Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Professional (SP2KP)


SP2KP adalah Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Professional. SP2KP
merupakan sistem pemberian pelayanan keperawatan professional yang merupakan
pengembangan dari MPKP (Model praktek Keperawatan Profesional) dimana dalam
SP2KP ini terjadi kerjasama professional antara perawat primer (PP) dan perawat asosiet
(PA) serta tenaga kesehatan lainnya. SP2KP memiliki kelebihan yaitu pelayanan
keperawatan kepada pasien lebih terstruktur dan kinerja perawat lebih professional
(Karunianingrum, 2012).
Terdapat perbedaan anatar SP2KP dan MPKP, yaitu Dalam model MPKP tidak terdapat
PP (perawat primer), jika di SP2KP mengenal mengenai PP dan PA (perawat associate).
Secara struktur, SP2KP lebih terstruktur dan terorganisir karena SP2KP merupakan
bantuk pengembangan dari MPKP yang lebih profesional dan lebih baik dalam memberikan
tingkat pelayanan asuhan keperawatan terhadap klien.
Pengembangan MPKP menjadi SP2KP ini terlihat dalam beberapa hal. Pada metode
keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan dilakukan secara berkesinambungan
sehingga memungkinkan adanya tanggung jawab dan tanggung gugat yang merupakan
esensi dari suatu layanan profesional. Terdapat satu orang perawat professional yang
disebut PP, yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan
yang diberikan. Pada MPKP , perawat primer adalah perawat lulusan sarjana
keperawatan/Ners. Pada metode keperawataan primer , hubungan professional dapat
ditingkatkan terutama dengan profesi lain. Metode keperawatan primer tidak digunakan
secara murni karena membutuhkan jumlah tenaga Skp/Ners yang lebih banyak, karena
setiap PP hanya merawat 4-5 klien dan pada metode modifikasi keperawatan primer ,
setiap PP merawat 9-10 klien. Saat ini terdapat beberapa jenis tenaga keperawatan
dengan kemampuan yang berbeda-beda. Kombinasi metode tim dan perawat primer
menjadi penting sehingga perawat dengan kemampuan yang lebih tinggi mampu
mengarahkan dan membimbing perawat lain di bawah tanggung jawabnya. Metode tim
tidak digunakan secara murni karena pada metode ini tanggung jawab terhadap asuhan
keperawatan terbagi kepada semua anggota tim, sehingga sukar menetapkan siapa yang
bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas semua asuhan yang diberikan.
SP2KP memiliki lingkup yaitu nilai profesional, pendekatan manajemen, metode pemberian
asuhan keperawatan, hubungan profesional, dan sistem kompensasi dan penghargaan
a. Nilai-nilai profesional sebagai inti model
Pada model ini, PP dan PA membangun kontrak dengan klien/keluarga sejak klien/keluarga
masuk ke suatu ruangr rawat yang merupakan awal dari penghargaan atas harkat dan
martabat manusia. Hubungan tersebut akan terus dibina selama klien dirawat di ruang
rawat, sehingga klien/keluarga menjadi partner dalam memberikan asuhan keperawatan.
Pelaksanaan dan evaluasi renpra, PP mempunyai otonomi dan akuntabilitas untuk
mempertanggung-jawabkan asuhan yang diberikan termasuk tindakan yang dilakukan PA
di bawah tanggung jawab untuk membina performa PA agar melakukan tindakan
berdasarkan nilai-nilai professional (Kusumasari, 2012).

b. Pendekatan Manajemen
Model ini memberlakukan manajemen SDM, artinya ada garis komunikasi yang jelas antara
PP dan PA. performa PA dalam satu tim menjadi tanggung jawab PP. PP adalah seorang
manajer asuhan keperawatan yang harus dibekali dengan kemampuan manajemen dan
kepemimpinan sehingga PP dapat menjadi manajer yang efektif dan pemimpin yang efektif
(Kusumasari, 2012)..

c. Metode pemberian asuhan keperawatan


Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah modifikasi keperawatan
primer sehingga keputusan tentang renpra ditetapkan oleh PP. PP akan mengevaluasi
perkembangan klien setiap hari dan membuat modifikasi pada renpra sesuai kebutuhan
klien (Kusumasari, 2012)..

