Anda di halaman 1dari 13

10 CANDI & 5 PRASASTI

YANG ADA DI INDONESIA

Di susun oleh :

MUHAMMAD REZA

X IPS 3

SMA NEGERI 12 KOTA JAMBI

TAHUN AJARAN 2018/2019


10 CANDI

1. Candi borobudur

Candi Borobudur adalah candi termegah dan terbesar di dunia khususnya untuk umat beragama
budha. Candi ini berada di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Banyak peziarah dari
seluruh belahan dunia yang ingin mendapatkan pencerahan di candi Borobudur. Candi
Borobudur tidak dikenal hanya karena megah dan besar, tetapi pada dinding Candi Borobudur ini
terdiri dari 2672 pahatan panel relief yang mencapai panjang 6 km jika disusun. Selain
mengisahkan tentang perjalanan hidup Sang Buddha dan ajaran-ajarannya, relief yang ada di
candi Borobudur juga menggambarkan tentang kemajuan masyarakat Jawa pada saat itu.
Kemajuan tersebut dibuktikan bahwa nenek moyang Bangsa Indonesia adalah pelaut yang ulung.
Semua itu bisa ditunjukkkan dengan adanya 10 relief kapal yang ada. Kemudian salah satu dari
relief kapal tersebut dibuat untuk sebuah model replika kapal.

2. Candi prambanan

Candi Prambanan ini memiliki alkisah menarik tersendiri yang sangat terkenal di kalangan
masyarakat Indonesia. Mengisahkan tentang perjuangan seorang pria bernama Bandung
Bondowoso yang ingin memperistri putri yang bernama Roro Jonggrang.
Roro Jonggrang mau menerima pinangan Bandung dengan satu syarat. Pembuatan candi dengan
1000 arca dalam waktu hanya semalam. Lalu Bandung Bondowoso menyanggupinya, dan
meminta bantuan dari para makhluk halus. Mendengar hal ini Roro Jonggrang ketakutan dan
meminta bantuan dayang-dayang istananya, untuk menumbuk padi dan membakar jerami di sisi
timur. Mengira pagi sudah tiba, makhluk-makhluk halus ini lari ketakutan, dan hanya 999 arca
yang dapat terselesaikan. Mengetahui kecurangan yang dilakukan Roro Jonggrang, Bandung
Bondowoso sangatlah murka, dan mengutuk Roro Jonggrang. Pada Akhirnya sang putri, Roro
Jonggrang menggenapi arca yang terakhir yaitu arca yang ke 1000. Candi Prambanan merupakan
candi yang memiliki 3 candi utama di halaman utama, yaitu Candi Brahma, Wisnu dan Siwa.

3. Candi gedong songo

Candi Gedong Songo merupakan candi peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa
Syailendra abad ke-9 (tahun 927 masehi). yang berada di desa Candi, Kecamatan Bandungan,
Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Indonesia.

Candi ini mempunyai ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut yang membuat suhu
udara disini cukup dingin (kisaran antara 19-27 °C). Berada tepat di atas Gunung Ungaran, Candi
gedong songo ini memiliki sembilan buah candi dengan pemandangan indah yang bisa
dinikmati. Selain dari itu, terdapat pemandian air panas dari mata air yang mengandung belerang.
Dalam kompleks area candi, terdapat area perkemahan dan wisata berkuda yang sangat digemari
semua orang yang berkunjung kesini.
4. Candi kalasan

Candi Kalasan merupakan candi peninggalan agama Buddha. Candi Kalasan atau yang biasa
juga disebut Candi Kalibening ini berada di desa Kalasan, kabupaten Sleman, provinsi
Yogyakarta, Indonesia.

Candi ini lebih tepatnya berada di sisi jalan raya antara Yojyakarta dan solo. Bisa juga ditempuh
dengan jarak 2 km dari candi prambanan.

Total jumlah stupa yang terdapat di Candi kalasan adalah 52 stupa. Dan salah satu dari candi ini
menjadi bukti Wangsa Syailendra, penguasa Sriwijaya atas Jawa di Sumatra telah hadir , Lapisan
penutup yang dimiliki oleh candi kalasan ini disebut Bajralepa. Bajralepa yaitu semacam
plesteran di ukiran batu halus, yang menjadi khas dari candi kalasan. Candi kalasan mempunyai
keistimewaan khusus yaitu tubuh dan atap candi dihias dengan ukiran-ukiran yang sangat indah,
Terdiri dari relung-relung, sulursulur, arca-arca Budha dagoba-dagoba dan arca Gana, yaitu
manusia kerdil berperut buncit yang biasanya memikul barang.

