Anda di halaman 1dari 11

A.

  Promosi Kesehatan
1.  Pengertian
Promosi kesehatan adalah ilmu dan seni membantu masyarakat menjadikan
gaya hidup mereka sehat optimal. Kesehatan yang optimal didefinisikan sebagai
keseimbangan kesehatan fisik, emosi, sosial, spiritual, dan intelektual. Ini bukan
sekedar pengubahan gaya hidup saja, namun berkaitan dengan pengubahan lingkungan
yang diharapkan dapat lebih mendukung dalam membuat keputusan yang sehat.
Pengubahan gaya hidup dapat difasilitasi melalui penggabunngan:
a.  menciptakan lingkungan yang mendukung,
b.  mengubah perilaku, dan
c.   meningkatkan kesadaran.
Promosi Kesehatan yang memiliki dua sisi, yakni sisi ilmu dan seni. Maksudnya
adalah dari sisi Seni, yakni praktisi atau aplikasi promosi kesehatan, merupakan
penunjang bagi program-program kesehatan lain. Artinya setiap program kesehatan,
misalnya pemberantasan penyakit, perbaikan gizi masyarakat, sanitasi lingkungan,
kesehatan ibu dan anak, program pelayanan kesehatan, dan sebagainya, perlu ditunjang
atau dibantu oleh promosi kesehatan (di Indonesia sering disebut Penyuluhan
Kesehatan). Hal ini esensial, karena masing-masing program tersebut mempunyai aspek
perilaku masyarakat yang perlu dikondisikan dengan promosi kesehatan.
Dari penelitian-penelitian yang ada terungkap, meskipun kesadaran dan
pengetahuan masyarakat sudah tinggi tentang kesehatan, namun praktik(practice)
tentang kesehatan atau perilaku hidup sehat masyarakat masih rendah. Setelah
dilakukan pengkajian oleh Organisasi Kesehatan Dunia(WHO), terutama di negara-
negara berkembang, ternyata faktor pendukung atau sarana dan prasarana tidak
mendukung masyarakat untuk berperilaku hidup sehat.  Misalnya meskipun kesadaran
dan pengetahuan orang atau masyarakat tentang kesehatan (misalnya: sanitasi
lingkungan, gizi, imunisasi, pelayanan kesehatan, dan sebagainya) sudah tinggi, tetapi
apabila tidak didukung oleh fasilitas, yaitu tersedianya jamban sehat, air bersih,
makanan yang bergizi, fasilitas imunisasi, yankes, dan sebagainya maka mereka sulit
untuk mewujudkan perilaku tersebut.
Oleh sebab itu WHO pada awal tahun 1980 menyimpulkan bahwa pendidikan
kesehatan tidak mampu mencapi tujuannya apabila hanya memfokuskan pada upaya-
upaya perubahan perilaku saja. Promosi Kesehatan harus mencakup pula upaya
perubahan lingkungan (fisik, sosial budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya) sebagai
penunjang atau pendukung perubahan perilaku tersebut. Sebagai perwujudan dari
perubahan konsep promosi kesehatan ini secara organisasi struktural, maka pada tahun
1984, Divisi Pendidikan Kesehatan (Health Education) dalam WHO diubah menjadi
Divisi Promosi dan Pendidikan Kesehatan (Division on Health Promotion and
Education). Jadi dapat disimpulkan bahwa promosi kesehatan merupakan revitalisasi
pendidikan kesehatan pada masa lalu, Promosi Kesehatan bukan hanya proses
Penyadaran masyarakat atau pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat
tentang kesehatan saja tetapi juga disertai upaya-upaya memfasilitasi perubahan
perilaku. WHO telah merumuskan :
“Health promotion is the process of enabling people to increase control over, and
improve, their health. To reach a state of complete physical, mental, and social, well-
being, an individual or group must be able to identify and realize aspirations, to satisfy
needs, and to change or cope with the environment”. (Ottawa Charter, 1986).
Dari kutipan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa promosi kesehatan adalah
proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatannya. Bertolak dari pengertian yang dirumuskan WHO tersebut,
di Indonesia pengertian Promosi Kesehatan dirumuskan sebagai berikut: “Upaya untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh dan bersama
masyarakat agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan
kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung
oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan”. 
Batasan lain, promosi kesehatan adalah yang dirumuskan oleh Australian Health
Foundation sebagai berikut:
“Health Promotion is Programs are designed to bring about “change” within people,
organization, communities, and their environment”.
Hal ini berarti bahwa promosi kesehatan adalah program kesehatan yang
dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan), baik di dalam masyarakat sendiri,
maupun dalam organisasi dan lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, politik,
