Anda di halaman 1dari 2

PANDANGAN MASYARAKAT TENTANG MUHAMMADIYAH

Nama :Ainul Yakin


Nim :201920530211015
Prodi : Magister Pendidikan Matematika

Muhammadiyah adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh K.H Ahmad dahlan pada 8
agustus 1912 M, dimana organisasi ini lebih mengedepankan pendidikan dan ilmu sosial yang
pemikirannya lebih modern contohnya seperti membangun sekolah, pesantren dan rumah sakit.
Muhammdiyah bukan organisasi yang aneh tapi dia adalah organisasi yang mengupayakan
pendidikan terjamin dan kesehatan masyarakat yang diutamakan, yang perlu disadari bahwa
muhammadiyah bukan organisasi yang mementingkan dirinya sendiri tetapi ia mengutamakan
orang-orang yang membutuhkan bantuan disekitarnya.
Menurut pendapat beberapa orang, Salah mengatakan bahwa muhammadiyah adalah
ajaran yang aneh dan tidak ingin berbaur dengan ajaran-ajaran lainnya. Perlu dijelaskan disini
bahwa muhammadiyah itu bukan agama melainkan organisasi lagi pula muhammadiyah tidak
pernah memaksa orang untuk mengikuti organisasinya.
Pendapat lainnya menyuarakan mengapa muhammadiyah tidak pernah mau menggelar
tahlilan? Bukankah jika orang yang mampu sah-sah saja? Itu juga perlu dijelaskan bahwa Meski
telah lama menjadi tradisi, namun tak banyak umat Islam mengetahui asal-usul tahlilan dan
bagaimana posisi hukumnya dalam syariat Islam. Dalam sebuah video yang diunggah ke
YouTube, Ustadz Abdul Somad menguraikan secara cukup jelas persoalan ini. Ustadz yang akrab
disapa UAS ini awalnya ditanya seorang jamaah, apakah tahlilan dicontohkan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam? “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu memetik tali yang dia simpul dua ribu
simpul, barulah setelah itu ia tidur malam..subhanallah, subhanallah. Itu tidak pernah dilakukan
Nabi. Jadi jangan pertanyaannya pernahkah itu dilakukan Nabi?” ujar UAS mengawali
penuturannya. Ia kemudian menegaskan dengan riwayat sahabat Nabi lainnya, Abdurrahman bin
Auf. Menurut UAS, Abdurrahman bin Auf setiap masuk rumah selalu membaca Ayat Kursy di
empat pojok rumahnya. Hal tersebut tidak pernah dilakukan Nabi. Riwayat ini terdapat dalam
kitab Siyar A’lam An-Nubala yang ditulis Imam Adz-Dzahabi. Terkait tahlilan, jelas UAS,
tradisi 7 hari, 40 hari, membuat kenduri, berbagi makanan, dan mengirim doa, semuanya tidak
dilakukan Nabi dan sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman, maupun Ali. “Tapi ada dalam fatwa
tabi’in yang namanya Imam Atho’. Kata Imam Atho’ ulama dari kalangan tabi’in, orang yang
meninggal dunia maka ia diuji di kuburnya selama tujuh (atau) empat puluh hari, maka
dianjurkan bersedekah dan berkirim doa,” kata UAS. Dalam kajiannya itu UAS menambahkan
bahwa suatu ketika Rasulullah ditanya seseorang yang ibunya meninggal, ‘Apakah aku boleh
bersedekah untuknya?’ Nabi menjawab, ‘bersedekahlah’. Lalu Nabi kembali ditanya, ‘Sedekah
apa yang paling utama?’, Nabi menjawab, ‘sedekah memberi air minum’. Kendati demikian
UAS mengingatkan, jangan sampai gara-gara tradisi ini orang-orang miskin sampai berutang
untuk menggelar kenduri tahlilan. “Sudah jatuh ditimpa tangga, diterkam kucing!” seloroh UAS.
UAS menegaskan, sebaiknya keluarga yang ditinggalkan justru mendapat perhatian dan bantuan.
Hal ini merujuk pada hadits Rasulullah, “Ja’far sudah meninggal, maka buatkan makanan untuk
keluarganya karena mereka sedang susah”. “Tapi bagi yang kaya dan ia mau bersedekah,
silakan!” jelas UAS

Ada sahabat kita lagi yang bertanya mengapa kaum muhammadiyah tidak melakukan adzan dan
talqin kepada mayat? Jawabannya cukup jelas dan singkat dikutip dari jawabanya bapak Dr.
Nurul Humaidi selaku dosen mata kuliah Al Islam dan Kemuhammadiyahan di Universitas
Muhammadiyah Malang, beliau mengatakah bahwa tidak ada adzan pada saat menguburkan
jenazah karena adzan hanya untuk menyuarakan panggilan untuk menunaikan kewajiban sholat
dan Ibnu Hajar Al-Haitamy berkata (wafat tahun 974 H, termasuk ulama Syafi’iyyah) pernah
ditanya tentang permasalahan ini maka beliau menjawab:

‫امع بين‬C‫ب وأي ج‬C‫ فلم يص‬C‫ه‬C‫هو بدعة ومن زعم أنه سنة عند نزول القبر قياسا على ندبهما في المولود إلحاقا لخاتمة األمر بابتدائ‬
‫األمرين ومجرد أن ذاك في االبتداء وهذا في االنتهاء ال يقتضي لحوقه به‬

“Ini adalah bid’ah, dan barang siapa yang menyangka bahwa ini sunnah ketika selesai
menguburkan, dengan mengqiyaskan adzan ketika dia lahir, dan menghubungkan akhir hidupnya
dengan awalnya, maka dia telah terjatuh dalam kesalahan, apa yang mengumpulkan kedua
perkara ini? kalau hanya karena ini di awal kehidupan dan itu di akhir kehidupan maka ini tidak
mengharuskan ini disamakan dengan itu.” (Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra 2/24).

Anda mungkin juga menyukai