Anda di halaman 1dari 8

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN

SAPI POTONG DI INDONESIA


Hamdi Mayulu1, Sunarso2, C. Imam Sutrisno2, dan Sumarsono2

1
Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman, Jalan Pasir Belengkong Kampus Gunung Kelua Samarinda 75123
Telp. (0541) 749313, Faks. (0541) 749313, E-mail: mail@unmul.ac.id
2
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Kampus drh. Soejono Koesoemardoyo Tembalang Semarang 50275

Diajukan: 08 Oktober 2009; Diterima: 15 Januari 2010

ABSTRAK
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas, produksi maupun populasi sapi potong dalam
rangka mendukung program kecukupan daging (PKD) 2010, yang direvisi menjadi 2014. Produksi daging dalam
negeri diharapkan mampu memenuhi 9095% kebutuhan daging nasional. Karena itu, pengembangan sapi potong
perlu dilakukan melalui pendekatan usaha yang berkelanjutan, didukung dengan industri pakan yang mengoptimalkan
pemanfaatan bahan pakan lokal spesifik lokasi melalui pola yang terintegrasi. Hingga kini, upaya pengembangan
sapi potong belum mampu memenuhi kebutuhan daging dalam negeri, selain rentan terhadap serangan penyakit.
Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai kelemahan dalam sistem pengembangan peternakan. Oleh karena itu, perlu
diupayakan model pengembangan dan kelembagaan yang tepat berbasis masyarakat dan secara ekonomi
menguntungkan. Pemerintah sebaiknya menyerahkan pengembangan peternakan ke depan kepada masyarakat
melalui mekanisme pasar bebas. Pemerintah lebih berperan dalam pelayanan dan membangun kawasan untuk
memecahkan permasalahan dasar dalam pengembangan peternakan sehingga dapat mengaktifkan mekanisme
pasar. Usaha peternakan hendaknya dapat memacu perkembangan agroindustri sehingga membuka kesempatan
kerja dan usaha. Implikasi kebijakan dari gagasan ini adalah perlu dibuat peta jalan pembangunan peternakan
nasional dan diuraikan secara rinci di setiap wilayah pengembangan ternak.
Kata kunci: Sapi potong, kebijakan, pengembangan, Indonesia

ABSTRACT
Beef cattle development policy in Indonesia

Efforts have been made to increase productivity, production and population of beef cattle in Indonesia to support
meat sufficiency program in 2010 that has been revised to be acheived by 2014. It is expected that the domestic
meat production could contribute 9095% to the national meat demand. Development of beef cattle needs to be
done through a sustainable approach, supported by feed industry through optimizing the utilization of local raw
materials and integrated pattern. In fact the development of beef cattle had not yet met the domestic needs for
meat, including vulnerable to disease. This may be caused by various weaknesses in beef cattle development system.
Therefore, efforts are necessary to find out the models of beef cattle development that are suitable to and
benefited the community. The government should submit to the public how the farms future through a free market
mechanism. Government role is stressed on service and building the regions for crucial problems solving so that the
market mechanism can be activated. Animal husbandry and agroindustries development would open employment
opportunities and wide-open business. The policy implications of this idea are the roadmap necessary to create a
national livestock development and described in detail in every area of livestock development.
Keywords: Beef cattle, development, policy, Indonesia

S trategi pembangunan pertanian


belum menempatkan sumber pangan
hewani sebagai komoditas strategis.
ternak lain. Ini berarti permintaan masya-
rakat akan produk peternakan sangat
besar. Jika dikaitkan dengan pola pangan
Pembangunan peternakan sebagai
bagian dari pembangunan pertanian akan
terkait dengan reorientasi kebijakan
Sasaran pembangunan pertanian masih harapan, tingkat konsumsi daging masya- pembangunan pertanian. Pembangunan
difokuskan pada pemenuhan kebutuhan rakat Indonesia seharusnya mencapai peternakan mempunyai paradigma baru,
karbohidrat (beras dan jagung). Padahal 10,10 kg/kapita/tahun. Dengan demikian, yakni secara makro berpihak kepada
jika dilihat dari pangsa konsumsi, 48,30% pengembangan peternakan memiliki rakyat, adanya pendelegasian tanggung
masyarakat mengonsumsi daging unggas, potensi untuk ditingkatkan (Wahyono dan jawab, perubahan struktur dan pember-
26,10% daging sapi, dan 25,60% daging Hardianto 2004). dayaan masyarakat. Oleh karena itu, perlu

