Anda di halaman 1dari 2

BAB V

PEMBAHASAN
Dari hasil praktikum didapatkan jumlah koloni bakteri rongga mulut pada obat kumur C terdapat
perbedaan pada kelompok “ Before Spread” dan “After Spread” dengan angka 10578,9 x 10 3 (Before
Spread) menjadi 275,9 x 103 (After Spread). Dan pada kelompok “Before Pour” dan “After Spread” tidak
menunjukan adanya nilai selisih atau perbedaan. Setelah dibandingkan dengan rata-rata tipe obat
kumur A dan B, obat kumur C adalah yang paling efektif menghambat pertumbuhan bakteri pada
rongga mulut. Bisa disimpulkan bahwa obat kumur C ini adalah obat kumur yang mengandung
Chlorheksidine, karena Chlorhexidine mempunyai efek bakteriosid dan bakteriostatik yang
menyebabkan nilai selisih dari kelompok “ Before” dan “After”. Pada praktikum ini menunjukan bahwa
terapat perbedaan atau nilai selisih yang bermakna antar kelompok “ Before” dan “After” yang
menggunakan obat kumur C yaitu obat kumur yang mengandung Chlorheksidin dengan nilai selisih
10,303 x 103.
Dari data hasil praktikum, dapat dilihat bahwa adanya perbedaan penurunan jumlah koloni bakteri pada
masing-masing obat kumur. Obat kumur C (chlorhexidine) memiliki rerata diameter zona hambat lebih
besar daripada obat kumur A (povidone iodine) serta obat kumur B (fenol). Perbedaan penurunan
jumlah koloni tersebut dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, diantara faktor yang berpengaruh
adalah kondisi saliva dan jumlah bakteri awal. Saliva memiliki berbagai macam komponen yang
berfungsi untuk pertahanan tubuh melawan infeksi mikroorganisme, diantaranya adalah berbagai
macam protein seperti lyzozyme,bactericidal/ permeability increasing protein (BPI), peroxidise, IgA
serta IgG. Kadar keasaman (pH) saliva juga berpengaruh terhadap efektifitas obat kumur, saliva yang
bersifat asam (pH rendah) akan mengurangi efektifitas chlorhexidine (Sinaredi dkk, 2014).
Pada obat kumur A (povidone iodine) diketahui pada nilai rata-rata sebelum dilakukan oral hygiene
dengan menggunakan larutan povidone iodine 1% (larutan A) jumlah koloni bakteri rata rata kelompok
1,4,7 yaitu sebesar 1137,54×10 3 dan berkurang menjadi 492,785×10 3 setelah dilakukan oral hygiene,
sehingga penurunan nilai rata-rata sebesar 644,755×10 3 . Hal ini membuktikan bahwa Povidone iodine
merupakan iodine kompleks yang berfungsi sebagai antiseptik, mampu membunuh mikroorganisme
seperti bakteri, jamur, virus, proto-zoa, dan spora bakteri. Aktifitas antimikroba povidone iodine
dikarenakan kemampuan oksidasi kuat dari iodine bebas terhadap asam amino, nukleotida, ikatan
ganda, dan juga lemak bebas tidak jenuh. Hal ini menyebabkan povidone iodine mampu merusak
protein dan DNA mikroba. Povidone iodine bersifat bakteriostatik, kandungan iodium yang digabungkan
dengan polivinil pirolidon menghasilkan suatu kompleks iodofor yang dapat menghambat pertumbuhan
kolonisasi Staphylococcus aureus sehingga povidone iodine dapat digunakan sebagai dekontaminasi
mulut untuk menurunkan kolonisasi Staphylococcus (Rondhianto dkk, 2016).
Pada obat kumur B (fenol) diketahui pada nilai rata-rata sebelum dilakukan oral hygiene dengan
mengunakan fenol jumlah koloni bakteri rata-rata kelompok 2,5,8 yaitu sebesar 3586,67×10 3 dan
berkurang menjadi 1×103 setelah dilakukan oral hygiene, sehingga penurunan nilai rata-rata sebesar
1018,66×103 . Obat kumur B (fenol) termasuk kedalam golongan lemah yang efektif untuk bakteri gram
negatif, dapat digunakan untuk menjaga oral hygiene dan dapat membunuh bakteri penyebab karies,
namun kurang efektif untuk penyakit periodontitis.
Pada obat kumur C (chlorhexidine) diketahui pada nilai rata-rata sebelum dilakukan oral hygiene
dengan mengunakan chlorhexidine jumlah koloni bakteri rata-rata kelompok 3,6,9 yaitu sebesar
10578,9×103 dan berkurang menjadi 275,9×103 setelah dilakukan oral hygiene, sehingga penurunan
