Anda di halaman 1dari 14

Mengenali Beberapa Candi Yang Belum Diketahui

Oleh :
I Gusti Ngurah Ade Sanjaya
Mikazukisuzuya2211@gmail.com
D1A022155 – Ilmu Hukum

Abstrak :
Indonesia terkenal dengan beragam kebudayaan yang masih ada hingga saat ini baik itu secara fisik
maupun dalam spiritual dan tentu saja keberagaman sangatlah banyak dan tidak terhintung
jumlahnya di nusantara ini salah satunya candi. Candi pada dasarnya adalah sebuah monumen
sejarah yang biasanya memiliki nilai dan sejarah yang melekat pada saat dibangun, akan tetapi ada
beberapa candi yang masih belum kita ketahui dan bahkan kita tidak tahu jika itu sebenarnya ada di
sekitaran kita. Alasan ingin membuat makalah ini adalah sebagai sarana untuk mengetahui beberapa
candi yang kita belum ketahui di Indonesia.

kata kunci : kebudayaan, candi, Indonesia

pendahuluan :
Waktu kecil kita sudah mengetahui beberapa candi yang terkenal seperti Candi Borobudur, Candi
Prambanan dan lain lainnya di buku pelajaran kita. Akan tetapi masih banyak lagi beberapa candi
yang namanya tidak terangkat ke mata publik dan bahkan mereka sendiri tidak menyadari itu
sebenarnya ada di sekitaran mereka. Padahal dengan mempelajari beberapa tempat yang bersejarah
memiliki dampak positif yang dimana kita bisa melihat secara langsung bagaimana kenampakan
sebenarnya tampa melihat dari sebuah halaman buku. Berikut beberapa candi – candi yang akan
dijelaskan dari hasil analisis video dari chanel ASISI Channel.

Dekripsi video

1. TELISIK SUKUH, Candi Megah Terakhir Dari Masa Majapahit


a.

b. Waktu menonton video : Senin, 12 September 2022, 8.14.11pm, Jl. Panji Anom
No.17, Kekalik Jaya, Kec. Sekarbela, Kota Mataram, Nusa Tenggara Bar. 83115

c. Di publikasikan pada 22 Desember 2020

d. Candi Sukuh adalah candi yang unik karena memiliki keunikan berbentuk piramid dari
suku Aztec. Lokasi candi Sukuh terletak di lereng kaki Gunung Lawu pada ketinggian
kurang lebih 1.186 meter di atas permukaan laut. Alasan kenapa setiap candi berlokasi
di daratan tinggi karena berhubungan dengan tradisi nenek moyang kita yang
beranggapan bahwa daratan tinggi adalah tempat suci. Candi Sukuh sendiri dibangun
pada tahun 1359 yaitu menjelang masa akhir Majapahit pada saat itu. Candi sukuh
memiliki konsep punden berudak yang dimana memiliki pusat di bagian puncak hal ini
banyak beranggapan memiliki kemiripan dengan piramida di Amerika Selatan yaitu
dari suku Aztec.

Tradisi dalam memasuki Candi Sukuh adalah mewajibkan menggunakan kain poleng
karena kain poleng pada dasarnya kain poleng dimaknai sebagai simbol Rwa Bhineda,
yang artinya representasi dua sifat yang berbeda atau bertolak belakang.

Selain itu Candi Sukuh sendiri dibangun dengan sendimen khusus yaitu menggunakan
batuan andesit yang mengandung tembaga dalam bangunan tersebut yang memiliki
fungsi supaya jamur tidak tumbuh karena mengigat lokasi darataan tinggi adalah lokasi
yang sangat lembab dan sangat cocok bagi lumut untuk berkembang.

Di bagian gapura candi terdapat sebuah patung yang berbentuk seperti garuda dan ular
yaitu Relief Garudeya ( dibagian sisi kanan gapura ) yang dimana menggambarkan
kemenangan kebaikan melawan kejahatan ( fun fact : garuda yang terdapat di Pancasila
kita memiliki gambaran yang mirip dengan Relief Garudeya yang membedakan adalah
yang di cengkram oleh sang garuda itu sendiri ). Lalu ada juga relief yang berbentuk
unik yang dimana memiliki bentuk seperti cawan suci namun ada juga yang
beranggapan berbentuk seperti phallus yang melambangkan arti kesuburan dan juga ada
tradisi yang dimana bisa mengetahui jika anda masih perjaka ataupun gadis dengan cara
melompati relief tersebut. Selain itu banyak lagi beberapa Relief / patung yang terlihat
tidak asing karena kemiripan nya dengan yang ada di suku Aztec akan tetapi tidak
berkaitan dengan suku tsb.

