Anda di halaman 1dari 12

IMPLEMENTASI SEJARAH BILANGAN PRIMA BENTUK MEDIA

PEMBELAJARAN SARINGAN ERATOSTHENES DALAM


PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SD

Dewi Safina

Universitas Negeri Surabaya

Email: info@unesa.ac.id

Abstrak

Dalam pembelajaran matematika saat ini tidak sedikit siswa yang mengeluh sulit untuk memahami
materi matematika yang diajarkan oleh guru di sekolahnya. Memang bukan hal baru, jika kita
mendengar banyak sekali guru yang mengajar mata pelajaran matematika hanya dengan datang untuk
memberikan rumus jadi, lalu siswa disuruh untuk menjawab soal-soal latihan yang ada di buku siswa.
Dari sinilah yang semakin mendorong siswa untuk semakin enggan belajar matematika, bukan hanya
karena materinya yang sulit untuk dipahami, tetapi cara guru dalam menyampaikan materi merupakan
hal penting untuk mempengaruhi peningkatan motivasi siswa, sehingga siswa juga mampu memahami
materi matematika dengan konsep yang diajarkan oleh guru secara rinci, salah satunya dalam materi
bilangan prima untuk kelas V sekolah dasar. Sehingga, guru sangat memegang peranan penting untuk
mengarahkan siswa dalam memahami suatu konsep bilangan prima untuk anak SD. Maka dari itu,
tujuan penulisan artikel ini adalah untuk memaparkan bentuk pengajaran yang dapat dilakukan oleh
guru pada materi bilangan prima dengan mengimplementasikan sejarah bilangan prima kepada siswa,
yaitu dengan menggunakan saringan Eratosthenes sebagai sumber materi primer dengan bentuk alat
hitung kuno yang bisa digunakan sampai sekarang dalam pemecahan masalah atau soal yang
diberikan kepada siswa. Salah satu pengaplikasiannya yaitu untuk menemukan semua bilangan prima
di antara 1 sampai suatu bilangan bulat n. Maka dengan bantuan saringan Eratosthenes ini siswa akan
lebih mudah memahami dan mengingat konsep dari bilangan prima. Karena selain mengandung
konsep pembelajaran yang sangat kuat, saringan Eratosthenes ini juga sangat cocok untuk anak SD,
yang masih dalam lingkup bermain, dan lebih mudah belajar menggunakan gambar ataupun bentuk-
bentuk nyata. Dengan adanya media pembelajaran yang berasal dari sejarah penemuan konsep
bilangan prima, siswa diharapkan semakin termotivasi dalam belajar matematika, lebih mudah
memahami, tidak hanya menghafal, serta mampu menyimpan konsep bilangan prima dalam memori
jangka panjang.

Kata kunci: Prima, Sejarah, Saringan, Eratosthenes, Media


PENDAHULUAN

Dunia matematika merupakan induk dari ilmu pengetahuan yang mendasari


perkembangan teknologi modern, sehinggga untuk mengembangkan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sebaiknya diperlukan penguasaan materi sejak
dini. Akan tetapi permasalahan pendidikan yang sedang dihadapi di negara Indonesia
adalah kurangnya mutu pendidikan di setiap jenjang satuan pendidikan, khususnya
pendidikan dasar dan menengah. Selain itu permasalahan muncul dalam
pembelajaran matematika, yang datang dari karekteristik matematika, medianya, atau
faktor perkembangan intelektual siswa, atau kompetensi gurunya (Arifin, 2009).

Masalah tersebut harus segera ditangani secara serius mulai dari kegiatan
pendidikan yang semakin bervariatif, inovatif, dan juga efisien yang mengacu pada
majunya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Salah satunya adalah ketika
siswa mengalami kesulitan untuk memahami obyek-obyek kajian matematika
sebagaimana cara pengajaran yang siswa dapat dengan menggunakan metode
ceramah. Siswa membutuhkan suatu konsep belajar yang hubungannya sangat
bermakna antara ide-ide abstrak dan penerapan praktis di dalam konteks dunia nyata,
konsep dipahami melalui penemuan, pemberdayaan dan hubungan (Depdiknas,
dalam Hamzah dan Nurdin, 2012). Secara umum siswa akan belajar melalui benda
atau sesuatu yang konkrit, karena pada umumnya siswa sekolah dasar berada pada
tahapan operasional konkrit, sedangkan obyek matematika tergolong ilmu abstrak,
bertumpu pada kesepakatan, berpola fikir deduktif, memiliki simbol yang dapat
diartikan secara fleksibel, memperhatikan semesta pembicara, dan konsisten dalam
sistem (Soedjadi, dalam Arifin, 2009).