Bila candi ini dilihat dari dalam, candi ini disusun dari beberapa tumpukan batu-batuan ke bawah
dan saling terkait.
5. Candi mendut

Candi mendut merupakan salah satu candi peninggalan agama Buddha. Candi ini juga
merupakan candi yang ada pada masa kejayaan Syaillendra.

Candi ini juga memiliki relief yang menggambarkan kisah jataka, dan kisah itu memberikan
pesan moral bagi semua orang yang berkunjung ke Candi Mendut. stupa menghiasi jalan
Buddhist Monastery yang terlihat sejajar. Ritual chanting atau meditasi dilakukan setiap malam
pukul 19.00 – 20.00 WIB di tempat ini.

Acara ritual ini yaitu mendengarkan alunan musik serta nyanyian. Siapa saja boleh mengikuti
ritual chanting ini, tidak harus beragama Buddha.

Candi Mendut terletak di desa Mendut Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang Jawa
Tengah,sekitar 7 km sebelum Candi Borobudur, tinggi Candi Mendut sekitar 26,4 meter,
menghadap barat daya, memilki 48 stupa kecil-kecil dan terdapat hiasan Relief pada tubuh candi
berupa pohon Kalpataru. Candi ini letaknya sangat berdekatan dengan Candi Borobudur,
banyak yang mengatakan jika Candi Mendut ini bersama dengan Candi Pawon terletak dalam
satu garis lurus dengan Candi Borobudur, Candi Mendut, merupakan candi Budha yang
dididrikan oleh Raja Indra seorang Raja pertama dari Trah Dinasti Syailendra pada 824-M, ini
artinya Candi Mendut dibangun lebih awal dari Candi Borobudur yang didirikan oleh Raja
Samaratungga, Wangsa Syailendra pada 850-M.
6. Candi ijo

Candi Ijo merupakan bentuk akulturasi kebudayaan Hindu dan Buddha. Candi ini memang yang
belum banyak menjadi perbincangan oleh para wisatawan. Dalam perjalanan ke candi Istana
Boko, anda akan disambut dengan banyak candi di sekitar jalan.

Salah satunya adalah candi Ijo. Candi ini merupakan candi yang memiliki letak paling tinggi
dibandingkan dengan candi-candi lain di daerah Yogyakarta.

Candi Ijo dibangun di sebuah bukit yang dikenal dengan Bukit Hijau atau Gumuk Ijo yang
mempunyai ketinggian sekitar 410 m di atas permukaan laut.

Karena letak candi ini di tempat yang tinggi, maka bukan saja bangunan candi yang bisa
dinikmati tetapi juga pemandangan alam di bawahnya berupa daerah pertanian dengan
kemiringan yang curam.

Candi ijo juga adalah sebuah kompleks percandian bercorak Hindu, berada 4 kilometer arah
tenggara dari Candi Ratu Boko atau kira-kira 18 kilometer di sebelah timur kota Yogyakarta.
Candi ini diperkirakan dibangun antara kurun abad ke-10 sampai dengan ke-11 Masehi pada saat
zaman Kerajaan Medang periode Mataram
7. Candi sambisari

Candi Sambisari yang letak geografisnya dan tepatnya di Dusun Sambisari, Kelurahan
Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Sleman, 10 kilometer dari pusat kota Jogjakarta merupakan
candi peninggalan agama Hindu.

Konon pada tahun 812 – 838 M, Candi Sambisari dibangun. Serta diperkirakan dibangun pada
masa pemerintahan Rakai Garung. Kompleks candi ini memiliki 1 buah dan tiga candi induk
candi pendamping. Kaki alas pada bangunan candi induk digunakan sekaligus sebagi alas karena
memang candi ini tidak mempunyai alas.

8. Candi barong

Candi Barong merupakan candi kembar yang berada di dusun Candisari, sambirejo, Prambanan.
Candi Barong adalah candi tempat untuk memuja Dewa Wisnu dan Dewi Sri. Pemujaan tersebut
ditujukan untuk meminta dewi kesuburan untuk tanah pertanian masyarakat Hindu pada saat itu.