34 Jurnal Litbang Pertanian, 29(1), 2010


diformulasikan suatu strategi dan kebi- nya daya beli masyarakat. Salah satu ha, belum termasuk lahan gambut dan
jakan yang komprehensif, sistematis, upaya untuk memenuhi kebutuhan daging lebak (Rustijarno dan Sudaryanto 2006).
terintegrasi baik vertikal maupun hori- dalam negeri yaitu dengan meningkatkan Namun, kenyataan menunjukkan pe-
zontal, berdaya saing, berkelanjutan, dan populasi, produksi, dan produktivitas ngembangan sapi potong belum mampu
terdesentralisasi (Nugroho 2006). sapi potong. Indonesia dengan jumlah memenuhi kebutuhan daging dalam
Pembangunan peternakan terutama penduduk hampir 223 juta orang dengan negeri, selain rentan terhadap serangan
pengembangan sapi potong perlu di- laju pertumbuhan 1,01%/tahun merupakan penyakit. Hal ini kemungkinan disebabkan
lakukan melalui pendekatan usaha yang pasar potensial bagi produk peternakan. adanya berbagai kelemahan dalam sistem
berkelanjutan, modern, dan profesional Volume impor sapi potong dan produk pengembangan peternakan. Oleh karena
dengan memanfaatkan inovasi teknologi olahannya cukup besar, setara dengan itu, perlu dirumuskan model pengembang-
untuk meningkatkan efisiensi usaha. 600700 ekor/tahun (Bamualim et al. an dan kelembagaan usaha ternak sapi
Selain itu, pengembangan usaha sapi 2008). Neraca kebutuhan daging sapi potong yang tepat, berbasis masyarakat,
potong hendaknya didukung oleh industri yang dihitung berdasarkan asumsi per- dan secara ekonomi menguntungkan.
pakan dengan mengoptimalkan peman- tumbuhan penduduk disajikan pada Semua sumber daya yang ada dapat di-
faatan bahan pakan spesifik lokasi melalui Tabel 1. manfaatkan untuk menghasilkan produk
pola yang terintegrasi. Untuk memenuhi Ditinjau dari sisi potensi yang ada, peternakan yang berkualitas, terjangkau,
kecukupan pangan, terutama protein Indonesia selayaknya mampu memenuhi dan bersaing dengan produk sejenis dari
hewani, pengembangan peternakan kebutuhan pangan asal ternak dan luar negeri sekaligus meningkatkan
yang terintegrasi merupakan salah satu berpotensi menjadi pengekspor produk kesejahteraan peternak (Bamualim et al.
pilar pembangunan sosial ekonomi. peternakan. Hal tersebut dimungkinkan 2008). Perkiraan produksi, kebutuhan,
Pemanfaatan dan pelestarian sumber daya karena didukung oleh ketersediaan neraca dan populasi ideal sapi potong
peternakan yang seimbang merupakan sumber daya ternak dan peternak, lahan Indonesia tahun 20052010, disajikan
cetak biru (blue print) pengembangan dengan berbagai jenis tanaman pakan, pada Tabel 2.
peternakan di masa mendatang (Riady produk sampingan industri pertanian
2004). sebagai sumber pakan, serta ketersediaan
Artikel ini menelaah berbagai kebi- inovasi teknologi. Jika potensi lahan yang
jakan yang berkaitan dengan pengem- ada dapat dimanfaatkan 50% saja maka KEBIJAKAN
bangan peternakan sapi potong di jumlah ternak yang dapat ditampung men- PENGEMBANGAN SAPI
Indonesia. Informasi yang disajikan capai 29 juta satuan ternak (ST). Belum POTONG
diharapkan dapat menjadi masukan dalam lagi kalau padang rumput alam yang ada
merumuskan model pengembangan dan diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya Pengembangan peternakan sapi potong
kelembagaan usaha peternakan sapi dengan menggunakan rumput unggul dilakukan bersama oleh pemerintah,
potong yang efisien dan efektif. sehingga daya tampungnya meningkat masyarakat (peternak skala kecil), dan
secara nyata (Bamualim et al. 2008). swasta. Pemerintah menetapkan aturan
Pengembangan industri sapi potong main, memfasilitasi serta mengawasi aliran
mempunyai prospek yang sangat baik dan ketersediaan produk, baik jumlah
POTENSI PASAR SAPI dengan memanfaatkan sumber daya lahan maupun mutunya agar memenuhi per-
POTONG maupun sumber daya pakan (limbah syaratan halal, aman, bergizi, dan sehat.
pertanian dan perkebunan) yang tersedia Swasta dan masyarakat berperan dalam
Kebutuhan daging sapi terus meningkat terutama di luar Jawa. Potensi lahan mewujudkan kecukupan produk peternak-
seiring makin baiknya kesadaran masya- pertanian yang belum dimanfaatkan an melalui kegiatan produksi, impor, peng-
rakat akan pentingnya gizi yang seimbang, mencapai 32 juta ha, lahan terlantar 11,50 olahan, pemasaran, dan distribusi produk
pertambahan penduduk, dan meningkat- juta ha, dan lahan pekarangan 5,40 juta sapi potong (Bamualim et al. 2008).

Tabel 1. Kebutuhan daging sapi Indonesia, 20052010.

Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 2010


Penduduk (juta orang) 219,70 229,90 226,30 229,70 233,20 236,70
Pertumbuhan penduduk (%) 1,49 1,49 1,49 1,49 1,49 1,49
Konsumsi daging sapi (kg/kapita/tahun) 1,72 1,79 1,86 1,94 2,01 2,09
Konsumsi daging (000 t) 378,93 399,66 421,52 444,58 468,90 495,55
Senjang produksi (000 t) 107,09 111,22 107,22 11 ,5 97 45,17 10,92
Senjang produksi (%) 28,26 27,83 25,44 26,09 9,63 2,21
Setara sapi hidup (000 ekor) 864,22 897,62 865,33 953,94 364,55 88,09
Betina produktif (000 ekor) 1.389,90 1.443,60 1.391,60 1.505,20 586,30 141,70
Populasi ideal (000 ekor) 11.910,10 13.468,80 14.645,20 14.938,30 15.593,90 16.709,40
Senjang populasi (%) 12,58 11,48 10,10 10,75 3,85 0,85

Sumber: Tawaf dan Kuswaryan (2006).

Jurnal Litbang Pertanian, 29(1), 2010 35


Tabel 2. Perkiraan produksi, kebutuhan, neraca, dan populasi ideal sapi potong Indonesia, 20052010.

