Oleh :
ABSTRAK
ii
SEAWHORTY OF THE SHIP AS REQUIREMENT OF PORT
CLEARANCE ISSUANCE IN HARBOURMASTER’S OFFICE
AND PORT AUTHORITY CLASS I DUMAI
ABSTRACT
iii
KATA PENGANTAR
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
v
Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi semua
pihak yang memerlukannya, terutama diri pribadi dan adik-adik tingkat nantinya.
Sekian yang dapat penulis sampaikan, mohon maaf atas segala kekurangan dan
keterbatasan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
vi
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah.. Alahamdulillahirobbil'alamin..,
Sujud syukur kupersembahkan kepadamu Tuhan yang Maha Agung atas takdirmu
telah kau jadikan aku manusia yang senantiasa berfikir, berilmu, beriman, dan
bersabar dalam menjalani hidup. Semoga keberhasilan ini menjadi satu langkah
awal untuk meraih cita-cita besarku.
Kupersembahkan sebuah karya kecil ini untuk Ayahanda dan Ibundaku tercinta,
yang tiada henti memberiku semangat, doa, dorongan, nasehat, kasih sayang serta
pengorbanan yang tak tergantikan hingga aku selalu kuat menjalani setiap
rintangan..
Setulus hatimu Ibu, searif arahanmu Ayah..
Izinmu hadirkan keridhoan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku, pelukmu
berkahi hidupku, perjuangan serta tetesan doa malammu mudahkan urusanku dan
senyuman hangatmu merangkul diriku menuju hari depan yang cerah, hingga
diriku selesai dalam studi sarjana.
Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhoan-Mu Ya Allah,
kupersembahkan Tugas Akhir ini untuk yang teristimewa, Ayah dan Ibu...
Mungkin tak dapat selalu terucap, namun hati ini selalu bicara, sungguh ku sayang
kalian.Terimalah bukti kecil ini sebagai kado keseriusanku untuk membalas
pengorbananmu. Maafkan anakmu Ayah., Ibu., masih saja ananda
menyusahkanmu..
Dalam setiap langkah aku berusaha mewujudkan harapan-harapan yang kalian
impikan, meski belum semua itu ku raih Inshaa Allah atas dukungan, doa dan
restu semua mimpi itu kan tercapai dimasa yang penuh kehangatan nantinya.
Untuk itu kepersembahkan terima kasih adik-adikku (Restu Ryan Fajar
Firmansyah dan Rizqina Nurul Syuhada).
vii
Terima kasih kuucapkan kepada teman sejawat saudara seperjuangan.
Tanpamu semua tak pernah berarti, tanpamu aku bukan siapa-siapa dan takkan
jadi apa-apa. Terima kasih untuk Angkatan I Tahun Ajaran 2015/2016 :
1. M. Hardian 17. Bahrul Hidayat
2. Muhammad Rido’i 18. Dimas Saputra
3. Ferdi Deshariadi Marsah 29. M. Saleh Hafis
4. Ivo Alvisar 20. Willy Prayoga
5. Sri Regina 21. Rian Wahyu Hidayat
6. Ratih Dika Sawitri 22. Akmal Firdaus
7. Radaniati 23. Dwi Prassetio
8. Indah Savitri 24. Mohd. Rizky Al Fauzi
9. Siti Zulaiha 25. Fadhizal Yuranda
10. Rada Hariyanto 26. Syahrial
11. Rudi Agusma 27. Azizul
12. Rada Hariyanto 28. Muhammad Raffi
13. Sakti Agung Arifin 39. Tengku Deni Recy
14. Shaid 30. Mutiara
15. Aziz Wiranda 31. Ficky Kurniawan
16. Niko Saputra 32. Rahmat Febry
Hanya sebuah karya kecil dan untaian kata-kata ini yang dapat
kupersembahkan kepada kalian semua..
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL DEPAN (COVER)
HALAMAN JUDUL
PERNYATAAN ORISINALITAS i
HALAMAN PENGESAHAN ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
KATA PENGANTAR vi
UCAPAN TERIMA KASIH vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ix
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian 3
1.3 Rumusan Masalah 4
1.4 Pembatasan Masalah 4
1.5 Sistematika Penulisan 4
ix
3.2 Teknik Pengumpulan Data 24
3.3 Teknik Analisis Data 25
3.4 Rencana Kegiatan Penelitian 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 27
4.1 Prosedur Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar 27
4.2 Sanksi Yuridis untuk Pihak Kapal yang Melakukan
Pelayaran Tanpa Surat Persetujuan Berlayar atau
Sanksi Lainnya 34
BAB V PENUTUP 41
5.1 Kesimpulan 41
5.2 Saran 41
DAFTAR PUSTAKA
BIODATA PENULIS
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Halaman
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Dalam upaya penegakan hukum dilaut yang dilaksanakan melalui suatu
Operasi Patroli Keamanan dan Keselamatan laut, ada beberapa catatan dari hasil
patroli keamanan dan keselamatan laut, yaitu kasus kapal yang memiliki Surat
Persetujuan Berlayar, namun ketika diperiksa ditengah laut ternyata tidak laiklaut.
Kapal dianggap tidak laiklaut karena terbukti tidak memenuhi persyaratan
ketentuan yang ditetapkan peraturan tentang keselamatan kapal (sertifikat kapal
ada yang mati, alat keselamatan kurang memadai, tanda pendaftaran kapal tidak
dipasang, muatan berlebih atau over draft, muatan tidak sesuai dengan dokumen
muatan, sijil awak kapal tidak sesuai, buku pelaut mati dan adanya penumpang
gelap).
Dalam usaha untuk mewujudkan keadaan tersebut, tentunya pemerintah
mempunyai peran penting untuk menunjang kelancaran pelayaran. Melalui
instansi pemerintah yaitu Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan.
Pemerintah secara tidak langsung menangani kegiatan pelayaran di Indonesia. Hal
ini selaras dengan bunyi Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2008 Pasal 5 ayat
(1) mengatakan bahwa pelayaran dikuasai oleh negara dan pembinaannya
dilakukan oleh pemerintah. Salah satu pembinaan yang dilakukan pemerintah
berdasarkan Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2008 ayat (2) adalah fungsi
pengaturan yakni meliputi penetapan kebijakan umum dan teknis, antara lain,
penentuan norma, standar, pedoman, kinerja, perencanaan dan prosedur termasuk
persyaratan, keselamatan dan keamanan pelayaran serta perizinan. Selanjutnya
pada ketentuan Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, pasal
219 (1) menyatakan: Setiap kapal yang berlayar wajib memiliki Surat Persetujuan
Berlayar yang dikeluarkan oleh syabandar. (4) Syahbandar dapat menunda
keberangkatan kapal untuk berlayar karena tidak memenuhi persyaratan
kelaiklautan kapal atau pertimbangan cuaca.
Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I Dumai sebagai
salah satu Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Direktorat Jendral Perhubungan
Laut mempunyai kewajiban melaksanakan tugas dan fungsi keselamatan
pelayaran diantaranya adalah melaksanakan pengawasan Kelaiklautan Kapal
2
untuk terpenuhinya syarat penerbitan Surat Persetujuan Berlayar serta
melaksanakan Pemeriksaan Pendahuluan Kecelakaan Kapal.
