Anda di halaman 1dari 50

1

PROPOSAL
Nama : Muhammad Marwan
NIM : 20700113107
Fak/Jur : Tarbiyah dan Keguruan / Pendidikan Matematika
Judul : Analisis Miskonsepsi Siswa Dalam Menyelesaikan Soal
Matematika Pada Pokok Bahasan Aljabar Di Kelas X
SMA Negeri 11 Makassar

A. Latar Belakang Masalah

Era globalisasi merupakan proses mendunia, dimana era globalisasi disebut

juga sebagai era persaingan mutu atau kualitas suatu bangsa. Dimana bangsa yang

memiliki mutu dan kualitas baik akan maju dan mampu eksis di era globalisasi ini.

Oleh sebab itu manusia dituntut untuk mampu menghadapi segala perubaham yang

ada dengan pendidikan.

Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala

lingkungan baik yang khusus diciptakan untuk kepentingan pendidikan maupun yang

ada dengan sendirinya dan berlangsung seumur hidup selama ada pengaruh

lingkungan. Pendidikan berlangsung dalam berbagai bentuk, pola, dan lembaga yang

dapat terjadi kapan dan di mana pun dalam hidup dan lebih berorientasi pada siswa.

Pendidikan adalah segala situasi hidup yang memengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan hidup.1 Dikatakan sebagai segala situasi hidup yang mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan hidup sebab dengan pendidikan kita bisa

memperoleh barbagai macam ilmu yang menjadikan kita bisa mengetahui hal-hal

Abdul Kadir, dkk, Dasar-dasar Pendidikan (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012),
1

h. 59.
2

baru yang awalnya sangat awam bagi kita dan sangat mempengaruhi pertumbuhan

dan perkembangan hidup misalnya saja teknologi.

Di Indonesia dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan secara nasional

perlu adanya sesuatu yang mengatur tentang pendidikan yaitu sistem pendidikan

nasional. Di dalam Undang Undang RI Nomor 12 Tahun 2012 pasal 1 ayat 1 juga

menerangkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.2 Berdasarkan uraian diatas dapat

disimpulkan bahwa pendidikan di Indonesia bertujuan untuk mengembangkan potensi

yang dimiliki oleh siswa agar dapat menjadi warga negara yang beriman,

bertanggung jawab, dan memiliki kepribadian yang dapat berguna dalam kehidupan

bermasyarakat.

Pendidikan memerlukan berbagai ilmu untuk dapat menyelaminya lebih jauh.

Persoalan umum dapat dijumpai dalam pendidikan mencangkup beberapa faktor,

yaitu faktor tujuan, anak didik, pendidik, alat-alat atau fasilitas, dan faktor

lingkungan.3 Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam

pendidikan terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses pendidikan

sehingga membuat pendidikan terkendala.

2
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Undang-undang RI Nomor 12
Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Jakarta : Departemen Agama, 2015).
3
Wiji Suarno, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2009), h.17.
3

Ada berbagai macam ilmu pengetahuan yang dipelajari, mulai dari

matematika, fisika, biologi, ekonomi, astronomi, pengetahuan sosial, olahraga,

kesenian, fiqih, aqidah, dan lainnya. Dalam hal ini kita akan membahas lebih dalam

tentang matematika. Fakta yang terjadi matematika mengajarkan banyak hal, tidak

hanya perhitungan semata, tetapi juga bagaimana berpikir logis, kreatif, kritis, teliti,

juga strategi yang baik untuk menyelesaikan suatu permasalahan dengan tahapan-

tahapan yang sistematis.

Matematika pada hakekatnya merupakan aktivitas mental yang tinggi untuk

memahami arti struktur-struktur, hubungan-hubungan, simbol-simbol, keabstrakan,

yang kemudian menerapkannya dalam situasi nyata. Jadi belajar matematika

merupakan suatu proses aktif yang sengaja dilakukan untuk memperoleh pengetahuan

yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. 4 Berdasarkan kutipan

di atas saya sangat sependapat sebab dalam peroses belajar matematika kita dituntut

untuk selalu aktif agar kita bisa memahami struktur pembelajaran matematika secara

baik. Dengan mempelajari berbagai macam rumus yang ada pada pembelajaran

matematika kalau kita berada pada kondisi pasif maka akan sulit untuk memahami

bagaimana struktur pembelajaran matematika itu sendiri dan akan sangat

mempengaruhi kreativitas kita dalam belajar matematika.

Kline mengatakan bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri

yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama

untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial,

4
Sanuartini, Pengaruh Kreativitas Belajar Matematika Terhadap Prestasi Belajar
Matematika (Skripsi : FMIPA UNM Makassar, 2000), h. 7.
4

ekonomi dan alam.5 Matematika merupakan salah satu ilmu yang penting untuk

dipelajari, karena matematika merupakan pilar utama dari ilmu pengetahuan.

Perkembangan ilmu pengetahuan dipengaruhi matematika. Matematika mengajar

bagaimana cara berpikir secara logis, tersusun rapih dengan menggunakan konsep

yang ada. Matematika juga memainkan peranan yang sangat vital dalam kehidupan

sehari-hari. Berbagai bentuk simbol, rumus, teorema, dalil, ketetapan, dan konsep

digunakan untuk membantu perhitungan, pengukuran, penilaian, peramalan dan

sebagainya. Maka tidak heran jika peradaban manusia berubah pesat karena ditunjang

partisipasi matematika yang selalu mengikuti perubahan dan perkembangan jaman. 6

Berdasarkan kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika itu adalah ilmu

yang sangat berguna dan juga sangat bermanfaat dalam setiap sendi kehidupan yang

ada di dunia ini.

Lew hee chan menjelaskan bahwa aljabar merupakan aways of thinking di

mana kesusuksesan berpikir pada aljabar didasarkan oleh 6 jenis berpikir matematik

yaitu generalisasi, abstraksi, berpikir analitik, berpikir dinamis, pemodelan, dan

pengorganisasian.7 Menurut michael al-jabr wa al muqabala translated as the

compendious book on calculation by completion and balacing. Al-jabr diartikan

sebagai operasi perhitungan dengan mengubah pengurangan dan penjumlahan pada

sisi lain, al muqabala diartikan perbandingan pengurangan dan penjumlahan kedua

Kline dalam Erman Suherman,et. all., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer


5

(Bandung : JICA, 2003), h. 17.


6
Moch. Masykur Ag, Abdul Hakim Fathoni, Mathematical Intelegence (Jogyakarta : Ar-Ruzz
Media, 2008), h. 41.
7
Hee chan lew, developping algebraic thinking in early grades case study of corean
elementary school mathematics the mathematics educator, 2004 vol. l, no. 1, h. 93-95.
5

sisi.8 dengan demikian penting bagi guru agar dapat memiliki pengetahuan tentang

miskonsesi yag dialami oleh siswa pada ateri aljabar agar guru tidak memberikan

pemahaman awal yang salah pada pembelajaran aljabar.

Pada mata pelajaran matematika, dimana kebanyakan kontennya bersifat

abstrak khususnya pada materi aljabar, yang membuat siswa kesulitan dalam

menyelesaikan soal yang didapatkan. Hal ini sejalan dengan survei yang dilakukkan

oleh TIMSS pada tahun 2011 dimana untuk sekolah menengah pertama, indonesia

menduduki peringkat terakhir pada materi aljabar yang dibawah rata-rata persentasi

internasional yaitu 22% untuk aljabar sedangkan rata-rata internasional untuk aljabar

yaitu 37%.9 Hal ini harus mendapat perhatian khusus dari beberapa pihak, seperti

guru, lingkungan sekolah, wali siswa, dan lingkungan sekitar karena mata pelajaran

matematika merupakan salah satu pelajaran wajib yang harus dipelajari oleh semua

jenjang pendidikan dasar dan menengah atas.

Dalam proses belajar mengajar guru sangat diperlukan untuk mengatasi

kesulitan belajar siswa. Namun guru tidak dapat mengambil keputusan dalam

membantu siswanya yang mengalami kesulitan belajar jika guru tidak tahu dimana

letak kesulitannya. Oleh karena itu seorang guru perlu mengetahui kesulitan siswa

dalam belajar matematika dan juga mengetahui penyebabnya. Landasan Qur’ani

yang penulis pakai, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-Insyiroh/94 : 6.

‫معَ ۡٱلعُ ۡسرِ ي ُ ۡس ٗرا‬


َ ‫ن‬
َّ ِ ‫إ‬
8
Michael hamilton morgan, lost history the enduringlegacy of muslimscientiststhinkerts and
artists washington d.c. national geographic socrety2008 h. 91.
9
R. Rosnawati, kemampuan penalaran matematika siswa SMP indonesia pada TIMSS 2011 :
prosding seminar nasional penelitian pendidikan dan penerapan MIPA ( Jogyakarta : Fakultas MIPA,
UNY, 18 Mei 2013).
6

Terjemahnya :
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.10

Ayat di atas menerangkan bahwa manusia dapat memanfa’atkan potensi-


potensi yang diberikan Allah kepada mereka untuk mengatasi berbagai kesulitan,

sesungguhnya dalam kesulitan selalu disertai kemudahan tentunya dengan

menggunakan akal serta usaha yang keras untuk mengatasi kesulitan tersebut.11

Dalam hal ini kita sebagai ciptaan allah tidak boleh cepat berputus asa dalam

menghadapai semua kesulitan yang menimpa kita harus percaya bahwa sesudah

kesulitan pasti ada kemudahan yang tealh dijanjikan oleh allah.

Ketelitian, keterampilan dan kecepatan dalam berfikir sangat diperlukan saat


mempelajari matematika, tidak terkecuali dalam belajar pokok bahasan Aljabar.