Candi Sukuh memiliki keunikan yang cukup menarik seperti dalam menggabarkan
sesuatu, hal yang sebenarnya dianggap orang aneh tapi sebenarnya memiliki arti
mendalam dan mempunyai cerita dalam setiap sisi dari relief dan bangunannya itu
sendiri.
2. Candi Ngempon & Misteri Kesaktian Leluhur Jawa (Dekat Gedong Songo)
a.

b. Selasa, 13 September 2022, 7.23.11pm, Jl. Panji Anom No.17, Kekalik Jaya, Kec.
Sekarbela, Kota Mataram, Nusa Tenggara Bar. 83115

c. Di publikasikan pada 20 November 2021

d. Candi Ngempon yang berasal dari semarang merupakan situs peninggalan pada era
Hindu/Buddha yang dimana tidak sengaja ditemukan oleh masyarakat yang sedang
membuka sebuah ladang namun siapa sangka ladang tersebut berisi reruntuhan
candi yang dikenal sebagai Candi Ngempon atau Candi Muncul. Penggalian terus
dilakukan oleh para anggoota dari Dinas Purbakala dan menemukan hingga
menemukan terdapat empat alas kaki candi lengkap dengan reruntuhannya yang
dimana salah satunya adalah bagian candi induk. Dalam penggalian itu selain
menemukan alas kaki candi ditemukan juga pagar keliling, pintu gerbang ddan arca
– arca yang bernuasa Siwa. Hingga 56 tahun kemudian pihak dari BPCB Jawa
Tengah membangun kembali candi induk dan candi pewara, atau pengiring hingga
2 tahun kemudian dua pewara telah selesai di rekrontusi.

Lokasi Candi Ngempon sendiri berada di Klego, Ngempon, Kec. Bergas,


Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, selain itu tidak jauh dari lokasi terdapat
sebuah kolam kuno yang anehnya memiliki sumber mata air yang berbeda yaitu
terdapat kolam air panas dan kolam air dingin. Untuk menuju lokasi candi tersebut
harus melewati tempat petirtaan atau pemandian yang memiliki mata air panas.
Lokasi dari kedua tempat dipisahkan oleh hemparan sungai dan bebatuan kali. Pada
saat memasuki wilayah Candi Ngempon wilayahnya termasuk cukup kecil hanya
seluas 2250 m2 saja dan candi – candinya itu sendiri berukuran mungil
dibandingkan bangunan candi pada era Jawa Tengah. Untuk keempat candi itu
sendiri memiliki ukuran dan jenis yang berbeda, dibagian sisi barat terdapat candi
induk sementara untuk ke tiganya adalah candi pewara namun dari hasil penemuan
baru lainnya mengumkapkan bahwa sebenarnya terdapat lebih dari 4 candi yang
masih terkubur terdapat 2 yang sudah menampakan alas candi nya dan
kemungkinan terdapat 3 candi lagi di bagian sebelah timur yang dimana sudah
dipastikan adalah sebuah alas candi.

Candi – candi yang berada di Candi Ngempon sendiri memiliki keunikan yaitu
saling berhadapan antar sesama candi. Di bagian atap candi terdapat delapan meru
yang memiliki arti lapisan alam atau pemutaran huruf suci yang disebut wijaksara
sampai dasaksara. Terdapat delapan meru yang mengelilingi candi dengan
membawa konsep Astadikpalaka, yang memiliki arti delapan penjuru mata angin
yang dikuasai oleh dewa – dewa tertentu, dengan sebagai dewa siwa sebagai pusat
dari segalanya. Atau bisa diartikan sebagai Asta Aiswarya yang dimana memiliki
arti kekuasaan yang maha kuasa. Candi Ngempon adalah perwujudan Gunung
Maheru yakni sebagai pusat Kosmologi yang dimana mempelajari bintang atau
sebagainya hal ini bisa kita liat dari beberapa bukti di bagian badan candi yang
bertema floral/ berbentuk bunga yang mengambarkan hutan di lereng gunung dan
relief berbagai satwa melambangka n hewan – hewan yang ada di hutan, seperti
ukiran gajah,rusa,kancil dan ukiran burung – burung. Selain itu terdapat ukiran
mahluk surgawi berbadan setengah burung, yang menuunjukan bahwa Mahameru
sebagai tempat tinggal para dewa.

Konsep yang dibawa oleh Candi Ngempon semakin lengkap dengan keberadaan
kalakirtimukha yang digambarkan sebagai raksasa Banaspati, sang penjaga hutan.
Dan uniknya lagi tidak ada rahang bawah pada ukiran kalakirtimukha berbeda
dengan kalakirtimukha yang berada Jawa Timur yang memiliki rahang yang
lengkap serta ukirannya yang menyeramkan.

Masing – masing di bagian Candi Ngempon dilengkapi Relung Dewata yang


dimana berisi beberapa arca – arca di dalamnya, yaitu Agastya, ganesya dan Durga
Mahesasuramardini arca – arca ini kini disimpan di Museum Ranggawarsita.

Hingga saat ini Candi Ngempon masih digali informasi lebih lanjut karena tidak
ada yang tahu siapa yang membuat, kapan dan alasan dibangunnya candi tsb. Jika
kita melihat dari map lokasi Candi Gedong Songo dan Candi Ngempon tidak lah
jauh yang dimana berlokasi di kaki Gunung Ungaran. Kedua bangunan ini memiliki
bentuk yang sama yaitu bentuk langgamnya dan sudah dipastikan memiliki tahun
pembuatan yang sama yaitu sekikar pada abad ke-8 hingga ke-9 M.