Daging sapi 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Produksi
Populasi sapi (000 ekor) 11.045,90 11.746,17 12.467,38 13.210,16 13.975,14 14.763,00
Pertumbuhan (%) 2,98 6,34 6,14 5,96 5,79 5,64
Kelahiran (000 ekor) 2.396,83 2.548,78 2.705,21 2.866,45 3.032,44 3.203,40
Kematian (000 ekor) 174,76 185,83 197,24 209,00 221,10 233,56
Replacement (000 ekor) 700,27 721,21 742,77 764,98 417,86 441,41
Total pemotongan (000 ekor) 1.891,45 1.837,82 Perkiraan 1.892,47 2.393,49 2.528,42
(a) Pemotongan IB (000 ekor) 500,00 500,00 500,00 500,00 500,00 500,00
(b) Pemotongan kawin alam (000 ekor) 1.391,45 1.337,82 1.262,26 1.392,47 1.893,49 2.028,42
Produksi daging (a+b) (000 ekor) 271,84 265,19 256,20 271,97 334,05 350,77
Impor sapi betina muda (000 ekor)  500,00 500,00   
Tambahan replacement dari impor (000 ekor)  321,00 812,50 792,19 1.254,30 1.858,34
Tambahan populasi (000 ekor)  825,00 1.725,00 1.448,44 1.650,39 2.485,49
Tambahan produksi daging (000 ekor)  23,24 58,09 56,64 89,68 132,87
Total produksi daging (000 ekor) 271,84 288,43 314,30 328,61 423,73 483,64
Kebutuhan
Penduduk (juta orang) 219,67 222,97 226,31 229,71 233,15 236,65
Pertumbuhan penduduk (%) 1,49 1,49 1,49 1,49 1,49 1,49
Konsumsi daging (kg/kapita/tahun) 1,72 1,79 1,86 1,94 2,01 2,09
Total konsumsi (000 t) 37.893,00 399,66 421,52 444,58 468,90 494,55
Neraca
Produksi kebutuhan (000 t) (107,09) (111,22) (107,22) (11,60) (45,17) (10,91)
Persentase kekurangan (28,26) (27,83) (25,44) (26,09) (9,63) (2,21)
Setara dengan sapi hidup (000 ekor) (8.864,22) (897,62) (865,33) (935,94) (364,55) (88,09)
Betina produktif (000 ekor) (1.389,87) (1.443,58) (1.391,65) (1.505,21) (586,29) (141,67)
Persentase kekurangan populasi 12,58 11,48 10,10 10,75 3,85 0,85
Populasi ideal (000 ekor) 11.910,12 13.468,79 14.645,21 14.938,28 15.593,90 16.709,43
Asumsi: Prakiraan pertumbuhan ekonomi nasional 6,10%, elastisitas permintaan daging sapi terhadap pendapatan 1,20, berat daging sapi lokal
130 kg/ekor, berat daging sapi impor 198,85 kg/ekor, tingkat kelahiran betina produktif 65%/tahun, tingkat kematian 1,30%/tahun.
Sumber: Rustijarno dan Sudaryanto (2006).

Secara umum pengembangan suatu


jenis usaha dipengaruhi oleh berbagai Kerangka konseptual
faktor, salah satunya adalah dukungan
aturan dan kebijakan (rules and policies)
pemerintah. Dalam hal ini, kemauan
pemerintah (govermental will) dan
legislatif berperan penting, selain lembaga Pembelajaran interaktif dan
penelitian dan perguruan tinggi (Amar Riset empiris (1) dukungan kebijakan (3)
Inovasi dan studi kasus aplikasi (2)
2008). REGIONAL, NASIONAL DAN
Tawaf dan Kuswaryan (2006) menya- INTERNASIONAL
takan, kebijakan pemerintah dalam
pembangunan peternakan masih bersifat
top down. Kebijakan seperti ini pada
akhirnya menyulitkan berbagai pihak, Teori dan fakta/data Pembinaan SDM Informasi
terutama stakeholder. Pertanyaannya
bagaimana membuat kebijakan publik
yang didasarkan hasil riset dengan
melibatkan stakeholder dan pembuat Gambar 1. Langkah perumusan kebijakan publik yang berkaitan dengan
kebijakan melalui forum dialog, kemudian pengembangan sapi potong di Indonesia.
hasilnya diagendakan sehingga dapat
digunakan dalam merumuskan kebijakan
nasional, regional, dan internasional. (Tawaf dan Kuswaryan 2006). Dalam 1) Melakukan riset empiris mengenai
Langkah-langkah merumuskan kebi- konsep tersebut, ada tiga langkah utama kerangka konsep yang akan diajukan
jakan publik dalam pengembangan yang harus ditempuh untuk menghasilkan sebagai suatu kebijakan. Dalam kaitan-
peternakan diilustrasikan pada Gambar 1 kebijakan publik yang andal, yaitu: nya dengan program kecukupan