Materi ini memiliki karakteristik yang cukup abstrak, dan di dalamnya berisi cukup

banyak rumus. Oleh karena itu siswa harus menguasai kecakapan berhitung,

penguasaan rumus. Hal ini semua merupakan prasyarat untuk pokok bahasan

Aljabar. Problematika pada materi aljabar yang terjadi di SMA Negeri 11 Makassar

kelas X di antaranya siswa masih banyak melakukan kesalahan dalam menyelesaikan

soal-soal operasi bentuk aljabar, sebagai contoh pada bentuk 2x + 3y siswa

memahaminya sebagai 5xy, Siswa juga terjebak pada makna “pencoretan” (kanselasi)
a 2+a
penyebut dan pembilang yang habis terbagi, seperti a yang bentuk

sederhananya dianggap sebagai a2. Hal-hal tersebut mengindikasikan bahwa siswa

10
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya (Semarang : PT. Karya Toha
Putra, 1997), h. 597.
11
Muhammad Abduh, Tafsir Juz’amma (Bandung : Mizan, 1999), h. 236.
7

tidak menggunakan pengetahuannya pada operasi bilangan bulat dan pecahan untuk

menyelesaikan soal soal aljabar.

Hasil wawancara peneliti dengan salah satu guru matematika di SMA Negeri

11 Makassar yaitu Drs. Muliadi mengungkapkan bahwa sebagian siswa belum bisa

menafsirkan soal dengan menggunakan notasi matematika, siswa kurang memahami

dalam penggunaan simbol-simbol yang ada didalam materi aljabar, pengelompokan

anggota dan memahami soal apabila dalam bentuk soal cerita serta kebanyakan siswa

malu untuk mengungkapkan pendapatnya dan siswa susah utuk menjawab soal

apabila sudah dimodifikasi dengan angka yang berbeda.12 Hal tersebut dilihat dari

hasil ulangan harian materi aljabar tahun ajaran 2017/2018 yaitu sekitar 30% siswa

yang mendapat nilai diatas KKM. Berdasarkan hal tersebut peneliti menyimpulkan

bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar siswa kelas X SMA

Negeri 11 Makassar masih rendah dan perlu suatu tindakan untuk mengatasi

permasalahan tersebut.

Pembelajaran matematika yang umum terjadi adalah setelah memberikan


materi guru langsung memberikan berbagai macam soal untuk diselesaikan oleh

s i s w a tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi sendiri

sebuah pengertian. Sehingga hasil belajar bersifat sementara karena hanya

mengutamakan hafalan dan dapat menyebabkan kesalah pahaman dalam

mengembangkan konsep dasar yang dikuasainya untuk menyelesaikan berbagai

macam pengembangan soal. Mengingat bahwa matematika adalah salah satu mata

12
Muliadi ( 50 Tahun ), Guru Matematika SMAN 11 Makassar, wawancara, makassar 4 juni
2018.
8

pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional, kenyataan ini harus diperhatikan oleh

berbagai pihak terkait, dan harus menjadi catatan guru sebagai pendidik.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penulis mencoba

melakukan penelitian tentang “Analisis Miskonsepsi Siswa Dalam Menyelesaikan

Soal Metematika Pada Pokok Bahasan Aljabar Di Kelas X SMA Negeri 11

Makassar”.

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

Pembahasan pada penelitian ini difokuskan pada Permasalahan yaitu

Miskonsepsi Siswa dalam Menyelesaikan Soal Metematika pada Pokok Bahasan

Aljabar Di Kelas X SMA Negeri 11 Makassar. Ruang lingkup penelitian ini adalah

persamaan dan pertidaksamaan linear dan jenis miskonsepsinya adalah jenis

miskonsepsi klasifikasional, korelasional dan teoritikal yang dialami siswa dalam

menyelesaikan soal aljabar pada materi persamaan dan pertidaksamaan linear.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan pertanyaan

penelitian yaitu “Jenis miskonsepsi apa saja yang dialami siswa kelas X SMA Negeri

11 Makassar dalam menyelesaikan soal matematika pada pokok bahasan aljabar ?”.

D. Tujuan Penelitian

Berangkat dari rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah

Untuk mengetahui jenis Miskonsepsi apa saja yang dialami siswa kelas X SMA

Negeri 11 Makassar dalam menyelesaikan soal matematika pada pokok bahasan

aljabar.
9

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan informasi dan

keilmuan matematika mengenai Aljabar.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi institusi pendidikan:

Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan dan pembelajaran

matematika.

b. Bagi guru

Diharapkan hasil penelitian ini bisa menjadi pertimbangan atau pemikiran

untuk:

1. Mengetahui letak Miskonsepsi siswa dalam mengerjakan soal Aljabar.

2. Memberikan informasi mengenai jenis Miskonsepsi yang dilakukan

siswa, untuk digunakan sebagai acuan di dalam pembelajaran agar dapat

mengurangi Miskonsepsi yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal

Aljabar.

c. Bagi siswa

Penelitian ini dapat membantu mengatasi miskonsepsi yang sering dilakukan

dalam menyelesaikan soal matematika yang berhubungan dengan aljabar khususnya

pada materi persamaan dan pertidaksamaan linear.


10

F. Tinjauan Teoritis

1. Pemahaman Konsep matematika

a. Konsep dalam matematika

Zevenbergen, Dole,Wright menjelaskan bahwa mengajar yang baik

melibatkan pengetahuan guru tentang pemikiran siswa terkait konsep matematika dan

mengetahui cara mengarahkan siswa ke arah konstruksi yang lebih kompleks,

lengkap, dan kuat dengan menggunakan kegiatan, kebiasaan, dan lingkungan belajar

yang terorganisir.13 dengan kata lain seorang guru harus bisa memahami sejauh mana

pemikiran siswa terkait konsep matematika. agar siswa dapat belajar dengan baik,

guru menggunakan berbagai kegiatan-kegiatan yang dapat memicu semangat belajar

siswa dengan memperhatikan lingkungan belajar yang sesuai dengan aturan.

Menurut soedjadi konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk

mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan

istilah atau rangkaian kata.14 Konsep merupakan ide abstrak yaitu gagasan yang tidak

tampak yang sering dinyatakan dengan istilah untuk mengadakan sebuah pemisahan

atau penggolongan sebagai acuan dalam melakukan kegiatan.

Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep merupakan batu

pembangun berpikir. Konsep merupakan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi

untuk merumuskan prinsip dan generalisasi. Siswa harus mengetahui aturan-aturan

Rezky A. H. & Tri Edi M. S., Analisis Kesalahan dan Miskonsepsi Siswa Kelas VIII pada
13

Materi Aljabar ( semarang : universitas negeri semarang, Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan
Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014).
14
Soedjadi, kiat pendidikan matematikia di Indonesia ( Jakarta : ditjen dikti depdiknas, 2000),
h. 14.
11

yang relevan dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya

dalam memecahkan masalah.15 dengan belajar konsep siswa akan lebih muda

menggolongkan berbagi istilah dan lebih paham untuk menggunakan aturan-aturan

dalam menyelesaikan masalah.

Pengertian konsep yang dikemukakan oleh S. Hamid Husen mengemukakan

bahwa Konsep adalah pengabstraksian dari sejumlah benda yang memiliki

karakteristik yang sama. Selanjutnya More mengatakan bahwa Konsep itu adalah

sesuatu yang tersimpan dalam benak atau pikiran manusia berupa sebuah idea tau

gagasan. dengan kata lain, konsep dapat dinyatakan dalam sejumlah bentuk konkrit

atau abstrak, luas atau sempit, satu kata frase. 16 Konsep merupakan pemikiran atau

gagasan sebagai acuan untuk melakukan suatu kegiatan.

Menurut Ausubel konsep adalah benda-benda, kejadian-kejadian, situasi-

situasi, atau ciri khas yang terwakili dalam setiap budaya oleh benda atau simbol.

Rosser menyatakan, konsep merupakan suatu abstraksi yang mewakili satu kelas

objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan atau hubungan-hubungan yang

mempunyai atribut-atribut yang sama. Konsep-konsep itu merupakan abstraksi yang

berdasarkan pengalaman.17 Dalam hal ini Konsep bisa berbentuk benda-benda atau

kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan yang ada berdasarkan pengalaman.

Berdasarkan pengertian konsep yang dikemukan diatas maka peneliti

menyimpulkan bahwa konsep adalah suatu ide abstrak untuk menggolongkan istilah

atau rangkaian kata yang didalamnya terkandung berbagai macam hasil pemikiran

15
Dahar, Teori – Teori Belaja (Jakarta : Erlangga, 1996), h. 38.
16
Sapriya, Pendidikan IPS (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2009), h. 43.
17
Dahar, Teori – Teori Belajar, h. 40.
12

yang meliputi definisi, pengertian, ciri khas, dan hakikat yang merupakan abstraksi

yang berdasarkan pengalaman.

b. Pemahaman Konsep matematika

Pembelajaran matematika diajarkan oleh guru kepada siswa bukan hanya

sekedar hafalan melainkan diajarkan dengan memberikan siswa pemahaman terhadap

konsep yang berkaitan dengan meteri yang diajarkan. dengan demikian pemahaman

terhadap materi yang akan diterima membuat siswa lebih mampu menyelesaikan

masalah-masalah yang berkaitan dengan materi tersebut.

Menurut Anas Sudijono pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk

mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dan

memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai

segi.18 Jadi, dengan pemahaman siswa akan mampu melihat sesuatu dari berbagai segi

tidak hanya berpatokan pada apa yang telah dipelajari dan dapat mengingatnya

dengan baik.