dan sebagainya). Dari dua kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan, sikap,
dan praktik kesehatan saja, tetapi juga meningkatkan atau memperbaiki lingkungan
(baik fisik maupun nonfisik) dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka.
2.  Tujuan
Sesuai dengan visi dan misinya, tujuan dari Promosi Kesehatan adalah
meningkatnya kemampuan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk hidup
sehat dan mengembangkan upaya kesehatan yang bersumber masyarakat serta
terciptanya lingkungan yang kondusif untuk mendorong terbentuknya kemampuan
tersebut.
Menurut Green, 1991 dalam Maulana (2009) tujuan promosi kesehatan terdiri
dari tiga tingkatan yaitu:
a.  Tujuan Program
Refleksi dari fase sosial dan epidemiologi berupa pernyataan tentang apa yang
akan dicapai dalam periode tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan. Tujuan
program ini juga disebut tujuan jangka panjang, contohnya mortalitas akibat kecelakaan
kerja pada pekerja menurun 50% setelah promosi kesehatan berjalan lima tahun.
b.  Tujuan Pendidikan
Pembelajaran yang harus dicapai agar tercapai perilaku yang diinginkan. Tujuan
ini merupakan tujuan jangka menengah, contohnya : cakupan angka kunjungan ke
klinik perusahaan meningkat 75% setelah promosi kesehatan berjalan tiga tahun.
c.   Tujuan Perilaku
Gambaran perilaku yang akan dicapai dalam mengatasi masalah kesehatan.
Tujuan ini bersifat jangka pendek, berhubungan dengan pengetahuan, sikap, tindakan,
contohnya: pengetahuan pekerja tentang tanda-tanda bahaya di tempat kerja meningkat
60% setelah promosi kesehatan berjalan 6 bulan.
3.  Ruang Lingkup
Secara sederhana ruang lingkup promosi kesehatan diantaranya sebagai berikut :
a. Promosi kesehatan mencakup pendidikan kesehatan (health education) yang
penekanannya pada perubahan/perbaikan perilaku melalui peningkatan kesadaran,
kemauan dan kemampuan.
b. Promosi kesehatan mencakup pemasaran sosial (social marketing), yang penekanannya
pada pengenalan produk/jasa melalui kampanye.
c. Promosi kesehatan adalah upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan informasi) yang
tekanannya pada penyebaran informasi.
d. Promosi kesehatan merupakan upaya peningkatan (promotif) yang penekanannya pada
upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
e. Promosi kesehatan mencakup upaya advokasi di bidang kesehatan.
1)  Promosi Kesehatan pada aspek promotif
Sasaran promosi kesehatan pada aspek promotif adalah kelompok orang sehat.
Selama ini kelompok orang sehat kurang memperoleh perhatian dalam upaya
kesehatan masyarakat. Padahal kelompok orang sehat di suatu komunitas sekitar 80-
85% dari populasi. Apabila jumlah ini tidak dibina kesehatannya, maka jumlah ini
akan meningkat. Oleh sebab itu pendidikan kesehatan pada kelompok ini perlu
ditingkatkan atau dibina agar tetap sehat, atau lebih meningkat lagi. Derajat kesehatan
adalah dinamis, oleh sebab itu meskipun seseorang sudah dalam kondisi sehat, tetap
perlu ditingkatkan dan dibina kesehatannya.  
2)  Promosi Kesehatan pada aspek Pencegahan dan Penyembuhan
Pada aspek ini upaya promosi kesehatan mencakup 3 (tiga) upaya atau kegiatan, yakni:
a) Pencegahan tingkat pertama (Primary prevention)
Sasaran promosi kesehatan pada aspek ini adalah kelompok masyarakat yang
berisiko tinggi (high risk), misanya kelompok ibu hamil dan menyusui, para
perokok, obesitas (orang-orang yang kegemukan), para pekerja seks (wanita atau
pria), dan sebagainya. Tujuan upaya promosi kesehatan pada kelompok ini adalah
agar mereka tidak jatuh sakit atau terkena penyakit.
b) Pencegahan tingkat kedua (Secondary prevention)
Sasaran promosi kesehatan pada aspek ini adalah para penderita penyakit kronis,
misalnya asma, diabetes melitus, tuberkulosis, rematik, tekanan darah tinggi, dan
sebagainya. Tujuan upaya promosi kesehatan pada kelompok ini adalah agar
penderita mampu mencegah penyakitnya menjadi lebih parah.   
c) Pencegahan tingkat tiga (Tertiary prevention) 
Sasaran promosi kesehatan pada aspek ini adalah kelompok pasien yang baru
sembuh (recovery) dari suatu penyakit. Tujuannya adalah agar mereka segera
pulih kembali kesehatannya. Dengan kata lain menolong para penderita yang baru
sembuh dari penyakitnya ini agar tidak menjadi cacat atau mengurangi kecacatan
seminimal mungkin (rehabilitasi).
b.  Ruang Lingkup berdasarkan Dimensi tatanan (setting) atau tempat pelaksanaan
promosi kesehatan.