Walaupun tidak ada sumber tertulis yang mengiringi candi ini, seperti prasasti
namun secara jika mengikuti cerita masyarakat ya yaitu tradisi toponimi.
Masyarakat ini meyakini bahwa Candi ini dibangun oleh seorang empu, tempat
seseorang sebagai bisa mencapai Kasta Brahmana. Cerita ini berdasarkan dari kata
“Pangempon” atau “Pengempuan” yang berarti Empu. Akan tetapi jika itu benar
makna itu terkait dengan toponimi wilayah dan bukan fungsi dari candi, karena
karena Candi Ngempon sendiri baru ditemukan setelah 6 tahun kemerdekaan
Indonesia yang berarti sebelum tahun 1951, masyarakat disana tidak mengetahui
jika ada sebuah Candi yang terkubur di wilayah mereka dan ada kemungkinan
bahwa cerita tsb dibuat setelah ditemukannya candi tsb.Di sisi lain Ngempon
berasal dari bahasa Jawa kuno yaitu “Impun” yang berarti berkumpul.

Namun masih terdapat perbedaan pendapat seperti jika kata Ngempon diartikan
sebagai kata “Empu” gelar Empu itu sendiri bukan diartikan untuk gelar seorang
Brahmana yang maha sakti melainkan Gelar untuk seseorang yang telah membuat
candi tsb yang dimana memiliki wewenang dalam membuat candi itu sendiri atau
memiliki keterampilan khusus seperti membuat sastra ambil contoh Sri Maharaja
Rakai Pikatan Mpu Manuku. Namun pada zaman Singgasari – Majapahit baik
orang bangsaawan maupun yang bukan bisa mendapatkan gelar salah satunya ialah
Rakryan Mapatih Mpu Raganata. Jadi bisa dikatakan bahwa wilayah bangunan
Candi Ngempon pernah menjadi tempat kediaman seorang penguasa dan bisa juga
seseorang penjabat tinggi maupun raja yang telah mengundurkan diri.

Kemungkinan kedua yaitu jika kata Ngempon diartikan sebagai “Impun” atau
berkumpul maka bisa dipastikan sebagai tempat pusat berkumpul untuk mendalami
ilmu. Karena pada masa Jawa Kuno terdapat lembaga pendidikan disebut
Kadewaguruan yang dimpimpin oleh seorang siddharsi yang disebut dewaguru.
Dalam salah satu tulisan arkeolog Hariani santiko menyebutkan bahwa
kedewaguruan dibangun di tempat – tempat tercpencil seperti di atas gunung,
dalam hutan maupun di sekitaran sungai. Hal ini melekat dengan lokasi Candi
Ngempon yaitu dipisahkan dengan aliran sungai atau tempuran yakni yang dimana
dua anak sungai saling bertabrakan yang dimana memiliki energi besar. Disebutkan
juga bahwa Kadewaguruan mengajar dengan cara rahasia, hal ini berkaitan dengan
ajaran Siwa siddharta yang dimana sangat cocok dengan aliran Siwa pada Candi
Ngempon itu sendiri. Jadi ada kemungkinan terdapat sebuah Kedewaguruan di
sekitaran Candi Ngempon. Namun yang pasti fungsi sebenarnya dari candi ini
adalah murni untuk beribadah

Salah satu yang unik dari Candi Ngempon adalah kemiripan dengan Candi
Songgorati di Batu, Jawa Timur. Hal ini memiliki kesamaan yaitu ukuran yang
sama – sama mungil yang membedakan adalah jumlah dari candi nya, lalu sama –
sama memiliki sumber air panas yang mengandung unsur belerang dan dikelola
untuk pemandian, kemudian kedua candi ini terkait dengan empu yang dimana jika
di Candi Songgorati dihubungkan dengan Mpu Supo sementara Candi Ngempon
dikaitkan dengan pendidikan para empu. Yang membedakan ialah kalau Candi
Songgorati didukung dengan adanya Prasasti Sangguran (928 M) yang sayangnya
masih berada di tangan pewaris Lord Minto dari Skotlandia. Dalam prasasti tsb,
disebutkan bahwa masyarakat yang tinggal di sekitar Candi Songgorati adalah
masyarakat pengerajinan benda logam.

Jika ditarik benang merahnya, bisa dipastikan bahwa Candi Ngempon memiliki
keterkaitan yang sama yaitu mulai dari tradisi masyarakatnya sebagai pengerajin
logam dan menyempit menjadi pengerajin senjata yaitu pedang keris. Sehingga
kemungkinan besar wilayah di sekitaran Candi tsb yang dikenal sebagai
pangempon yakni tempat para empu bekerja mengolah logam / penempa besi.

3. Situs Cabean Kunti, Saksi Lahirnya Kesultanan Yogyakarta


a.

b. Rabu, 14 September 2022, 2.02.09pm, Jl. Panji Anom No.17, Kekalik Jaya, Kec.
Sekarbela, Kota Mataram, Nusa Tenggara Bar. 83115

c. Di publikasikan pada 26 November 2021

d. Situs Cabean Kunti adalah sebutan dari tujuh kolam atau sendang yang terletak di
desa Cabean Kunti, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyowali, Jawa Tengah.
Terdapat ada tujuh tempat penirtaan yakni Sendang Jangkang, Sendang Sidotopo.
Sendang Lerep, Sendang Putri, Sendang Langan, Sendang Penguripan, dan
Sendang Semboja. Lokasi sendang – sendang ini berdekatan dengan di pinggir
sungai kuntil.