Pengertian pemahaman yang dikemukakan oleh para ahli seperti yang

dikemukakan oleh Winkel dan Mukhtar, mengemukakan bahwa Pemahaman yaitu

kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu

diketahui atau diingat, mencakup kemampuan untuk menangkap makna dari arti dari

bahan yang dipelajari, yang dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu

bacaan, atau mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang

lain.

18
Anas sudijono, pengantar evaluasi pendidikan (Jakarta : rajawali pers, 2011), h. 50.
13

Dalam hal ini, peserta didik dituntut agar dapat memahami atau mengerti apa

yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan, dan dapat

memanfaatkan isinya tanpa keharusan untuk menghubungkan dengan hal-hal yang

lain. Kemampuan ini dapat dijabarkan ke dalam tiga bentuk, yaitu: menerjemahkan

(translation), menginterpretasi (interpretation), dan mengekstrapolasi

(extrapolation).19 dengan demikian peserta didik dituntut harus lebih dapat

memahami segala apa yang telah dipelajari.

Menurut Bloom, pemahaman (comprehension) umumnya mendapat

penekanan dalam proses belajar mengajar. Siswa dituntuk untuk memahami atau

mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan

dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain.

Bentuk soal yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan ini adalah pilihan

ganda dan uraian.

Kemampuan pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu:

1. Menerjemahkan (translation)

Pengertian menerjemahkan di sini bukan saja pengalihan (translation) arti dari

bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain. Dapat juga dari konsepsi abstrak

menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah orang

mempelajarinya.

19
Sudaryono, Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran (Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu, 2012),
h. 44.
14

2. Menginterpretasi (interpretation)

Kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan, ini adalah kemampuan

untuk mengenal dan memahami.Ide utama suatu komunikasi.

3. Mengekstrapolasi (extrapolation)

Agak lain dari menerjemahkan dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Ia

menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi.20

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan pemahaman adalah

kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu

diketahui dan diingat, memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa

yang sedang dikomunikasikan dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang

siswa dapat dikatakan memahami sesuatu apabila siswa dapat memberikan penjelasan

atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-kata

sendiri.

Pemahaman konsep merupakan su atu aspek yang sangat penting dalam

pembalajaran, karena dengan memahami konsep siswa dapat mengembangkan

kemampuannya dalam setiap materi pelajaran yang akan dipelajarinya.

Pemahaman konsep merupakan dasar utama dalam pembelajaran metematika.

Herman hudojo menyatakan bahwa belajar matematika itu memerlukan pemahaman

terhadap konsep-konsep, konsep-konsep ini akan melahirkan teorema atau rumus. 21

dengan demikian Agar konsep-konsep dan teorema dapat diaplikasikan dengan baik

maka perlu adanya keterampilan dalam menggunakan konsep dan teorema. Oleh
20
Daryanto, Evaluasi Pendidikan (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2008), h. 106.
21
Herman hudojo, penegembangan kurikulum dan pembelajaran matematika ( malang : IKIP,
2005), h. 45.
15

karena itu pembelajaran matematika harus lebih ditekankan kearah pemahaman

konsep.

Suatu konsep yang dikuasai oleh siswa semakin baik apabila disertai dengan

pengaplikasian. Effendi menyatakan tahap pemahaman suatu konsep matematika

yang abstrak akan dapat ditingkatkan dengan mewujudkan konsep tersebut dalam

amalan pengajaran.22 dengan demikian Siswa dapat dikatan sudah memahami suatu

konsep apabila siswa telah mampu mengaplikasikan sifat yang sama yang merupakan

suatu ciri konsep yang telah dipelajari dan siswa tersebut telah mampu membuat

generalisasi terhadap konsep tersebut.

Berdasarkan dari beberapa uraian diatas dapat dipahami bahwa kemampuan

pemahaman konsep matematika yaitu siswa mampu mengaplikasikan konsep yang

telah dipahami kedalam kegiatan belajar. Apabila siswa telah memilki kemampuan

pemahaman yang baik maka dengan sendirinya siswa tersebut akan mampu

menjawab semua permasalahan-permasalahan yang ada dalam proses belajar

mengajar.

Pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap konsep matematika menurut

NCTM dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam :

a. Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan.

b. Mengidentifikasi dan membuat contoh dan bukan contoh.

c. Menggunakan model, diagram dan simbol-simbol untuk merepresentasikan suatu

konsep.

d. Mengubah suatu bentuk representasi kebentuk lainnya.

22
Effandi zakaria, dkk., tren pengajaran dan pembelajaran matematik (Kuala lumpur : utusan
publication dan distributors SDN BHD, 2007), h. 86.
16

e. Mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep.

f. Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang menentukan

suatu konsep.

g. Membandingkan dan membedakan konsep konsep.23

Indikator-indikator yang menunjukkan pemahaman konsep menurut badan

standar nasional pendidikan antara lain :

a. Menyatakan ulang setiap konsep.

b. Mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya.

c. Memberi contoh dan non contoh dari konsep.

d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi metematis.

e. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur tertentu.

f. mengaplikasikan konsep dan algoriitma pemecahan masalah.24

2. Miskonsepsi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia konsepsi berarti pengertian,

rancangan, (cita-cita, dsb.) yang telah ada di pikiran. Konsepsi dapat terbentuk dari

pengalaman untuk menafsirkan peristiwa atau fenomena alam lainnya sehingga setiap

saat seseorang akan terus membangun konsepsinya.

Berg dan Cliff menyebutkan bahwa siswa sudah memiliki konsepsi mengenai

konsep-konsep ilmu sebelum mereka mengikuti pelajaran sekolah, yang disebut

prakonsepsi. Sesungguhnya, setiap orang mempunyai rumusan deskripsi sendiri

23
Herdian, kemampuan pemahaman metematika (tersedia dalam :
http:/herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-pemahaman-matematis/., diakses tanggal 28
april 2018).
24
Badan standar nasional pendidikan (BSNP), model penilaian kelas (Jakarta : depdiknas,
2006), h. 59.
17

tentang suatu konsep. Oleh karena itu, di dalam kelas kita mengenal konsepsi

ilmuwan, konsepsi guru, dan konsepsi siswa, konsepsi penulis buku ajar dan

sebagainya. 25

Konsepsi siswa tentang materi yang pernah diterima dan dipelajari siswa pada

tingkatan sebelumnya, kadang kala akan berbeda dengan konsep ilmiah yang diterima

kemudian. Hal ini bisa terjadi karena pada saat proses pembelajaran di kelas

berlangsung, akan terjadi interaksi antara guru dengan siswa. Guru menyampaikan

informasi kepada siswa yang berupa transfer konsep, yang biasanya dilakukan

melalui metode ceramah, siswa yang membawa atau memiliki konsep awal yang

kurang lengkap atau tidak sempurna ini dapat mengalami kesalahan konsep atau yang

sering disebut dengan istilah miskonsepsi. Konsepsi awal yang tidak sesuai dengan

konsep ilmiah itu yang disebut dengan istilah miskonsepsi atau kesalahan konsep.26

Konsepsi siswa mungkin saja berbeda dengan konsep sebenarnya yang

dikembangkan oleh para ahli, sehingga dapat dikatakan siswa mengalami salah

paham (miskonsepsi). Miskonsepsi dapat disebabkan oleh siswa, guru, buku teks,

konteks, dan metode mengajar. Berbagai miskonsepsi yang terjadi dalam

pembelajaran matematika dapat semakin melemahkan semangat siswa dalam belajar,

menganggap matematika sulit, tidak prospektif, dan membutuhkan waktu lama untuk

Berg, V. D. Miskonsepsi Fisika dan Usaha Untuk Menanggulanginya (Salatiga : Universitas


25

Satya Wacana Salatiga, 1990), h. 1.


26
Maria Endah Savitri, dkk., Analisis Miskonsepsi Siswa Pada Materi Pecahan Dalam Bentuk
Aljabar Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa Kelas Viii Di Smp Negeri 2 Adimulyo Kabupaten Kebumen
Tahun Ajaran 2013/2014 ( Surakarta : Prodi Magister Pendidikan Matematika, FKIP Universitas
Sebelas Maret Surakarta, Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika, ISSN: 2339-1685, Vol.4, No.4,
Hal 402, Juni 2016).
18

memahaminya. Miskonsepsi yang sering dilakukan siswa tidak boleh dibiarkan

terlalu lama yang akan mengakibatkan hasil belajar siswa menjadi kurang baik.27

Leinhardt, Zaslavsky,Stein mendefinisikan miskonsepsi sebagai pemahaman

yang salah dalam pengetahuan siswa yang terjadi secara berulang dan eksplisit.

Miskonsepsi siswa dalam pembelajaran matematika karena kurangnya pemahaman

konsep matematika. Miskonsepsi tersebut menimbulkan keprihatinan karena

mengarah pada pembentukan konsep dan generalisasi yang salah sehingga

menghambat pembelajaran matematika. Miskonsepsi berbeda dari kesalahan. Olivier

menyatakan bahwa kesalahan adalah jawaban yang salah karena perencanaan yang

tidak tepat dan tidak sistematis yang diterapkan dalam menyelesaikan permasalahan

matematika, sedangkan miskonsepsi adalah gejala struktur kognitif yang

menyebabkan kesalahan. Oleh karena itu, sumber kesalahan dalam matematika

adalah miskonsepsi, meskipun ada sumber lain yang menyebabkan terjadinya

kesalahan seperti kecerobohan atau penggunaan bahasa yang menyesatkan. Adanya

miskonsepsi pengetahuan sebelumnya akan menghambat proses akuisisi pengetahuan

baru dan akan menyebabkan siswa terus membuat kesalahan selama belajar materi

aljabar dan materi terkait lainnya.28 Dalam hal ini Miskonsepsi bisa juga dikatakan

sebagai kurangnya pemahaman siswa terhadap kegiatan belajar matematika yang

menghambat proses belajar siswa sehingga tidak dapat membuat konsep yang benar.