36 Jurnal Litbang Pertanian, 29(1), 2010


daging 2010, yang direvisi menjadi serbuan produk impor sebagai konse- Menurut Rustijarno dan Sudaryanto
2014, telah dilakukan pengkajian kuensi dari pemberlakuan pasar bebas. Jika (2006), kebijakan pengembangan ternak
terhadap kegagalan program swa- pemerintah mampu melindungi pasar sapi potong ditempuh melalui dua jalur.
sembada daging on trend. Penelitian dalam negeri, produksi peternakan sapi Pertama, ekstensifikasi usaha ternak sapi
difokuskan pada sumber daya ternak potong rakyat akan menjadi tuan rumah potong dengan menitikberatkan pada
unggul, pemanfaatan sumber daya di negeri sendiri. Namun, kebijakan yang peningkatan populasi ternak yang
lahan dan air untuk pengembangan ada justru membuka peluang impor untuk didukung oleh pengadaan dan pening-
hijauan pakan dan pemeliharaan ter- memenuhi kebutuhan dalam negeri. Arti- katan mutu bibit, penanggulangan
nak, serta pengendalian penyakit. nya, kebijakan yang ada belum memberi penyakit dan parasit ternak, peningkatan
2) Melakukan inovasi dan studi kasus perlakuan yang sama (equal treatment) penyuluhan, bantuan perkreditan, penga-
aplikasinya, misalnya pemanfaatan kepada usaha peternakan dalam negeri daan dan peningkatan mutu pakan atau
limbah pertanian dan perkebunan dan industri peternakan (pesaing) di luar hijauan, dan pemasaran. Kedua, intensifi-
sebagai sumber pakan murah untuk negeri. Sebagai contoh kasus adalah SK kasi atau peningkatan produksi per satuan
sapi potong. Dengan memanfaatkan Mentan No. 745 tentang pemisahan ternak melalui penggunaan bibit unggul,
inovasi teknologi, nilai nutrisi limbah daging dan jeroan, kebijakan zona bebas pakan ternak, dan penerapan manajemen
yang umumnya rendah dapat diting- PMK, serta larangan penggunaan hormon yang baik.
katkan, misalnya dengan membuatnya dalam usaha sapi potong, padahal daging Empat langkah strategis pelayanan
menjadi pakan lengkap. yang diimpor menggunakan hormon per- yang harus dilakukan pemerintah yaitu:
3) Melakukan pembelajaran interaktif dan tumbuhan. Untuk itu berbagai kebijakan (Ilham 2001; Simatupang dan Hadi 2004;
dukungan kebijakan. Pembelajaran yang ada perlu diinventarisasi, mulai dari Yusdja dan Ilham 2007; Winarso 2009)
interaktif dapat melibatkan perguruan UU No. 6/1967 tentang Peternakan dan
tinggi maupun lembaga penelitian Kesehatan Hewan, Peraturan Pemerintah, 1) Memperlakukan ternak sebagai sum-
dengan menyebarluaskan informasi SK Mentan, SK Dirjen Peternakan, hingga ber daya, dalam pengertian ternak
hasil penelitian yang bermanfaat bagi Peraturan Daerah yang berkaitan dengan dapat punah dan tidak bisa dipulihkan
pengembangan peternakan. Perlu pula pengembangan peternakan sapi potong jika habis terpakai. Karena itu, peme-
mengaktifkan kembali lembaga penyu- (Tawaf dan Kuswaryan 2006). rintah perlu terus berupaya memper-
luhan sebagai mata rantai pembela- tahankan dan mengembangkan sum-
jaran bagi petani peternak. ber daya ternak sebagai sumber per-
Kebijakan Otonomi Daerah tumbuhan produksi daging, susu, dan
Walaupun secara teknis berbagai telur. Ternak merupakan sumber daya
upaya telah dilakukan untuk mengem- Keberhasilan program pengembangan genetik yang dapat diturunkan dan
bangkan usaha peternakan sapi potong, usaha sapi potong bergantung pada dikembangkan untuk kepentingan
tanpa dukungan politis maupun sosial dukungan dan kerja sama berbagai pihak manusia. Dalam hal ini, ternak sumber
budaya (kultural), hasilnya kurang op- secara lintas sektoral. Selain itu, dukungan daya berfungsi menghasilkan ternak
timal. Oleh karena itu, kebijakan pengem- SDM yang memadai merupakan prasyarat komoditas dan ternak produk.
bangan sapi potong perlu disosialisasikan untuk memacu penerapan teknologi
2) Menyediakan infrastruktur industri
sehingga mampu mendukung upaya adaptif mulai dari tingkat aparat pelaksana
peternakan melalui penyediaan lahan
pemenuhan kecukupan daging. sampai di lapangan (peternakan rakyat).
dan pengairan untuk memproduksi
Usaha ternak sapi potong rakyat hendak-
hijauan makanan ternak (HMT).
nya mulai diarahkan ke usaha komersial,
Penyediaan infrastruktur hendaknya
Pengembangan di Sentra bukan lagi sebagai hobi atau tabungan,
dalam bentuk investasi publik sebagai-
Pakan karena peternakan rakyat akan menjadi
mana pembangunan irigasi untuk
tulang punggung keberhasilan program
tanaman pangan. Infrastruktur untuk
Kebijakan perlu dirumuskan untuk men- kecukupan daging (Tawaf dan Kus-
pemanfaatan lahan dan air merupakan
cari kawasan pertumbuhan baru pengem- waryan 2006).
kendala utama dalam pengembangan
bangan peternakan sapi potong di sentra- peternakan. Tanpa pelayanan ini,
sentra pakan (industri pertanian yang investasi peternakan sulit berkembang
Aspek Ekonomi
berpotensi menghasilkan produk ikutan dan usaha peternakan tetap bersifat
untuk pakan), dengan memperhatikan im- Tawaf dan Kuswaryan (2006) menyatakan, tradisional.
bangan ketersediaan lahan dan populasi dukungan kebijakan ekonomi (finansial 3) Melakukan pengendalian penyakit
ternak untuk menjaga kesinambungan dan perbankan) diperlukan untuk men- antara lain dengan menjaga kesehatan
usaha. Beberapa hasil kajian perlu di- dukung Program Kecukupan Daging 2010, ternak dan mencegah penularan
sosialisasikan ke kawasan-kawasan yang karena biaya yang diperlukan mencapai penyakit di antara ternak maupun ke
potensial agar dapat diimplementasikan. triliunan rupiah. Dukungan dapat berupa manusia, termasuk di dalamnya pro-
kemudahan prosedur perbankan kepada duksi pangan asal ternak yang sehat
peternak dengan bunga yang kondusif dan aman (ASUH). Pengendalian
Perlindungan Pasar Domestik (maksimal 5%), dan kemudahan memper- penyakit ternak pada masa mendatang
oleh fasilitas bagi usaha pembibitan, merupakan isu yang sangat penting
Potensi pasar domestik perlu mendapat misalnya kebijakan subsidi langsung atau dalam perdagangan hasil peternakan
perlindungan terhadap kemungkinan tidak langsung. di pasar internasional.