Seorang guru harus lebih menguasai strategi pembelajaran yang sesuai


dengan kebutuhan siswa, tidak hanya menguasai tetapi juga harus mengetahui,
memahami dan juga menggunakan metode pembelajaran yang releven. Strategi
pembelajaran yang akan dipilih dan digunakan oleh guru bertitik pada tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Salah satunya adalah strategi pembelajaran pada
materi bilangan prima pada siswa kelas V sekolah dasar, dimana bilangan prima
dianggap sebagai konsep bilangan yang sulit dipahami oleh siswa dibandingkan jenis
bilangan-bilangan matematika yang lain.
Oleh karena itu penggunaan media pembelajaran dalam suatu proses
pembelajaran sangatlah penting guna mewujudkan suatu proses belajar yang efektif
dalam pembelajaran materi bilangan prima. Media pembelajaran tersebut bisa
diperoleh oleh guru dengan mengimplementasikan sejarah suatu konsep matematika.
Karena jika seorang guru mengaitkan sejarah dari konsep tersebut, siswa akan
semakin termotivasi, baik itu dari pemaparan profil para tokoh, pengaplikasiannya
dalam pembelajaran sebagai materi pembelajaran, konteks materi pembelajaran,
ataupun sumber strategi pembelajaran (Fauvel, 2000).

Salah satu bentuk implementasi sejarah dalam pembelajaran dapat berupa


sumber materi primer, yaitu menggunakan manuskrip kuno, alat hitung kuno yang
bisa dijadikan sebagai media pembelajaran. Sehingga guru atau pendidik tidak lagi
berperan sebagai satu-satunya narasumber dari proses kegiatan belajar mengajar.
Akan tetapi siswa dapat memperoleh informasi dari suatu media pembelajaran, salah
satunya adalah media saringan Erastosthenes yang dapat dijadikan media
pembelajaran pada materi bilangan prima.

Dalam sejarah perkembangan bilangan prima telah ditemukan beberapa


algoritma dalam pencarian deret prima, seperti Steve of Eratosthenes dan Steve of
Afkin. Saringan Eratosthenes sendiri ditemukan oleh Eratosthenes seorang matematis
Yunani Kuno yang membuat proses klasifikasi bilangan tahun 200 SM (Muhsetyo,
Subari, dan Suhadiyono, 1985:101). Proses klasifikasi Erastosthenes itu sekarang
dikenal dengan “Saringan Erastosthenes” (Afif, 2010:38).

Saringan Eratosthenes adalah metode algoritma yang mempelajari tentang


cara menemukan semua bilangan prima diantara 1 sampai dengan n, dengan
menggunakan media pembelajaran tertentu, misalnya media gambar.

Guru yang memegang peran penting dalam penyampaian konsep suatu materi
matematika, maka seorang guru dituntut harus memiliki inovasi lebih dalam proses
pembelajaran. Maka dari itu dalam artikel ini akan dibahas upaya pembelajaran yang
lebih berinovasi dengan mengimplementasikan sejarah khususnya dalam
pemanfaatan media pembelajaran saringan Eratosthenes pada pembelajaran bilangan
prima kelas V sekolah dasar.
PEMBAHASAN

Manusia telah mengenal bilangan prima sejak 6500 SM. Tulang Ishango yang
ditemukan pada tahun 1960 (sekarang disimpan di Musee d’Histoire Naturelle di
Brussels) membuktikan hal tersebut. Tulang Ishango memiliki 3 baris takik. Salah satu
kolomnya memiliki 11, 13, 17, dan 19 takik, yang merupakan bilangan-bilangan prima
antara 10 hingga 20.

Gambar 1. Tulang Ishango

Ada petunjuk dalam catatan bertahan Mesir kuno bahwa mereka punya
pengetahuan tentang bilangan prima, di Mesir fraksi ekspansi di Rhind Papirus, misalnya
memiliki bentuk yang berbeda untuk bilangan prima dan komposit. Namun, catatan
awal yang masih bertahan studi eksplisit bilangan prima berasal dari Yunani Kuno. Buku
“Elements” karya Euclid diterbitkan sekitar 300 tahun sebelum masehi yang menjadi bukti
beberapa hasil terkait bilangan prima. Pada bagian IX dari “Elements”, Euclid menulis
kemungkinan terdapat begitu banyak bilangan prima, mendekati tak hingga. Euclid juga
memberi bukti teori dasar dari Aritmatika, dimana setiap bilangan bulat dapat ditulis
sebagai hasil perkalian bilangan prima secara unik.

Gambar 2. Cover Buku Elements


Pada buku “Elements”, Euclid menyelesaikan masalah tentang bagaimana
menciptakan angka sempurna, dimana bilangan bulat positif setara dengan jumlah dari
pembagi positif, menggunakan bilangan prima Mersenne.