Pemahaman dari persyaratan Keselamatan dan Keamanan pelayaran
adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang
menyangkut angkutan diperairan, kepelabuhanan dan lingkungan maritim. Dari
uraian dan permasalahan yang ada diatas maka penulis memilih judul
“Kelaiklautan Kapal Sebagai Syarat Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar Di
Kantor Kesyahbandaran Dan Otoritas Pelabuhan Kelas I Dumai”.
3
1.3 Rumusan Masalah
Adapun beberapa permasalahan yang akan dibahas didalam melaksanakan
penelitian tersebut, yaitu :
1. Bagaimana prosedur penerbitan Surat Persetujuan Berlayar di Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I Dumai ?
2. Bagaimana sanksi yang diberikan untuk pihak kapal yang melakukan
pelayaran tanpa Surat Persetujuan Berlayar (SPB) dari Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) atau pelanggaran dalam
pengoperasian kapalnya ?
4
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3 Perumusan Masalah
1.4 Pembatasan Masalah
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Teoritis
2.2 Studi Penelitian Terdahulu
2.3 Pengawasan Pelayaran
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
3.2 Teknik Pengumpulan Data
3.3 Teknik Analisis Data
3.4 Jadwal Penelitian
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Prosedur Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar
4.2 Sanksi Yuridis untuk Pihak Kapal yang Melakukan
Pelayaran Tanpa Surat Persetujuan Berlayar atau
Sanksi Lainnya
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BIODATA PENULIS
LAMPIRAN
5
BAB II
LANDASAN TEORI
6
oleh perusahaan pelayaran untuk memastikan keselamatan kapal dan lingkungan
laut. SMC juga berarti aspek penting dari kode manajemen keselamatan
Internasional (ISM) dan merinci semua kebijakan, praktek serta prosedur penting
yang harus diikuti untuk memastikan fungsi kapal yang aman di laut.
Dasar hukum Penyelenggaraan Kelaiklautan Kapal adalah :
1. Aturan internasional
a. Konvensi Safety of Life at Sea 1974 (SOLAS 1974) dan
amandemennya
b. Konvensi Standards of Training, Certification and Watchkeeping for
Seafarers 1978 (STCW 1978) dan amandemennya
c. Konvensi International Labour Organization (ILO)
d. Konvensi Transcranial Magnetic Stimulation 1969 (TMS 1969)
e. Konvensi Load Line 1966
f. Maritime Pollution 73 / 38 (MARPOL 73 / 78)
2. Aturan Nasional
a. Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
b. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan
c. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan
d. Keputusan Menteri Perhubungan No. 18 Tahun 1997 tentang
Pendidikan, Ujian Negara dan Sertifikasi Kepelautan
e. Keputusan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan
f. Surat Keputusan Direktorat Jendral Perhubungan Laut No. Py.
66/4/1/03 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Kelaiklautan Kapal
Peraturan kelaiklautan kapal pada aspek status hukum kapal ialah
berdasarkan pada jenis – jenis surat tanda kebangsaan kapal Indonesia antara lain :
1. Surat Laut : ukuran kapal ≥ GT 175
2. Pas besar : GT 175 > ukuran kapal ≥ GT 7
3. Pas Kecil : ukuran kapal < GT 7
7
4. Surat Tanda Kebangsaan Sementara : Berbentuk Surat Laut Sementara
atau Pas Tahunan Sementara untuk kapal yang belum didaftarkan atau
dibalik nama dan atau daftar ukur belum mendapat pengesahan.
Sertifikat dan surat kapal yang berkenaan dengan kelaiklautan kapal ialah :
a. Aspek keselamatan :
1. Sertifikat Keselamatan Kapal Penumpang
2. Sertifikat Keselamatan Konstruksi Kapal Barang
3. Sertifikat Keselamatan Perlengkapan Kapal Barang
4. Sertifikat Keselamatan Radio Kapal Barang
5. Sertifikat Keselamatan Kapal Barang
6. Sertifikat Pembebasan
7. Sertifikat Kelaikan dan Pengawakan Kapal Penangkap Ikan
b. Aspek penentuan garis muat kapal :
1. Sertifikat Garis Muat Kapal Kawasan Indonesia
2. Sertifikat Garis Muat Kapal Pelayaran Internasional
c. Aspek pencegahan pencemaran dari kapal :
1. Sertifikat Internasional Pencegahan Pencemaran Oleh Minyak (Annex
I Marpol 73/78) (International Oil Pollution Prevention Certifcate)
2. Sertifikat Nasional Pencegahanpencemaran Oleh Minyak Dari Kapal
(SNPP)
3. Statement of Compliance (CAS)
4. Sertifikat Internasional Pencegahan Pencemaran Oleh Bahan Cair
Beracun (Annex II) (International Pollution Prevention Certificate for
The Carriage Noxious Liquid Substances in Bulk)
5. Sertifikat Internasional Pencegahan Pencemaran Oleh Barang-Barang
Dalam Kemasan (Annex III) (International Pollution Prevention by
Harmful Substances Carried by Sea in Packaged Form)
6. Sertifikat Internasional Pencegahan Pencemaran Oleh Kotoran (Annex
IV) (International Sewage Pollution Preventioncertificate)
7. Pengesahan Garbage Management Plan (Annex V)
8
8. Sertifikat Internasional Pencegahan Pencemaran Oleh Udara (Annex
VI) (International Air Pollution Prevention Certificate)
d. Aspek Manajemen Keselamatan dan Keamanan Kapal :
1. Document Of Compliance (DOC) untuk Perusahaan
2. Safety Management Certificate (SMC) untuk Kapal
3. International Ship Security Certificate ( ISSC)
e. Aspek Pengawakan :
1. Susunan Perwira (Safe Manning)
2. Sertifikat Keahlian Perwira
f. Aspek Status Hukum Kapal :
1. Surat Ukur Dalam Negeri dan Surat Ukur Internasional
2. Surat Tanda Kebangsaan Kapal
g. Aspek Klasifikasi (bila kapal dikelaskan)
1. Sertifikat Lambung
2. Sertifikat Mesin
Kapal akan dinyatakan seaworthy atau laik-laut apabila mempunyai
kemampuan untuk menanggulangi atau mengatasi semua bahaya yang
kemungkinan dialami sewaktu berlayar dengan tingkat keamanan yang memadai.
Kapal tidak cukup hanya memiliki badan (hull) yang kuat namun juga harus
dijalankan oleh Nakhoda dan awak kapal yang kompeten dan cukup jumlahnya
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu juga harus dibekali dengan bahan
bakar, makanan, serta keperluan yang lain, cukup untuk mencapai pelabuhan
tujuan. Semua perlengkapannya (termasuk mesin – mesin dan peralatan lainnya
untuk penyelamatan di laut serta penanggulangan kebakaran, dll) harus dalam
kondisi berfungsi atau bekerja dengan baik dan apabila kapal membawa muatan
dia harus laik-muat (cargo worthy) yang dibawa harus sesuai dengan fungsi dari
kapal itu sendiri, tidak melebihi garis batas muat dan memiliki keseimbangan
(stability) yang baik. Hak untuk meminta ganti rugi dari asuransi seperti dijamin
didalam polis hull menjadi gugur jika kapal terbukti telah berlayar (nekat) dalam
keadaan tidak laik – laut.