Jurnal Litbang Pertanian, 29(1), 2010 37


4) Mencegah pemotongan sapi betina 8) Mempromosikan konsumsi produk- galian potensi pakan lokal (Marsetyo
produktif dan sapi jantan dengan produk peternakan dalam negeri, ter- 2008).
bobot badan suboptimal untuk men- utama susu, melalui penganekaragam- Keberhasilan pengembangan usaha
cegah pengurasan populasi sapi lokal. an produk dan introduksi program sapi potong antara lain ditentukan oleh
Pencegahan dapat dilakukan dengan minum susu di sekolah dan pemberian kecukupan pakan (jumlah dan mutunya).
cara membeli ternak di maksud pada susu kepada generasi muda. Hijauan sebagai komponen utama pakan
pasar hewan dan rumah potong hewan ternak berasal dari lahan penggembalaan
(RPH) untuk selanjutnya dikembang- dan sumber lain. Ketersediaan lahan dan
kan pada pusat-pusat pembibitan. ANALISIS KEBIJAKAN hijauan perlu pula ditunjang dengan
Beberapa opsi kebijakan yang dapat PAKAN SAPI POTONG aturan dan kebijakan yang tercantum pada
dipertimbangkan untuk memacu produksi Undang-Undang No.18, 2009 tentang
peternakan di Indonesia adalah sebagai Sejarah perkembangan peternakan me- peternakan dan kesehatan hewan serta
berikut (Talib 2001; Simatupang dan Hadi nunjukkan bahwa pusat produksi usaha pada Amar 2008:
2004; Soedjana 2005): peternakan sapi potong berada di 1) Pemetaan potensi pengembangan
1) Memperbaiki mutu genetik ternak kantong-kantong produksi usaha tani. padang penggembalaan dan tanaman
melalui kawin silang antara induk lokal Hal ini membuktikan bahwa ternak hijauan pakan di setiap daerah atau
dengan pejantan unggul. Secara merupakan sumber tenaga kerja dan wilayah yang memungkinkan.
nasional, cara ini dapat direkomen- pupuk bagi usaha tani. Konsekuensinya, 2) Penetapan lokasi atau kawasan pe-
dasikan untuk membantu peternak ternak akan diberi pakan hasil ikutan ngembangan.
dalam meningkatkan produksi dan produksi pertanian yang umumnya 3) Perencanaan dan pelaksanaan prog-
produktivitas ternak. Pengembangan berkualitas rendah. Oleh karena itu, petani ram-program yang terintegrasi antar-
dan penyempurnaan stok bibit nasi- perlu dibekali pengetahuan tentang cara sektor (instansi teknis), lebih dari
onal juga dilanjutkan, antara lain meningkatkan kualitas pakan yang ada sekedar saling mendukung.
dengan membangun institusi penang- di sekitar mereka sehingga produktivitas 4) Pemenuhan jumlah dan kompetensi
kar bibit ternak yang dihasilkan oleh usaha meningkat (Tawaf dan Kuswaryan tenaga penyuluh.
lembaga penelitian. 2006). 5) Dukungan dan fasilitasi bagi terben-
2) Mengembangkan sapi tipe dwiguna Dalam banyak hal, kegagalan repro- tuknya sekolah lapang bagi petani
untuk mengeksplorasi kapasitas duksi ternak dan pemeliharaan pedet atau peternak, dan pengadaan sumber
produksi ternak sapi di daerah tropis berkaitan erat dengan kecukupan pakan. informasi atau unit pelayanan yang
dalam memproduksi pedet jantan Sumber pakan di Indonesia cukup banyak mudah dan dapat diakses dengan
sebagai sapi potong dan induk sapi tetapi tersebar sehingga pengangkutan cepat oleh masyarakat untuk menyam-
perah yang menggunakan input pakan ke tempat ternak perlu memper- paikan masalah dan memperoleh
sedang. hitungkan nilai ekonomisnya. Pada bimbingan atau informasi.
3) Menerapkan pendekatan sistem usaha kawasan padat ternak, peternak meng- 6) Perbaikan intensitas dan frekuensi
tani terintegrasi antara tanaman dan hadapi kesulitan dalam memperoleh pakan pelatihan, khususnya penyediaan
ternak terutama di Jawa, seperti sistem serat sehingga dibutuhkan campur hijauan sesuai dengan peningkatan
produksi sapi potong berbasis padi tangan pihak lain untuk membangun populasi ternak sapi. Swasembada
untuk memanfaatkan jerami padi infrastruktur pakan yang cukup dan daging sapi akan dicapai dan dapat
sebagai sumber serat kasar melalui ekonomis. Pada musim hujan, produksi dipertahankan bila populasi dan mutu
fermentasi di samping menyediakan pakan serat melimpah, tetapi pada musim ternak sapi potong berkembang lebih
pupuk organik bagi tanaman. kemarau peternak sulit memperoleh cepat atau minimal sama dengan
4) Menegakkan aturan dan peraturan hijauan. Oleh karena itu, perlu teknologi peningkatan kebutuhan.
tentang pelarangan pemotongan sapi penanganan pakan yang berlebihan pada 7) Pengawasan dan pengendalian pemo-
betina produktif, baik pada sapi potong musim hujan agar dapat dimanfaatkan tongan ternak betina produktif dan
maupun sapi perah, untuk menjaga pada musim kemarau (Bamualim et al. pengembangan rumah potong hewan.
stok populasi nasional. 2008). 8) Dukungan penelitian dan pengem-
5) Melanjutkan pengawasan dan pen- Sentra-sentra pengembangan industri bangan.
cegahan penyakit ternak di dalam pertanian hendaknya bersinergi dengan Penelitian pakan perlu difokuskan
negeri maupun ternak yang didatang- kawasan peternakan (Tawaf dan Kus- pada sumber pakan alternatif dengan
kan dari luar negeri untuk bibit dengan waryan 2006). Program peningkatan memanfaatkan produk ikutan hasil per-
memperkuat peran karantina hewan. populasi dan produktivitas sapi potong tanian, perkebunan, dan industri pangan.
6) Mengembangkan informasi pasar perlu diikuti dengan penyediaan pakan Produk ikutan hasil pertanian mempunyai
secara nasional, baik untuk pasar yang berkualitas sepanjang tahun. Upaya nilai gizi yang bervariasi dari sangat
input maupun produk peternakan, penyediaan pakan dilakukan secara rendah hingga tinggi. Demikian pula
serta menjamin harga produk secara komprehensif dengan menerapkan konsep produk ikutan industri pangan umumnya
reguler. feed forage budgeting, perawatan dan berkualitas sedang sampai baik. Saat ini
7) Mempromosikan keseimbangan pro- pemanfaatan hijauan yang ada, pengem- telah tersedia perangkat lunak untuk
duksi biji-bijian seperti jagung untuk bangan hijauan unggul, pengembangan memformulasi pakan berdasarkan bahan-
keperluan pakan ternak maupun usaha integrasi antara ternak dan tanam- bahan yang ada (Mathius dan Sinurat
bahan pangan. an pangan atau perkebunan dan peng- 2001; Bamualim et al. 2008).