Mustafa Ramadhan, dkk., Analisis Miskonsepsi Siswa Dalam Menyelesaikan Soal


27

Matematika Berstandar Pisa Dengan Menggunakan Certainty Of Response Index (Cri) ( Jember :
Pendidikan Matematika, FKIP, Kadikma, Vol. 8, No. 1, h. 146. April 2017).
28
Rezky A. H. & Tri Edi M. S., Analisis Kesalahan dan Miskonsepsi Siswa Kelas VIII pada
Materi Aljabar ( semarang : universitas negeri semarang, Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan
Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014).
19

Muzangwa and Chifamba menyatakan Sebuah miskonsepsi terjadi ketika

seseorang meyakini sebuah konsep yang secara obyektif salah. Sehubungan dengan

sifat subyektifitas yang dimiliki manusia, dapat diasumsikan bahwa setiap orang

selalu memiliki sebuah miskonsepsi. Jika sebuah konsep tidak bisa dibuktikan benar

atau salahnya, tidak bisa dikatakan bahwa orang yang tidak percaya (disbeliever)

mempunyai sebuah miskonsepsi tentang konsep tersebut. Hal itu tidak bisa dilakukan

oleh orang yang percaya (believers) seberapapun orang yang percaya tersebut

menginginkan sebuah konsep menjadi benar atau sebaliknya. 29 dengan demikian

miskonsepsi setiap manusia itu berbeda beda tergantung dari sudut pandang mana ia

melihat konsep tersebut.

Soedjadi menyatakan bahwa Miskonsepsi timbul karena adanya prakonsepsi,

prakonsepsi adalah konsep awal yang dimiliki seseorang tentang sesuatu obyek.

Konsep awal ini diperoleh seseorang dari pendidikan jenjang formal tertentu. Konsep

awal tentang suatu obyek yang dimiliki oleh seorang anak bisa saja berbeda dengan

konsep yang diajarkan di sekolah dalam obyek yang sama. Bukanlah hal yang

mustahil jika konsep yang diterima seorang anak tidak sama dengan konsep yang

diterima oleh anak lainnya.30 Jadi, sebelum adanya miskonsepsi biasanya selalu ada

konsep awal yang kita miliki terhadap suatu objek dimana konsep ini bisa diperoleh

dari sekolah, namun tidak semua konsep yang diterima setiap anak itu sama

tergantung tingkat pemahaman masing-masing.

29
Muzangwa, J. and Chifamba, International Journal Analysis of Errors and Misconceptions
in The Learning of Calculus by Undergraduate Students (Zimbabwe : Department of Curriculum
Studies, Faculty of Education, Great Zimbabwe University, Vol. 5, Number 2, 2012).
30
Soedjadi, kiat pendidikan matematikia di Indonesia, h. 157.
20

Menurut Marinova-Todd menyatakan bahwa miskonsepsi adalah kondisi

siswa mengalami salah satu dari tiga hal yaitu pemberian interpretasi yang salah,

pemberian atribut yang salah dan perhatian yang salah.31 Maksudnya miskonsepsi

bisa saja terjadi karena siswa mengalami perhatian yang salah atau juga karena

pemberian atribut yang salah atau juga interpretasi yang salah. Interpretasi merupakan

proses komuikasi melalui lisan atau gerakan yang terjadi antara dua orang atau lebih

yang dapat menggunakan simbol-simbol yang sama.

Miskonsepsi merupakan faktor penting yang mempengaruhi pemahaman

siswa untuk memahami suatu konsep. Hal ini menyebabkan pentingnya mengetahui

miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa. Ada banyak metode yang dapat digunakan

untuk mengetahui pemahaman konsep dan miskonsepsi. Menurut Köse ada beberapa

metode yang biasa digunakan untuk mengetahui pemahaman konsep dan miskonsepsi

siswa, yaitu berupa pertanyaan terbuka, two-tier diagnostik test, peta konsep,

prediction-observation-explanation, wawancara mengenai suatu kejadian atau

peristiwa, wawancara mengenai konsep, word association dan menggambar.32

Miskonsepsi dapat mempengaruhi pemahaman siswa terhadap suatu konsep sehingga

untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami sebuah konsep bisa dilakukan

dengan cara diantaranya melakukan interview atau wawancara terhadap suatu

kejadian.

31
Marinova-Todd S.H, Marshall D.B, Snow C.E., Three Misconceptions about Age and L2
Learning (United States : Harvard University, Vol. 34, No. 1, 2000).
Devi Ariandini, Sri Anggraeni, dan Any Aryani, Identifikasi Miskonsepsi Siswa SMP pada
32

Konsep Fotosintesis melalui Analisis Gambar (bandung : universitas pendidikan Indonesia),h.179.


21

Kesalahan-kesalahan dalam pemahaman konsep (miskonsepsi) akan

memberikan penyesatan lebih jauh jika tidak dilakukan pembenahan. 33 dengan kata

lain miskonsepsi dapat menjadikan kita semakin salah jika kita tidak melakukan

perbaikan secara cepat dan berkelanjutan

Konsepsi anak sebagai hasil konstruksi tentang alam sekitarnya berbeda

dengan konsepsi ilmiah. Oleh karena itu ada yang memberi nama miskonsepsi pada

konsepsi anak ini. Menurut pustaka pendidikan sains, Osborne memberikan beberapa

nama, yaitu “children’s science”, “misconception”, “alternative framework”,

“alternative conception” atau “children’s idea”. Hal yang menjadi masalah besar

dalam pendidikan sains ialah dalam konstruksi konsepsi ilmiah, miskonsepsi ini

ditemukan sebagai penghambat sehingga perlu diusahakan untuk mengubahnya.34

Jadi, konsepsi anak terhadap alam sekitar dapat mempengaruhi pemahaman konsepsi

ilmiah anak sehingga disini guru memiliki peranan penting untuk meluruskan

pemahaman anak terhadap konsep awal yang telah ia miliki.

Miskonsepsi merupakan suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu

pernyataan yang tidak dapat diterima. Interpretasi setiap individu terhadap banyak

konsep mungkin berbeda-beda. maka siswa tersebut dikatakan mengalami

miskonsepsi.35 Jadi, setiap siswa memiliki pemhaman yang berbeda-beda sehingga

menimbulkan adanya miskonespesi dalam belajar. Wilantara mendefinisikan

miskonsepsi sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang

33
Suyanti, R.D., Strategi Pembelajaran Kimia (Yogyakarta : Graham Ilmu,2010), h. 167.
34
Dahar, Teori – Teori Belajar, h. 42.
35
Berg, V.D., Miskonsepsi Fisika dan Usaha Untuk Menanggulanginya, h. 2.
22

tidak dapat diterima.36 Jadi, Miskonsepsi merupakan konsep yang tidak dapat

dipahami atau diterima dalam sebuah komunikasi.

Miskonsepsi menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan

pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para ilmuan dalam bidang itu,

bentuknya dapat berupa konsep awal, kesalahan hubungan yang tidak benar antar

konsep-konsep, gagasan yang salah, atau pandangan yang naif. 37 Berdasarkan

pengertian di atas miskonsepsi dapat diartikan sebagai suatu konsepsi yang tidak

sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang dimiliki oleh para ilmuwan.

Miskonsepsi dapat dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya disebabkan

kerena sangat kompleksnya konsep-konsep tersebut, sebagai contoh konsep-konsep

dalam metematika. Kompleksitas konsep matematika tersebut, sering kali dalam

penyajiannya tidak diimbangi dengan cara penyampaian yang baik oleh seorang

pengajar. Maksudnya ketika seorang guru ketika seorang guru menyampaikan konsep

matematika, guru tidak memperhatikan psikologi siswanya. dengan demikian akan

terjadi celah antara kemampuan pemahaman siswa dalam memahami konsep

matematika dengan keinginan guru.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi adalah

pengertian yang salah mengenai konsep atau penggunaan konsep yang salah.

Miskonsepsi yang dialami siswa perlu dicari jenis dan penyebabnya sehingga

miskonsepsi yang dialami siswa tidak berkepanjangan karena akan merugikan siswa

dikemudian hari ketika mempelajari konsep-konsep lainnya.

Wilantara, Implementasi Model Belajar Konstruktivis Dalam Pembelajaran Fisika untuk


36

Mengubah Miskonsepsi Ditinjau Dari Penalaran Formal Siswa (Bali : Ikip Singaraja, 2005), h. 2.
Suparno, P., Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Pendidikan Fisika (Yogyakarta: PT
37

Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005), h. 46.


23

Berg menyatakan ciri-ciri miskonsepsi menurut beberapa literatur :

1. Miskonsepsi sulit sekali diperbaiki.

2. Sering kali “sisa” miskonsepsi terus-terus mengganggu. Soal-soal yang

sederhana dapat diselesaikan tetapi dengan soal yang sedikit lebih sulit

miskonsepsi akan muncul kembali.

3. Seringkali terjadi kemunduran yaitu peserta didik sudah pernah mengatasi

miskonsepsi, beberapa bulan kemudian mengalami miskonsepsi kembali.

4. Dengan ceramah yang bagus miskonsepsi tidak dapat dihilangkan atau

dihindari.

