Anda di halaman 1dari 9

1.

Karakteristik Tumbuhan
a. Kelor (Moringa oleifera)
Tumbuhan kelor (Moringa oleifera) merupakan daun yang banyak tumbuh di
daerah yang kering di Indonesia yang dipengaruhi oleh teknik budidaya dan
lingkungan tumbuh (Wasonowati, et al., 2019). Kelor seringkali dianggap oleh
masyarakat tertentu di suatu daerah sebagai tanaman yang mempunyai sifat mistis.
Masyarakat menganggap bahwa daun kelor dapat melunturkan jimat. Disamping itu,
daun kelor ternyata mempunyai manfaat yang banyak sebagai obat atau jamu
tradisional untuk berbagai macam penyakit. Tanaman kelor dapat diklasifikasikan
sebagai berikut (Cronquist, 1981).
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Capparales
Famili : Moringaceae
Genus : Moringa
Spesies : Moringa oleifera
Tanaman kelor memiliki akar tunggang, berwarna putih, biasanya bercabang atau
serabut dan dapat mencapai kedalaman 5 – 10 meter. Batang tanaman kelor dapat
tumbuh mencapai 12 meter, batang tidak terlalu keras, berkulit tipis, permukaan
kasar, banyak percabangan, dan arah percabangan cenderung tegak atau agak miring
dengan pertumbuhan lurus dan memanjang. Daun kelor berbentuk bulat telur, dengan
ukuran relatif kecil, daun majemuk, tersusun selang seling (Leone, et al., 2015).
Tanaman kelor (Moringa oleifera) terdiri dari 13 spesies yang berbeda dalam hal
karakteristik, nama, bentuk cabang, dan tempat geografis untuk tumbuh pada suhu
dan daerah yang tropis (Wasonowati, et al., 2019). Menurut (Leone, et al., 2016),
spesies yang berjumlah 13 tersebut yaitu, M. arborea, dari Kenya; M. rivae dari
Kenya dan Ethiopia; M. borziana, dari Somalia; M. pygmaea dari Somalia; M.
longituba dari Ethiopia dan Somalia; M. stenopetala dari Kenya dan Ethiopia; M
ruspoliana dari Ethiopia; M. ovalifolia dari Namibia dan Angola; M. drouhardii, M.
hildebrandi dari Madagaskar; M. peregrine dari Afrika; M. concanensis, Moringa
oleifera dari sub-Himalaya di India Utara.

Gmabar 1. Tanaman Kelor


Sumber: (Leone, et al., 2015)
Tumbuhan kelor (Moringa oleifera) dapat tumbuh pada daerah dengan suhu 25°C
namun dapat juga tumbuh pada daerah dengan suhu mencapai 28°C (Wasonowati, et
al., 2019). Moringa oleifera tumbuh subur di daerah tropis dan subtropis pada
ketinggian hingga 2.000 m. Tanaman kelor banyak dtemukan di Timur Tengah dan di
negara-negara Afrika dan Asia, namun saat ini tanaman kelor dapat tumbuh di daerah
tropis dan sub tropis (Leone, et al., 2016).
b. Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa)
Rosella merah (Hibiscus sabdariffa) merupakan bunga yang berwarna merah,
selain bisa digunakan sebagai tanaman hias, oleh masyarakat seringkali dimanfaatkan
sebagai teh rosella yang bermanfaat untuk kesehatan. Tanaman rosella dapat tumbuh
optimal pada daerah dengan ketinggian kurang dari 600 m dpl, dengan suhu rata-rata
24 - 32°C. Tanaman rosella membutuhkan curah hujan sekitar 140 – 270 mm per
bulan dengan kelembaban udara di atas 70% (Gribaldi, 2015).
Klasifikasi tanaman rosella menurut (Comojime, 2008) yaitu sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Malvales
Famili : Malvaceae
Genus : Hibiscus
Spesies : Hibiscus sabdariffa

Gambar 2. Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa)

Sumber: (Pangaribuan, 2016)


Tanaman rosella merupakan tanaman tegak berkayu yang memiliki batang bulat
dan berwarna merah. Rosella dapat tumbuh dengan tinggi hingga mencapai 3 – 5
meter, akar rosella merupakan akar tunggang. Daun tanaman rosella memiliki daun
tunggal berbentuk bulat telur, ujung daun tumpul, dan pangkal berlekuk. Panjang
daun 6 - 15 cm dan lebar 5 - 8 cm. Tangkai daun bulat berwarna hijau dengan
panjang 4 - 7 cm. Bunga rosella merupakan bunga tunggal yang keluar dari ketiak
daun, memiliki 8 – 11 kelopak bunga yang berbulu. Bagian dari bunga inilah yang
dimanfaatkan untuk minuman yang berkhasiat bagi kesehatan tubuh (Pangaribuan,
2016).

