Anda di halaman 1dari 8

A.

SENI BANGUN ARSITEKTUR SAKRAL YANG BERSIFAT HINDUISTIS

Arsitektur Bangunan

Bentuk peninggalan arsitektur bercorak Hindu-Buddha terdiri dari seni bangunan sacral dan
profane. Sakral adalah bangunan yang berkaitan dengan keagamaan,sedagnkan profane adalah
seni bangunan yang tidak bersangktuan dengan keagamaan.

1. Candi yang ada di daratan tinggi Dieng


 Candi Bima

Berada di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah,
candi ini terletak paling selatan di kompleks Percandian Dieng.

Arsitektur

Pintu masuk berada di sisi timur. Candi ini cukup unik dibanding dengan candi-candi
lain, baik di Dieng maupun di Indonesia pada umumnya, karena kemiripan arsitekturnya dengan
beberapa candi di India. Bagian atapnya mirip dengan shikara dan berbentuk seperti mangkuk
yang ditangkupkan. Pada bagian atap terdapat relung dengan relief kepala yang disebut dengan
kudu.

Candi ini berada dalam kondisi buruk, antara lain karena beberapa kali kasus pencurian
arca kudu yang unik pada bagian atap tersebut, serta rusak akibat solfatara dari Kawah Sikidang.

Pada tahun 2012, Candi Bima kembali dipugar oleh Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala Jawa Tengah. Pemugaran dilakukan karena susunan batuan candi sudah banyak yang
lapuk dan bergeser akibat dimakan usia dan terkena getaran, juga karena terdapat rongga yang
dapat menyebabkan amblesnya bangunan.

 Candi Gatotkaca

Candi Gatotkaca adalah salah satu candi Hindu yang berada di Dataran Tinggi Dieng, di


wilayah Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Candi ini terletak di sebelah
barat Kompleks Percandian Arjuna, di tepi jalan ke arah Candi Bima, di seberang Museum Dieng
Kailasa. Nama Gatotkaca sendiri diberikan oleh penduduk dengan mengambil nama
tokoh wayang dari cerita Mahabarata.

Arsitektur
Dahulu terdapat beberapa bangunan candi yang membentuk Kelompok Gatutkaca, yaitu
Candi Gatutkaca, Candi Setyaki, Candi Nakula, Candi Sadewa, Candi Petruk, dan Candi
Gareng. [1] Saat ini, selain Candi Gatutkaca, Candi Setyaki juga telah dipugar. Candi
Gatotkaca berdenah bujursangkar dengan pintu berada pada dinding sisi barat. Pada ketiga
sisi dinding yang lain terdapat relung berhias kala-makara.
 Candi Puntadewa

Peninggalan dari wangsa sanjaya seperti candi dieng sebagai tempat pemujaan umat hindu siwa. Salah
satu dari nama candi di ambil dari cerita pewayangan yaitu Candi Puntadewa selain itu juga terdapat
nama- nama tokoh pewayangan seperti Arjuna, Semar, Srikandi, Sembadra, Gatotkaca, Bima, Dwarawati
, Setyaki, Nakula Sadewa, dan Parikesit .

Sejarah dari candi arjuna dieng sampai sekarang masih menjadi penelitian bagi ahli sejarah maupun
arkeologi. Dengan bangunan candi yang terbuat dari batuan andesit tua, seni arsitektur bangunan masih
terpengaruh budaya india serta memiliki keunikkan di masing - masing bangunan candi.

Dengan demikian menunjukkan bahwa Candi Dieng memiliki ciri khas tersendiri dan di anggap sebagai
salah satu warisan budaya dari para leluhur dengan usia lebih dari seribu tahun. Namun banguna masih
kokoh berdiri di kompleks candi arjuna dieng banjarnegara jawa tengah.  

Candi Puntadewa di lihat dari arsitekturnya sudah menunjukkan seni bangunan lokal dengan relung
atau tempat arca menjorok ke luar, pondasi  sudah di tinggikan, atap candi berbentuk palang dan hiasan
atau ornamen candi yang lengkap.
Tetapi sebagian besar candi -candi di dieng banyak yang sudah rusak, patah, hancur serta hilang.
Begitulah sejarah singkat candi puntadewa di dataran tinggi dieng selain penjelasan beberapa candi di
sekitar dieng plateau kita dapat mempelajari warisan budaya masa lalu tatkala berkunjung ke
pegunungan dieng jawa tengah.

 Candi Semer

Di komplek candi arjuna dieng terdapat sebuah candi mini yang biasa di sebut candi perwara atau candi
semar yang di adopsi dari cerita pewayangan versi mahabharata di pulau jawa. Gaya bangunan dan
arsitektural dari candi tersebut masih kental dengan  unsur dari kebudayaan India .