5. Guru pada umumnya tidak mengetahui miskonsepsi yang lazim atau sudah

biasa terjadi pada peserta didiknya dan tidak menyesuaikan proses dengan

miskonsepsi yang dialami peserta didiknya.

6. Peserta didik yang pandai dan yang lemah dapat terkena miskonsepsi.38

Proses terbentuknya miskonsepsi dalam pembelajaran, terutama untuk tingkat

primer, Driver sebagai berikut. 39

1. Terbentuknya miskonsepsi disebabkan karena anak cenderung mendasarkan

berpikirnya pada hal-hal yang tampak dalam suatu situasi masalah.

2. Dalam banyak kasus, anak itu hanya memperhatikan aspek-aspek tertentu

dalam suatu situasi. Hal ini disebabkan karena anak lebih cenderung

menginterpretasikan suatu fenomena dari segi sifat absolut benda-benda, bukan

dari segi interaksi antara unsur-unsur suatu sistem.

38
Berg dalam Das Salirawati, pengembangan instrumen pendeteksi miskonsepsi kimiapada
peserta didik SMA ( Disertasi : PPs UNY, 2011), h. 26.
39
Dahar, Teori Teori Belajar, h. 55.
24

3. Anak lebih cenderung memperhatikan perubahan daripada situasi diam.

4. Bila anak-anak menerangkan perubahan, cara berpikir mereka cenderung

mengikuti urutan kausal linier.

5. Gagasan yang dimiliki anak mempunyai berbagai konotasi; gagasan anak lebih

inklusif dan global.

6. Anak kerap kali menggunakan gagasan yang berbeda untuk

menginterpretasikan situasi-situasi yang oleh para ilmuwan digunakan cara

yang sama.

Asal munculnya miskonsepsi dapat berbeda tergantung dari sifat konsep dan

bagaimana konsep itu diajarkan. Sumber miskonsepsi berdasarkan bagaimana konsep

diajarkan adalah generalisasi dasar analogi, bagaimana pengetahuan disajikan dalam

buku teks, pelatihan guru, pemahaman konsep yang komplikatif dan tergantung pada

konsep dan situasi.40

Adapun jenis miskonsepsi yang didefinisikan oleh Moh. Amien yaitu :

1. Miskonsepsi klasifikasional

Miskonsepsi klasifikasional merupakan bentuk miskonsepsi yang didasarkan

atas kesalahan klasifikasi fakta fakta kedalam bagan bagan yang terorganisir.

2. Miskonsepsi korelasional

Purtadi, dkk., Analisis Miskonsepsi Konsep Laju dan Kesetimbangan Kimia Pada Siswa
40

SMA (Yogyakarta : Jurnal Penelitian Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY, 2009), h. 3.
25

Miskonsepsi korelasional merupakan bentuk miskonsepsi yang didasarkan

atas kesalahan mengenai kejadian kejadian khusus yang saling berhubungan atau

observasi observasi yang terdiri atas dugaan dugaan terutama berbentuk formulsi

prinsip prinsip umum.

3. Miskonsepsi teoritikal

Miskonsepsi teoritikal merupakan bentuk miskonsepsi yang didasarkan atas

kesalahan dalam mempelajari fakta fakta atau kejadian kejadian dalam system yang

terorganisir.41

Tabel. 1. jenis miskonsepsi dan contohnya

Jenis Miskonsepsi Contoh Miskonsepsi Pada Matematika

kesalahan siswa dalam menentukan unsur-unsur


Miskonsepsi klasifikasional
yang terdapat pada materi aljabar khususnya

pada persamaan dan pertidaksamaan linear

kesalahan siswa dalam menentukan konsep yang


Miskonsepsi korelasional
tepat untuk menjawab soal terutama pada meteri

persamaan dan pertidaksamaan linear

kesalahan siswa dalam menjelaskan fakta-fakta


Miskonsepsi teoritikal
mengenai persamaan dan pertidaksamaan linear,

dan kesalahan siswa dalam memahami rumus

3. Materi Aljabar di tingkat SMA

Moh. Amien dalam Das Salirawati, pengembangan instrumen pendeteksi miskonsepsi


41

kimiapada peserta didik SMA, h. 36.


26

a. Persamaan dan pertidaksamaan linear

1. Memahami dan menemukan konsep nilai mutlak

Definisi 1

Misalkan x bilangan real, nilai mutlak x , dituliskan |x|, didefinisikan

|x|= x , jika∧x ≥ 0
{−x , jika∧x <0
Berikut ini kita akan mencoba menggambarkan tabel

f ( x )=| x|= x , jika∧x ≥0


{
−x , jika∧x <0

Perhatikan beberapa titik yang mewakili grafik fungsi diatas.

Tabel beberapa pasangan kordinat titik pada grafik f ( x )=| x|

x ... -4 -2 -1 0 1 2 4 ...

y=f (x ) ... 4 2 1 0 1 2 4 ...

(x , y) ... (- 4,4) (- 2,2) (- 1,1) (0,0) (1,1) (2,2) (4,4) ...

Contoh :

Buatlah tabel kordinat titik pada grafik f ( x )=| x−2| dengan memanfaatkan

definisi diatas !

Jawab :

Pertama buatlah tabel untuk menunjukkan pasangan beberapa titik. Tentukan

nilai x=0 maka nilai y=2. Jadi titik kordinat awal kita adalah (0,2).
27

x ... -4 -2 -1 0 1 2 4 ...

y=f (x ) ... 6 4 3 2 1 0 2 ...

(x , y) ... (- 4,6) (- 2,4) (- 1,4) (0,2) (1,1) (2,0) (4,2) ...

2. Persamaan linear

Definisi 2

Persamaan linear satu variabel adalah persamaan berbentuk ax +b=0dengan


a , b ∈ R dan a ≠ 0 ,dan x adalah variabel, a adalah koefisien dan b adalah konstanta.

Definisi 3

Persamaan linear dua variabel adalah persamaan berbentuk ax +by +c=0

dengan a , b , c ∈ R, a dan b tidak keduanya nol dimana, x , y adalah variabel, a , b

adalah koefisien dan c adalah konstanta.

Sifat

Misal l adalah persamaan linear, maka :

a. Penambahan dan pengurangan bilangan di kedua ruas persamaan l , tidak

mengubah solusi persamaan tersebut.

b. Perkalian bilangan tidak nol di kedua ruas pada persamaan l , tidak mengubah solus

persamaan tersebut.42

Contoh :

42
Kementrian pendidikan dan kebudayaan, matematika untuk SMA/MA/SMK kelas X.
28

Jika x ≥ 0 , tentukan pasangan titik ( x , y ) yang memenuhi persamaan linear


x−4 y=12untuk x , y ∈ R .

Jawab :

Pertama tama kita tentukan nilai x dan y yang memenuhi persamaan


x−4 y=12dan kita buat pada tabel berikut.

Tabel pasangan titik ( x , y ) pada grafik x−4 y=12 untuk x ≥ 0

x 0 1 2 3 ... ... ...

y -3 - 11/4 - 10/4 - 9/4 ... ... ...

(x , y) (0,- 3) (1,- 11/4) (2,- 10/4) (3,- 9/4) ... ... ...

Dari tabel diatas dapat dinyatakan bahwa terdapat tak hingga banyak pasangan

titik ( x , y ) yang memenuhi persamaan x−4 y=12, yaitu :


11 10 9
( )( )( )
HP = {( 0 ,−3 ) , 1 ,− 4 , 2 ,− 4 , 3 ,− 4 , … }

Definisi 4

Misalkan a , b dan c bilangan real dan a , b keduanya tidak nol. Himpunan

penyelesaian persamaan linear ax +by=c adalah himpunan semua pasangan ( x , y )

yang memenuhi persamaan linear tersebut.43

3. Pertidaksamaan linear

Definisi 5

Pertidaksamaan lnear satu variabel adalah persamaan yang berbentuk


ax +b< 0 dengan a : koefisien x , a≠ 0 , a ∈ R

43
Kementrian pendidikan dan kebudayaan, matematika untuk SMA/MA/SMK kelas X .
29

ax +b ≤ 0 b :konstanta (b ∈ R)

ax +b> 0 x : variabel

ax +b ≥ 0

Definisi 6

Pertidaksamaan linear dua variabel adalah persamaan yang berbentuk


ax +by +c <0 dengan a , b :koefisien a ≠ 0 , b ≠ 0 , a ,b ∈ R

ax +by +c <0 c : konstanta (c ∈ R)

ax +by +c <0 x , y : variabel

ax +by +c <0

4. Persamaan linear yang melibatkan nilai mutlak

Tentukan nilai x yang memenuhi persamaan |x−3|+|2 x−8|=5 !

Jawab :

Dengan menggunakan definisi 1 maka diperoleh :

|x−3|= x−3 , jika∧x ≥ 3 dan|2 x−8|=¿ 2 x −8 , jika x ≥ 4


{ {
−x ,+ 3 jika∧x <3 −2 x +8 , jiaka x <4

Sehingga,

a. Untuk x <3maka – x +3−2 x +8=5❑−3 x +11=5

❑−3 x=−6

❑ x=2

(memenuhi karena x=2 berada pada domain x <3)



b. Untuk 3 ≤ x < 4 maka x−3−2 x +8=5❑−x +5=5

❑−x=0

❑ x=0
30

(tidak memenuhi karena x=0 tidak berada pada domain 3 ≥ x < 4



c. Untuk x ≥ 4 maka x−3+2 x−8=5❑ 3 x−11=5

❑ 3 x=16

❑ x=16 /3
(memenuhi karena x=16 /3 berada pada domain x ≥ 4 )

5. Pertidaksamaan linear yang melibatkan nilai mutlak

Contoh :

Selesaikan pertidaksamaan berikut dengan metode umum |2 x+ 1|≥|x−3| !