9
Jadi sebelum dan pada waktu akan memulainya perjalanan kapal, maka
nakhoda harus mempersiapkan :
1. Membuat kapal laiklaut (Seaworthy)
Kapal dikatakan laiklaut apabila sertifikat – sertifikat kapal masih berlaku
dan tidak ada yang mati. Apabila salah satu sertifikat kapal ada yang mati, maka
kapal tersebut tidak akan dapat melanjutkan perjalanannya dan otomatis Surat
Persetujuan Berlayar tidak akan dikeluarkan oleh Syahbandar. Sertifikat tersebut
harus diperbaharui dahulu di Kedutaan Negara Bendera kapal tersebut agar Surat
Persetujuan Berlayarnya bisa diterbitkan. Jenis – jenis sertifikat kapal yang dinilai
menentukan bahwa kapal laiklaut adalah :
a. Ship Registered Certificate
b. Load Line Certificate
c. Ship’s Construction Certificate
d. Ship’s Equipment Certificate
e. Hull and Machinery Certificate
f. Radio and Telegraphy Certificate
Kemudian untuk mengetahui apakah dipelabuhan sebelumnya kapal juga
dalam kondisi laiklaut, maka perlu diperhatikan :
a. Last Port Clearance (Surat Persetujuan Berlayar pelabuhan terakhir)
b. The Ratification Certificate
c. Bill of Health
2. Mengawaki kapal, melengkapi perlengkapan kapal dan kebutuhan kapal
(Properly Manned)
Properly Manned bermaksud bahwa kapal yang bersangkutan telah
diawaki sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk ukuran kapal tersebut.
Equipped (perlengkapan kapal) adalah mencakup alat – alat yang bukan bagian
dari kapal akan tetapi secara menetap harus ada diatas kapal, misalnya :
a. Bahan bakar yang berada diatas kapal = 280 ton
b. Rute perjalanan yang akan dituju = 14 hari
c. Penggunaan bahan bakar per hari = 20 ton (tercantum dalam Ship’s
Particular C)
10
d. Maka kapal tersebut harus menyediakan bahan bakar sejumlah;
14 x 20 ton + 20% (untuk cadangan) = 336 ton
Syahbandar dapat menahan kapal sampai dilaksanakan pemenuhan bahan
bakar dan kepada kapal yang tidak diberikan Surat Persetujuan Berlayar karena
kapal tidak memenuhi syarat perlengkapan kapal. Supply The Ship berarti wajib
mengatur perbekalan kapal tersebut yang meliputi bahan makanan dan obat –
obatan secukupnya termasuk air tawar, sehingga bahan – bahan makanan yang
telah ada diatas kapal sesuai dengan persyaratan menu untuk crew yang sesuai
dengan menu yang berlaku dinegara bendera kapal.
3. Membuat fasilitas – fasilitas ruangan kapal agar sesuai dengan muatan
(laikmuatan), baik pada saat pemuatan, penyimpanan dan pembongkaran
barang tersebut.
Untuk menilai pemadatan atau susunan muatan dalam kapal di Indonesia
jarang dilakukan, hanya terbatas pada barang – barang berbahaya (Dangerous
Cargo), alat – alat pengamanan (Safety) dan ventilasi pendingin, sedangkan diluar
negeri disesuaikan dengan klasifikasi 10 jenis barang dagang yang telah
ditetapkan oleh Safety of Life at Sea 1974 (SOLAS 1974). Apabila ketiga syarat
tersebut diatas telah dipenuhi, maka kepada kapal tersebut diberikan Surat
Persetujuan Berlayar (Port Clearance) yakni surat persetujuan berlayar dari suatu
pelabhan yang dikeluarkan oleh Syahbandar yang menerangkan bahwa kapal telah
laiklaut untuk berlayar karena telah memenuhi persyaratan berlayar.
2.1.2 Kapal
Menurut Undang – Undang No. 17 Tahun 2008, Kapal adalah kendaraan
air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga
mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya
dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan
bangunan terapung yang tidak berpindah – pindah. Menurut pasal 309 ayat (1)
KUHD, kapal adalah semua alat berlayar, apapun nama dan sifatnya. Termasuk
didalamnya adalah : kapal karam, mesin pengeruk lumpur, mesin penyedot pasir
dan alat pengangkut terapung lainnya. Meskipun benda – benda tersebut tidak
11
dapat bergerak dengan kekuatannya sendiri, namun dapat digolongkan kedalam
alat berlayar karena dapat terapung atau mengapung dan bergerak di air.
Sementara menurut Undang - Undang No. 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan, terdapat beberapa pengertian tentang kapal, yaitu : Kapal Perikanan
ialah kapal, perahu, atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan
penangkapan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan
penelitian/eksplorasi perikanan. Dari pengertian tersebut, penulis berkesimpulan
bahwa pengertian kapal ialah alat transportasi yang digunakan diperairan laut
dengan menggunakan mesin, tenaga manusia dan energi lainnya sebagai tenaga
penggerak untuk menghubungkan antar pulau.
Jenis-jenis kapal berikut adalah sesuai dengan yang disebutkan dalam
SOLAS 1974 (Safety of Life at Sea 1974) dan dalam Peraturan 2 Ordonansi
Kapal-Kapal 1935, sebagai berikut :
a) Kapal motor adalah kapal yang dilengkapi dengan motor sebagai
penggerak utama. Kapal ini biasanya disebut Kapal Motor (KM) ;
b) Kapal uap adalah kapal yang dilengkapi dengan mesin uap sebagai alat
penggerak utamanya. Kapal ini biasanya disebut sebagai Kapal Api (KA)
c) Kapal nelayan adalah kapal yang dilengkapi dengan layar-layar sebagai
penggerak utamanya ;
d) Kapal nelayan laut adalah kapal yang hanya digunakan untuk menangkap
ikan di laut, ikan paus, anjing laut, beruang lautatau sumber-sumber hayati
laut lainnya, kecuali jika kapal tersebut berukuran 100 meter kubik isi
kotor atau lebih dan diperlengkapi dengan mesin penggerak (pasal 1ayat 2
Beslit Surat Laut dan Pas Kapal – 1934), maka kapal tersebut bukan kapal
nelayan laut ;
e) Kapal penangkap ikan adalah kapal yang digunakan untuk menangkap
ikan seperti, ikan paus, anjing laut, singa laut atau sumber hayati lain di
laut ;
f) Kapal tongkang adalah kapal yang tidak mempunyai alat penggerak
sendiri, sehingga harus ditarik atau ditunda oleh kapal lain ;
12
g) Kapal tunda adalah kapal yang khusus digunakan untuk menunda atau
menarik kapal lain (yaitu kapal tongkang) ;
h) Kapal penumpang adalah kapal yang dapat mengangkut lebih dari 12
orang ;
i) Kapal barang adalah kapal yang bukan kapal penumpang, digunakan
terutama untuk mengangkut barang ;
j) Kapal tangki adalah kapal barang yang khusus dibangun untuk
mengangkut muatan cair secara curah, yang mempunyai sifat mudah
menyala ;
k) Kapal nuklir adalah kapal yang dilengkapi dengan instalasi reaktor nuklir ;
l) Kapal pedalaman/perairan darat adalah kapal yang digunakan untuk
melayari sungai, terusan, danau dan perairan darat lainnya ;
m) Kapal perang adalah kapal yang hanya digunakan untuk perang, termasuk
kapal-kapal yang digunakan untuk mengangkut tentara atau perlengkapan
perang ;
n) Kapal layar dengan tenaga bantu adalah kapal layar yang dilengkapi
dengan motor bantu yang dalam keadaan tertentu saja digunakan sebagai
pengganti layar, dan bukan kapal yang ditunda atau tongkang ;
o) Kapal keruk adalah kapal yang berdasarkan bangunannya dan tata
susunannya hanya diperuntukkan bagi pelaksanaan atau digunakan untuk
pekerjaan bangunan air.