 Namun ada satu Sendang yang mengalami restorasi dan menghilangkan


rasa kemurnian dari Sendang tsb yakni Sendang Jangkang yang hanya
tersisa sebuah potongan andesit saja yang berukuran 30 x 20 x 120 cm.

 Selanjutnya ada Sendang Sidotopo yakni sebuah kolam tunggal lengkap


dengan pelipit Padma khas candi pada era Mataram Kuno. Tidak ada relief
yang menyitari kolam tsb dan dibagian atasnya terdapat 5 kemuncak.
Sendang Sidotopo ini sudah di restorasi pada tahun 2003.

 Lanjut ada Sendang Lerep, sendang ini memiliki keindahan yang masih
bagus karena memiliki kolam tunggal, terdapat 5 kemuncak serta hiasan
antefiks beserta hiasan floral dan geometri. Di bagian dekat kolam tunggal
terdapar ukiran manusia yang setiap sisinya memiliki gender yang berbeda,
hal ini bisa di asumsikan di bangun yang pertama dan digunakan oleh laki
– laki di sebelah kanan sementara yang perempuan di sebelah kiri
mengikuti ukiran yang ada di bagian kolam tsb. Di gambaran relief itu juga
terdapat 3 jenis mahluk yang membawa sebuah barang yang diperkirakan
sebagai sesembahan yakni hewan membawa hasil buruannya, raksasa
membawa daging dan tulang serta manusia yang membawa lauk pauk.
Biasanya masyarakat sekitar sini melakukan syukuran yang dinamakan
syukuran Anggoro Kasih, yang dilaksanakan setiap 35 hari sekali yaitu
pada hari selasa kliwon. Alasan kenapa dilakukan syukuran ini karena
merupakan sebuah peninggalan dari leluhur dan sebagai ungkapan rasa
syukur kepada Sang Khalik.
 Lalu ada Sendang Panguripan, tampilan yang sederhana dan terdapat batu
andesit yang mengitari kolam yang hebatnya adalah air yang ada di
sendang ini hampir layak minum, lalu ketika masyarakat mengalami
kekeringan atau kekurangan air, mereka mengambilnya dari ini. Dan
hebatnya bisa mencukupi satu kelurahan.

 Selanjutnya ada yang namanya Sendang Langan atau laki - laki, sendang
ini memiliki bentuk yang sederhana akan tetapi sekarang pondasi dari
Sendang sudah tidak ada hanya beberapa bongkahan batu andesit yang
berada di sekitarar kolamnya.

 Kemudian ada Sendang Putri atau perempuan, Sendang ini baru


direstorasi pada tahun 2020 di sana terdapat banyak sekali lubang – lubang
di bagian bibir kolam. Orang – orang banyak yang beramsumsi bahwa
digunakan sebagai tempat mencuci dengan menggunakan Lerak yang
sudah di tumbuk menjadi halus supaya bisa mengeluarkan busa. Karena
batik jika digosok menggunakan Lerak akan cenderung lebih awet dan
lebih bagus.

 Lalu ada Sendang Semboja beda dengan sendang yang lain, Sendang
Semboja memiliki 2 kolam yang dipisahkan oleh 1 tembok di tengahnya
yang kemungkinan digunakan kemungkinan besar untuk dipisahkan karena
perbedaan gender.

Selain ke tujuh kolam tadi terdapat juga sebuah batu berpagar kayu, awalnya batu
ini di tundungi oleh dua pohon besar yang dimana sekarang sudah tidak ada dan
fungsi dari pagarnya supaya bisa memisahkan dengan batu yang lain sekaligus
sebagai larangan untuk diduduki. Batu itu diberikan nama dari Trah Mankubumen
yakni batu Selo Kaswargan yang dimana dari tutur para pinisepuh (orang –orang
tua) bahwa batu tersebut pernah digunakan oleh pangeran Mangkubumi untuk
melakukan ritual atau per-tapaan ketika akan dibangunnya kerajaan Mataram baru
yang saat ini kita kenal dengan Yogyakarta.

Terdapat legenda setempat mengenai ke tujuh Sendang disana yang bercerita


mengenai seorang pemuda sakti bernama Jaka Bandung hendak meminang
seorang gadis bernama kunti, akan tetapi kunti tidak ingin menikah dan lantas
memberikan Jaka sebuah tantangan untuk membuat 7 Sendang dalam satu malam.
Lantas dengan kesaktian Jaka iapun memanggil laskar jin untuk memenuhi
keinginan itu. Akan tetapi dengan kecerdikan Kunti, ia mengajak para wanita
memukul lesung pada malam hari sehingga para jin mengaggap bahwa pagi telah
tiba dan pembuatan Sendang pun tidak berhasil tepat waktu.