c. Sambiloto (Andrographis paniculata)


Sambiloto (Andrographis paniculata) merupakn tanaman herba tegak, yang
tumbuh secara alami di daerah dataran rendah. Sambiloto termasuk dalam tanaman
yang memiliki daya adaptasi yang baik karena dapat tumbuh pada habitat di tempat
yang terbuka seperti ladang, pinggir jalan, tebing, semak belukar, di bawah pohon
jati atau bambu. Di beberapa daerah di Indonesia, sambiloto dikenal dengan berbagai
nama. Masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur menyebutnya dengan bidara,
sambiroto, sandiloto, sadilata, takilo, paitan, dan sambiloto. Di Jawa Barat disebut
dengan ki oray, takila, atau ki peurat. Di Bali lebih dikenal dengan samiroto
(Sikumalay, et al., 2016).

Gambar 3. Simplisia Daun Sambiloto


Sumber: (Dokumentasi Pribadi Kelompok 3)
Masyarakat umumnya menggunakan bagian daun dari tanaman sambiloto untuk
dijadikan jamu tradisional. Sambiloto kini banyak dijual di toko obat atau jamu
tradisional, penggunaan sambiloto di masyarakat saat ini mempunyai beberapa
pilihan diantaranya dengan membuat rebusan langsung dari daun sambiloto ataupun
dengan membeli produk herbal sambiloto yang dijual di pasaran (Sikumalay, et al.,
2016).
2. Kajian Etnobotani
a. Informasi dan Observasi Penggunaan Tumbuhan
Daun Kelor (Moringa oleifera)
Berdasarkan kegiatan observasi mengenai obat dan jamu herbal di Pasar Besar,
kami mendapatkan informasi dari penjual bahwa daun kelor memiliki banyak manfaat
untuk kesehatan tubuh karena didalamnya terdapat senyawa-senyawa yang dapat
menutrisi tubuh. Daun kelor dapat digunakan sebagai teh herbal, karena di dalamnya
terdapat kandungan polyphenol yang tinggi. Polifenol ini dapat bekerja sebagai
antioksidan. Antioksidan berperan dalam detoksifikasi tubuh dan bahkan dapat
memperkuat sistem kekebalan tubuh. Cara pembuatan teh daun kelor terbilang cukup
mudah, yaitu dengan hanya memetik daun yang sudah tua dari cabang-cabangnya.
Daun kelor kemudian dikumpulkan, dikeringkan, lalu ditumbuk.
Selain sebagai teh herbal, daun kelor juga dapat digunakan untuk mengobati
berbagai macam penyakit, seperti penyakit jantung, kanker, diabetes, dan arthritis.
Daun kelor yang memiliki kandungan antioksidan dapat mencegah kerusakan
jantung. Daun kelor yang diekstrak dapat menjadi obat untuk mencegah kanker
karena ekstrak daun kelor tersebut dapat mencegah pertumbuhan dan reproduksi sel-
sel kanker. Selain anti kanker, daun kelor dapat mencegah diabetes karena
mengandung mineral yang dibutuhkan dalam pembentukan insulin. Ekstrak daun
kelor juga dapat mengobati arthritis dengan mengurangi rasa sakit pada sendi.
Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa)
Berdasarkan kegiatan observasi mengenai obat dan jamu herbal di Pasar Besar,
kami mendapatkan informasi dari penjual bahwa rosella merah (Hibiscus sabdariffa)
mengandung antioksidan, vitamin A, vitamin C, dan beta karoten. Rosella merah
(Hibiscus sabdariffa) dapat mencegah dan mengobati hipertensi, kolesterol, diabetes,
batuk, anti kanker, dan dapat menurunkan berat badan. Cara membuat obatnya nya
cukup mudah, yaitu dengan merebus 5 – 7 bunga rosella merah dengan satu gelas air
hingga mendidih, lalu air rebusan bunga rosella merah tersebut diminum secara rutin.
Sambiloto (Andrographis paniculata)