Menurut sejarah, candi Barong ini sebenarnya mempunyai nama Candi Suragedug. Di setiap sisi
bangunan candi dan gerbang atau pintu masuk candi pasti ada hiasan kala (sosok raksasa),
bentuknya seperti barong.
Inilah yang menjadikan khas pada candi ini, yang sering dijuluki dengan Candi Barong oleh
masyarakat sekitar candi. Para pengunjung bisa menikmati dengan mengelilingi keseluruhan
bangunan candi ini.

9. Candi istana ratu boko

Istana Ratu Boko merupakan sebuah bangunan indah yang didirikan pada masa kejayaan
pemerintahan Rakai Panangkaran. Merupakan salah satu keturunan Wangsa Syailendra, Candi
Istana Ratu Boko ini, dianggap bisa memberikan rasa damai pada para pengunjung dan juga
pengunjung bisa menikmati pemandangan Candi Prambanan yang berlatarkan Gunung Merapi.

Istana ini memiliki ketinggian 196 meter di atas permukaan air laut. Luas istana yang
diperkirakan 250.000 m2 ini dibagi menjadi empat bagian, yaitu barat, tengah, timur, dan
tenggara. Pada bagian barat terlihatlah perbukitan, kemudian di bagian tengah terdiri atas
bangunan utama yaitu gapura utama, lapangan, kolam, batu berumpak, Paseban dan candi
pembakaran. Bagian timur ada kompleks gua , kolam, dan stuoa Buddha. Sementara pada bagian
tenggara terdiri dari 3 candi, kolam, Balai-Balai, Pendopo, dan kompleks Keputren.

Di kompleks istana, pengunjung akan melihat bangungan candi yang berbahan dasar batu putih
yang sering disebut Candi Batu Putih. Selain itu pengunjung juga akan menemukan sebuah
Candi Pembakaran, yang fungsinya digunakan untuk pembakaran jenasah. Berjalan kurang lebih
10 meter dari candi pembakaran tersebut, terdapat batu berumpak dan kolam.
Istana Ratu Boko memiliki keunikan yaitu jika bangunan lain biasanya berupa candi atau kuil,
maka Istana Ratu Boko ini adalah sebuah tempat tinggal karena ciri-cirinya seperti sebuah
tempat tinggal. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya bangunan yang terbuat dari kayu yaitu
tiang dan atap. Candi ini memiliki pemandangan senja yang sangat indah, yang biasanya disebut
“ senja yang terindah di bumi”.

10. Candi plaosan

Candi plaosan adalah sebutan untuk kompleks percandian yang terletak


di Dukuh Plaosan, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa
Tengah, Indonesia. Candi ini terletak kira-kira satu kilometer ke arah timur-laut dari Candi
Sewu atau Candi Prambanan. Adanya kemuncak stupa, arca Buddha, serta candi-candi perwara
(pendamping/kecil) yang berbentuk stupa menandakan bahwa candi-candi tersebut adalah
candi Buddha. Kompleks ini dibangun pada abad ke-9 oleh Raja Rakai Pikatan dan Sri
Kahulunan pada zaman Kerajaan Medang, atau juga dikenal dengan nama Kerajaan Mataram
Kuno. Kompleks Candi Plaosan terdiri atas Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul. Pada
masa lalu, Kompleks percandian ini dikelilingi oleh parit berbentuk persegi panjang.
5 PRASASTI

1. Prasasti Tugu

Prasasti Tugu adalah salah satu prasasti yang berasal dari Kerajaan Tarumanagara. Prasasti
tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian
Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya. Penggalian sungai
tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi
pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
Lokasi asal Prasasti Tugu ketika ditemukan adalah di Kampung Batutumbuh, Desa Tugu,
tepatnya pada koordinat 6°07’45,40”LS dan 0°06’34,05” BT dari Jakarta (lk. 06°07′45.4″LS
106°55′04.6″BT di sekitar Simpang Lima Semper sekarang, tidak jauh dari tepian Kali Cakung),
yang sekarang menjadi wilayah kelurahan Tugu Selatan, kecamatan Koja, Jakarta Utara. Kini
Prasasti Tugu tersimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta , Prasasti Tugu tercatat
pertama kali dalam laporan Notulen Bataviaasch Genootschap tahun 1879. Kemudian pada
tahun 1911 atas prakarsa P.de Roo de la Faille prasasti ini dipindahkan ke Museum Bataviaasch
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum Nasional) serta didaftar dengan
nomor inventaris D.124.