13
Berdasarkan Pasal 219 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008
tentang Pelayaran, yaitu :
1. Setiap kapal yang berlayar wajib memiliki Surat Persetujuan Berlayar
yang dikeluarkan oleh syahbandar; dan
2. Surat persetujuan berlayar tidak berlaku apabila kapal dalam waktu 24 (dua
puluh empat) jam setelah persetujuan berlayar diberikan, kapal tidak
bertolak dari pelabuhan.
Sesuai dengan ketentuan pada Ayat 5 Pasal 209 di atas, syahbandar
mempunyai hak dan kewenangan dalam menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar
kapal. Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar dapat diberikan kepada kapal setelah
perusahaan pelayaran yang menangani kapal tersebut ataupun yang memiliki
kapal tersebut melakukan serangkaian mekanisme pengurusan yang meliputi
pengajuan permohonan penerbitan Surat Persetujuan Berlayar. Surat Persetujuan
Berlayar bagi kapal menandakan bahwa kapal tersebut telah menyelesaikan
kewajibannya dan telah dapat diberikan izin berlayar ke pelabuhan tujuan. Jenis
kapal yang harus/diwajibkan untuk memiliki surat persetujuan berlayar adalah
kapal tanker, kapal cargo, kapal penumpang, kapal ikan, kapal kontainer dan yang
lainnya.
14
Berdasarkan PM No. 36 Tahun 2012, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas
Pelabuhan Kelas I Dumai mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan
penegakan hukum di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, koordinasi
kegiatan pemerintahan dipelabuhan serta pengaturan, pengendalian dan
pengawasan kegiatan kepelabuhanan pada pelabuhan yang diusahakan secara
komersial. Sedangkan fungsi Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan
Kelas I Dumai ialah :
a. Pelaksanaan pengawasan dan pemenuhan kelaiklautan kapal, sertifikasi
keselamatan kapal, pencegahan pencemaran dari kapal dan penetapan
status hukum kapal.
b. Pelaksanaan pemeriksaan menejemen keselamatan kapal.
c. Pelaksanaan pengawasan keselamatan dan keamanan pelayaran terkait
dengan kegiatan bongkar muat barang berbahaya, barang khusus, limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3), pengisian bahan bakar (bunker),
ketertiban embarkasi dan debarkasi penumpang, pembangunan fasilitas
pelabuhan, pengerukan dan reklamasi, laiklayar dan kepelautan, tertib lalu
lintas kapal di perairan pelabuhan dan alur pelayaran, pemanduan dan
penundaan kapal, serta penerbitan Surat Persetujuan Berlayar.
d. Pelaksanaan penjaminan dan pemeliharaan kelestarian lingkungan
dipelabuhan, keamanan dan ketertiban, serta kelancaran arus barang
dipelabuhan.
e. Pelaksanaan pengaturan lalu lintas kapal keluar masuk pelabuhan melalui
kegiatan pemanduan kapal, penyediaan dan atau pelayanan jasa
kepelabuhanan, serta
f. Penyiapan bahan penetapan dan evaluasi standar kinerja operasional
pelayanan jasa kepelabuhanan dan pelaksanaan urusan keuangan,
kepegawaian dan umum, hukum dan hubungan masyarakat serta
pelaporan.
g. Pelaksanaan pemeriksaan kecelakaan kapal, pencegahan dan pemadaman
kebakaran diperairan pelabuhan, penanganan musibah dilaut, pelaksanaan
15
perlindungan lingkungan maritim dan penegakan hukum dibidang
keselamatan dan keamanan pelayaran.
h. Pelaksanaan koordinasi kegiatan pemerintahan dipelabuhan yang terkait
dengan pelaksanaan pengawasan dan penegakan hukum dibidang
keselamatan dan keamanan pelayaran.
i. Pelaksanaan penyusunan Rencana Induk Pelabuhan, Daerah Lingkungan
Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan, serta pengawasan
penggunaannya, pengusulan tarif untuk ditetapkan Menteri.
j. Pelaksanaan penyediaan, pengaturan dan pengawasan penggunaan lahan
daratan dan perairan pelabuhan, pemeliharaan penahan gelombang, kolam
pelabuhan, alur pelayaran dan jaringan jalan serta Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran.
Pasal 207 Undang – Undang Pelayaran menyebutkan :
1) Syahbandar melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran
yang mencakup, pelaksanaan, pengamanan, pengawasan dan penegak
hukum dibidang angkutan di perairan, kepelabuhanan dan perlindungan
maritim.
2) Selain melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Syahbandar membantu pelaksanaan pencarian dan penyelamatan (Search
and Rescue/SAR) dipelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang – undangan.
3) Syahbandar diangkat oleh Menteri setelah memenuhi persyaratan
kompetensi dibidang keselamatan dan keamanan pelayaran serta
kesyahbandaran.
Pasal 208: 1) dalam melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan
sebagaimana dalam Pasal 207 ayat (1) Syahbandar mempunyai tugas :
a. Mengawasi kelaiklautan kapal, keselamatan, keamanan dan ketertiban di
pelabuhan;
b. Mengawasi tertib lalu lintas kapal diperairan pelabuhan dan alur –
pelayaran;
c. Mengawasi kegiatan alih muat di perairan pelabuhan;
16
d. Mengawasi kegiatan salvage dan pekerjaan dibawah air;
e. Mengawasi kegiatan penundaan kapal;
f. Mengawasi pemanduan;
g. Mengawasi bongkar muat barang berbahaya serta bahan berbahaya dan
beracun;
h. Mengawasi pengisian bahan bakar;
i. Mengawasi ketertiban embarkasi dan debarkasi penumpang;
j. Mengawasi pengerukan dan reklamasi;
k. Mengawasi kegiatan pembangunan fasilitas pelabuhan;
l. Melaksanakan bantuan pencarian dan penyelamatan;
m. Memimpin penanggulangan pencemaran dan pemadaman kebakaran di
pelabuhan; dan
n. Mengawasi pelaksanaan perlidungan lingkungan maritim.
Pasal 208: 2) Dalam melaksanakan penegakan hukum dibidang
keselamatan dan kemanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 ayat (1)
Syahbandar melaksanakan tugas sebagai Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Keputusan
Menteri Perhubungan Nomor PM. 36 Tahun 2012, Organisasi Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I Dumai terdiri atas :
1. Bidang Tata Usaha
2. Bidang Status Hukum dan Sertifikasi Kapal
3. Bidang Keselamatan Berlayar, Penjagaan dan Patroli
4. Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Laut dan Usaha Kepelabuhan
Masing – masing bidang menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
1. Bidang Tata Usaha
Bidang Tata Usaha memiliki tugas melakukan urusan keuangan,
kepegawaian dan umum, hukum dan hubungan masyarakat serta pelaporan Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan.
2. Bidang Status Hukum dan Sertifikasi Kapal
Bidang Status Hukum dan Sertifikasi Kapal mempunyai tugas melakukan
persiapan bahan pengukuran, pendaftaran, balik nama, hipotek dan surat tanda
17
kebangsaan, penggantian bendera kapal serta pemasangan tanda selar dan
melakukan pemeriksaan, penilikan rancang bangun kapal, pengawasan
pembangunan, perombakan dan docking kapal, pemeriksaan dan pengujian nautis,
teknis, radio, elektronika kapal, penghitungan dan pengujian stabilitas kapal,
percobaan berlayar, pengujian peralatan, verifikasi dan penyiapan bahan
penerbitan sertifikat keselamatan kapal, sertifikat manajemen keselamatan dan
pencegahan pencemaran dari kapal, pembersihan tangki serta perlindungan ganti
rugi pencemaran.