Gambar 3. Eratosthenes

Pada tahun 200 sebelum masehi, Eratosthenes membuat algoritma untuk


menghitung bilangan prima, yang dikenal juga sebagai Saringan Eratosthenes. Algoritma
merupakan salah satu algoritma yang pertama kali ditulis. Eratosthenes meletakkan angka
pada kotak dan mencoret berbagai angka yang tergolong kelipatan dan akar kuadrat
sehingga angka tersisa merupakan bilangan prima.

Namun saat Dark Ages, dimana intelektual dan sains mengalami tekanan,
tidak ada lagi karya berikutnya yang membahas bilangan prima. Pada abad ke 17, ahli
matematika seperti Fermat, Euler, dan Gauss mulai memeriksa pola yang muncul pada
bilangan prima. Konjektur dan teori yang dibuat para ahli matematika disaat itu
menciptakan revolusi dari matematika, dan beberapa diantaranya masih dibuktikan
hingga saat ini.

Pada awal abad ke-19, Legendre dan Gauss secara independen menduga
bahwa sebagai x cenderung, jumlah bilangan prima sampai dengan x adalah asimtot
ke x/ln (x), dimana ln (x) adalah logaritma natural dari x. Ide Riemann dalam kertas
pada 1859 fungsi zeta membuat sketsa sebuah program yang akan mengarah pada
bukti dari teorema bilangan prima.
Gambar 4. Legendre
Legendre juga menyebutkan bilangan prima yang berbentuk:

 n2 + n + 41 untuk n = 1, 2, 3, ..., 39

 n2 + 29 untuk n = 0, 1, 2, ..., 28

Beberapa matematikawan lain juga menyebutkan beberapa formula untuk


mencari bilangan prima. Seperti Escott, yaitu bilangan prima yang berbentuk:

 n2 - 79n + 6101 untuk n = 0, 1, 2, ..., 79

 n3 + n2 + 71 untuk n = -14, -13, -11, ..., 9, 10

 n2 + n + 41 untuk n = -40, -39, -38, ..., -1

Miot, yaitu bilangan prima yang berbentuk:

 n2 – 2999 + 2248541 ntuk n bilangan bulat dan 1460 > n >1539.

 n3 + n2 - 17 untuk n = 0, 1, 2, 3, ..., 24

Charbert, yaitu bilangan prima yang berbentuk: 3n2 + 3n – 1 untuk n = 1, 2,


3, ..., 11

Di awal masehi orang tetap mencari dan membuktikan bahwa suatu bilangan
merupakan bilangan prima. Cara yang paling efisien untuk mencari bilangan prima kecil
(misalkan kurang dari 107) adalah dengan menggunakan metode Seive of Eratosthenes
(240 SM) sebagai berikut:
1. Tulis semua bilangan, mulai dari 1 sampai n. Misalkan ini adalah daftar A.
2. Buat suatu daftar yang masih kosong, sebut saja daftar B.
3. Coret bilangan 1 dari daftar A.
4. Lalu tulis 2 pada daftar B. Lalu coret 2 dan semua kelipatannya dari daftar
A
5. Bilangan pertama yang belum tercoret dari daftar A (misalnya 3) adalah
bilangan prima. Tulis bilangan ini di daftar B, lalu coret bilangan ini dan
semua kelipatannya dari daftar A.
6. Ulangi langkah 4 sampai semua bilangan di daftar A sudah tercoret.
7. Setelah selesai, semua bilangan di daftar B adalah bilangan prima.

Gambar 5. Animasi saringan Eratosthenes dari 1 sampai n=120.

Dari animasi saringan Eratosthenes diatas, berikut ini pengaplikasian yang


bisa digunakan pada materi bilangan prima dalam kegiatan pembelajaran di kelas V
sekolah dasar.
Bagaimanakah cara siswa di tingkat sekolah dasar untuk mencari bilangan-
bilangan yang hanya mempunyai tepat dua faktor dari bilangan 1 sampai dengan 50?
Cara mudah untuk mencari bilangan prima dapat digunakan “Saringan
Erasthosthenes”. Misalkan kita akan menentukan bilangan prima dari 1sampai 50,
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.

11 12 13 14 15
16 17 18 19 20
21 22 23 24 25
26 27 28 29 30
31 32 33 34 35
36 37 38 39 40
41 42 43 44 45
46 47 48 49 50

1. Tuliskan lambing bilangan1 sampai dengan 50 pada sebuah tabel.


2. Silanglah bilangan 1 karena 1 hanya mempunyai 1 faktor.
3. Lingkari bilangan 2 dan silang semua bilangan kelipatan 2.
4. Lingkari bilangan 3 dan silang semua bilangan kelipatan 3.
5. Lingkari bilangan 5 dan silang semua bilangan kelipatan 5.
6. Proses tersebut diteruskan sampai semua bilangan telah dilingkari atau
disilang.