Berdasarkan kegiatan observasi mengenai obat dan jamu herbal di Pasar Besar,
kami mendapatkan informasi dari penjual bahwa sambiloto (Andrographis
paniculata) dapat mengobati flu, memperbaiki pankreas, dan menurunkan kadar gula.
Cara membuat obatnya cukup mudah, yaitu dengan mengeringkan daunnya lalu
direbus dengan air sampai mendidih, lalu air rebusan daun sambiloto tersebut
diminum secara rutin.
b. Informasi Ilmiah
Daun Kelor (Moringa oleifera)
Bagian dari tanaman kelor yang sering dimanfaatkan di kalangan masyarakat
adalah daunnya. Daun tanaman kelor dimanfaatkan sebagai jamu atau obat tradisional
untuk mengobati berbagai macam penyakit. Menurut (Leone., et al., 2015) daun kelor
kaya akan protein, mineral, beta karoten, dan antioksidan dan dalam pengobatan
tradisional, daun kelor digunakan untuk mengobati beberapa penyakit termasuk
malaria, demam, radang sendi, pembengkakan, luka, penyakit kulit, hipertensi dan
diabetes. Daun kelor juga digunakan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh
(untuk mengobati gejala terkait HIV/AIDS).
Daun kelor (Moringa oleifera) juga merupakan sumber karoten yang baik,
mengandung 6,6-6,8 mg/100 g β-karoten, lebih besar dari labu dan aprikot (masing-
masing 6,9, 3,6 dan 2,2 m/100 g). Daun kelor (Moringa oleifera) mengandung
11.300–23.000 IU vitamin A. Vitamin A berperan penting dalam banyak proses
fisiologis seperti penglihatan, reproduksi, pertumbuhan dan perkembangan embrio,
memperkuat kekebalan tubuh, pemeliharaan jaringan epitel, dan fungsi otak (Alvarez,
et al., 2014). Studi epidemiologis menunjukkan bahwa daun kelor segar mengandung
flavonoid yang memiliki efek perlindungan terhadap penyakit menular yang
disebabkan oleh bakteri, virus, dan penyakit degeneratif seperti penyakit
kardiovaskular, kanker, dan penyakit lain yang berkaitan dengan usia (Kumar, et al.,
2013).
Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa)
Bagian dari tanaman rosella yang biasa digunakan sebagai teh dan obat diabetes
adalah bunga rosella merah. Rosella dimanfaatkan oleh masyarakat untuk obat
berbagai macam penyakit, dan dapat digunakan sebagai teh herbal yang kaya khasiat.
Bunga rosella telah terbukti memiliki antioksidan tinggi dan telah mendapatkan minat
penelitian untuk potensinya dalam mengobati penyakit kardiovaskular seperti
aterosklerosis pada obesitas (Huang, et al., 2015), hipertensi (Si, et al., 2017), dan
diabetes (Peng, et al., 2011). Menurut (Husin, et al., 2017), ekstrak dari rosella
(Hibiscus sabdariffa) mampu menurunkan kadar gula dalam darah dan meningkatkan
insulin. Rosella merah terbukti mengandung antioksidan yang kaya akan polifenol,
flavonoid, dan antosianin. Rosella merah sudah banyak dimanfaatkan di India sebagai
obat herbal China untuk mengobati berbagai penyakit seperti diabetes dan liver
(Husin, et al., 2017).
Sambiloto (Andrographis paniculata)

Sambiloto banyak dimanfaatkan, terutama oleh masyarakat pedesaan sebagai


jamu atau obat tradisional. Rasa dari jamu sambiloto sangat pahit, hal tersebut karena
pada daun sambiloto terdapat kandungan utama yaitu andrographolide (zat pahit),
Rasa pahit dari andrographolide inilah yang dipercaya dapat menyembuhkan
berbagai penyakit (Nugroho, 2016). Selain itu, daun sambiloto mengandung saponin,
alkaloid, flavonoid, dan tannin (Nugroho, 2016). Sambiloto secara farmakologis
mempunyai sifat antara lain antiradang, analgesik, antiinflamasi, antibakteri,
antimalaria, hepatoprotektif, penawar racun, menstimulasi sistem imun, menghambat
sel tumor, serta untuk pengobatan antara lain pengobatan untuk penyakit hepatitis,
radang paru, TBC, diare, kencing nanah, dan tipus (Sawitti, et al., 2013).
Andrographis paniculata memiliki komponen aktif yang utama yaitu
andrographolide (Nugroho, 2016), yang dapat mengahambat pertumbuhan
Plasmodium falciparum dan ekstrak etanol Andrographis paniculata efektif untuk
infeksi saluran napas bagian atas, selain itu Andrographis paniculata memiliki
aktivitas antimikroba terhadap sembilan bakteri, yakni Salmonella typhimurium,
Escherichia coli, Shigella sonnei, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa,
Streptococcus pneumonia, Streptococcus pyogenes, Legionella pneumophila dan
Bordetella pertussis (Sikumalay, et al., 2016).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi toko obat dan jamu di Pasar Besar, Malang, terbukti bahwa
daun kelor (Moringa oleifera), rosella merah (Hibiscus sabdariffa), dan sambiloto
(Andrographis paniculata) dapat mencegah dan mengobati berbagai penyakit. Hal tersebut
didukung dengan informasi ilmiah dari berbagai referensi mengenai kandungan atau
komponen utama tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional.
Daftar Rujukan
Alvarez, R.; Vaz, B.; Gronemeyer, H.; de Lera, A.R. Functions, therapeutic applications,
and synthesis of retinoids and carotenoids. Chem. Rev. 2014, 114, 1–125.