Berdasarkan tatanan (setting) atau tempat pelaksanaan promosi atau


pendidikan kesehatan, maka ruang lingkup promosi kesehatan ini dapat
dikelompokkan menjadi:          
1)  Promosi Kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga)
Keluarga atau rumah tangga adalah unit masyarakat terkecil. Oleh sebab itu
untuk mencapai perilaku masyarakat yang sehat harus dimulai di masing-masing
keluarga. Di dalam keluargalah mulai terbentuk perilaku-perilaku masyarakat.
Orang tua (ayah dan ibu) merupakan sasaran utama dalam promosi kesehatan pada
tatanan ini. Karena orang tua, terutama ibu, merupakan peletak dasar perilaku dan
terutama perilaku kesehatan bagi anak-anak mereka.
2)  Promosi Kesehatan pada tatanan sekolah
Sekolah merupakan perpanjangan tangan pendidikan kesehatan bagi
keluarga. Sekolah, terutama guru pada umumnya lebih dipatuhi oleh murid-
muridnya. Oleh sebab itu lingkungan sekolah, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosial yang sehat, akan sangat berpengaruh terhadap perilaku sehat
anak-anak (murid). Kunci pendidikan kesehatan di sekolah adalah guru, oleh sebab
itu perilaku guru harus dikondisikan, melalui pelatihan-pelatihan, seminar,
lokakarya, dan sebagainya. 
3)  Promosi Kesehatan di tempat kerja
Tempat kerja merupakan tempat orang dewasa memperoleh nafkah untuk
keluarga. Lingkungan kerja yang sehat (fisik dan nonfisik) akan mendukung
kesehatan pekerja atau karyawannya dan akhirnya akan menghasilkan produktifitas
yang optimal. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak sehat serta rawan kecelakaan
kerja akan menurunkan derajat kesehatan pekerjanya, dan akhirnya kurang
produktif. Oleh sebab itu pemilik, pemimpin, atau menajer dari institusi tempat
kerja termasuk perkantoran merupakan sasaran promosi kesehatan sehingga
mereka peduli terhadap kesehatan para pekerjanya dan mengembangkan unit
pendidikan kesehatan di tempat kerja. 
4)  Promosi Kesehatan di tempat-tempat umum
Tempat-tempat umum di sini mencakup pasar, terminal bus, bandar udara,
tempat-tempat perbelanjaan, tempat-tempat olahraga, taman-taman kota, dan
sebagainya. Tempat-tempat umum yang sehat, bukan saja terjaga kebersihannya,
tetapi juga harus dilengkapi dengan fasilitas kebersihan dan sanitasi, terutama WC
umum dan sarana air bersih, serta tempat sampah. Para pengelola tempat-tempat
umum merupakan sasaran promosi kesehatan agar mereka melengkapi tempat-
tempat umum dengan fasilitas yang dimaksud, disamping melakukan imbauan-
imbauan kebersihan dan kesehatan bagi pemakai tempat umum atau masyarakat
melalui pengeras suara, poster, leaflet, dan sebagainya.
5)  Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Fasilitas pelayanan kesehatan ini mencakup rumah sakit (RS), puskesmas,
poliklinik, rumah bersalin, dan sebagainya. Kadang-kadang sangat ironis, di mana
rumah sakit atau puskesmas tidak menjaga kebersihan fasilitas pelayanan
kesehatan. Keadaan fasilitas tersebut kotor, bau, tidak ada air, tidak ada tempat
sampah dan sebaginya. Oleh sebab itu pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
merupakan sasaran utama promosi kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan ini.
Mereka inilah yng bertanggung jawab atas terlaksananya pendidikan atau promosi
kesehatan di institusinya. Kepada para pemimpin atau manajer institusi pelayanan
kesehatan ini diperlukan kegiatan advokasi. Sedangkan bagi para karyawannya
diperlukan pelatihan tentang promosi kesehatan. Beberapa rumah sakit memang
telah mengembangkan unit pendidikan (penyuluhan) tersendiri yang disebut
PKMRS (Penyuluhan/Promosi Kesehatan Masyarakat di Rumah Sakit).