38 Jurnal Litbang Pertanian, 29(1), 2010


Penelitian pakan juga diarahkan untuk
memperbaiki bahan pakan berkualitas Tabel 3. Kandungan nutrisi hasil ikutan tanaman pangan untuk pakan sapi
rendah-sedang melalui proses fermentasi potong.
dengan mikroorganisme. Penelitian mik-
roba yang dapat menekan produksi gas Bahan % dari bahan kering
metana dari ternak (rumen modifier Bahan kering Protein Serat
(%) Abu Lemak
complete) juga penting untuk mengurangi kasar kasar
emisi gas rumah kaca dari ternak (Wina Jerami padi 39,80 5,50 28,10 23,80 0,90
2005; Bamualim et al. 2008). Jerami jagung 38,90 7,60 24,40 10,60 1,70
Sentra-sentra baru pengembangan Jerami kedelai 84,80 7,70 42,20 8,60 1,80
ternak sapi potong tampaknya bisa beralih Jerami kacang tanah 19,20 10,10 3.025,20 12,30 1,00
Daun ubi kayu 20,40 9,00 30,90 10,70 1,50
ke wilayah pertanian/perkebunan. Sistem
Integrasi Sapi Kelapa Sawit (SISKA) Sumber: Marsetyo (2008).
perlu terus dikembangkan sehingga bisa
diterapkan di seluruh kawasan perke-
bunan kelapa sawit. Demikian pula Crop Tabel 4. Jenis dan komposisi kimia limbah agroindustri sebagai pakan
Livestock System (CLS) untuk padi, ternak.
Livestock Sugarcane Integration System
BK Abu PK NDF Energi Ca P
(LISIS) untuk usaha tebu/gula, dan Jenis pakan
(%) (%) (%) (%) (MJ/kg BK) (%) (%)
Sustainable Livestock Techno Park
(SLTP) untuk kawasan pertanian lahan Onggok kering1 82,40  2,20 17,30 15,62 0,29 
Kulit inti kakao1 68,40 6,64 16,60  19,33 0,36 0,52
kering. Model pengembangan peternakan
Kulit buah kakao1 17,00 12,20 7,16 66,26 14,97 2,00 0,23
ini memerlukan pendekatan teknis dan Dedak padi1 86,40 11,20 20,00 52,90 19,18 0,34 1,00
sosio ekonomis sehingga akan tumbuh Limbah sagu1 80,36 4,53 1,18   0,83 0,11
dan berkembang sumber-sumber pertum- Ampas tahu 1 15,80  18,60 46,80 19,45 0,40 0,24
buhan baru sapi potong (Tawaf dan Ampas tempe1 36,50 2,90 17,20  18,00  0,20
Bungkil kelapa2 85,64 6,21 24,25 54,90   
Kuswaryan 2006; Diwyanto 2008; Mathius
Bungkil kelapa sawit2 87,92 4,20 17,12 67,40   
2008). Biji kapas utuh2 90,23 9,90 22,40 51,10   
BK = bahan kering, PK = protein kasar, NDF = neutral detergent fiber, Ca = kalsium, P = fosfor.
Sumber: Marsetyo (2008).
PEMANFAATAN LIMBAH
PERTANIAN DAN
PERKEBUNAN