3. Bidang Keselamatan Berlayar, Penjagaan dan Patroli
Bidang Keselamatan Berlayar, Penjagaan dan Patroli mempunyai tugas
melakukan penilikan pemenuhan persyaratan pengawakan kapal, penyiapan bahan
penerbitan dokumen kepelautan, perjanjian kerja laut dan penyijilan awak kapal
serta perlindungan awak kapal, pelaksanaan pengawasan tertib bandar, pergerakan
kapal (shifting), pemanduan dan penundaan kapal di perairan pelabuhan dan tertib
berlayar, lalu lintas keluar masuk kapal, kapal asing (port state control), flag state
control dan pemenuhan persyaratan kelaiklautan kapal dan penerbitan Surat
Persetujuan Berlayar, penjagaan, pengamanan dan penertiban embarkasi dan
debarkasi penumpang di pelabuhan, pengawasan kegiatan bongkar muat barang
khusus, barang berbahaya, pengisian bahan bakar serta limbah bahan berbahaya
dan beracun (B3), pembangunan fasilitas pelabuhan serta pengerukan dan
reklamasi, patroli di perairan pelabuhan, pengawasan dan pengamanan terhadap
keselamatan kapal yang masuk keluar pelabuhan, kapal sandar dan berlabuh,
penyiapan bahan koordinasi dan pemberian bantuan pencarian dan penyelamatan
(Search an Rescue/SAR), penanggulangan pencemaran laut serta pencegahan dan
pemadaman kebakaran di perairan pelabuhan, pengawasan kegiatan alih muat di
perairan pelabuhan, salvage dan pekerjaan bawah air, pelaksanaan pemeriksaan
dan verifikasi sistem keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan (International Ship
and Port Facility Security Code/ISPS Code), penyiapan bahan pemeriksaan
pendahuluan pada kecelakaan kapal, serta pelaksanaan penyidikan tindak pidana
di bidang pelayaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
18
4. Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Laut dan Usaha Kepelabuhan
Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pengaturan, pengendalian
dan pengawasan kegiatan lalu lintas dan angkutan laut, tenaga kerja bongkar
muat, pengawasan kegiatan keagenan dan perwakilan perusahaan angkutan kapal
asing, penjaminan kelancaran arus barang, keamanan dan ketertiban di pelabuhan,
pengaturan dan penyelenggaraan lalu lintas kapal keluar/masuk pelabuhan melalui
pemanduan kapal, pengawasan dan evaluasi penerapan standar penggunaan
peralatan kegiatan bongkar muat serta Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)
penyusunan Rencana Induk Pelabuhan, rencana dan program pembangunan dan
pemeliharaan sarana prasarana pelabuhan, penjaminan dan pemeliharaan
kelestarian lingkungan di pelabuhan, program pembangunan dan sarana prasarana
pelayanan jasa kepelabuhanan yang belum disediakan oleh Badan Usaha
Pelabuhan serta penyusunan desain konstruksi fasilitas pokok pelabuhan dan
fasilitas penunjang kepelabuhanan, pelaksanaan pengaturan, pengendalian dan
pengawasan penggunaan lahan daratan perairan pelabuhan. Daerah Lingkungan
Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan, fasilitas dan operasional
pelabuhan, penetapan dan evaluasi standar kinerja operasional pelayanan jasa,
penyiapan bahan pemberian rekomendasi persetujuan lokasi pelabuhan,
pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri serta peningkatan kemampuan
terminal dan operasional pelabuhan 24 (dua puluh empat) jam, penyusunan
pemberian konsesi, atau bentuk lainnya kepada Badan Usaha Pelabuhan serta
penyediaan dan/ atau pelayanan jasa kepelabuhanan yang belum disediakan oleh
Badan Usaha Pelabuhan, penyusunan dan pengusulan tarif penggunaan daratan
dan/atau perairan, fasilitas pelabuhan serta jasa kepelabuhanan, analisa dan
evaluasi pembangunan penahan gelombang, alur pelayaran, jaringan jalan dan
sarana bantu navigasi pelayaran serta sarana dan prasarana pelayanan jasa
kepelabuhanan yang diperlukan oleh pengguna jasa yang belum disediakan oleh
Badan Usaha Pelabuhan dan penyusunan sistem dan prosedur pelayanan jasa
kepelabuhanan, usaha jasa terkait dengan kepelabuhanan dan angkutan di perairan
serta penyediaan dan pengelolaan sistem informasi di perairan dan sistem
informasi pelabuhan.
19
2.2 Studi Penelian Terdahulu
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Surahman (2015) dikatakan bahwa
untuk kapal yang akan berlayar perlu diterbitkan Surat Persetujuan Berlayar agar
ada jaminan bagi Syahbandar terhadap keselamatan berlayar sampai di pelabuhan
yang dituju, untuk menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar maka perlu adanya
pemeriksaan kelaiklautan kapal berupa pemeriksaan adminstratif dan kondisi fisik
kapal oleh pejabat yang berwenang yang sesuai dengan pernyataan Nakhoda saat
mengajukan permohonan Penerbitan SPB di Kantor Syahbandar (KSOP).
20
Pengawasan adalah suatu proses yang berarti bahwa suatu pengawasan
terdiri dari berbagai langkah yakni :
1. Menyusun rencana pengawasan. Sebelum melakukan pengawasan terlebih
dahulu harus disusun rencana pengawasan, yang antara lain mencakup
tujuan pengawasan, obyek pengawasan, cara pengawasan dan sebagainya.
2. Pelaksanaan pengawasan, yaitu melakukan kegiatan pengawasan sesuai
dengan rencana yang telah disusun.
3. Menginterpretasi dan menganalisis hasil-hasil pengawasan. Hasil-hasil
pengawasan yang antara lain berupa catatan-catatan, dokumen-dokumen,
foto-foto, hasil-hasil rekaman dan sebagainya yang diolah, diinterpretasi
dan dianalisis.
4. Menarik kesimpulan dan tindak lanjut. Dari hasil analisis tersebut
kemudian disimpulkan dan menyusun saran atau rekomendasi untuk tindak
lanjut pengawasan tersebut.
Dalam kaitannya dengan pembahasan tersebut, Pasal 217 Undang –
Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran mengatakan Syahbandar
berwenang melakukan pemeriksaan kelaiklautan dan keamanan kapal di
pelabuhan. Selanjutnya Pasal 218 : (1) Dalam keadaan tertentu, Syahbandar
berwenang melakukan pemeriksaan kelaiklautan kapal dan keamanan kapal
berbendera Indonesia di pelabuhan. Lembaga yang berwenang dalam pengawasan
pelayaran atau pengawasan kelaiklautan kapal ialah Badan Klasifikasi Indonesia
(BKI) dan Kesyahbandaran (Marine Inspector). PT. Biro Klasifikasi Indonesia
(Persero) atau disingkat Badan Klasifikasi Indonesia adalah Badan Usaha Milik
Negara Indonesia yang ditunjuk sebagai satu–satunya badan klasifikasi nasional
untuk melakukan pengkelasan kapal niaga berbendara Indonesia maupun asing
yang secara reguler beroperasi di perairan Indonesia. Kegiatan klasifikasi Badan
Klasifikasi Indonesia merupakan pengklasifikasian kapal berdasarkan konstruksi
lambung, mesin dan listrik kapal dengan tujuan memberikan penilaian teknis atas
laik tidaknya kapal tersebut untuk berlayar. Selain itu, Badan Klasifikasi
Indonesia juga dipercaya oleh Pemerintah untuk melaksanakan survei dan
21
sertifikasi statutoria atas nama Pemerintah Republik Indonesia, antara lain Load
Line, ISM Code dan ISPS Code.