c.   Ruang Lingkup Berdasarkan Tingkat Pelayanan


Berdasarkan dimensi tingkat pelayanan kesehatan, promosi kesehatan dapat
dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five levels of prevention) dari Leavel
and Clark.
1)  Promosi kesehatan (Health Promotion)
Dalam tingkat ini promosi kesehatan diperlukan misalnya dalam peningkatan gizi,
kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan, kesehatan perorangan, dan
sebagainya.
2)  Perlindungan Khusus (Spesific Protection)
Dalam program Imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan khusus ini, promosi
kesehatan sangat diperlukan terutama di negara-negara berkembang. Hal ini karena
kesadaran masyarakat tentang pentingnya imunisasi sebagai cara perlindungan
terhadap penyakit pada orang dewasa maupun pada anak-anaknya, masih rendah. 
3)  Diagnosis dini dan pengobatan segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment)
Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan
dan penyakit, maka penyakit-penyakit yang terjadi di dalam masyarakat sering sulit
terdeteksi. Bahkan kadang-kadang masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan
diobati penyakitnya. Hal ini akan menyebabkan masyarakat tidak memperoleh
layanan kesehatan yang layak. Oleh sebab itu, promosi kesehatan sangat diperlukan
pada tahap ini. 
4)  Pembatasan Cacat (Disability Limitation)
Kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan
penyakit, sering mengakibatkan masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya sampai
tuntas. Mereka tidak melakukan pemeriksaan dan pengobatan yang komplit terhadap
penyakitnya. Pengobatan yang tidak layak dan sempurna dapat mengakibatkan yang
bersangkutan menjadi cacat atau memiliki ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu.
Oleh karena itu promosi kesehatan juga diperlukan pada tahap ini.   
5)  Rehabilitasi (Rehabilitation)
Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang-kadang orang menjadi
cacat. Untuk memulihkan cacatnya tersebut diperlukan latihan-latihan tertentu. Oleh
karena kurangnya pengertian dan kesadaran orang tersebut, maka ia tidak atau segan
melakukan latihan-latihan yang dianjurkan. Disamping itu orang yang cacat setelah
sembuh dari penyakit, kadang merasa malu untuk kembali ke masyarakat. Sering
terjadi pula masyarakat tidak mau menerima mereka sebagai anggota masyarakat yang
normal. Oleh sebab itu jelas promosi kesehatan diperlukan bukan saja untuk orang
yang cacat tersebut, tetapi juga untuk masyarakat. 

4.  Metode Penilaian kebutuhan masyarakat baik individu maupun kelompok

a.  Health belief model (model kepercayaan kesehatan)


Model kepercayaan kesehatan (Rosenstock, 1974, 1977) sangat dekat dengan bidang
pendidikan kesehatan. Model ini menganggap bahwa perilaku kesehatan merupakan fungsi
dari pengetahuan maupun sikap. Secara khusus model ini menegaskan bahwa persepsi
seseorang tentang kerentanan dan kemujaraban pengobatan dapat mengetahui keputusan
seseorang dalam perilaku-perilaku kesehatannya. Menurut model kepercayaan kesehatan
(Becker, 1974,1979) perilaku ditentukan oleh apakah seseorang :
1)  Percaya bahwa mereka rentan terhadap masalah kesehatan tertentu
2)  Menganggap bahwa masalah ini serius
3)  Meyakini efektivitas tujuan  pengobatan dan pencegahan
4)  Tidak mahal
5)  Menerima anjuran untuk mengambil tindakan kesehatan
Health belief model dapat digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan
kesehatan (Smet, 1994). Teori ini menganggap bahwa perilaku kesehatan merupakan fungsi
dari pengetahuan dan sikap. Health belief model merupakan model kognitif yang mempunyai
arti proses kognitif dapat dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan termasuk hitungan.
Menurut Health Belief Model, perilaku dapat ditentukan oleh :
1)  Percaya bahwa mereka rentan terhadap masalah kesehatan tertentu
2)  Tingkat keseriusan masalah
3)  Meyakini keefektifitas tujuan pengobatan dan pencegahan
4)  Tidak mahal
5)  Menerima anjuran untuk mengambil tindakan kesehatan.
Dalam melakukan tindakan upaya pencegahan tergantung pada hasil dari dua
keyakinan atau penilaian kesehatan yaitu:
1) Ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka
Hal ini didasarkan pada sejauh mana orang berfikir tentang penyakit atau kesakitan
betul-betul ancaman pada dirinya. Bila ancaman dirasakan semakin meningkat maka
perilaku pencegahan pun akan meningkat.
2) Pertimbangan untung dan rugi