d. Hubungan professional
Hubungan professional dilakukan oleh PP dimana PP lebih mengetahui tentang
perkembangan klien sejak awal masuk ke suatu ruang rawat sehingga mampu member
informasi tentang kondisi klien kepada profesi lain khususnya dokter. Pemberian informasi
yang akurat tentang perkembangan klien akan membantu dalam penetapan rencana
tindakan medik (Kusumasari, 2012).

e. Sistem kompensasi dan penghargaan


PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan keperawatan
yang professional. Kompensasi san penghargaan yang diberikan kepada perawat bukan
bagian dari asuhan medis atau kompensasi dan penghargaan berdasarkan prosedur.
Kompensasi berupa jasa dapat diberikan kepada PP dan PA dalam satu tim yang dapat
ditentukan berdasarkan derajat ketergantungan klien. PP dapat mempelajari secara detail
asuhan keperawatan klien tertentu sesuai dengan gangguan/masalah yang dialami
sehingga mengarah pada pendidikan ners spesialis(Kusumasari, 2012).

Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan

Dalam memberikan asuhan keperawatan, model asuhan keperawatan yang yang lazim
dipakai meliputi metode kasus, metode fungsional, tim keperawatan, keperawatan primer
dan sistem manajemen kasus

a. Metode Kasus
Metode ini disebut juga sebagai perawatan total (total care) yang merupakan metode
paling awal. Pada metode ini seorang perawat bertanggung jawab untuk memberikan
perawatan pada sejumlah pasien dalam waktu 8-12 jam setiap shift. Pasien akan
dirawat oleh perawat yang berbeda pada setiap pergantian shift, metode ini banyak
dipakai pada keadaan kurang tenaga perawat. Jalan keluarnya adalah dengan
merekrut tenaga perawat yang baru (Marquis & Huston, 1998 dalam Nursalam 2002)

b. Metode Fungsional
Sistem tugas mengacu pada ilmu manajemen dalam bidang administrasi bisnis yang
berfokus pada tugas yang harus diselesaikan. Perawat dengan pendidikan kurang
akan melakukan tindakan yang lebih ringan dibandingkan dengan perawatan
profesional. Dalam model ini dibutuhkan pembagian tugas (job description), prosedur,
kebijakan dan alur komunikasi yang jelas. Metode ini cukup ekonomis dan efisien serta
mengarahkan pemusatan pengendalian. Kelemahan dari metode ini adalah munculnya
fragmentasi keperawatan dimana pasien menerima perawatan dari berbagai kategori
tenaga keperawatan (Marquis & Huston, 1998 dalam Nursalam 2002)

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien menggunakan metode


fungsional, setiap perawat memperoleh satu tugas (kemungkinan bisa lebih) untuk
semua pasien di unit/ruang tempat perawat tersebut bekerja. Sebagai contoh model ini
diterapkan dalam ruang rawat inap yaitu satu perawat diberikan tanggung jawab
melakukan ganti balut. Hal ini dapat diterapkan bila situasi di rumah sakit dengan
ketenagaan perawat yang kurang. Dalam pengelolaan ketenagaan peran perawat,
kepala ruang (nurse unit manager) harus lebih peka terhadap anggaran rumah sakit
dan kualitas pelayanan keperawatan, bertanggung jawab terhadap hasil dari
pelayanan keperawatan yang berkualitas, dan menghindari terjadinya saling melempar
kesalahan. Pengelolaa tenaga perawat yaitu perawat senior menyibukkan diri dengan
tugas manajerial, sedangkan perawatan pasien diserahkan kepada perawat junior dan
atau belum berpengalaman (Marquis & Huston, 1998 dalam Nursalam 2002)

c. Metode Tim
Metode ini dirancang oleh Elanor Lambertson pada tahun 1950-an yang digunakan
untuk mengatasi fragmentasi dari metode orientasi pada tugas dan memenuhi
peningkatan tuntutan kebutuhan perawat profesional yang muncul karena kemajuan
teknologi, kesehatan dan peralatan. Tim keperawatan terdiri dari perawat profesional
(registered nursing), perawat praktis yang mendapat izin serta pembantu perawat. Tim
bertanggung jawab dalam memberikan asuhan keperawatan kepada sejumlah pasien
selama 8-12 jam. Metode ini lebih menekankan segi manusiawi pasien dan para
perawat anggota dimotivasi untuk belajar.Hal pokok yang harus diketahui adalah
konfrensi tim yang dipimpin ketua tim, rencana asuhan keperawatan dan keterampilan
kepemimpinan. Tujuan metode keperawatan tim adalah untuk memberikan perawatan
yang berpusat pada klien. Perawatan ini memberikan pengawasan efektif dari
memperkenalkan semua personil adalah media untuk memenuhi upaya kooperatif
antara pemimpin dan anggota tim. Melalui pengawasan ketua tim nantinya dapat
mengidentifikasi tujuan asuhan keperawatan, mengidentifikasi kebutuhan anggota tim,
memfokuskan pada pemenuhan tujuan dan kebutuhan, membimbing anggota tim
untuk membantu menyusun dan memenuhi standar asuhan keperawatan (Marquis &
Huston, 1998 dalam Nursalam 2002)