nilai rata-rata sebesar 10303×10 3 . Chlorhexidine memiliki rerata diameter zona hambat terbesar
dibandingkan dengan povidone iodine dan fenol. Hal ini berarti daya antibakteri chlorhexidine lebih
besar dibandingkan dengan povidone iodine maupun fenol. Mekanisme kerja dari chlorhexidine efektif
untuk menghambat pertumbuhan maupun membunuh bakteri gram positif dan gram negatif, tergantung
dari konsentrasi yang digunakan. Molekul chlorhexidine memiliki muatan positif (kation) dan sebagian
besar muatan molekul bakteri adalah negatif (anion). Hal ini menyebabkan perlekatan yang kuat dari
chlorhexidine pada membran sel bakteri. Chlorhexidine akan menyebabkan perubahan pada
permeabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan keluarnya sitoplasma sel dan komponen
sel dengan berat molekul rendah dari dalam sel menembus membran sel sehingga menyebabkan
kematian bakteri. Chlorhexidine lebih efektif terhadap bakteri Gram positif (S. mutans) merupakan
bakteri Gram positif) dibandingkan terhadap bakteri Gram negatif (P. gingivalis). Terdapat perbedaan
jenis dinding sel pada bakteri gram positif dimana bakteri gram positif tidak memiliki lipopolisakarida
sedangkan bakteri gram negatif memiliki lipopolisakarida. Lipopolisakarida mampu untuk menahan
molekul kationik dari chlorhexidine sehingga membatasi mengurangi efektifitas kerjanya. Selain itu,
membran luar dari bakteri gram negatif, bertindak sebagai penghalang terhadap zat anti bakterial yang
bersifat kationik seperti chlorhexidine (Sinaredi dkk, 2014).
Penelitian ini menunjukkan bahwa chlorhexidine lebih efektif dibanding povidone iodine dan fenol
dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Kelebihan utama chlorhexidine dibandingkan dengan obat
kumur lainnya adalah perlekatannya dengan substansi (jaringan rongga mulut). Ikatan yang baik
dengan jaringan lunak maupun keras pada mulut menyebabkan efek chlorhexidine bertahan dalam
jangka waktu yang lama setelah digunakan. Chlorhexidine sangat sedikit diserap oleh saluran
gastrointestinal, oleh karena itu chlorhexidine memiliki toksisitas yang rendah dan Chlorhexidine akan
diserap dengan sangat cepat oleh bakteri dan penyerapan ini tergantung pada konsentrasi
chlorhexidine dan pH. Chlorhexidine berguna dalam mengurangi plak dan gingivitis yang dapat
menyebabkan bau tidak sedap pada rongga mulut dibandingkan dengan terapi periodontal saja. Dasar
yang kuat untuk mencegah terbentuknya plak adalah terjadinya ikatan antara chlorhexidine dengan
molekul permukaan gigi antara lain polisakarida, protein, glikoprotein, saliva, pelikel, mukosa serta
permukaan hidroksiapatit. Akibat adanya ikatan tersebut maka pembentukan plak dihambat. Hal ini
juga dipengaruhi oleh konsentrasi dari medikasi, pH, temperatur, lamanya waktu kontak larutan dengan
struktur rongga mulut (Pangesti dkk, 2018).
Daftar pustaka :
 Patabang, WA., Leman, MA., Maryono, J. 2016. Perbedaan Jumlah Pertumbuhan koloni Bakteri
Rongga Mulut Sebelum dan Sesudah Menggunakan Obat Kumur Yang Mengandung
Chlorheksidine. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol. 5(1). Hal. 29.
 Rondhianto, Wantiyah, Putra FM. 2016. PENGGUNAAN CHLORHEXIDINE 0,2% DENGAN
POVIDONE IODINE 1% SEBAGAI DEKONTAMINASI MULUT TERHADAP KOLONISASI
Staphylococcus aureus PADA PASIEN PASCA OPERASI ANASTESI UMUM. NurseLine Journal
Vol. 1(1). Hal, 176-183
 Sinaredi, BR., Pradopo, Seno., Wibowo, TB. 2014. Daya antibakteri obat kumur chlorhexidine,
povidone iodine, fluoride suplementasi zinc terhadap, Streptococcus mutans dan Porphyromonas
gingivalis. Dental Journal. Vol. 47(4). Hal, 213-214.
 Pangesti, AD., Susanti DNA., Kusumadewi S. 2018. Perbedaan efektivitas obat kumur yang
mengandung chlorhexidine dan essential oils terhadap penurunan tingkat halitosis. Bali Dental
Journal. Vol. 2(1). Hal, 52.

Anda mungkin juga menyukai