Jawab :
2
Pertidaksamaan diatas dapat diselesaikan dengan memanfaatkan |x|= √ x dan
|x|= x , jika∧x ≥ 0 serta grafik. Perhatikan langkah penyelesaian berikut.
{
−x , jika∧x <0
2
langkah 1 : ingat bahwa |x|= √ x

langkah 2 : menentukan pembuat nol


2
x= atau x=−4
3

Langkah 3 : letakkan pembuat nol dan tanda pada garis bilangan

Langkah 4 : menentukan interval penyelesaian

Langkah 5 : menentukan kembali interval penyelesaian


2
HP = {x∨x ≤−4 atau x ≥ 3 }

G. Kajian Penelitian Relevan

Kajian relevan yang digunakan sebagai bahan pertimbangan baik mengenai

kelebihan atau kekurangan yang ada sebelumnya. Selain itu kajian terdahulu juga

mempunyai banyak pengaruh salah satunya yaitu untuk memperoleh informasi terkait
31

dengan teori yang berkaitan dengan judul yang dapat digunakan sebagai landasan

teori ilmiah.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Luh Mentari, I Nyoman Suardana dan Iwayan

Subagia dengan judul “ Analisis miskonsepsi siswa SMA pada pembelajaran

kimia untuk materi larutan penyangga”. Menyimpulkan bahwa Miskonsepsi

yang dialami siswa kelas XI IA SMA Negeri 1 Sukasada terjadi pada semua

konsep konsep pada materi larutan penyangga dengan Distribusi miskonsepsi

pada materi larutan penyangga 52,44%, konsep penyangga asam

24,50%,konsep penyangga basa 18,62% dan konsep pH larutan penyangga

23,10%. Penelitian tersebut mengkaji tentang Miskonsepsi siswa SMA pada

pembelajaran kimia untuk larutan penyangga.44

2. Penelitian yang dilakukan oleh Rezky Agung Herutomo, Scolastika Mariani,

dan Rochmad dengan judul “ Analisis Miskonsepsi dan Kemampuan Aljabar

siswa kelas VIII” menyimpulkan bahwa masih banyak siswa yang mengalami

miskonsepsi dalam memahami variabel, kesalahan dalam mengoperasikan

aljabar, kesalahan siswa terkait SPLDV.45

3. Penelitian yang dilakukan oleh Maria Endah Savitri, Mardiyana, dan Sri

Subanti dengan judul “Analisis Miskonsepsi Siswa Pada Materi Pecahan Dalam

Bentuk Aljabar Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa Kelas VIII Di SMP Negeri 2

Adimulyo Kabupaten Kebumen Tahun Ajaran 2013/2014” Menyimpulkan

secara umum bahwa miskonsepsi dapat terjadi pada setiap siswa, baik siswa

44
Luh Mentari, dkk., Analisis miskonsepsi siswa SMA pada pembelajaran kimia untuk materi
larutan penyangga.
45
Rezky Agung Herutomo, dkk., Analisis Miskonsepsi dan Kemampuan Aljabar siswa kelas
VIII.
32

yang memiliki gaya kognitif fiel dependence (FD) yang memiliki cara berpikir

rendah dalam menyelesaikan permasalahan matematika, maupun siswa yang

dengan gaya kognitif fiel independence (FI) yang memiliki cara berpikir tinggi

dalam permasalahan matematika. Siswa sebagaian besar mengalami

miskonsepsi pada materi pecahan dalam bentuk aljabar. Kebanyakan para siswa

hanya memahami perhitungan tanpa memahami konsepnya. Sehingga ketika

dihadapkan pada persoalan yang baru, siswa mengalami kebingungan sehingga

menyebabkan miskonsepsi.46

4. Penelitian yang dilakukan oleh Eko Jayanti, Iis Intan W, dan Abdul Majid

dengan judul “Analisis Miskonsepsi Siswa Dengan Menggunakan Model

Pembelajaran Inkuiri Pada Pokok Bahasan Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan

Kelas XI Ipa SMA Negeri 5 Samarinda” menyimpulkan miskonsepsi siswa

pada post test pertemuan pertama cukup rendah, miskonsepsi siswa pada post

test pertemuan kedua cukup tinggi, dan pada post test pertemuan ketiga tidak

ada siswa yang mengalai misknsepsi serta tingkat miskonsepsi siswa pada

ulangan harian sangat tinggidan disetiap butir soal terjadi miskonsepsi.47

5. Penelitian yang dilakukan oleh Nainul Asrof dan Uciek Nurul Mufida dengan

judul “Analisis Miskonsepsi Dalam Menyelesaikan Soal Pada Sub Materi

Penjumlahan Dan Pengurangan Bilangan Bulat Ditinjau Dari Kemampuan

Pemahaman Konsep” menyimpulkan siswa salah dalam mengoperasikan tanda

operasi jika bertemu dengan tanda bilangan, salah mengubah soal cerita dalam
46
Maria Endah Savitri, dkk., Analisis Miskonsepsi Siswa Pada Materi Pecahan Dalam Bentuk
Aljabar Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa Kelas VIII Di SMP Negeri 2 Adimulyo Kabupaten
Kebumen Tahun Ajaran 2013/2014.
47
Eko Jayanti, Iis Intan W, dan Abdul Majid., Analisis Miskonsepsi Siswa Dengan
Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Pada Pokok Bahasan Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan
Kelas XI Ipa SMA Negeri 5 Samarinda.
33

kalimat matematika, salah tansa positef atau negatif bilangan pada hasil akhir

operasi hitung yang dilakukan faktor faktor penyebab miskonsepsi adalah siswa

kurang mampu memahami materi penjumlahan dan pengurangan bilangan

bulat, langkah langkah menyeesaikan soal cerita, dan siswa malu bertanya

kepada guru ketika mengalami kesulitan dalam mempelajari materi pada saat

proses pembelajaran berlangsung.48


6. Penelitian yang dilakukan oleh gunawardena egodawatte dengan judul
“Secondary School Students’ Misconceptions In Algebra ” menyatakan rubric
of errors or possible misconsepcions for variables 37%, rubric of errors or
possible misconsepcions for algebraic expressions 79%, rubric of errors or
possible misconsepcions for algebraic equations 48%, rubric of errors or
possible misconsepcions for algebraic word problems 85%49.

Berdasarkan penelitian relevan diatas peneliti memperoleh beberapa

perbedaan dan persamaan terkait dengan variable yang akan diteliti. Atas dasar itu

peneliti melakukan penelitian hanya difokuskan pada jenis miskonsepsi yang dialami

oleh siswa dalam menyelesaikan soal matematika pada materi persamaan dan

pertidaksamaan linear. Adapun persamaan penelitian ini dengan beberapa peelitian

terdahulu yaitu untuk menemukan miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan soal-saol

pada suatu mata pelajaran. Sedangkan perbedaannya penelitian ini hanya akan

difokuskan pada jenis miskonsepsi yang dialami oleh siswa dalam menyelesaikan

soal-soal persamaan dan pertidak samaan linear.

H. Kerangka Konseptual

Matematika tersusun secara hirarki dan saling berkaitan unsur-unsurnya.

Matematika adalah suatu pelajaran yang yang terurut, bertingkat, dan berkelanjutan.

48
Nainul Asrof dan Uciek Nurul Mufida., Analisis Miskonsepsi Dalam Menyelesaikan Soal
Pada Sub Materi Penjumlahan Dan Pengurangan Bilangan Bulat Ditinjau Dari Kemampuan
Pemahaman Konsep
49
gunawardena egodawatte, Secondary School Students’ Misconceptions In Algebra.
34

Jadi, apabila seoarang siswa telah menguasai konsep materi prasyarat maka siswa

akan mudah dalam memahami konsep materi selanjutnya dan apabila siswa tidak

memahami konsep materi prasyarat maka disinilah biasanya terjadi yang namanya

miskonsepsi. Hal yang menjadi permasalahan dalam penyampaian konsep baru yang

masih memilki keterkaitan dengan materi sebelumnya adalah perbedaan pemahaman

konsep dasar yang dimilki siswa. Karena konsep dasar siswa adalah suatu penentu

untuk siswa dapat menguasai meteri selanjutnya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa semakin baik

pemahaman konsep siswa tentang materi terdahulu, maka akan semakin memudahkan

dalam pembelajaran materi sebelumnya. Begitu juga sebaliknya, jika siswa kurang

mampu memahami konsep materi terdahulu, maka akan mengalami kesulitan dalam

materi selanjutnya.

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil materi persamaan dan

pertidaksamaan linear sebagai salah satu meteri yang sulit untuk dikuasai siswa.

Persamaan dan pertidaksamaan linear adalah materi yang sudah dipelajari siswa dari

tingkat SMP/Sederajat kemudian diterima kembali di SMA/Sederajat dengan

pembahasan materi yang lebih mendalam atau lanjutan dari apa yang diterima di

SMP/Sederajat.

Permasalahan karakteristik siswa pada kelas yang yang terpilih sebagai calon

subjek pada penelitian ini bisa berbeda, ada siswa yang masih terjadi miskonsepsi

klasifikasional, korelasional dan teoritikal. Dengan karakteristik siswa yang seperti

ini maka belum dapat dianalisis mengenai bagaimana siswa dapat menyelesaikan

soal-soal alajabar pada materi persamaan dan pertidaksamaan linear di kelas X SMA

Negeri 11 Makassar. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian apakah tiga kategori
35

diatas yang telah disebutkan ada pada kelas yang terpilih sebagai calon subjek

penelitian kemudian akan dianalisis miskonsepsi siswa berdasarkan karakteristik

tersebut diatas.