d. Keperawatan Primer
Metode ini merupakan sistem dimana perawat bertanggung jawab selama 24 jam
sehari, 7 hari/ minggu. Ini merupakan metode yang memberikan perawatan secara
komprehensif, individual dan konsisten. Metode keperawatan primer membutuhkan
pengetahuan dan keterampilan manajemen. Perawat primer mempunyai tugas
mengkaji dan membuat prioritas setiap kebutuhan pasien, mengidentifikasi diagnosa
keperawatan, mengembangkan rencana keperawatan, dan mengevaluasi keefektifan
keperawatan. Sementara perawat lain memberikan tindakan keperawatan, perawat
primer mengkoordinasikan keperawatan dan menginformasikan tentang kesehatan
klien kepada perawat atau tenaga kesehatan lainnya. Keperawatan primer melibatkan
semua aspek peran profesional termasuk pendidikan kesehatan, advokasi, pembuatan
keputusan dan kesinambungan perawatan. Perawat primer merupakan manejer garis
terdepan bagi perawatan pasien dengan akuntabilitas dan tanggung jawab yang
menyertainya. Jika tenaga perawat di ruangan tersebut terdiri dari banyak perawat
profesional, sistem perawatan primer ini dapat digunakan. Pengelolaan tenaga perawat
primer dalam tatanan rawat inap adalah setiap perawat primer merupakan perawat bed
side, beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat, penugasan ditentukan oleh
kepala bangsal, dan perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun non
profesional sebagai perawat asisten (Marquis & Huston, 1998 dalam Nursalam 2002)
e. Sistem Manejemen Kasus
Metode ini merupakan sistem pelayanan keperawatan, dimana para manajer kasus
(case manager) bertanggung jawab terhadap muatan kasus pasien selama dirawat.
Para manejer dapat terkait dengan muatan kasus dalam beberapa cara seperti :
1) Dengan dokter dan pasien tertentu
2) Dengan pasien secara geografis berada dalam satu unit atau unit-unit
3) Dengan mengadakan diagnosa
Metode ini mempertahankan filsafat keperawatan primer dan membutuhkan seorang
sarjana keperawatan atau perawat dengan pendidikan tingkat master untuk
mengimplementasikan praktek keperawatan dengan budget yang tinggi (Marquis &
Huston, 1998 dalam Nursalam 2002)

B. Staffing Dalam Keperawatan

Staffing Dan Perhitungan Kebutuhan Tenaga Perawat

A. STAFFING
Sistem Ketenagakerjaan
Juster (1984) menyatakan bahwa pendidikan merupakan faktor yang penting
dalam seorang pekerja. Melalui pendidikan akan menghasilkan perubahan keseluruhan
cara hidup seseorang. Pearlin dan Kohn (1966) menyatakan bahwa seseorang yang
memiliki tingkat pendidikan yang tinggi mempunyai keinginan untuk mengembangkan
dirinya sedangkan mereka yang berasal dari tingkat pendidikan rendah cenderung untuk
emmpertahnkan kondisi yang telah ada.
Sistem ketenagaan yang ada di puskesmas dilaksanakan sesuai program yang
dikembangkan serta kemampuan dana dengan diketahui oleh DKK, kuantitas tenaga
didasarkan pada kebutuhan priorotas layanan kesehatan dan pendayagunaan tenaga
kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan layanan kesehatan dan profesionalisme
pekerjaan. Sesuai PP RI No.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan yang seharusnya
ada adalah tenaga medis, kesehatan masyarakat (penyuluh kesehatan, sanitarian),
tenaga gizi, tenaga keperawatan, farmasi, dan teknisi medis (analis dan perawat gigi).

Anda mungkin juga menyukai