b.  Model Transteoritik


Model transteoritik (atau “Model bertahap”, “stages of change “), sesuai namanya,
mencoba menerangkan serta mengukur perilaku kesehatan dengan tidak bergantung pada
perangkap teoritik tertentu. Proschaska dan kawan-kawan (1979) mula-mula bermaksud
menjelaskan proses apa yang terjadi bila peminum alkohol berhenti minum alkohol, dan juga
terhadap proses dalam berhenti merokok. Penelitian ini mengidentifikasikan empat tahap
independen : prekontemplasi, kontemplasi, aksi, dan pemeliharaan. Prekontemplasi
mengacu pada tahap bila seseorang belum memikirkan sebuah perilaku sama sekali, orang itu
belum bermaksud mengubah suatu perilaku. Dalam tahap kontemplasi, seseorang benar-
benar memikirkan suatu perilaku, namun masih belum siap untuk melakukannya. Tahap aksi
mengacu kepada keadaan bila orang telah melakukan perubahan perilaku, sedangkan
pemeliharaan merupakan  pengentalan jangka panjang dari perubahan yang telah terjadi.
Dalam tahap aksi maupun pemeliharaan, kekambuhan, dapat terjadi, yaitu individu kembali
pada pola perilaku sebelum aksi.
Model transteorik sejalan dengan teori-teori rasional atau teori-teori pembuatan
keputusan dan teori ekonomi yang lain, terutama dalam mendasarkan diri pada proses-proses
kognitif untuk menjelaskan perubahan perilaku.

c.   Model Komunikasi Persuasi


Model komunikasi atau persuasi (Mc guire, 1964) menegaskan bahwa komunikasi
dapat dipergunakan untuk mengubah sikap dan perilaku kesehatan yang secara langsung
terkait dalam merantai kausal yang sama. Efektifitas upaya komunikasi yang diberikan
bergantung pada berbagai input (atau stimulus) serta output (atau tanggapan terhadap
stimulus). Menurut model komunikasi atau persuasi, perubahan pengetahuan dan sikap
merupakan prekondisi bagi perubahan perilaku kesehatan atau perilaku-perilaku yang lain.
Variabel-variabel input meliputi : sumbe pesan, pesan itu sendiri, saluran penyampai, dan
karakteristik penerima, serta tujuan pesan-pesan tersebut. Variabel-variabel output merujuk
pada perubahan dalam factor-faktor kognitif tertentu,seperti pengetahuan, sikap, pembuatan
keputusan,dan juga perilaku-perilaku yang dapat diobservasi.

d.  Teori Pemahaman Sosial (Social Learning Theory)


Teori pemahaman sosial menekankan pada hubungan segitiga antara orang
(menyangkut proses-proses kognitif), perilaku dan lingkungan dalam suatu proses
deterministic resiprokal ( atau kausalitas resiprokal) (bandura, 1977 : Rotte, 1954) kalau
lingkungan menentukan atau menyebabkan terjadi perilaku kebanyakan, maka seorang
individu menggunakan proses kognitifnya untuk menginterprestasikan lingkungannya
maupun perilaku yang dijalankannya, serta memberikan reaksi dengan cara mengubah
lingkungan dan menerima hasil perilaku yang lebih baik. Oleh karena itu, teori pemahaman
sosial menjembatani jurang pemisah antara model-model kognitif, atau model-model yang
berorientasi pada pembuatan keputusan rasional, dengan teori-teori lain diatas.
e.  Model Theori Of Reasoned Action (Teori Kehendak Perilaku)
Teori aksi beralasan (Fishbein dan Ajzen, 1975,1980) menegaskan peran dari niat
seseorang dalam menentukan apakah sebuah perilaku akan terjadi. Teori ini secara
tidak langsung menyatakan bahwa perilaku pada umumnya mengikuti niat dan tidak akan
pernah terjadi tanpa niat. Niat-niat seseorang juga dipengaruhu oleh sikap-sikap terhadap
suatu perilaku, seperti apakah iya merasa perilaku itu penting. Teori ini juga menegaskan
sikap “normatife” yang mungkin dimiliki orang-orang: mereka berfikir tentang apa yang akan
dilakukan orang lain (terutama, orang-orang yang berpengaruh dalam kelompok) pada suatu
situasi yang sama.

f.    Model Consequences (Konsekunsi)