Dalam penelitian ini akan dianalisis miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan

soal matematika pada pokok bahasan aljabar tentang persamaan dan pertidaksamaan

linear. Untuk keperluan penelitian maka perlu digambarkan skema/kerangka

konseptual sebagai berikut.

Miskonsepsi Siswa Dalam


Menyelesaikan soal matematika pada
pokok bahasan aljabar
36

Miskonsepsi Miskonsepsi Miskonsepsi


Klasifikasional Korelasional Teoritikal

Tes Diagnostik

Analisis Hasil Tes


Diagnostik

Mendeskripsikan jenis miskonsepsi siswa dalam


menyelesaikan soal persamaan dan pertidaksamaan linear

I. Pendekatan dan Jenis Penelitian

1. pendekatan peneltian

Pendekatan penelitian ini merupakan pendekatan kualitatif. Penelitian

kualitatif merupakan prosedur penelitian yang hasil datanya berupa deskriptif yaitu
37

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. 50 Kirk dan

Miller mendefinisikan bahwasanya penelitian kualitatif berhubungan dengan tradisi

tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada

pengamatan terhadap manusia dan dalam kawasannya sendiri.51

2. jenis penelitian

jenis penelitian yang diambil adalah kualitatif deskriptif, dilakukan untuk

menggambarkan keadaan dari suatu fenomena atau peristiwa secara sistematis sesuai

dengan apa adanya52, jenis penelitian ini digunakan untuk mendapatkan data langsung

dari sumber data tanpa membuat perbandingan atau hubungan dari suatu variabel

dengan variabel lainnya.

Dengan penelitian ini peneliti mencoba mengungkap dimana letak

miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan soal matemaika utamanya pada materi

persamaan dan pertidaksamaan linear. Adapun simpulan dari penelitian ini hanya

berlaku bagi peserta didik di kelas yang diteliti dan tidak digeneralisasikan.

J. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 11 Makassar Status Sekolah ISO

9001-2008. Jalan Letjen Pol Mappa Oudang No. 66 Makassar, Kelurahan Jongaya,

Kacamatan Tamalate, Sulawesi Selatan.

50
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta : Kencana, 2007), h. 49.
51
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006),
h. 4.
52
Nyoman Dantes, Metode Penelitian (Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2014), h. 51.
38

K. Subjek Penelitian

Sumber data dalam penelitian merupakan subjek dari mana data dapat

diperoleh.53 Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 11 Makassar kelas

X yang berjumlah 354 orang yang kemudian diberi tes diagnostik berupa soal

matematika pada pokok bahasan Aljabar khususnya pada materi persamaan dan

pertidaksamaan linear.

L. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

mengetahui metode pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data

yang memenuhi standar data yang ditetapkan.54

Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah tes diagnostik dan

wawancara.

1. Observasi

53
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi VI
( Jakarta : PT Rineka Cipta, 2006), h.129.
54
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, h. 62.
39

Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap

gejala, fenomena atau obyek yang akan diteliti. 55 Dalam hal ini yang menjadi objek

penelitian adalah siswa SMA Negeri 11 Makassar Kelas X.

2. Tes diagnostik

Riyanto menyatakan bahwa tes adalah serentetan atau latihan yang digunakan

untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, sikap, intelegensi, kemampuan atau bakat

yang dimiliki oleh individu atau kelompok.56 . Tes merupakan alat atau prosedur yang

digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan

aturan-atauran yang sudah ditentukan.57 Tes yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu tes diagnostik. Hasil tes diagnostik digunakan sebagai dasar penyelenggaraan

pengajaran yang lebih sesuai dengan kemampuan siswa sebenarnya, termasuk

kesulitan-kesulitan belajarnya. Tes ini berisi materi yang dirasa sulit oleh siswa,

namun tingkat kesulitan tes ini cenderung rendah.58 Dalam penelitian ini, kelemahan

yang dihadapi siswa adalah berupa miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan soal-soal

Ajabar.

Adapun fungsi dari tes diagnostik yaitu menentukan apakah bahan prasyarat

telah dikuasai atau belum, tingkat penguasaan peserta didik terhadap bahan yang

dipelajari, Memisah-misahkan peserta didik berdasarkan kemampuan dalam

menerima pelajaran yang akan dipelajari, dan Menentukan kesulitan-kesulitan belajar

55
Rosady Ruslan, MetodePenelitian Public Relations dankomunikasi, Ed. 1 (Cet. IV; Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 31.
56
Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian, h. 65.
57
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 52.
58
Sitti Mania, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial, h. 129.
40

yang dialami untuk menentukan cara yang khusus untuk mengatasi atau memberikan

bimbingan.

3. Metode interview (wawancara)

Metode interview merupakan metode yang cara pengumpulan datanya dengan

cara menggali data langsung dari sumbernya, wawancara (interview) merupakan cara

untuk mengumpulkan data dengan mengadakan tatap muka secara langsung antara

orang yang bertugas mengumpulkan data dengan orang yang menjadi sumber data

atau obyek penelitian.59 Wawancara adalah percakapan, biasanya antara dua orang.

Tapi percakapan dimana satu orang pewawancara mencari tanggapan untuk tujuan

tertentu dari orang lain yaitu orang yang diwawancarai.60 dengan adanya wawancara

memudahkan peneliti untuk mendapat informasi yang lebih mendalam lagi tentang

sesuatu hal.

Pedoman wawancara harus disusun sesuai dengan fokus penelitian agar

proses wawancara nanti tidak menyimpang dari apa yang akan diteliti. Wawancara

yang dilakukan pada penelitian ini adalah wawancara tak berstruktur dimana

penelitian ini tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara

sistematis dan lengkap, akan tetapi wawancara dilakukan tergantung tindakan dan

hasil pekerjaan siswa saat menyelesaikan tes diagnostik. Wawancara tak terstruktur

artinya pertanyaan yang diajukan disesuaikan dengan respon subjek. Jika respon

subjek terhadap pertanyaan yang diajukan tidak sesuai dengan indikator penelitian,

maka diajukan pertanyaan dengan kalimat yang berbeda namun tetap inti

permasalahan.

59
Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian, h. 63.
60
Bill Gillham, The Research Interview, (New York: Continuum, 2000), h. 1.
41

M. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data

penelitian, baik data yang kualitatif maupun kuantitatif. Data kualitatif dapat berupa

gambar, kata, dan atau benda lainnya yang non angka.61 Karena penelitian ini adalan

penelitian kualitatif sehingga instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti

sendiri. Dalam hal ini peneliti merupakan perencana, pelaksana pengumpul data,

penganalisis, penafsiran data, dan akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian. dengan

menggukan alat bantu dalam menghimpun data yaitu menggunakan tes diagnostik

dan pedoman wawancara.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Tes Diagnostik

Tes terdiri dari 5 soal persamaan dan pertidaksamaan linear yang disusun

berdasarkan indicator materi konsep nilai mutlak, persamaan linear, pertidaksamaan

linear, persamaan linear yang melibatkan nilai mutlak, dan pertidaksamaan linear

yang melibatkan nilai mutlak. Untuk memperoleh data Jenis miskonsepsi siswa dalam

menyelesaikan soal diperoleh melalui jawaban tes diagnostik sesuai dengan rubrik

penskoran. Kemudian data tersebut dianalisis secara deskriptif kuantitatif untuk

melihat jenis miskonsepsi yang dialami siswa.

2. Pedoman Wawancara

Wawancara dilakukan secara lisan kepada siswa dengan jenis miskonsepsi

yang berbeda beda. Data hasil wawancara dianalisis secara deskriptif kualitatif

sebagai data pendukung hasil tes diagnostik selanjutnya miskonsepsi subjek

61
Sitti Mania, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Gowa : Alauddin University
Press, 2013), h. 120.
42

penelitian dipelajari melalui interpretasi atau representative yang diberikan subjek

dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan pewawancara. Selain itu, wawancara juga

bertujuan untuk mengetahui secara terperinci letak miskonsepsi siswa dalam

memahami materi aljabar khususnya pada materi persamaan dan pertidaksamaan

linear.

N. Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif, instrumen utamanya adalah manusia, karena itu

yang diperiksa adalah keabsahan datanya.62Untuk menguji kredibilitas data penelitian

peneliti menggunakan teknik Triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini

artikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan

berbagai waktu. Terdapat beberapa triangulasi diantaranya triangulasi sumber,

triangulasi teknik pengumpulan data dan waktu.63

Triangulasi teknik adalah teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan

dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.

Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi,

dokumentasi atau koesioner. Apabila terdapat perbedaan maka dari itu peneliti

melakukan diskusi lebih lanjut untuk memastikan yang mana dianggap benar atau

mungkin semuanya benar karena sudut pandang yang berbeda.64 Jadi setelah penulis

melakukan penelitian dengan menggunakan metode wawancara dan tes tertulis

kemudian data hasil dari penelitian itu di gabungkan sehingga saling melengkapi.

Nusa Putra dan Ninin Dwilestari, “Penelitian Kualitatif ; Pendidikan Anak Usia Dini”
62

(Jakarta : Raja grafindo Persada, 2012), h. 87.


Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D
63

(Bandung : Alfabeta, 2014), h. 373.


64
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, h.
373.
43

O. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

analisis deskriptif – kualitatif. Analisis deskriptif – kualitatif merupakan suatu teknik

yang menggambarkan dan mengintreprestasikan arti data-data yang telah terkumpul

dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang

diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh

tentang keadaan sebenarnya. Hasil data yang diperoleh dari tes dan wawancara

merupakan hasil yang tidak berbentuk skor sehingga teknik analisis data yang

digunakan yaitu dengan65:

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka

perlu dicatat secara rinci dan teliti. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-

hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya

dan membuang yang tidak perlu. dengan demikian, data yang telah direduksi akan

memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan

pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.