Peternakan sapi potong di Indonesia


umumnya berupa peternakan rakyat yang Palatabilitas onggok dapat ditingkatkan Pengembangan sapi potong perlu
berintegrasi dengan tanaman pangan dengan menambahkan molasses (tetes). mendapat perhatian serius mengingat
(smallholder crop-livestock system). Nilai nutrisi onggok dapat diperbaiki permintaan daging belum dapat dipenuhi
Umumnya peternak sapi adalah petani melalui fermentasi dengan mikroba yang dari produksi dalam negeri. Salah satu
yang juga menanam berbagai komoditas dikenal dengan istilah solid state kendala dalam usaha ternak sapi potong
tanaman pangan. Kondisi tersebut men- fermentation (Marsetyo 2008). adalah produktivitas ternak rendah karena
cerminkan pentingnya integrasi antara Bungkil kelapa merupakan produk pakan yang diberikan berkualitas rendah.
tanaman pangan dan sapi. Limbah hasil samping pembuatan minyak kelapa, Di sisi lain, potensi bahan baku pakan lokal
tanaman pangan dan perkebunan dapat sedangkan bungkil kelapa sawit dan seperti limbah pertanian dan perkebunan
menjadi pakan ternak dengan memperbaiki bungkil inti sawit merupakan sisa hasil belum dimanfaatkan secara optimal, dan
kandungan nutrisinya. Beberapa limbah pembuatan minyak kelapa sawit. Tepung sebagian besar digunakan sebagai bahan
tanaman pangan dan perkebunan yang biji kapas merupakan produk samping bakar, pupuk organik atau bahan baku
berpotensi sebagai pakan penguat atau penggilingan biji kapas utuh. Peng- industri. Upaya untuk mengoptimalkan
suplemen dan kandungan nutrisinya gilingan akan menurunkan kandungan pemanfaatan limbah pertanian dan
disajikan pada Tabel 3. gosipol pada biji kapas, sedangkan nilai perkebunan sebagai pakan ternak dapat
Limbah industri tanaman pangan atau nutrisinya meningkat. Bahan-bahan dilakukan dengan meningkatkan kualitas
perkebunan juga berpotensi sebagai tersebut mengandung lemak kasar cukup nutrisinya melalui fermentasi, suplemen-
pakan suplemen, seperti onggok, dedak tinggi sehingga pemberiannya kepada tasi, dan pembuatan pakan lengkap
padi, dan bungkil kelapa sawit (Tabel 4). ternak perlu dibatasi. Sebaiknya pem- (Wahyono dan Hardianto 2004). Diversifi-
Onggok adalah pakan sumber energi yang berian pada sapi tidak melebihi 1% dari kasi pemanfaatan produk samping atau
sangat murah. Onggok dapat diberikan bobot badan. Namun karena kandungan limbah agroindustri serta limbah pertanian
pada sapi potong dalam bentuk segar atau lipidnya tinggi, bahan pakan tersebut dan perkebunan menjadi pakan telah men-
kering dalam bentuk irisan, potongan, sebaiknya diberikan maksimal 0,50% dari dorong berkembangnya agribisnis sapi
ataupun tepung. Onggok kering dapat bobot badan/hari (Mathius dan Sinurat potong secara integratif dalam suatu
diberikan sampai 65% dari total ransum. 2001; Marsetyo 2008). sistem produksi yang terpadu dengan pola

Jurnal Litbang Pertanian, 29(1), 2010 39


pertanian dan perkebunan melalui daur KESIMPULAN betina produktif berpotensi menambah
ulang biomassa yang ramah lingkungan populasi ternak melalui anak yang
atau dikenal zero waste production system Isu penting dalam pengembangan usaha dilahirkan.
(Wahyono dan Hardianto 2004). ternak sapi potong adalah penurunan Keberhasilan pengembangan usaha
Teknologi pengolahan limbah per- populasi ternak yang terus berlanjut dari ternak sapi potong ditentukan oleh
tanian dan limbah agroindustri menjadi tahun ke tahun. Rendahnya produktivitas dukungan kebijakan yang strategis yang
pakan lengkap merupakan salah satu ternak serta kompleksnya masalah dalam mencakup tiga dimensi utama agribisnis,
upaya untuk meningkatkan nilai nutrisi sistem usaha ternak sapi potong meru- yaitu kebijakan pasar input, budi daya,
limbah. Pengolahan limbah agroindustri pakan tantangan sekaligus peluang dalam serta pemasaran dan perdagangan dengan
sebagai pakan dapat dilakukan dengan pengembangan usaha ternak sumber melibatkan pemerintah, swasta, dan
memberikan beberapa perlakuan, antara daging tersebut. Solusi yang dapat masyarakat peternak. Dari ketiga dimensi
lain: 1) pencacahan untuk mengubah dijangkau adalah mengintegrasikan usaha tersebut, kebijakan pemasaran (per-
ukuran partikel dan melunakkan tekstur sapi potong dengan sumber pakan. dagangan) memegang peranan kunci.
bahan agar konsumsi ternak lebih efisien, Sumber pakan dapat memanfaatkan limbah Keberhasilan kebijakan pasar output
2) pengeringan dengan panas matahari pertanian dan perkebunan yang selama ini akan berdampak langsung terhadap
atau dengan alat pengering untuk belum digunakan secara optimal. bagian harga dan pendapatan yang
menurunkan kadar air bahan, 3) pencam- Pengembangan rumah potong hewan diterima pelaku agribisnis. Kondisi ini
puran dengan menggunakan alat pen- dan pengendalian pemotongan sapi akan memantapkan proses adopsi tek-
campur (mixer) dan penggilingan dengan betina produktif perlu mendapat per- nologi, peningkatan produktivitas, dan
alat hammer mill dan terakhir pengemasan hatian. Pencegahan pemotongan induk pada akhirnya menjamin keberlanjutan
(Wahyono dan Hardianto 2004; Salem dan investasi.
Smith 2008).