Adalah model peristiwa yang terjadi dilingkungan yang mengikuti perilaku baik itu
memperkuat, memperlemah, bahkan menghentikan perilaku tersebut.
1)  Positif reinforcement (pengaruh yang positif)
Peristiwa yang menyenangkan mengikuti suatu peristiwa.
Contoh: Penghargaan bagi ibu yang memberikan ASI ekslusif, peristiwa ini akan
meningkatkan kemungkinan bahwa perilaku tersebut akan terjadi lagi.
2)  Negative reinforcement (penguat yang negatif)
Peristiwa yang secara terus menerus tidak menyenangkan yang juga menguatkan perilaku.
Contoh: Ketidak nyamanan orang dalam menggunakan kondom padahal dapat membantu
mencegah penularan penyakit kelamin.
3)  Punishment (hukuman)
Konsekuensi negative yang menekankan atau memperlemah perilaku.
Contoh: Hukuman yang diberiak oleh orangtua pada anaknya dalam rangka memberikan
pendidikan disiplin akan membuat peristiwa tersebut tidak akan terulang kembali.

g.  Teori Atribusi


Teori atribusi merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku seseorang.
Apakah perilaku itu disebabkan oleh faktor disposisional (factor dalam/internal),
misalnya sifat, karakter, sikap, dsb, ataukah disebabkan oleh keadaan eksternal,
misalnya tekanan situasi atau keadaan tertentu yang memaksa seseorang melakukan
perbuatan tertentu.
Setiap individu pada dasarnya adalah seorang ilmuwan semu (pseudo scientist) yang
berusaha untuk mencari sebab kenapa seseorang berbuat dengan cara tertentu. Misalkan
kita melihat seseorang bapak paroh baya melakukan pencurian.
Sebagai manusia kita ingin mengetahui penyebab kenapa dia sampai mencuri ?
Apakah orang tersebut mencuri karena sifat dirinya yang memang suka mencuri ?
ataukah karena iya dipaksa oleh situasi, karena dia harus punya uang untuk membeli obat
untuk anaknya yang sakit keras. Ada tiga teori atribusi yaitu :
1)  Thery of Correspondent Inference (Edward Jones dan Keith Davis)
Apabila perilaku berhubungan dengan sikap atau karakteristik personal, berarti dengan
melihat perilakunya dapat diketahui dengan pasti sikap atau karakteristik orang tersebut.
Hubungan yang demikian adalah hubungan yang dapat disimpulkan (correspondent
inference).
Bagaimana mengetahui bahwa perilaku berhubungan dengan karakteristiknya?
a)  Dengan melihat kewajaran perilaku. Orang bertindak wajar sesuai dengan keinginan
masyarakat, sulit untuk dikatakan bahwa tindakannya itu cerminan dari karakternya.
b)  Pengamatan terhadap perilaku yang terjadi pada situasi yang memunculkan beberapa
pilihan.
c)  Memberikan peran berbeda dengan peran yang sudah biasa dilakukan. Misalnya
seorang juru tulis diminta menjadi juru bayar. Dengan peran yang baru akan tampak
keaslian perilaku yang merupakan gambaran dari karakternya.

1.  Persiapan kegiatan promosi bidang Kesehatan Lingkungan


a.  Pendekatan kepada masyarakat dan lingkungan
b.  Menentukan metode promosi kesehatan
Secara garis besar, metode dibagi menjadi dua, yaitu metode didaktif dan metode
sokratik.
a)  Metode Didaktif
Metode ini didasarkan atau dilakukan secara satu arah. Tingkat keberhasilan metode
didaktif sulit dievaluasi karena peserta didik bersifat pasif dan hanya pendidik yang aktif.
Misalnya: ceramah, film, leaflet, booklet, poster dan siaran radio.
b)  Metode Sokratif
Metode ini dilakukan secara dua arah. Dengan metode ini, kemungkinan antara
pendidik dan peserta didik bersikap aktif dan kreatif. Misalnya: diskusi kelompok, debat,
panel, forum, seminar, bermain peran, curah pendapat, demonstrasi, studi kasus, loka karya
dan penugasan perorangan.
2. Menentukan media promosi kesehatan
Media adalah alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan
pendidikan atau pengajaran. Media promosi kesehatan adalah alat yang dipakai untuk
mengirimkan pesan kesehatan. Media pendidikan kesehatan disebut juga alat peraga karena
berfungsi membantu dan memeragakan sesuatu dalam proses pendidikan atau pengajaran.
Pembuatan alat peraga atau media mempunyai prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada
setiap orang diterima dan ditangkap melalui panca indra.
Semakin banyak pancaindra yang digunakan maka semakin jelas juga pengetahuan
yang didapatkan. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan alat peraga dapat melibatkan indra
sebanyak mungkin pada suatu objek sehingga dapat memudahkan pemahaman bagi peserta
didik. Alat peraga atau media mempunyai intensitas yang berbeda dalam membantu
pemahaman seseorang. Elgar menggambarkan intensitas setiap alat peraga dalam suatu
kerucut.
a)  Kata-kata
b)  Tulisan
c)  Rekaman, Radio
d)  Film
e)  Televisi
f)   Pameran
g)  Field Trip
h)  Demonstasi
i)    Sandiwara
j)    Benda Buatan
k)  Benda Asli
Berdasarkan gambar alat peraga yang memiliki intensitas paling tinggi adalah benda
asli sedangkan yang memiliki intensitas paling rendah adalah kata-kata. Hal ini berarti bahwa
penyampaian materi hanya menggunakan kata-kata saja kurang efektif jadi akan lebih efektif
dan efisien jika menggunakan beberapa alat peraga atau gabungan beberapa media.
Pemilihan media promosi kesehatan ditentukan oleh banyaknya sasaran, keadaan
geografis, karakteristik partisipan, dan sumber daya pendukung. Contohnya di daerah
terpencil yang hanya dapat dicapai dengan peswat terbang khusus dan pendidikan kesehatan
yang diinginkan adalah yang mencapai sebanyak mungkin sasaran, maka media yang dapat
dipilih adalah flyer atau media elektronik jika sumber dayanya memungkinkan.