2. Prasasti ciaruteun

Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan di tepi sungai Ciaruteun, tidak jauh dari
sungai Ci Sadane, Bogor. Prasasti tersebut merupakan peninggalan kerajaan Tarumanagara
Prasasti Ciaruteun terletak di Desa Ciaruteun Ilir, kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor;
tepatnya pada koordinat 6°31’23,6” LSdan 106°41’28,2” BT. Lokasi ini terletak sekitar 19
kilometer sebelah Barat Laut dari pusat kota Bogor.
Tempat ditemukannya prasasti ini merupakan bukit (bahasa Sunda: pasir) yang diapit oleh tiga
sungai: Ci Sadane, Ci Anten dan Ci Aruteun. Sampai abad ke-19, tempat ini masih dilaporkan
sebagai Pasir Muara, yang termasuk dalam tanah swasta Tjampéa (= Ciampea, namun sekarang
termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang). Tak jauh dari prasasti ini, masih dalam kawasan
Ciaruteun terdapat Prasasti Kebonkopi I.
Menurut Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara parwa 2, sarga 3, halaman 161 disebutkan
bahwa Tarumanagara mempunya rajamandala (wilayah bawahan) yang dinamai "Pasir Muhara".
Pada tahun 1863 di Hindia Belanda, sebuah batu besar dengan ukiran aksara purba dilaporkan
ditemukan di dekat Tjampea (Ciampea), tak jauh dari Buitenzorg (kini Bogor). Batu berukir itu
ditemukan di Kampung Muara, di aliran sungai Ciaruteun, salah satu anak sungai
Cisadane.[1]:15 Segera pada tahun yang sama, Prasasti Ciaruteun dilaporkan oleh pemimpin
Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum Nasional) di
Batavia. Akibat banjir besar pada tahun 1893 batu prasasti ini terhanyutkan beberapa meter ke
hilir dan bagian batu yang bertulisan menjadi terbalik posisinya ke bawah. Kemudian pada tahun
1903 prasasti ini dipindahkan ke tempat semula.
Pada tahun 1981 Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengangkat dan memindahkan prasasti batu ini agar
tidak terulang terseret banjir bandang. Selain itu prasasti ini kini dilindungi bangunan pendopo,
untuk melindungi prasasti ini dari curah hujan dan cuaca, serta melindunginya dari tangan jahil.
Replika berupa cetakan resin dari prasasti ini kini disimpan di tiga museum, yaitu Museum
Nasional Indonesia dan Museum Sejarah Jakarta di Jakarta dan Museum Sri Baduga di Bandung
3. Prasasti pasir awi

Prasasti Pasir Awi atau Prasasti Cemperai adalah salah satu prasasti peninggalan
kerajaan Tarumanagara Prasasti Pasir Awi terletak di lereng selatan bukit Pasir Awi (± 559m
dpl) di kawasan hutan perbukitan Cipamingkis, desa Sukamakmur, kecamatan Sukamakmur
(antara Kec. jonggol dan Kec. Citeureup)kabupaten Bogor tepatnya pada koordinat 0°10’37,29”
BB (dari Jakarta) dan 6°32’27,57”. Berada di puncak ketinggian perbukitan, dengan arah tapak
kaki atau posisi berdiri menghadap ke arah utara-timur. Posisi berdiri berada di sisi yang curam
yang memberikan pandangan luas ke wilayah bukit dan lembah di bawahnya. Secara spesifik,
jika kita berdiri persis di atas tapak kaki, kita merasakan posisi berdiri yang cukup santai dan
tanpa perasaan takut walaupun berada di sisi yang curam Prasasti ini pertama kali ditemukan
oleh N.W. Hoepermans pada tahun 1864