DAFTAR PUSTAKA
Amar, A.L. 2008. Strategi penyediaan pakan lasi sapi potong. hlm. 94103. Dalam A.L. Rustijarno, S. dan B. Sudaryanto. 2006. Pening-
hijauan untuk pengembangan sapi potong di Amar, M.H. Husain, K. Kasim, Marsetyo, katan ketahanan pangan melalui kecukupan
Sulawesi Selatan. hlm. 172179. Dalam A.L. Y. Duma, Y. Rusyantono, Rusdin, Damry, daging sapi 2010. hlm. 366374. Dalam B.
Amar, M.H. Husain, K. Kasim, Marsetyo, dan B. Sundu (Ed). Pengembangan Sapi Suryanto, Isbandi, B.S. Mulayatno, B.
Y. Duma, Y. Rusyantono, Rusdin, Damry, Potong untuk Mendukung Percepatan Sukamto, E. Rianto, dan A.M. Legowo (Ed.).
dan B. Sundu (Ed). Pengembangan Sapi Pencapaian Swasembada Daging Sapi 2008 Pemberdayaan Masyarakat Peternakan di
Potong untuk Mendukung Percepatan Pen- 2010. Prosiding Seminar Nasional, Palu, 24 Bidang Agribisnis untuk Mendukung Keta-
capaian Swasembada Daging Sapi 2008 November 2008. Kerja Sama antara hanan Pangan. Prosiding Seminar Nasional
2010. Prosiding Seminar Nasional, Palu 24 Universitas Tadulako, Sub Dinas Peternakan 2006, Semarang. Universitas Diponegoro.
November 2008. Kerja Sama antara dan Dinas Pertanian Perkebunan dan Peter-
Salem and Smith. 2008. Feeding strategies to
Universitas Tadulako, Sub Dinas Peternakan nakan Sulawesi Tengah
increase small ruminant production in dry
dan Dinas Pertanian Perkebunan dan Peter-
Mathius, IW. 2008. Pengembangan sapi potong environments. Small Ruminant Res. 77:
nakan Sulawesi Tengah.
berbasis industri kelapa sawit. Pengembangan 174–194.
Bamualim, A.M., B. Trisnamurti, dan C. Thalib. Inovasi Pertanian 1(3): 206224. Simatupang, P. dan P.U. Hadi. 2004. Daya saing
2008. Arah penelitian pengembangan sapi
Mathius, IW. dan A.P. Sinurat. 2001. Peman- usaha peternakan menuju 2020. Wartazoa
potong di Indonesia. hlm. 412. Dalam A.L.
faatan bahan pakan inkonvensional untuk 14(2): 4557.
Amar, M.H. Husain, K. Kasim, Marsetyo,
ternak. Wartazoa 11(2): 2031. Soedjana, T.D. 2005. Prevalensi usaha ternak
Y. Duma, Y. Rusyantono, Rusdin, Damry,
dan B. Sundu (Ed). Pengembangan Sapi Nugroho, B.A. 2006. Pengembangan agribisnis tradisional dalam perspektif peningkatan
Potong untuk Mendukung Percepatan peternakan pola bantuan usaha ekonomi produksi ternak nasional. Jurnal Penelitian
Pencapaian Swasembada Daging Sapi 2008 produktif (Studi di Provinsi Sulawesi dan Pengembangan Pertanian 24(1): 1018.
2010. Prosiding Seminar Nasional, Palu, 24 Utara). hlm. 162172. Dalam B. Suryanto, Talib, C. 2001. Pengembangan sistem perbibitan
November 2008. Kerja Sama antara Isbandi, B.S. Mulayatno, B. Sukamto, E. sapi potong nasional. Wartazoa 11(1): 10
Universitas Tadulako, Sub Dinas Peternakan Rianto, dan A.M. Legowo. Pemberdayaan 19.
dan Dinas Pertanian Perkebunan dan Peter- Masyarakat Peternakan di Bidang Agribisnis
nakan Sulawesi Tengah. untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Tawaf, R. dan S. Kuswaryan. 2006. Kendala
Prosiding Seminar Nasional 2006, Semarang. kecukupan daging 2010. hlm. 173185.
Diwyanto, K. 2008. Pemanfaatan sumber daya Dalam B. Suryanto, Isbandi, B.S. Mulayatno,
Universitas Diponegoro.
lokal dan inovasi teknologi dalam men- B. Sukamto, E. Rianto, dan A.M. Legowo
dukung pengembangan sapi potong di Riady, M. 2004. Tantangan dan peluang pe- (Ed.). Pemberdayaan Masyarakat Peter-
Indonesia. Pengembangan Inovasi Pertanian ningkatan produksi sapi potong menuju nakan di Bidang Agribisnis untuk Mendukung
1(3): 173188. 2020. hlm. 36. Dalam B. Setiadi H. Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar
Sembiring, T. Panjaitan, Mashur, D. Nasional 2006, Semarang. Universitas
Ilham, N. 2001. Prospek pasar dan sistem tata
Praptono, A. Muzan, A. Sauki, dan Wildan Diponegoro.
niaga ternak dan daging sapi di Nusa
(Ed.). Prosiding Lokakarya Nasional Sapi
Tenggara Barat. Wartazoa 11(2): 3243. Wahyono, D.E. dan R. Hardianto. 2004. Pe-
Potong. Yogyakarta 8–9 Oktober 2004.
Marsetyo. 2008. Strategi pemenuhan pakan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peter- manfaatan sumber daya pakan lokal untuk
untuk peningkatan produktivitas dan popu- nakan, Bogor. pengembangan usaha sapi potong. Makalah
disampaikan pada Lokakarya Nasional Sapi

40 Jurnal Litbang Pertanian, 29(1), 2010


Potong 2004. Pusat Penelitian dan Pengem- Winarso, B. 2009. Pengembangan ternak sapi Yusdja, Y. dan N. Ilham. 2007. Suatu gagasan
bangan Peternakan, Bogor. hlm. 6676. potong dalam mendukung program pengem- tentang peternakan masa depan dan strategi
bangan swasembada daging di Nusa Tenggara mewujudkannya. Forum Penelitian Agro
Wina, E. 2005. Teknologi pemanfaatan mikro-
Barat. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Ekonomi 25(1): 1928.
organisme dalam pakan untuk meningkatkan
Kebijakan Pertanian. ICASEPS Working
produktivitas ternak ruminansia di Indonesia:
Paper 98: 116.
Sebuah review. Wartazoa l5(4): 173186.

Jurnal Litbang Pertanian, 29(1), 2010 41

Anda mungkin juga menyukai