5)  Pembagian Alat Peraga Berdasarkan Fungsinya


a)  Media cetak
Ø Booklet. Media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik
berupa tulisan maupun gambar
Ø Leaflet. Bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui lembaran yang
dilipat. Isi informasi dapat berupa kalimat, gambar, atau kombinasi.
Ø Flyer (selebaran), bentuk seperti leaflet, tetapi tidak dilipat
Ø Flip chart (lembar balik), biasanya dalam bentuk buku, setiap lembar (halaman) berisi
gambar yang diinformasikan dan lembar baliknya (belakangnya) berisi kalimat sebagai
pesan atau informasi yang berkaitan dengan gambar tersebut
Ø Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah yang membahas suatu masalah
kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan
Ø Poster. Bentuk media yang berisi pesan-pesan atau informasi kesehatan yang biasanya
ditempel didinding, tempat-tempat umum, atau kendaraan umum. Biasanya isinya bersifat
pemberitahuan dan propaganda.
Ø Foto yang mengungkap informasi kesehatan.
b)  Media elektronik
Jenis-jenis media elektronik yang dapat digunakan sebagai media pendidikan kesehatan,
antara lain adalah sebagai berikut.
Ø Televisi. Penyampaian pesan kesehatan melalui media televisi dapat berbentuk sandiwara,
sinetron, forum diskusi, pidato (ceramah), TV spot, dan kuis atau cerdas cermat.
Ø Radio. Bentuk penyampaian informasi diradio dapat berupa obrolan (tanya jawab),
konsultasi kesehatan, sandiwara radio, dan radio spot.
Ø Video. Penyampaian informasi kesehatan melalui video.
Ø Slide. Slide dapat juga digunakan untuk menyampaikan informasi kesehatan
Ø Film strip

c)  Media papan (billboard)


Media papan yang dipasang ditempat-tempat umum dapat diisi pesan-pesan atau
informasi kesehatan. Media ini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran
seng dan ditempel di kendaraan umum (bus dan taksi)

d)  Media hiburan


Penyampaian informasi kesehatan dapat dilakukan melalui media hiburan, baik di luar
gedung (panggung terbuka) maupun dalam gedung, biasanya dalam  bentuk dongeng,
sosiodrama, kesenian tradisional, dan pemeran.

Sasaran yang Dicapai Alat Bantu Pendidikan


Pengetahuan tentang sasaran pendidikan yang akan dicapai alat peraga, penting untuk
dipahami dalam menggunakan alat peraga. Ini berarti penggunaan alat peraga harus
berdasarkan pengetahuan tentang sasaran yang ingin dicapai. Hal yang perlu diketahui
tentang sasaran adalah sebgai berikut.
a)  Individu atau kelompok
b)  Kategori sasaran, seperti aspek demografi, sosial
c)  Bahasa yang mereka gunakan
d)  Adat istiadat serta kebiasaan
e)  Minat dan perhatian
f)   Pengetahuan dan pengalaman mereka tentang pesan yang akan diterima