4. Prasasti kebon kopi I

Prasasti Kebonkopi I (dinamakan demikian untuk dibedakan dari Prasasti Kebonkopi II)
atau Prasasti Tapak Gajah (karena terdapat pahatan tapak kaki gajah),[ merupakan salah satu
peninggalan kerajaan Tarumanagara.[ Prasasti ini menampilkan ukiran tapak kaki gajah, yang
mungkin merupakan tunggangan raja Purnawarman, yang disamakan dengan gajah Airawata,
wahana Dewa Indra. Prasasti Kebonkopi I terletak di Kampung Muara, termasuk wilayah
Desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor. Prasasti ini ditemukan pada abad ke-19, ketika
dilakukan penebangan hutan untuk lahan perkebunan kopi. Oleh karena itu prasasti ini disebut
Prasasti Kebonkopi I. Hingga kini prasasti tersebut masih berada di tempatnya ditemukan (in
situ). Prasasti ini berada pada koordinat 106°41'25,2" Bujur Timur dan 06°31'39,9" Lintang
Selatan dengan ketinggian 320 m di atas permukaan laut. Area situs ini merupakan kawasan
pertemuan tiga sungai, yaitu Sungai Ciaruteun di selatan, Sungai Cisadane di timur, Sungai
Cianten di barat, serta muara Sungai Cianten yang bertemu dengan Sungai Cisadane di utara.[2]
Lokasi ini berjarak sekitar 19 kilometer ke arah Barat Laut dari pusat kota Bogor menuju ke arah
Ciampea. Kondisi jalan menuju lokasi cukup memadai, tetapi dari jalan raya belum dilengkapi
dengan penunjuk jalan.
Prasasti dipahatkan di atas sebuah batu datar dari bahan andesit berwarna kecoklatan berukuran
tinggi 69 cm, lebar 104cm dan 164 cm. Di permukaan batu dipahatkan sepasang telapak kaki
gajah dan mengapit sebaris tulisan berhuruf Palawa dalam Bahasa Sanskerta.
Pada tahun 1863, Jonathan Rig, seorang tuan tanah pemilik perkebunan kopi di dekat Buitenzorg
(kini Bogor), melaporkan penemuan prasasti di tanahnya. Penemuan prasasti ini dilaporkan
kepada Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (kini Museum Nasional
Indonesia) di Batavia (kini Jakarta). Karena itulah prasasti ini disebut prasasti Kebon Kopi.
Di kawasan situs Ciaruteun ditemukan beberapa prasasti. Prasasti Kebonkopi I adalah salah satu
dari tiga buah prasasti di kawasan ini yang penting nilainya bagi kesejarahan Kerajaan
Tarumanagara (abad ke-5-7 M). Dua prasasti lainnya adalah Prasasti Ciaruteun dan Prasasti
Muara Cianten, keduanya ditemukan tidak jauh dari prasasti ini. Prasasti Kebon Kopi I dan
Prasasti Ciaruteun telah ditata dan diberi cungkup (atap pendopo peneduh). Sebenarnya ada
pula Prasasti Kebonkopi II yang pernah ditemukan di lokasi yang berjarak sekitar 1 kilometer
dari lokasi ini, namun kini prasasti Kebonkopi II telah hilang.

5. Prasasti mulawarman

Prasasti Mulawarman, atau disebut juga Prasasti Kutai, adalah sebuah prasasti yang
merupakan peninggalan dari Kerajaan Kutai. Terdapat tujuh buah yupa yang memuat prasasti,
namun baru 4 yang berhasil dibaca dan diterjemahkan. Prasasti ini menggunakan huruf
Pallawa Pra-Nagari dan dalam bahasa Sanskerta, yang diperkirakan dari bentuk dan jenisnya
berasal dari sekitar 400 Masehi. Prasasti ini ditulis dalam bentuk puisi anustub.

Isinya menceritakan Raja Mulawarman yang memberikan sumbangan kepada para kaum
Brahmana berupa sapi yang banyak. Mulawarman disebutkan sebagai cucu dari Kudungga, dan
anak dari Aswawarman. Prasasti ini merupakan bukti peninggalan tertua dari kerajaan yang
beragama Hindu di Indonesia. Nama Kutai umumnya digunakan sebagai nama kerajaan ini
meskipun tidak disebutkan dalam prasasti, sebab prasasti ditemukan di Kabupaten
Kutai, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu Sungai Mahakam.

Anda mungkin juga menyukai