4. Candi Selogriyo: Saksi Keindahan Alam & Kebencian Manusia

a.
b. Rabu, 14 September 2022, 6.42.09pm, Jl. Panji Anom No.17, Kekalik Jaya, Kec.
Sekarbela, Kota Mataram, Nusa Tenggara Bar. 83115

c. Di publikasikan pada 10 Desember 2021

d. Candi Selogriyo berada di desa Kembang Kuning, Kecamatan Windusari,


Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. candi Selogriyo berada di lereng timur dengan
ketinggian 740 mdpl. Ukurannya yang kecil dengan tinggi sekitar 5 meter dan
stuktur bangunannya yang masih lengkap

Mulai dari kaki candi yang menggabarkan alam bawah tempat mahluk berdosa atau
bhurloka lalu badan candi yang mengambarkan tempat orang – orang suci atau
disebut sebagai bhurwarloka dan bagian atap candi yang digambarkan sebagai
tempat para dewa yang disebut sebagai swarloka.

Beda dengan candi – candi yang lain di Jawa Tengah Candi Selogriyo tidak
ditambahi motif relief maupun hiasan kala pada pintu masuknya karena
kemungkinan sudah hilang atau emang tidak ada sama sekali disana. Bentuk candi
yang kecil lebih mirip dengan pewara atau candi pengiring, namun karena
hadapnya yang mengarah ke timur bisa dipastikan bahwa bangunan candi ini
adalah candi induk.

Menariknya beberapa arca masih ditempatkan disana dengan Arsitektur Indonesia


Klasik berlatar belakang agama Hindu ini menghadap ke arah timur. Di empat sisi
dinding bangunan candi terdapat lima relung tempat arca-arca para dewa. Arca-
arca tersebut adalah Durga Mahisasuramardini (dinding utara), Ganesha (dinding
barat), Agastya (dinding selatan), sertaNandiswara dan Mahakala (dinding timur).

Uniknya pada bangunan candi ini yang dimana setiap sisinya berbentuk miniatur
candi dan bagian atasnya dibagi menjadi tiga bagian yang mengambarkan Triloka
yakni alam bawah Sakala. Alam tengah Sakala – Niskala, dan alam atas Niskala.
Keunikan ini digunakan oleh masyarakat jawa pada saat itu dan kemudian tradisi
ini digunakan di masjid – masjid pada zaman Wali Songo pada saat itu. Selain itu
bagian atap candi di kelilingi beberapa meru dan satu meru sebagai pusat di
puncaknya. Yang dimana menyimbolkan satu puncak gunung tempat Dewa Siwa
bertakhta yang dikelilingi oleh 8 gunung lainnya.

Candi Selogriyo diindetifikasi pertama kali pada tahun 1835 oleh Residen
Hartmann, yakni seorang pejabat Hindia Belanda yang ingin mempelajari arkeologi
Jawa Klasik. Pada saat itu kondisi candi pertama kali ditemukan sudah dalam
kondisi yang tidak utuh tidak seperti sekarang. Karena dari bencana alam yaitu
tanah longsor, untuk mengantisipasi potensi serangan tanah longsor berikutnya
candi inipun direlokasi dan di bangun kembali dan rekrontuksi pun baru selesai
pada tahun 2005

Hingga sekarang tidak ada yang tahu siapa yang membuat candi tersebut dan apa
fungsinya. Berdasarkan dari langgamnya sejarawan beranggapan bahwa candi ini
dibangun pada abad ke-8 oleh wangsa Sanjaya yakni wangsa yang membangun
Candi Prambanan. Namun teori berhubungan langsung dengan pada masa Kerajaan
Medang atau Mataram Kuno yang dimana terdapat dua aliran yang berbeda yakni
Wangsa Sanjaya sebagai menganut Hindu Siwa dan Wangsa Syailendra yagn
sebagian besar adalah penganut Buddha Mahyana.

Jika dilihat dari atas, posisi Candi Selogriyo berada di lereng kaki Gunung
Sumbing, dan hal ini bisa dikaikan dengan prasasti Mantyasih atau Prasasti
Balitung yang dikeluarkan Dyah Balitung, Raja Medang pada 907 M. yang dimana
dijelaskan bahwa lereng Gunung Sumbing adalah patapan atau pertapaan yang
dimana digunakan sebagai tempat suci para petapa. Maka dapat diasumsikan bahwa
kalo Candi Selogriyo dulunya digunakan tempat pertapaan. Dengan bukti terdapat
batu – batu empak yaitu landasan batu yang bisa diangkat/dipindahkan. Yang
kemungkinan besar sebagai tempat berkumpul atau tempat mengajar dan sebagai
tempat menjalankan upacara.

Terdapat spekulasi yang mengatakan bahwa sebenarnya Candi Selogriyo tempat


menyepi Rakai Pikatan yaitu raja yang membangun Candi Prambanan, setelah
mundur dari kekuasaan dan menjadi seorang petapa. Rakai Pikatan adalah seorang
penganut Siwa yang taat dan itu sewarna dengan Candi Selogriyo.