Langkah kegiatan perencanaan promosi kesehatan adalah seperti


diuraikan di bawah ini :
a.  Identifikasi Masalah, Potensi dan Analisis Situasi
b.  Menentukan Tujuan Promosi Kesehatan
Pada dasarnya tujuan utama promosi kesehatan adalah untuk mencapai 3 hal, yaitu :
1)  Peningkatan pengetahuan atau sikap masyarakat
2)  Peningkatan perilaku masyarakat
3)  Peningkatan status kesehatan masyarakat

c.   Menentukan Sasaran Promosi Kesehatan


Di dalam promosi kesehatan yang dimaksud dengan sasaran adalah kelompok sasaran,
yaitu individu, kelompok maupun keduanya.
d.  Menentukan Isi/Materi Promosi Kesehatan
Isi  promosi kesehatan harus dibuat sesederhana mungkin sehingga mudah dipahami oleh
sasaran. Bila perlu buat menggunakan gambar dan bahasa setempat sehingga sasaran mau
melaksanakan isi pesan tersebut.
e.  Menentukan Metode
1)  Pengetahuan: penyuluhan langsung, pemasangan poster, spanduk, penyebaran leaflet,
dll.
2)  Sikap: memberikan contoh konkrit yang dapat menggugah emosi, perasaan dan sikap
sasaran, misalnya dengan memperlihatkan foto, slide atau melalui pemutaran
film/video.
3)  Keterampilan:  sasaran harus diberi kesempatan untuk mencoba keterampilan tersebut.
4)  Pertimbangkan sumber dana & sumber daya.
f.    Menetapkan Media
1)  Teori pendidikan : belajar yang paling mudah adalah dengan menggunakan media.
2)  Media yang dipilih harus bergantung pada jenis sasaran, teknik pendidikan, aspek yang
ingin dicapai, metode yang digunakan dan sumber daya yang ada.

g.  Menyusun Rencana Evaluasi


Rencana evaluasi harus dijabarkan yaitu mengenai kapan evaluasi akan dilaksanakan, di
mana akan dilaksanakan, kelompok sasaran yang mana akan dievaluasi & siapa yang akan
melaksanakan evaluasi tersebut.

h.  Menyusun Jadwal Pelaksanaan


Penjabaran dari waktu, tempat & pelaksanaan yang biasanya disajikan dalam bentuk gan
chart.
Strategi WHO
1)  Advokasi (Advocacy)
Advokasi (advocacy) adalah kegiatan memberikan bantuan kepada masyarakat
dengan membuat keputusan (Decision Makers) dan penentu kebijakan (Policy Makers) dalam
bidang kesehatan maupun sektor lain di luar kesehatan yang mempunyai pengaruh terhadap
masyarakat. Advokasi terhadap kesehatan merupakan sebuah upaya yang dilakukan orang-
orang dibidang kesehatan, utamanya promosi kesehatan, sebagai bentuk pengawalan terhadap
kesehatan. Advokasi ini lebih menyentuh pada level pembuat kebijakan, bagaimana orang-
orang yang bergerak dibidang kesehatan bisa mempengaruhi para pembuat kebijakan untuk
lebih tahu dan memperhatikan kesehatan. Advokasi dapat dilakukan dengan mempengaruhi
para pembuat kebijakan untuk membuat peraturan-peraturan yang bisa berpihak pada
kesehatan dan peraturan tersebut dapat menciptakan lingkungan yang dapat mempengaruhi
kurung waktu sehat dapat terwujud di masyarakat (Kapalawi, 2007).

2)  Dukungan sosial/kemitraan


Kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok
atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Dalam kerja
sama tersebut ada kesepakatan tentang komitmen dan harapan masing-masing, tentang
peninjauan kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat, dan saling
berbagi baik dalam risiko maupun keuntungan yang diperoleh.
Dari definisi ini terdapat 3 kata kunci dalam kemitraan, yakni :
a)  Kerjasama antar kelompok, organisasi, dan individu
b)  Bersama-sama mencapai tujuan tertentu (yang disepakati bersama)
c)  Saling menanggung risiko dan keuntungan

3)  Pemberdayaan masyarakat (empowernment)


Pemberdayaan atau empowernment adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari
perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat, terutama Eropa. Untuk
memahami konsep pemberdayaan secara tepat dan jernih memerlukan upaya pemahaman
latar belakang kontekstual yang melahirkannya. Konsep tersebut telah begitu meluas
diterima dan dipergunakan, mungkin dengan pengertian persepsi yang berbeda satu
dengan yang lain. Penerimaan dan pemakaian konsep tersebut secara kritikal tentulah
meminta kita mengadakan telaah yang sifatnya mendasar dan jernih.
Pemberdayaan masyarakat secara umum lebih efektif jika dilakukan melalui program
pendampingan masyarakat (community organizing and development), karena pelibatan
masyarakat sejak perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan
(actuating) hingga evaluasi atau pengawasan (controlling) program dapat dilakukan secara
maksimal. Upaya ini merupakan inti dari pelaksanaan pemberdayaan masyarakat.
Pelibatan masyarakat melalui pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen; perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), hingga evaluasi atau
pengawasan (controlling) program atau biasa disingkat POAC telah diadopsi untuk
program-program bidang kesehatan

Anda mungkin juga menyukai