi ketika beraktivitas.
O = pasien tambah melakukan kebutuhan
dasar secara mandiri
A = masalah teratasi
P = hentikan intervensi
4. 01-04- S=
2020 - Pasien mengatakan masih malu
terhadap kemerahan pada pipi dan
leher
O = pasien terlihat masih sering menunduk
saat perawat melakukan tindakan
A = masalah sebagian teratasi
P = lanjutkan semua intervensi

D. PROSEDUR TINDAKAN SYSTEMIK LUPUS ERYTHEMATOSUS(SLE)

1. Gunakan sunscreen setiap hari agar tidak terpapar secara langsung dengan sinar UV
pada matahari
2. Mengoleskan krim tabir surya (minimal SPF 55 ketika keluar rumah) agar kulit tidak
terbakar sinar matahari.
3. Tutupi badan dengan menggunakan pakaian yang menutupi seluruh bagian kulit yang
berpotensi terkena matahari
4. Memakai topi yang lebar dan kacamata hitam.
5. Mengenakan pakaian yang menutupi seluruh bagian kulit
6. Mengonsumsi suplemen vitaminD untuk mencegah komplikasi Osteoporosis akibat
kekurangan sinar matahari.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

22
Lupus merupakan sistemik (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi autoimun pada
jaringan penyembuhan yang dapat mencukup ruam kulit, nyeri sendi, dan keletihan.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada prempuan dari pada pria dengan faktor 10:1.
Androgen mengurangi gejala SLE dan estrogen memperburuk keadaan tersebut. Gejala
memburuk selama fase luteal siklus menstruasi, namun tidak dipengaruhi pada derajat
yang besar oleh kehamilan ( Elizabeth 2009).Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah
penyakit vaskuler kolagen (suatu penyakit autoimun). Ini berarti tubuh manusia
menghasilkan antibody terhadap organ tubuhnya sendiri,yang dapat merusak organ
tersebut dan fungsinya. Lupus dapat menyerang banyak bagian tubuh termasuk
sendi,ginjal,paru-paru seta jantung (Glade,1999). SLE (systemic lupus erythematosus)
adalah sejenis rema jaringan yang bercirikan nyeri sendi (arthralgia),demam,malaise
umum dan erythema dengan pola berbentuk kupu-kupu khas dipipi muka. Darah
mengandung antibody beredar terhadap IgG dan imunokompleks,yakni kompleks
antigen-antibodi-komplemen yang dapat mengendap dan mengakibatkan radang
pembuluh darah (vaskulitis) dan radang ginjal. Sama dengan rematik,SLE juga
merupakan penyakit auroimun,tetapi jauh lebih jarang terjadi dan terutama timbul pada
prempuan. Sebabnya tidak diketahui,penanganannya dengan kortikosteroida atau secara
alternative dengan sediaan enzim (papain 200mg + pangkreatin 100mg + vitamin E
10mg) 2 dd 1 kapsul (tan&kirana,2007)
Penyakit ini disebabkan oleh faktor genetic, faktor imunologi ,faktor hormonal dan
faktor lingkungan. Manifestasi klinik dari penyakit ini dapat berupa konstitusional,
integument, musculoskeletal, paru-paru, kardivaskuler, ginjal, gastrointestinal,
hemopoetik dan neuropsikiatrik. Pemeriksaan diagnostic dari penyakit ini adalah
pemeriksaan laboratorium pemeriksaan laboratorium lainnya dan pemeriksaan
penunjang.
B. Saran
1. Bagi penderita :

Agar mengenali lupus lebih jauh, bagi penderita lupus segala pengetahuan mengenai
penyakit lupu, meliputi cara pengobatan, mengetahui metode pengobatan, mengetahui
dokter ahli yang menangani, serta mengetahui kabar terakhir perkembangan tentang
penyakit ini adalah hal yang yang sangat penting

23
2. Bagi pembaca agar lebih berhati-hati dalam menjaga kesehatannya serta menghindari
faktor penyebab timbulnya penyakit lupus dengan cara monitoring teratur, foto
proteksi dan lain sebagainya.

24
DAFTAR PUSTAKA.

Nurarif, a. h. (2015). aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan nanda
nic noc. Yogyakarta: mediaction.

PPNI, T. p. (2016). Standar diagnosa keperawatan indonesia. jakarta selatan : dewan


pengurus pusat.
PPNI, t. p. (2018). standar intervensi keperawatan Indonesia . jakarta selatan: dewan
pengurus pusat.

Wilkinson, J. W. (2016). Diagnosis keperawatan. Jakarta: EGC.

Utomo, Wicaksono N. 2012. Hubungan antara aktivitas penyakit dengan status kesehatan
pada pasien LES(Lupus Eritematosis sistemik)[KTI]. Semarang(ID). Universitas diponegoro.

25

Anda mungkin juga menyukai