Candi semar mirip sekali dengan Candi Parasurameswara di India dengan bentuk mandapa sehingga
penyebutan dalam bahasa jawa sering kali di anggap pendapa atau ruang pertemuan .
Pada zaman dahulu candi semar juga di gunakan oleh para pendeta / brahmana agama hindu sebagai
tempat persiapan sekaligus pertemuan sebelum menghadap ke candi utama untuk melakukan upacara
keagamaan .

Ciri khas dari candi semar dieng terdapat ruang utama, lubang genta atau ventilasi sebagai penerangan,
serta di lengkapi ornamen berupa kala makara dan berbentuk persegi panjang.
Biasanya candi perwara letaknya berhadapan  dengan  candi utama selain candi apit dan candi sarana di
sekitar area komplek  candi arjuna juga terdapat candi puntadewa, srikandi, sembadra, dan arjuna serta
candi- candi yang lainnya di kawasan dieng

Peninggalan kebudayaan pada masa lampau tersebut hingga sekarang masih dalam kondisi yang cukup
terawat. Sehingga wisatawan yang datang di dataran tinggi dieng masih dapat melihat langsung
dari warisan budaya nenek moyang bangsa Indonesia yang sudah berusia ribuan tahun silam.

Alamat atau lokasi kompleks candi semar berada di kabupaten banjarnegara jawa tengah.
Cara menuju ke komplek candi semar dieng sangat mudah dengan berjalan kaki sekitar 50 m ke arah
barat kita sudah berada di depan pintu masuk ke komplek candi dieng.

Candi - candi dieng menurut sumber sejarah dari prasasti yang pernah di temukan di dataran tinggi
dieng di bangun pada awal abad ke delapan sebelum masehi.
Hingga sekarang penamaan bangunan candi masih belum di ketahui siapa yang memberikan nama
bangunan candi dengan nama tokoh pewayangan jawa seperti salah satu yaitu nama candi semar dieng.

Tokoh sang semar memang sangat populer dalam cerita pewayangan jawa sebagai punakawan atau
sesepuh para pandawa. Bangunan candi yang menggunakan batuan andesit banyak di temukan di
sekitar pegunungan dieng bahkan di perkirakan batuan tersebut juga di ambil dari lereng gunung
sikendil atau pakuwaja dan candi semar dieng juga terbuat dari jenis batu andesit tua.

Komplek percandian dieng kini sering di jadikan destinasi wisata sejarah bagi wisatawan yang ingin
belajar tentang sejarah peradaban yang pernah ada di pulau jawa dan khusunya di dataran tinggi dieng
jawa tengah.

Bentuk candi semar dieng juga banyak di temui kemiripannya seperti candi di kawasan gedong songo
unggaran, dengan bentuk bangunan kecil terletak di depan candi utama namun hanya jenis
bebatuannya yang berbeda.
Candi candi perwara ( semar ) menyerupai pendopo pendopo kecil yang konon di fungsikan sebagai
tempat untuk persiapan para brahmana. Di dataran tinggi dieng bangunan candi semar hanya terdapat
di komplek candi arjuna sedangkan bangunan candi perwara di sekitar komplek candi arjuna banyak
yang sudah rusak alias tinggal pondasi bangunannya saja seperti di depan candi puntadewa dieng juga di
temukan reruntuhan pondasi candi perwara.

Berwisata sejarah ke dataran tinggi dieng selain menelisik peradaban masa silam kita juga di suguhi
keindahan alam yang luar biasa sepertu telaga-telaga, kawah, serta spot pemandangan wisata alam
lainnya. 

2. Komplek Prambanan
3. Candi Lorojonggrang

Menurut legenda, Roro Jonggrang adalah puteri dari Raja Boko yang berkuasa di daerah Prambanan.
Kecantikan dan keanggunan Roro Jonggrang membuat seorang pria dari daerah Pengging yang bernama
Bandung Bondowoso ingin memperistrinya. Tapi sebenarnya, Roro Jonggrang tidak mencintai Bandung
Bondowoso. Sebagai strategi menolak pinangan tersebut, Roro Jonggrang mengeluarkan syarat agar
dibuatkan 1000 candi dalam waktu satu malam. Bandung Bondowoso pun menyanggupinya. Sebelum
melaksanakan pekerjaannya, dia bersemedi untuk mendapat kekuatan dan bantuan dari para jin.
Menjelang petang, pembangunan seribu candi mulai dilaksanakan, dan menjelang matahari terbit,
pembangunan itu hampir selesai. Melihat hal ini, Roro Jonggrang pun cemas, dan berusaha mencegah
kerja tersebut. Roro Jonggrang kemudian memanggil semua putri desa untuk membakar jerami dan
memukul lesung (alat penumbuk padi tradisional di Jawa), supaya terkesan hari menjelang fajar. Jin-jin
yang melihat hari telah menjelang fajar mulai meninggalkan pekerjaannya. Setelah dihitung, ternyata
pekerjaan yang tersisa hanyalah sebuah arca.