Terdapat cerita legenda yang masih disimpan oleh masyarakat sekitar Candi, yakni
Candi ini adalah tempat menyepi seorang raja, kemudian terdapat air mengalir di
area Candi Selogriyo, yang dipercayai sebagai air yang dianggap mujarap yang
kemungkinan air mata ini digunakan untuk ritual. Dan mitos ketiga konon sering
terdengar suara gamelan di area candi. Hal ini menunjukan bahwa mitos – mitos
yang ada di Candi Selogriyo ini, walaupun lokasi nya yang terpencil adalah lokasi
yang sangat di sakralkan.

Candi ini adalah candi yang selalu diserang, serangan pertama dari alam, serangan
kedua yaitu ikonoklasme yakni kepala – kepala di arca tersebut mengalami
pemenggalan, dan serangan ketiga yaitu Vandalisme yaitu candi ini banyak sekali
coretan dan ukiran yang tidak sepatutnya ada di badan candi.

5. Situs Liyangan & Wajah Asli Nusantara yang Terpendam 10 Abad


a.

b. Kamis, 15 September 2022, 6.42.09am, Jl. Panji Anom No.17, Kekalik Jaya, Kec.
Sekarbela, Kota Mataram, Nusa Tenggara Bar. 83115

c. Dipublikasikan pada 24 Desember 2021


d. Pada tahun 2000, masyarakat liyangan menemukan stuktur bangunan yang diduga
adalah bagian dari sebuah Candi. Kemudian para areologi dari Yogyakarta
melakukan pencarian dan dilanjutkan oleh BPCB Jawa Tengah dan terungkaplah
Situs Liyangan.

Situs Liyangan berlokasi dusun Liyangan, Kecamatan Ngadirejo, Temanggung,


Jawa Tengah. Saat ditemukan, situs Liyangan tertimbun tanah sekitar 5 meter. Luas
situs Liyangan dibagi dalam dua zona, yaitu zona inti yang mencapai 8,12 hektar
dan zona penunjang yang luas sekitar 18 hektar.

Pada saat memasuki lokasi situsnya, kita akan langsung berhadapan dengan tempat
petirtaan. Pancuran yang sudah direstorasi, tapi tidak meninggalkan ciri khas yang
masih ada di pancuran tsb. Para pitarah mensucikan diri mereka pada saat
memasuki candi tsb.

Terdapat sisa batur di bagian atas Candi yang dimana terdapat sebuah lubang untuk
menaruh umpak sebagai fondasi seperti menaruh bambu atau kayu. Terdapat dua
batur, satu dinding kuno dan tangga batu.

Lalu terdapat sebuah kaki candi dengan berlagam Jawa Tengah. Terdapat yoni
yang memiliki bentuk unik karena pertama yoni ini disusun dengan beberapa batu
beda dengan yoni yang lain dengan cara diukir lalu yang kedua yoni ini memiliki 3
buah lubang.

Di dekat candi terdapat empat batur yang berderet, yang kemungkinan terdapat
candi pewara, daripada candinya memiliki bentuk batur – batur ini lebih sederhana.
Terdapat batu vulkanis yang masih melekat di salah satu batur paling ujung. Alasan
kenapa terdapat batu itu adalah untuk memorial yang dialami situs ini, yakni pernah
terkena eropsi gunung berapi. Terdapat batur yang lebih besar yang dimana
kemungkinan ini adalah pendopo untuk tempat berkumpul sebelum melakukan
ritual di candi utama.

Masih banyak area yang belum di restorasi ada yang beranggapan ada wilayah
untuk lahan pertanian kuno, dan juga ada yoni raksasa yang bersimbol kesuburan
dan tempat melakukan ritual sebelum bercocok tanam. Namun ada juga yang
berdapat itu adalah tempat pembuangan. Uniknya terdapat jalan selebar 5 meter dan
diduga bahwa masih luas lagi lahan ini daripada yang sudah di temukan.

Di situs Liyangan ini terdapat sebuah data yang diyakini terdapat berbagai tata
kehidupan masyarakat disana yakni menceritakan kehidupan disana, tentang ritual
– ritual bahkan tentang kematian. Hal ini tergambarkan dari berbagai artefak dan
guci. Hingga tingalan seperti kayu, ijuk pengikat, bahan makanan, bahkan tulang
makanan. Karena penemuan – penemuan itu sudah jarang ditemui di berbagai situs
– situs pada era Hindu-Buddha, bisa di asumsikan bahwa situs ini menyimpan
gambaran yang terlengkap mengenai kehidupan masyarakat pada saat itu.
Situs ini dibagi menjadi 3 yaitu Loka Hunian, Loka Ibadah, dan Loka Pertanian.
Keberadaan tembok yang tebal membuat Loka Ibadah sebagai tempat satu kesatuan
meski dibagi oleh beberapa segmen.