Sebagai Badan Klasifikasi yang independen dan mengatur diri sendiri,
Badan Klasifikasi Indonesia tidak memiliki kepentingan terhadap aspek komersial
terkait dengan desain kapal, pembangunan kapal, kepemilikan kapal, operasional
kapal, manajemen kapal, perawatan/perbaikan kapal, asuransi atau persewaan.
Badan Klasifikasi Indonesia juga melakukan penelitian dan pengembangan dalam
rangka peningkatan mutu dan standar teknik yang dipublikasikan kepada pihak-
pihak yang berkepentingan dengan jasa klasifikasi kapal. Tugas dan fungsi Badan
Klasifikasi Indonesia adalah memberikan pelayanan jasa kepada semua pihak
yang berkepentingan dalam dunia perkapalan dalam bentuk penilaian objektif
tentang kondisi suatu kapal, untuk menjamin keselamatan jiwa dan benda di laut.
Usaha ini diwujudkan dalam bentuk pengawasan yang teratur dan pemeriksaan
menurut peraturan yang berlaku dari awal pembangunan sampai selesai dan
selama beroperasi.
Dalam fungsinya Badan Klasifikasi Indonesia sebelum memberikan
sertifikat klasifikasi kepada pemilik kapal, terlebih dahulu bertugas mengadakan
penelitian dan pengawasan terhadap konstruksi dan kondisi kapal yang akan,
sedang maupun yang selesai dibangun berdasarkan persyaratan teknis yang
tercantum dalam peraturan klasifikasi. Dalam tugas dan fungsinya Badan
Klasifikasi Indonesia memberikan pelayanan jasa kepada pemilik kapal, pihak
galangan kapal, perusahaan asuransi, pihak perindustrian (industri baja,
permesinan, perlengkapan dan lain-lain) sehingga hubungan baik dalam bentuk
koordinasi kerja dengan tujuan memperoleh atau mempertahankan kondisi kapal
yang memenuhi persyaratan dan laik laut dapat tercapai. Tugas dan wewenang
Badan Klasifikasi Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Mengeluarkan sertifikat-sertifikat yang meliputi:
a. Sertifikat Lambung
b. Sertifikat Mesin
c. Sertfikat Lambung dan Timbul
d. Sertifikat Material/Komponen
22
e. Sertifikat Juru Las
2. Mengeluarkan peraturan Garis Muat. Dalam hal ini BKI bertindak atas
nama Pemerintah Indonesia.
3. Mencabut kelas suatu kapal.
Kementerian Perhubungan (administration) sebagai pihak yang memegang
Otoritas penerapan SOLAS telah melimpahkan pemeriksaan konstruksi lambung,
pelistrikan dan permesinan kapal kepada lembaga klasifikasi Nasional (BKI).
Sementara aspek lainnya, seperti instalasi radio, kelaikan alat – alat keselamatan
diatas kapal, masih menjadi kewenangannya dan dilaksanakan oleh Marine
Inspector. Kondisi semacam ini yang mungkin oleh operator domestik disebut
sebagai Multiple Classification oleh karena pada mulanya kapal diklasifikasi oleh
BKI kemudian Departemen perhubungan melalui Marine Inspector nya.
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
24
2) Wawancara (interview)
Pengertian wawancara adalah proses tanya jawab lisan antara
dua orang atau lebih secara langsung dengan tujuan untuk mendapatkan
informasi. Wawancara pada penulisan ini yaitu penulis melakukan tanya –
jawab dan diskusi terhadap pegawai di Bidang Keselamatan Berlayar,
Penjagaan dan Patroli yang biasa menangani pelayanan terhadap pemohon
atau agen pelayaran yang mengajukan penerbitan Surat Persetujuan
Berlayar untuk pelayaran kapalnya. Metode wawancara digunakan untuk
mengklarifikasi hasil dari pengamatan dari objek yang diteliti dari
observasi.
25
3.4 Jadwal Penelitian
Untuk menyelesaikan penelitian ini penulis telah menyiapkan rencana
kegiatan. Ini berfungsi agar semua kegiatan penelitian dapat berjalan sesuai
dengan yang diharapkan dan selesai tepat waktu.
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
Bulan / Tahun
N
Kegiatan S O N D J F M A M
No.
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
Observasi dan memahami
aktifitas
1 serta
permasalahan yang
1.
dihadapi diperusahaan
2
Pengumpulan data
2.
Penulisan
3 Proposal Tugas
3. Akhir
4. Penulisan Tugas Akhir
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
27
Berkas permohonan penerbitan Surat Persetujuan Berlayar diserahkan
kepada Syahbandar setelah semua kegiatan di atas kapal selesai dan kapal siap
untuk berlayar yang dinyatakan dalam surat pernyataan kesiapan kapal berangkat
dari Nakhoda (Master Sailing Declaration). Penyerahan permohonan dapat
dilakukan dengan cara :
a. Menyerahkan ke loket pelayanan satu atap pada Kantor Syahbandar; atau
b. Mengirimkan secara elektronik (upload) melalui Inaportnet pada
pelabuhan yang telah menerapkan National Single Window (NSW)
Berdasarkan permohonan pejabat pemeriksa kelaiklautan kapal melakukan
pemeriksaan kelaiklautan kapal, meliputi :
a. Administratif; dan
b. Fisik di atas kapal.
Pemeriksaan administratif kelaiklautan kapal dilakukan untuk meneliti
kelengkapan dan masa berlaku atas :
a. Surat-surat dan dokumen yang di lampirkan pada saat penyerahan surat
permohonan penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance); dan
b. Sertifikat dan surat-surat kapal yang telah diterima oleh Syahbandar pada
saat kapal tiba di pelabuhan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan pejabat pemeriksa kelaiklautan kapal
membuat kesimpulan atau resume tingkat pemenuhan persyaratan administratif
dengan menggunakan daftar pemeriksaan. Dalam hal kesimpulan atau resume
tingkat pemenuhan persyaratan administratif telah terpenuhi maka pemeriksaan
fisik dapat dilakukan. Namun jika kesimpulan atau resume tingkat pemenuhan
persyaratan administratif belum terpenuhi, Pejabat Pemeriksa Kelaiklautan Kapal
menyampaikan secara tertulis kepada pemilik atau operator kapal untuk
melengkapi. Pemeriksaan fisik dilakukan oleh pejabat pemeriksa kelaiklautan
kapal di atas kapal guna meneliti :
a. Kondisi nautis-teknis dan radio kapal; dan
b. Pemuatan dan stabilitas kapal;
28
Dalam pemberian Surat Persetujuan Berlayar Syahbandar juga telah
melibatkan sejumlah instansi terkait dipelabuhan, yaitu :
a. PT. Pelabuhan Indonesia (PELINDO)
b. Bea Cukai
c. Karantina Pelabuhan
d. Imigrasi
Syahbandar mengeluarkan Surat Persetujuan Berlayar berdasarkan hasil
kesimpulan atau resume pemenuhan persyaratan administratif dan teknis
kelaiklautan kapal. Jika Syahbandar berhalangan, penandatangan Surat
Persetujuan Berlayar hanya dapat dilimpahkan kepada pejabat Syahbandar satu
tingkat dibawahnya yang memiliki kompetensi dan kualifikasi di bidang
kesyahbandaran. Surat Persetujuan Berlayar berlaku 24 (dua puluh empat) jam
dari waktu tolak yang ditetapkan dan hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) kali
pelayaran. Surat Persetujuan Berlayar (SPB) yang telah ditandatangani oleh
pejabat segera diserahkan kepada pemilik atau operator kapal atau badan usaha
yang ditunjuk mengageni kapal untuk diteruskan kepada Nakhoda kapal. Setelah
Surat Persetujuan Berlayar diterima di atas kapal, Nakhoda kapal wajib segera
menggerakkan kapal untuk berlayar meninggalkan pelabuhan sesuai dengan
waktu tolak yang telah ditetapkan.