Bandung Bondowoso pun mengetahui kecurangan Roro Jonggrang. Dengan perasaan marah dan
kecewa, ia mendatangi Roro Jonggrang. Tapi Roro Jonggrang tetap bersikukuh minta digenapi menjadi
1000 candi. Hal ini menimbulkan kemarahan Bandung Bondowoso. “Kurang satu, tambahnya kamu
sendiri”. Setelah Bandung Bondowoso mengeluarkan kata-kata itu, Roro Jonggrang pun langsung
berubah menjadi arca, untuk melengkapi sebuah arca yang belum terselesaikan. Dan arca ini bisa kita
lihat di bilik sebelah utara candi utama.

4. Candi Syiwa

Candi Siwa selama ini diketahui sebagai candi yang terbesar di kompleks Candi Prambanan. Candi
Siwa terletak di tengah dengan denah dan kaki bangunan berbentuk Bujur Sangkar.

Pada kaki bangunan terdapat pelipit berbentuk nimna. Tangga naik candi memiliki pipi tangga
berujung makara dengan pangkal kepala kala. Candi Siwa mempunyai panjang dan lebar 43 m dan
tinggi 47 m.  Atap candi berbentuk limas berundak dengan puncak akhir atap berbentuk ratna
sebagai tanda bahwa candi Prambanan adalah candi Hindu.

Pada bagian atap dasar candi terdapat genta besar yang berbentuk seperti stupa Budha. Puncak
mastaka atau kemuncak candi ini dimahkotai modifikasi bentuk wajra yang melambangkan intan
atau halilintar. Bentuk wajra ini merupakan versi Hindu sandingan dari stupa yang ditemukan pada
kemuncak candi Buddha. Pada sekeliling pagar langkan (balustrade) yang berbentuk keben (wajra)
tepatnya di bagian dalamnya terdapat relief yang diambil dari cerita Ramayana.

Pada candi Siwa ini terdapat 24 panel utama yang dapat dikelompokan ke dalam 24 episode cerita,
dimulai dari penel pertama yang terletak di samping kiri pintu masuk. Menuju ke badan candi
terdapat tangga masuk yang mempunyai pipi tangga bermotif ujung makara dan pada bagian badan
candi terdapat ruangan utama yang besar menghadap ke arah Timur  dan tiga ruangan  lainnya,
pintu masuk menghadap ke arah barat, utara, dan selatan.

Ruangan utama mempunyai ukuran 7 m x 7 m yang di tengahnya terdapat arca utama yaitu Siwa
Mahadewa setinggi 3 m yang berdiri di atas pedestal (pondasi tempat berdirinya arca) yang
berbentuk Yoni dengan sebuah cerat setinggi 1 m yang terletak di sebelah utaranya. Arca Siwa
yang kepalanya terdapat urna (mata ketiga) ini mempunyai empat tangan, yaitu tangan kanan
bagian depan memegang sebuah lotus (teratai), tangan kiri yang berada di belakang memegang
camara (cambuk pengusir lalat), dan tangan kanannya memegang aksamala (tasbih). Arca Siwa ini
memakai upawita (selendang yang berbentuk ular) yang melingkar dari bahu sampai pinggangnya.

Pada relung sebelah utara terdapat Arca Durgamahisasuramardhini, yaitu istri dewa siwa yang
dalam cerita rakyat dikenal sebagai Roro Jongggrang.  Arca ini mempunyai delapan tangan dan
berdiri di atas Mahisa seekor kerbau, yang memperlihatkan Mahisa telah mati dibunuh oleh Durga.
Pada relung sebelah barat terdapat arca Ganesha yang diketahui sebagai anak laki-laki dari Dewa
Siwa dengan Dewi Uma. Dalam mitologi agama Hindu, Ganesha dikenal sebagai symbol
kebijaksanaan. Arca ini juga mempunyai empat tangan, yaitu tangan di bagian belakang memegang
cakra (senjata mitologi Dewa Wishnu) dan tasbih, sedangkan tangan di depan memegang mangkuk
dan sebuah taring. Pada bilik selatan candi berdiri arca Siwa Mahaguru (Agastya) yang berdiri di
atas Padmasana (lotus).