Dalam penelitian ini, reduksi data yang dilakukan peneliti adalah sebagai

berikut:

a. Mengkoreksi hasil pekerjaan siswa sebanyak 34 siswa yang mengikuti tes,

kemudian diperiksa untuk menentukan peserta didik yang akan dijadikan sebagai

subjek penelitian berdasarkan kriteria miskonsepsi yang dilakukan.

65
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, h.
338-345.
44

b. Hasil pekerjaan siswa yang menjadi subjek penelitian merupakan bahan untuk

wawancara.

c. Hasil wawancara disederhanakan menjadi susunan bahasa yang baik dan rapi,

kemudian ditransformasikan ke dalam catatan.

2. Data Display (Penyajian Data)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data.

Melalui penyajian data, maka data terorganisasikan, tersusun pada pola hubungan,

sehingga akan semakin mudah dipahami. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sebagainya.

Dalam penelitian ini, menggunakan penyajian data uraian singkat dalam

bentuk tes yang bersifat naratif. Dalam penyajian data yang berupa hasil pekerjaan

siswa disusun menurut urusan objek penelitian. Kegiatan ini memunculkan dan

menunjukkan kumpulan data atau informasi yang terorganisasi dan terkategori yang

memungkinkan suatu penarikan kesimpulan atau tindakan. Tahap penyajian data

dalam penelitian ini meliputi :

a. Menyajian hasil pekerjaan siswa yang dijadikan bahan untuk wawancara.

b. Menyajikan hasil wawancara yang telah direkam menggunakan alat perekam.

Dari hasil penyajian data (pekerjaan peserta didik dan hasil wawancara)

dilakukan analisis. Kemudian disimpulkan yang berupa data temuan, sehingga

mampu menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

3. Conclusion Drawing/verification

Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan yakni membuat penarikan simpulan

dari data tes diagnostik dan wawancara yang sudah disajikan agar mendapatkan
45

simpulan mengenai jenis miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan soal aljabar pada

metri persamaan dan pertidaksamaan linear. Untuk memeriksa keabsahan data

penelitian, peneliti menggunakan triangulasi teknik dengan cara memeriksa data

kepada subjek yang sama dengan teknik berbeda yakni tes diagnostik dan

wawancara.66 Simpulan tersebut merupakan pemaknaan terhadap data yang telah

dikumpulakan. Dalam penarikan kesimpulan Pada penelitian ini, data yang diperoleh

berupa :

a. Data hasil pekerjaan siswa

Data hasil pekerjaan siswa tersebut dianalisis dengan cara memeriksa hasil

pekerjaan siswa yang dituliskan oleh siswa pada lembar jawaban. Melalui lembar

jawaban tersebut, peneliti dapat melihat jenis miskonsepsi siswa dalam

menyelesaikan soal yang diberikan.

b. Data wawancara siswa

Data hasil transkip wawancara dengan siswa berupa rekaman percakapan.

Data hasil transkip wawancara tersebut direduksi dengan memilah-milah data sesuai

dengan kebutuhan peneliti.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir, dkk. 2012. Dasar-dasar Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Abduh, Muhammad. 1999. Tafsir Juz’amma. Bandung : Mizan.

66
Sugiyono, Metode penelitian pendidikan : pendekatan kuantitatif,kualitatif dan R&D, h.
336.
46

Ariandini, Devi., Sri Anggraeni, dan Any Aryani. Identifikasi Miskonsepsi Siswa

SMP pada Konsep Fotosintesis melalui Analisis Gambar. bandung :

universitas pendidikan Indonesia.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Edisi

Revisi VI. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Badan standar nasional pendidikan (BSNP). 2006. model penilaian kelas. Jakarta :

depdiknas.

Bunga Ayu Desy Permatasari, dkk., Analisis Kesulitan Siswa Dalam Menyelesaikan

Soal Materi Aljabar Siswa Kelas Viii Smp Negeri 2 Bangil. Jember :

Pendidikan Matematika, FKIP, Kadikma, Vol. 6, No. 2, hal. 120. Agustus,

2015.

Berg, V. D. 1990. Miskonsepsi Fisika dan Usaha Untuk Menanggulanginya. Salatiga:

Universitas Satya Wacana Salatiga.

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.

Dahar. 1996. Teori – Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Daryanto. 2008. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Departemen Agama RI. 1997. al-Qur’an dan Terjemahannya. Semarang: PT.

Karya Toha Putra.

Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. 2015. Undang-undang

RI Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Jakarta: Departemen

Agama.
47

Effandi zakaria, dkk. 2007. tren pengajaran dan pembelajaran matematik. Kuala

lumpur : utusan publication dan distributors SDN BHD.

Gillham, Bill. 2000. The Research Interview. New York: Continuum.

Hudojo, Herman. 2005. penegembangan kurikulum dan pembelajaran matematika.

Malang : IKIP.

Herdian. diakses tanggal 28 april 2018. kemampuan pemahaman metematika. tersedia

dalam : http:/herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-pemahaman

matematis/.

Kementrian pendidikan dan kebudayaan. 2014. matematika untuk SMA/MA/SMK

kelas X, cet. Ke 2 (edisi revisi). Jakarta : kementrian pendidikan dan

kebudayaan.

lew, Hee chan. 2004. developping algebraic thinking in early grades : case study of

corean elementary school mathematics the mathematics educator. Vol. l.

No.1.

Maria Endah Savitri, dkk., Analisis Miskonsepsi Siswa Pada Materi Pecahan Dalam

Bentuk Aljabar Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa Kelas Viii Di Smp Negeri

2 Adimulyo Kabupaten Kebumen Tahun Ajaran 2013/2014. Surakarta : Prodi

Magister Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta,

Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika, ISSN: 2339-1685, Vol.4, No.4,

Hal 402, Juni 2016.

Morgan, Michael Hamilton. 2008. lost history the enduring legacy of muslim

scientists, thinkerts, and artists. washington d.c. national geographic socrety.


48

Mustafa Ramadhan, dkk., Analisis Miskonsepsi Siswa Dalam Menyelesaikan Soal

Matematika Berstandar Pisa Dengan Menggunakan Certainty Of Response

Index (Cri). Jember : Pendidikan Matematika, FKIP, Kadikma, Vol. 8, No. 1,

hal. 146. April 2017.

Muzangwa, J. and Chifamba. 2012. International Journal Analysis of Errors and

Misconceptions in The Learning of Calculus by Undergraduate Students.

Zimbabwe : Department of Curriculum Studies, Faculty of Education, Great

Zimbabwe University, Vol. 5, Number 2.

Marinova-Todd S.H, Marshall D.B, Snow C.E. 2000. Three Misconceptions about

Age and L2 Learning. United States : Harvard University, Vol. 34, No. 1.

Masykur Ag, Moch., Abdul Hakim Fathoni. 2008. Mathematical Intelegence.

Jogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Moleong, Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosdakarya.

Mania, Sitti. 2013. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial. Gowa: Alauddin

University Press.

Putra, Nusa dan Ninin Dwilestari. 2012. “Penelitian Kualitatif ; Pendidikan Anak

Usia Dini”. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Purtadi, dkk. 2009. Analisis Miskonsepsi Konsep Laju dan Kesetimbangan Kimia

Pada Siswa SMA. Yogyakarta: Jurnal Penelitian Jurusan Pendidikan Kimia

FMIPA UNY.
49

Rezky A. H. & Tri Edi M. S., Analisis Kesalahan dan Miskonsepsi Siswa Kelas VIII

pada Materi Aljabar. Semarang : universitas negeri semarang, Edusentris,

Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014.

Salirawati, Das. 2011. pengembangan instrumen pendeteksi miskonsepsi kimiapada

peserta didik SMA. Disertasi : PPs UNY.

Suarno, Wiji. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Sanuartini. 2000. Pengaruh Kreativitas Belajar Matematika Terhadap Prestasi

Belajar Matematika. Skripsi : FMIPA UNM Makassar. 2000.

Suherman, Erman., dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

Bandung: JICA.

Sapriya. 2009. Pendidikan IPS. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Sudijono, Anas. 2011. pengantar evaluasi pendidikan. Jakarta : rajawali pers.

Sudaryono. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Penerbit Graha

Ilmu.

Suyanti, R.D. 2010. Strategi Pembelajaran Kimia. Yogyakarta: Graham Ilmu.

Suparno, Paul. 2005. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Pendidikan Fisika.

Yogyakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Suparno, Paul. 2013. miskonsepsi dan perubahan konsep dalam pendidikan fisika.

Jakarta : Grasindo.

Sugiono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.


50

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Soedjadi. 2000. kiat pendidikan matematikia di Indonesia. Jakarta : ditjen dikti

depdiknas.

Tanzeh, Ahmad. 2009. Pengantar Metode Penelitian. Jogyakarta : Teras.

Wilantara. 2005. Implementasi Model Belajar Konstruktivis Dalam Pembelajaran

Fisika untuk Mengubah Miskonsepsi Ditinjau Dari Penalaran Formal Siswa.

Bali: Ikip Singaraja.

Wahidmurni. 2008. Cara Mudah Menulis Proposal dan Laporan Penelitian

Lapangan. Malang: UM PRESS.

Zeilik, M. 2007. International of Journal Science Education “Conceptual

Diagnostic Tests”. Mexico : Department of Physics and Astronomy,

University of New Mexico, Vol. 10.

Anda mungkin juga menyukai