Keberadaan situs ini dianggap oleh para sejarawan memiliki hubungan dengan
prasasti rakam tahun 907 M yang memberitakan terdapat desa yang kemakan api
oleh letusan gunung berapi. Sementara arkeolog Sugeng Riyanto dari Balai
Arkeolog Yogyakarta, mengghubungkan situs Liyangan dengan Rakai Layang
Dyah Tulodong. Namun dari pendapat Goenawan A. Sambodo yakni ahli Epigrafi
dan peneliti sejarah Jawa Kuno yang ikut juga dalam penelitian situs liyangan
memiliki prespektif berbeda. Beliau mengatakan bahwa terdapat pahatan tulisan
kuno yang beliau anggap berasal dari abad ke-8/ke-9 M. karena terdapat kata
“patapan” dan kata “kalumwayan” itu bisa dirujuk di prasasti lain, yang kebetulan
tidak jauh dari situs Liyangan menurut catatan belanda.
 Pertama kata “patapan” bisa ditemukan di prasasti Wanua Tengah I dan II
pada tahun 863 M.
 Kedua kata “kalumwayan” bisa ditemukan dalam prasati dari Dieng

6. Candi Cetho: Jejak Sabdo Palon & Prabu Brawijaya di Lereng Lawu?
a.

b. Kamis, 15 September 2022, 3.08.50pm, Jl. Panji Anom No.17, Kekalik Jaya, Kec.
Sekarbela, Kota Mataram, Nusa Tenggara Bar. 83115

c. Di publikasikan pada 31 Desember 2021.

d. Candi Cetho berolakasi di Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Karanganyar, Jawa


Tengah. Candi Cetho saat ini masih digunakan sebagai tempat ibadah dan jika ingin
memasuki wilayah candi harus menggunakan kain poleng. Terdapat dua arca yang
berolakasi di depan tangga menuju tempat masuk. Saat memasuki di bagian alas
pertama terdapat altar tempat pemujaan yang masih digunakan hingga kini.

Saat menaiki pagian altar kedua kita dihadapkan langsung dengan altar yang
terlihat seperti garuda terbang yang dimana banyak masyarakat menyebutkan
bahwa kalo Candi Cetho adalah candi Lanang atau lelaki karena terdapat bentuk
phallus, dibagian paruh, yoni dibagian kepalanya dan badan yang menyerupai kura
– kura. Semantara untuk pasangannya yang dianggap adalah Candi Sukuh.
Lambang garuda yang berada di altar utama dilambagkan sebagai tempat
mesucikan para leluhur pendahulu sebelum memasuki ke candi ketiga.
Pada saat memasuki altar ke tiga terdapat deretan relief yang dimana memiliki alur
gambaran yang masih belum teratur namun ada yang beranggapan dengan kisah
sudamala karena mirip dengan relief yang ada di Candi Sukuh.

Saat memasuki bagian altar keempat hanya diperlihatkan dua pendopo besar di sisi
kiri dan kanan. Kemudian bagian altar kelima yang dimana hanya berisi patung
gajah, patung kura – kura, dan satu arca yang sudah tidak terlihat bentuk aslinya.
Lalu altar yang ke enam hanya lahan kosong yang kemudian di bagian altar ke
tujuh ada dua pendopo besar.

Di bagian teras ke Sembilan terdapat hal yang unik, yakni terdapat Arca Sabdo
Palon dan Arca Naya Genggong. Lalu dibagian altar ke sepuluh altar ini dianggap
sebagai tempat pesanggrahan Prabu Brawijaya. Terdapat juga arca phallus dan ada
salah satu yang membuat altar ke sepuluh ini dianggap unik yakni terdapat Arca
Prabu Brawijaya. Semua arca – arca ini masih disucikan dan terdapat satu arca lagi
di bagian altar ke sebelas yang sangat disucikan namun sayangnya kurang
penjelesanan baik dari video maupun dari pegangan.

Terdapat mata air suci yang berada di bawah pohon. Lokasinya tidak jauh dari
lokasi dan orang – orang berspekulasi bahwa air ini digunakan sebagai pertirtaan.
Dari gambaran keseluruhan sudah dipastikan Candi Cetho digunakan sebagai
tempat unuk mensucikan diri dari dosa dan kemalangan atau yang bisa dikenal
dengan tradisi nuwat.

Pada keterang plang Candi Cetho, pada sekitar tahun 1975 – 1976 ada seorang
penasihat spiritual pada masa orde baru datang ke candi ini, tampa keterangan yang
jelas beliau membangun ulang candi ini tampa memikirkan nilai – nilai spiritual
yang masih kental sebelum dibangun ulang. Namun karena tidak adanya
kepedulian dengan nilai arkeologis yang seharunya arca – arca yang ada di atas
sebenarnya masih dipertanyakan bahwa apakah benar itu mereka.

Hasil analis dan pembahasan:


Dari hasil analisis yang bisa ditangkap dari melihat video tersebut bisa kita lihat banyak sekali hal –
hal yang kita belum ketahui dari ke enam Candi yang dipelajari. Dari materi mengenai candi –
candi ini dan juga penjelasan yang kurang, bisa dibilang bahwa sebenarnya masih banyak sekali
misteri yang ada di setiap candi – candi ini. Dan berikut penjelasan kecil yang akan dijelaskan :
1. Peninggalan sejarah agama Hindu dalam membangun kerukunan sesuai ajaran Hindu.
Peninggalan – peninggalan yang terdapat pada candi tersebut seperti arca yang bernuasa siwa
sebenarnya masih kita kenal sampai sekarang. Yakni pembuatan patung – patung yang
digunakan sebagai pemusat pemikiran kita ke pada yang maha kuasa. Begitu pula pada
zaman Jawa Kuno.
2. Ajaran Susila Hindu dalam Sejarah perkembangan Agama Hindu” untuk membangun
moralitas mahasiswa Hindu.
Pada zaman Jaman Kuno terdapat sekolah agama disebut Kadewaguruan yang dimpimpin
oleh seorang siddharsi yang disebut dewaguru yang dimana diajari mengenai tentang
pelajaran agama, kehidupan agama dan bagaimana menjadi penganut agama yang baik.
Di zaman sekarang pun, masih banyak tempat berkumpul baik itu di
sekolah,rumah,maupun di pura untuk belajar agama.
3. Seni keagamaan Hindu dalam peninggalan sejarah agama Hindu untuk membentuk
kepribadian yang estetis basis kepribadian humanis mahasiswa Hindu
Pada dasarnya masyarakat zaman kuno masih kental dengan acara acara ritual yang
dilakukan untuk memberikan persembahan baik kepada leluhur maupun para dewa. Salah
satunya di Situs Cabean Kunti yang dimana sampai sekarang masih dilakukan tradisi untuk
menghormati para leluhurnya.

4. Peran sejarah perkembangan Agama Hindu dalam memberi pembelajaran positif” untuk
kehidupan bermasyarakat
Jika kita melihat dari situs Liyangan yang dimana terdapat data – data mengenai kehidupan
orang – orang disana, ritual – ritual yang dilakukan, dan lain – lainnya. Dari sini kita bisa
menyadari bahwa perkembangan peran Agama Hindu disana sudah lama dan terus
berkembang hingga sekarang.

Kesimpulan
Indonesia terkenal dengan keanekaragaman salah satunya candi – candi yang belum masih terkuak
fakta yang belum bisa kita ketahui akan tetapi banyaknya tangan jahil yang membuat sejarahnya
mengghilang.
Dengan mempelajari lebih lanjut dan menjaga situs sejarah ini kita sudah mengghormati nenek moyang
kita yang telah membuat situs ini dari lama dan sepatutnya begitu.

Refrensi buku/artikel
Zuraidah. (2020). Mengenal Candi Sebagai Warisan Leluhur Yang Masih Abadi
https://udayananetworking.unud.ac.id/lecturer/scientific/1881-zuraidah/mengenal-candi-sebagai-
warisan-leluhur-yang-masih-abadi-1232#:~:text=Candi%20biasanya%20didirikan%20di
%20dataran,pembersihan%20sebelum%20melakukan%20ritual%20pemujaan.
Maya. Arina. (2019) Konsep Keseimbangan pada Kain Poleng di Bali https://etnis.id/konsep-
keseimbangan-pada-kain-poleng-di-bali/
BPCB.Jateng. (2017) Relief di Gapura I Candi Sukuh, Ini Penjelasannya
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/relief-di-gapura-i-candi-sukuh-ini-penjelasannya/
Perpustakan.Nasional.Republik.Indonesia. (2014) dekripsi jawa tengah Candi Sukuh
https://candi.perpusnas.go.id/temples/deskripsi-jawa_tengah-candi_sukuh
Ketut.Wiana. (2009) Makna Meru bagi Tahapan Kehidupan di Bumi https://www.hindu-
dharma.org/2009/06/makna-meru-bagi-tahapan-kehidupan-di-bumi/
Informasi. Astronomi. (2018)Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah
https://ruangangkasaluas.blogspot.com/2018/07/apa-itu-kosmologi-definisi-dan-sejarah.html
Yacob. Wijaya. (2014) Situs Cabean kunti https://medium.com/marcapada/situs-cabean-kunti-
4fa03dbcb075
Sistem. Resgitrasi. Nasional. Cagar. Budaya. (2010) kompleks Petirtaan Cabean Kunti
http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/cagarbudaya/detail/PO2014102300456/kompleks-petirtaan-
cabean-kunti
Perpustakan.Nasional.Republik.Indonesia. (2014) dekripsi jawa tengah Candi Selogriyo
https://candi.perpusnas.go.id/temples/deskripsi-jawa_tengah-candi_selogriyo_58
Pesona. Indonesia (2022) Kompleks Petirtaan Jawa Kuno Peninggalan Zaman Kerajaan Hindu/
Buddha https://direktoripariwisata.id/unit/2578
Perpustakan.Nasional.Republik.Indonesia. (2014) dekripsi jawa tengah Candi Ngempon
https://candi.perpusnas.go.id/temples/deskripsi-jawa_tengah-candi_ngempon
Ivan. (2021) Situs Liyangan, Penemuan Peradaban Masa Lalu https://www.krjogja.com/berita-
lokal/read/271868/situs-liyangan-penemuan-peradaban-masa-lalu#:~:text=Luas%20situs
%20Liyangan%20dibagi%20dalam,hunian%2C%20ritual%2C%20dan%20pertanian.
Sistem. Resgitrasi. Nasional. Cagar. Budaya. (2010) Candi Cetho
http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/cagarbudaya/detail/PO2016011200010/candi-cetho

Anda mungkin juga menyukai