Dalam keadaan tertentu, Nakhoda kapal tidak dapat meninggalkan
pelabuhan, pemilik atau operator kapal atau badan usaha yang ditunjuk
mengageni kapal wajib menyampaikan surat permohonan penundaan
keberangkatan kapal kepada Syahbandar. Dalam hal kondisi cuaca pada perairan
yang akan dilayari kapal dapat membahayakan keselamatan berlayar, Syahbandar
dapat menunda pemberangkatan kapal. Penundaan keberangkatan kapal melebihi
24 (dua puluh empat) jam dari waktu tolak yang telah ditetapkan, pemilik atau
operator kapal atau badan usaha yang ditunjuk menjadi agen kapal wajib
mengajukan surat permohonan ulang penerbitan Surat Persetujuan Berlayar
kepada Syahbandar. Pembebasan Surat Persetujuan Berlayar hanya dapat
diberikan oleh Syahbandar terhadap :
a. Kapal yang berlayar dalam batas pelabuhan;
29
b. Kapal yang untuk sementara berlayar keluar pelabuhan dengan tujuan
memberikan bantuan pertolongan kepada kapal yang dalam bahaya;
c. Kapal yang menyinggahi pelabuhan karena keadaan darurat;
d. Kapal yang melakukan percobaan berlayar.
Pembebasan Surat Persetujuan Berlayar diberikan kepada Nakhoda setelah
pemilik atau operator kapal atau badan usaha yang ditunjuk menjadi agen kapal
menyampaikan permohonan tertulis kepada Syahbandar. Dalam memberikan
pembebasan Surat Persetujuan Berlayar, Syahbandar wajib menerbitkan surat
pembebasan. Pencabutan terhadap Surat Persetujuan Berlayar yang telah
diterbitkan dapat dilakukan oleh Syahbandar, apabila :
a. Kapal tidak berlayar meninggalkan pelabuhan, melebihi 24 (dua puluh
empat) jam dari batas waktu tolak yang telah ditetapkan;
b. Kapal melakukan kegiatan di pelabuhan yang mengganggu kelancaran lalu
lintas kapal, membahayakan keselamatan dan keamanan pelayaran serta
perlindungan lingkungan maritim; dan/atau
c. Perintah tertulis dari pengadilan negeri.
30
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, Pelindo I, Bea dan Cukai, Karantina
Pelabuhan dan Imigrasi.
Prosedur penerbitan Surat Persetujuan Berlayar yang ada di Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I Dumai dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
31
Agen kapal menyerahkan surat permohonan ke pihak Tata Usaha untuk
dicatat pada agenda surat masuk dan diberikan baju surat, tahap ini membutuhkan
waktu 3 menit. Kemudian surat di disposisi untuk disetujui oleh Kepala Bidang
Keselamatan Berlayar, Penjagaan dan Patroli dan Kepala Seksi Keselamatan
Berlayar, disposisi surat membutuhkan waktu 9 menit.
32
berada diperairan pelabuhan atau kapal melakukan pergerakan tanpa izin, pihak
Syahbandar dapat mengetahui kapal yang dalam masalah tersebut sudah tercatat
laporan masuk pelabuhannya pada Register.
33
penomoran yang ada pada Register Pencatatan Perjalanan Kapal. Pencetakan
hanya membutuhkan waktu 3 menit.
Surat Persetujuan Berlayar dicetak dengan jumlah 3 (tiga) lembar, 1 (satu)
lembar untuk disimpan menjadi arsip kantor KSOP Kelas I Dumai, 1 (satu)
lembar untuk arsip Perusahaan Pelayaran dan 1 (satu) lembar diberikan kepada
Nakhoda kapal. Kemudian Surat Persetujuan Berlayar diserahkan kepada Kepala
Seksi Keselamatan Berlayar untuk ditandatangani dan selanjutnya dikembalikan
ke Staf Keselamatan Berlayar untuk di stempel, ini hanya membutuhkan waktu 5
menit. Setelah proses tersebut selesai, Surat Persetujuan Berlayar diberikan
kepada agen kapal untuk selanjutnya diserahkan pada Nakhoda kapal. Surat
Persetujuan Berlayar tersebut hanya berlaku 1 x 24 jam. Jika dalam 24 jam
Nakhoda kapal tidak memberangkatkan kapal nya, maka agen kapal mengajukan
permohonan ulang penerbitan Surat Persetujuan Berlayar ke pihak Syahbandar.
Pihak Syahbandar juga memberikan pembebasan Surat Persetujuan Berlayar jika
agen kapal menyampaikan permohonan tertulis kepada Syahbandar. Setelah itu
barulah diterbitkan surat pembebasan. Dengan demikian, penerbitan Surat
Persetujuan Berlayar di KSOP Kelas I Dumai sangat memerhatikan prosedur dan
pengaturan yang ada sehingga selama penelitian dan pengamatan yang telah
penulis alami, tidak ada kendala yang signifikan dalam permohonan penerbitan
Surat Persetujuan Berlayar dari agen pelayaran.
4.2 Sanksi Yuridis untuk Pihak Kapal yang Melakukan Pelayaran tanpa
Surat Persetujuan Berlayar (SPB) atau Pelanggaran lainnya
Sanksi Yuridis yang diberikan untuk Nakhoda kapal yang melakukan
pelayaran tanpa Surat Persetujuan Berlayar dari Kantor Kesyahbandaran dan
Otoritas Pelabuhan Kelas I Dumai adalah sesuai dengan Pasal 323 Undang –
Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran bahwa :
1) Nakhoda yang berlayar tanpa memiliki Surat Persetujuan Berlayar yang
dikeluarkan oleh Syahbandar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 219 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
34
2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
kecelakaan kapal sehingga mengakibatkan kerugian harta benda dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
3) Jika perbuatan sebagaimana pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan
kapal sehingga mengakibatkan kematian dipidana dengan pidana penjara
paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling banyak Rp.