5. Candi Brahma

Candi Brahma ini terletak di selatan candi Siwa yang mempunyai ukuran hampir sama dengan candi
Wisnu yaitu memiliki panjang 20 m, lebar 20 m, dan tinggi 37 m Pada candi ini terdapat satu relung
yang berisi arca dewa Brahma dengan tinggi 2,40 m yang berdiri di atas pedestal yang berbentuk
yoni. Dewa Brahma dikenal sebagai dewa pencipta yang tampak dari keempat tangannya yang
semuanya memegang tasbih dan kendi. Di sekeliling pagar langkan (balustrade) candi ini terdapat
relief yang merupakan cerita lanjutan dari Candi Siwa yaitu certa Ramayana.

6. Candi Wisnu

Candi Wisnu terletak di sebelah utara candi Siwa dan menghadap ke arah Timur. Pada candi ini
terdapat satu relung yang berisi arca Dewa Wisnu dalam posisi berdiri. Candi ini mempunyai ukuran
panjang 20 m, lebar 20 m, dan tinggi 37 m. pada bagian dalam pagar langkan (balustrade) yang
mengelilingi candi terpahatkan relief cerita Kresnayana, yang cerita tentang Khrisna sebagai
reinkarnasi dari Dewa Wisnu. Dewa Wisnu digambarkan mempunyai tangan berjumlah empat yang
masing-masing memegang gada, cakra (cakram), sangkha (kerang bersayap) dan buah atau
kuncup teratai.

7. Patung

Dalam hal ini menurut bentuknya, patung merupakan salah satu karya seni rupa tiga dimensi. Sebab,
patung memiliki ukuran panjang, lebar dan tinggi (volume) serta dapat dinikmati dari segala arah.

Pada umumnya, patung diciptakan untuk memenuhi kebutuhan batin atau dinikmati keindahannya saja.
Dengan kata lain patung menurt fungsinya masuk dalam ketegori karya seni rupa murni.

Untuk di Indonesia sendiri kerajinan patung sudah ada sejal dulu dan berkembang sampai sekarang,
jenis dan bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan patung-pun beragam, baik dari bahan lunak
“seperti kayu, tanah liat, semen” maupun bahan keras “seperti batu dan logam”. Untuk bentuknya pun
sangat beragam seperti bentuk manusia, bentuk hewan dan tumbuhan atau bentuk lain hasil modifikasi.
8. Relief
9. Ornament/ragam hias

B. SENI BANGUN ARSITEKTUR SAKRAL YANG BERSIFAT BUDHISTIS


 Candi Borobudur
 Stupa Borobudur dengan jajaran perbukitan Menoreh. Selama berabad-abad bangunan suci
ini sempat terlupakan.

 Dalam Bahasa Indonesia, bangunan keagamaan purbakala disebut candi;


istilah candi juga digunakan secara lebih luas untuk merujuk kepada semua
bangunan purbakala yang berasal dari masa Hindu-Buddha di Nusantara,
misalnya gerbang, gapura, dan petirtaan (kolam dan pancuran pemandian). Asal
mula nama Borobudur tidak jelas,[10] meskipun memang nama asli dari kebanyakan
candi di Indonesia tidak diketahui. [10] Nama Borobudur pertama kali ditulis dalam
buku "Sejarah Pulau Jawa" karya Sir Thomas Raffles.[11] Raffles menulis mengenai
monumen bernama borobudur, akan tetapi tidak ada dokumen yang lebih tua yang
menyebutkan nama yang sama persis.[10] Satu-satunya naskah Jawa kuno yang
memberi petunjuk mengenai adanya bangunan suci Buddha yang mungkin merujuk
kepada Borobudur adalah Nagarakretagama, yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada
1365.[12]
 Nama Bore-Budur, yang kemudian ditulis BoroBudur, kemungkinan ditulis Raffles
dalam tata bahasa Inggris untuk menyebut desa terdekat dengan candi itu yaitu desa
Bore (Boro); kebanyakan candi memang seringkali dinamai berdasarkan desa
tempat candi itu berdiri. Raffles juga menduga bahwa istilah 'Budur' mungkin
berkaitan dengan istilah Buda dalam bahasa Jawa yang berarti "purba"– maka
bermakna, "Boro purba".[10] Akan tetapi arkeolog lain beranggapan bahwa
nama Budur berasal dari istilah bhudhara yang berarti gunung.[13]
 Terletak sekitar 40 kilometer (25 mi) barat laut dari Kota Yogyakarta, Borobudur
terletak di atas bukit pada dataran yang dikeliling dua pasang gunung
kembar; Gunung Sundoro-Sumbing di sebelah barat laut dan Merbabu-Merapidi
sebelah timur laut, di sebelah utaranya terdapat bukit Tidar, lebih dekat di sebelah
selatan terdapat jajaran perbukitan Menoreh, serta candi ini terletak dekat pertemuan
dua sungai yaitu Sungai Progo dan Sungai Elo di sebelah timur. Menurut legenda
Jawa, daerah yang dikenal sebagai dataran Kedu adalah tempat yang dianggap suci
dalam kepercayaan Jawa dan disanjung sebagai 'Taman pulau Jawa' karena
keindahan alam dan kesuburan tanahnya.[16]