Gribaldi., Nurlaili. 2015. Perubahan Morfologi Bibit Rosella (Hibiscus Sabdariffa L)


Dengan Pemberian Pupuk Kandang Pada Tanah Ultisol. Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Baturaja.

Huang, T.-W., Chang, C.-L., Kao, E.-S., and Lin, J.-H. 2015. Effect of Hibiscus sabdariffa
extract on high fat diet–induced obesity and liver damage in hamsters. Food Nutr. Res.
59(1): 29018.

Husin, N., Balkis, B. S., Hamid, Z. A., Rachman, M. A., Louis, S. R., Osman, M., Idris, M.
H., Mohamed, J. 2017. Aqueous Calyxs Extract of Roselle or Hibiscus sabdariffa Linn
Supplementation improves Liver Morphology in Streptozotocin Induced Diabetic Rats. Arab
Journal of Gastroenterology (2017).

Kumar, S.; Pandey, A.K. Chemistry and biological activities of flavonoids: An overview.
Sci. World J. 2013, 2013, 162750.

Leone, A., Spada A., Battezzati, A., Schiraldi A., Aristil, J., & Bertoli, S. 2015. Cultivation,
Genetic, Ethnopharmacology, Phytochemistry and Pharmacology of Moringa oleifera
Leaves: An Overview. Int. J. Mol. Sci. 2015, 16, 12791-12835; doi:10.3390/ijms160612791.

Leone, A., Spada A., Battezzati, A., Schiraldi A., Aristil, J., & Bertoli, S. 2016. Moringa
oleifera Seeds and Oil: Characteristics and Uses for Human Health. Int. J. Mol. Sci. 2016,
17, 2141; doi:10.3390/ijms17122141.
Nugroho, A., Rahardianingtyas, E., Putro, D., & Wianto, R. 2016. Pengaruh Ekstrak Daun
Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) terhadap Daya Bunuh Bakteri Leptospira sp.
Media Litbangkes, Vol. 26 No. 2, Juni 2016, 77 – 84.

Pangaribuan, L. 2016. Pemanfaatan Masker Bunga Rosela Untuk Pencerahan Kulit Wajah.
Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera Vol. 14 (28) Desember 2016 p-ISSN : 1693 - 1157, e-
ISSN : 2527 – 9041.

Peng, C.-H., Chyau, C.-C., Chan, K.-C., Chan, T.-H., Wang C.-J., & Huang, C.-N. 2011.
Hibiscus sabdariffa polyphenolic extract inhibits hyperglycemia, hyperlipidemia, and
glycation-oxidative stress while improving insulin resistance. J. Agric. Food. Chem. 59(18):
9901-9909.

Sawitti, Yendhi M, Mahatmi H, Besung INK. Daya hambat perasan daun sambiloto terhadap
pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Indonesia Medicus Veterinus. 2013;2(2):142–50.

Si, L. Y.-N., Ali, S. A. M., Latip, J., Fauzi, N. M., Budin, S. B., and Zainalabidin, S. 2017.
Roselle is cardioprotective in diet-induced obesity rat model with myocardial infarction. Life
sciences 191: 157-165.

Sikumalay, A., Suharti, N., Masri, M. 2016. Efek Antibakteri dari Rebusan Daun Sambiloto
(Andrographis paniculata Nees) dan Produk Herbal Sambiloto Terhadap Staphylococcus
Aureus. Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(1)

Wasonowati, W., Sulistyaningsih, E., Indradewa, D., & Kurniasih, B. 2019. AIP
Conference Proceedings 2120, 030024 (2019); https://doi.org/10.1063/1.5115628.

Anda mungkin juga menyukai