1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Berdasarkan hasil wawancara yang telah penulis lakukan di Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I Dumai, sanksi administratif yang
diberikan untuk pihak kapal yang melakukan pelanggaran dalam pengoperasian
kapalnya ialah berupa peringatan sampai pencabutan atau penggantungan
ijazahnya tidak termasuk memberi pidana atau denda, karena pidana dan denda
merupakan wewenang Pengadilan. Dalam hal pemberian sanksi administratif
tersebut dilaksanakan sesuai dengan Pasal 171 ayat (1) Undang – Undang No. 17
tahun 2008 tentang Pelayaran, yaitu berupa :
a. Peringatan;
b. Denda administratif;
c. Pembekuan izin atau pembekuan sertifikat;
d. Pencabutan izin atau pencabutan sertifikat;
e. Tidak diberikan sertifikat; atau
f. Tidak diberikan Surat Persetujuan Berlayar;
Salah satu pelanggaran kapal terhadap persyaratan laiklaut adalah
pemuatan dilakukan hingga melewati garis muat, Kantor Kesyahbandaran dan
Otoritas Pelabuhan Kelas I Dumai hanya memberi teguran untuk membongkar
muatan hingga sebatas garis muat yang telah ditentukan. Jika ada dokumen kapal
yang sudah melewati masa berlakunya, agen diminta memperbaharui dokumen
tersebut dan Surat Persetujuan Berlayar ditahan sebentar hingga dokumen terbit.
Termasuk untuk kapal luar negeri yang masa berlakunya telah habis, Surat
Persetujuan Berlayar terbit hingga dokumen telah dikirimkan dari negara asalnya
35
dan kapal diminta tetap berada di area labuh jangkar yang tidak mengganggu lalu
lintas kapal lainnya.
Dari uraian diatas maka flow chart untuk penerbitan Surat Persetujuan
Berlayar menurut penulis ialah sebagai berikut :
Proses Kedatangan Kapal (Clearance In)
36
pelayanan yaitu bidang Tata Usaha untuk diberi penomoran surat dan
lembaran disposisi. Agen kapal mengajukan permohonan berupa :
a. Permohonan Kedatangan Kapal
b. Permohonan Pengawasan Olah Gerak Kapal
c. Permohonan Persetujuan Olah Gerak
Surat permohonan tersebut dilampirkan dengan :
a. Pas Besar
b. Pas Kecil
c. Surat Laut
d. Manifest Kedatangan
e. Daftar Awak Kapal/Crew List Kedatangan
f. Warta Kapal
g. LK3 (Laporan Kedatangan dan Keberangkatan Kapal)
2. Agen kapal bersama petugas KSOP yaitu petugas bidang Status Hukum
dan Sertifikasi Kapal (SHSK) melakukan boarding/check in kapal. Jika
tidak terdapat kendala, maka petugas membuat persetujuan :
a. Persetujuan olah gerak kapal
b. Persetujuan pengawasan olah gerak kapal, dan
c. Meregister kapal di PPK 27/PPK 29
3. Setalah dilakukan pemeriksaan, kapal masuk lego jangkar pada area
pelabuhan sebagai tempat bongkar/muat nya.
4. Kapal diperbolehkan untuk melakukan olah gerak dan melakukan
bongkar/muat setelah surat persetujuan olah gerak kapal diterbitkan.
37
PROSES KEBERANGKATAN KAPAL/CLEARANCE OUT
( PENERBITAN SURAT PERSETUJUAN BERLAYAR)
AGEN KAPAL
TATA USAHA
STAF KESBEL
KABID KESBEL
(PENERBIT SPB)
KASI KESBEL
38
2. Surat permohonan di disposisi oleh Kepala Bidang Keselamatan Berlayar,
Penjagaan dan Patroli.
3. Kemudian di disposisi oleh Kepala Seksi Keselamatan Berlayar. Pemeriksaan
fisik kapal tergantung pada Kepala Seksi Keselamatan Berlayar, jika ia
meminta untuk diperiksa maka petugas pemeriksa akan turun untuk
melakukan pemeriksaan fisik kapal.
4. Setelah surat permohonan di disposisi, Staf Keselamatan Berlayar mencetak
Surat Persetujuan Berlayar sesuai dengan penomoran pada Register Surat
Persetujuan Berlayar, gunanya untuk mengetahui berapa jumlah Surat
Persetujuan Berlayar yang telah diterbitkan setiap bulan dan untuk membuat
laporan bulanan.
5. Kemudian Surat Persetujuan Berlayar tersebut ditandatangani oleh Kepala
Seksi Keselamatan Berlayar, jika Kepala Seksi berhalangan maka
penandatanganan hanya dapat dilimpahkan kepada salah satu anggota
dibawahnya yang memiliki kompetensi dan kualifikasi di bidang
kesyahbandaran.
39
6. Surat Persetujuan Berlayar tersebut diberikan lagi kepada Tata Usaha untuk
selanjutnya dikembalikan pada agen kapal.
7. ntuk diberikan kepada nakhoda kapal. Jika dalam 1 x 24 jam nakhoda tidak
menjalankan kapalnya, maka agen kapal wajib mengajukan permohonan
ulang Surat Persetujuan Berlayar pada Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas
Pelabuhan (KSOP).
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Dalam penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Dumai tetap
memerhatikan peraturan perundang-undangan yaitu Peraturan Menteri
Perhubungan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2014 Tentang Tata
Cara Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance) dan berjalan
sesuai dengan prosedur.
2. Untuk penanganan kasus-kasus kecelakaan kapal, Kantor Kesyahbandaran
dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Dumai bertindak sesuai dengan
prosedur, mereka hanya melakukan pemeriksaan terhadap penyebab
kecelakaan tidak pada sanksi atau pidana. Karena sanksi dan pidana
merupakan wewenang Pengadilan.
5.2 Saran
1. Agar tetap memaksimalkan pelayanan dan meningkatkan Sumber Daya
Manusianya dengan cara merekrut pegawai yang baru sehingga pekerjaan
berjalan sesuai dengan standar operasional prosedur.
2. Agar tetap menjaga kualitas kerjanya dengan memerhatikan Peraturan-
peraturan yang berlaku.
3. Agar tetap bertindak tegas dalam menangani kasus-kasus kecelakaan kapal
sesuai dengan aturan.
41
DAFTAR PUSTAKA
42
Terry, George R. (1956) Principle Of Manajement, Richard D. Irwin, University
of California.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran, Pasal 1 Ayat (33) Tentang Kelaiklautan.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran, Pasal 5 Ayat (1) Tentang Kekuasaan Pelayaran.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran, Pasal 5 Ayat (2) Tentang Fungsi Pengaturan.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran, Pasal 207 Ayat (1) Tentang Fungsi Syahbandar.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran, Pasal 207 Ayat (2) Tentang Syahbandar Membantu
Pelaksanaan Pencarian dan Penyelamatan (Search and Rescue/SAR) Di
Pelabuhan.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran, Pasal 207 Ayat (3) Tentang Pengangkatan Syahbandar Oleh
Menteri.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran, Pasal 208 Ayat (1) Tentang Tugas-Tugas Syahbandar.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran, Pasal 208 Ayat (2) Tentang Tugas Syahbandar Sebagai Pejabat
Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran, Pasal 209 Ayat (5) tentang Hak dan Wewenang Syahbandar.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran, Pasal 217 Tentang Wewenang Syahbandar Dalam Pemeriksaan
Kelaiklautan Kapal.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran, Pasal 219 Ayat (1) Tentang Kewajiban Setiap Kapal Dan Masa
Berlakunya Surat Persetujuan Berlayar.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran Pasal 219 Ayat (2).
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran, Pasal 219 Ayat (4) Tentang Penundaan Keberangkatan Kapal
Oleh Syahbandar.
43