 Candi Mendut
 Candi Mendut terletak di Desa Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten
Magelang, Jawa Tengah, sekitar 38 km ke arah barat laut dari Yogyakarta.
Lokasinya hanya sekitar 3 km dari Candi Barabudhur, yang mana Candi Buddha
ini diperkirakan mempunyai kaitan erat dengan Candi Pawon dan Candi Mendut.
Ketiga candi tersebut terletak pada satu garis lurus arah utara-selatan.
 Belum didapatkan kepastian mengenai kapan Candi Mendut dibangun, namun
J.G. de Casparis menduga bahwa Candi Mendut dibangun oleh raja pertama dari
wangsa Syailendra pada tahun 824 M. Dugaan tersebut didasarkan pada isi
Prasasti Karangtengah (824 M), yang menyebutkan bahwa Raja Indra telah
membuat bangunan suci bernama Wenuwana. Casparis mengartikan Wenuwana
(hutan bambu) sebagai Candi Mendut. Diperkirakan usia candi Mendut lebih tua
daripada usia Candi Barabudhur.
 Candi ini pertama kali ditemukan kembali pada tahun 1836. Seluruh bangunan
candi Mendut diketemukan, kecuali bagian atapnya. Pada tahun 1897-1904,
pemerintah Hindia Belanda melakukan uapaya pemugaran yang pertama dengan
hasil yang cukup memuaskan walaupun masih jauh dari sempurna. Kaki dan
tubuh candi telah berhasil direkonstruksi. Pada tahun 1908, Van Erp memimpin
rekonstruksi dan pemugaran kembali Candi Mendut, yaitu dengan
menyempurnakan bentuk atap, memasang kembali stupa-stupa dan memperbaiki
sebagian puncak atap. Pemugaran sempat terhenti karena ketidaktersediaan dana,
namun dilanjutkan kembali pada tahun 1925.

 Candi Pawon
 Candi Pawon terletak di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten
Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Candi yang mempunyai nama lain Candi
Brajanalan ini lokasinya sekitar 2 km ke arah timur laut dari Candi Barabudhur
dan 1 km ke arah tenggara dari Candi Mendut. Letak Candi Mendut, Candi
Pawon dan Candi Barabudhur yang berada pada satu garis lurus mendasari
dugaan bahwa ketiga candi Buddha tersebut mempunyai kaitan yang erat. Selain
letaknya, kemiripan motif pahatan di ketiga candi tersebut juga mendasari adanya
keterkaitan di antara ketiganya. Poerbatjaraka, bahkan berpendapat bahwa candi
Pawon merupakan upa angga (bagian dari) Candi Barabudhur.
 Menurut Casparis, Candi Pawon merupakan tempat penimpanan abu jenazah Raja
Indra ( 782 - 812 M ), ayah Raja Samarrattungga dari Dinasti Syailendra. Nama
"Pawon" sendiri, menurut sebagian orang, berasal dari kata pawuan yang berarti
tempat menyimpan awu (abu). Dalam ruangan di tubuh Candi Pawon,
diperkirakan semula terdapat Arca Bodhhisatwa, sebagai bentuk penghormatan
kepada Raja Indra yang dianggap telah mencapai tataran Bodhisattva, maka
dalam candi ditempatkan arca Bodhisatwva. Dalam Prasasti Karang Tengah
disebutkan bahwa arca tersebut mengeluarkan wajra (sinar). Pernyataan tersebut
menimbulkan dugaan bahwa arca Bodhisattwa tersebut dibuat dari perunggu.
 Batur candi setinggi sekitar 1,5 m berdenah dasar persegi empat, namun tepinya
dibuat berliku-liku membentuk 20 sudut. Dinding batur dihiasi pahatan dengan
berbagai motif, seperti bunga dan sulur-suluran. Berbeda dengan candi Buddha
pada umumnya, bentuk tubuh Candi Pawon ramping seperti candi Hindu.

 Seni Patung
 Relief
 Ornament/ragam hias

Anda mungkin juga menyukai