Dari proses tersebut di atas, diharapkan siswa dapat memahami bahwa


bilangan yang dilingkari adalah bilangan-bilangan yang hanya mempunyai dua
faktor, yaitu 1 dan bilangan itu sendiri. Sedangkan bilangan-bilangan yang diberi
tanda silang adalah yang bukan merupakan bilangan prima.
Dari contoh tersebut siswa diharapkan dapat memahami bahwa:

Bilangan prima adalah bilangan yang hanya mempunyai tepat dua faktor,
yaitu 1 dan bilangan itu sendiri.
Contoh Soal:
1. Tentukan bilangan prima dari 1 sampai 20
Untuk mempermudah siswa yang akan cari semua bilangan Pythagoras yang
kurang dari 20, jawabannya tentu sudah tahu, yaitu 2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, dan 19.
tetapi sekarang bagaimana jika menggunakan metode saringan ini. Berikut caranya:
Tuliskan sederet bilangan yang kurang dari bilangan yang disebutkan (dalam hal ini
yg kurang dari 20)

Dimulai dari angka terdepan kemudian meloncat sebanyak bilangan


tersesebut dan setiap bilangan yang terpilih dicoret, contoh kita pilih 2,

loncat dua kali ke 3 kemudian ke 4, maka bilangan 4 harus dicoret. loncat 2x


ke bilangan 6, maka bilangan 6 juga harus dicoret. loncat kembali 2x ke bilangan 8,
maka bilangan 8 dicoret, demikian seterusnya, hasilnya akan seperti gambar berikut

Pilih bilangan berikutnya setelah angka pertama yang tidak dicoret, dalam hal
ini angka 3. kemudian loncat kembali sebanyak bilangan tersebut dan setiap bilangan
yang terpilih dicoret seperti gambar berikut:

Pilih kembali bilangan berikutnya yang tidak dicoret, kemudian locat kembali
dan coret bilangan terpilih sampai selesai. hasilnya kan seperti gambar berikut:
Demikian seterusnya sampai tidak ada lagi bilangan yang tidak dapat dipilih.
hasinya seperti gambar berikut:

Bilangan-bilangan yang dipilih tadi (dalam hal ini yang dilingkari) adalah
bilangan-bilangan prima yang kita cari.  jadi semua bilangan Prima yang kurang dari
20 adalah
                                   2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, dan 19

Demikianlah Eratosthenes mengenalkan metodenya. dalam


perkembangannya untuk menderet bilangan-bilangan yang kurang dari 20 cukup
ditulis yang ganjil saja, dan dimulai dari angka 3 untuk menghemat waktu. Hal ini
dikarenakan bilangan genap selalu dicoret karena merupakan kelipatan 2.

2. Cari semua bilangan prima kurang dari 100


Maka harus menderet bilangan-bilangan ganjil kurang dari 100 dimulai dari
3, kemudian lakukan langkah di atas. Jika siswa teliti maka hasilnya seperti gambar
berikut:
KESIMPULAN

Sebagai upaya guru dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan motivasi


siswa dalam belajar matematika, yang dalam pikiran siswa merupakan mata
pelajaran yang susah, bisa dilakukan dengan pengenalan terhadap sejarah suatu
konsep tersebut. Sedangkan upaya guru untuk menambah pemahaman siswa
terhadap suatu materi matematika bisa dilakukan dengan mengaitan soal matematika
pada kehidupan nyata. Pengaitan dalam kehidupan nyata ini bisa berupa media
pembelajaran yang diperoleh dari sejarah konsep tersebut. Sejarah suatu konsep
matematika dapat diimplementasikan sebagai sumber materi primer, salah satunya
dalam bentuk alat hitung kuno sebagai media pembelajaran. Seperti halnya
penggunaan media pembelajaran saringan Eratothenes pada konsep bilangan prima.
Saringan Eratothenses ini ditemukan oleh Eratosthenes seorang matematis Yunani
Kuno yang membuat proses klasifikasi bilangan tahun 200 SM. Dimana saringan
Eratosthenes merupakan metode algoritma yang mempelajari tentang cara
menemukan semua bilangan prima diantara 1 sampai dengan n. Dengan penggunaan
media pembelajaran saringan Eratosthenes ini diharapkan siswa mampu lebih
memahami konsep bilangan prima serta mengingatnya dalam memori jangka
panjang, dan tidak sekedar menghafal suatu konsep.

DAFTAR PUSTAKA

Rusdianti, Khusna Lailia. 2013. Penggunaan Metode STAD Dengan Bantuan


Saringan Eratosthenes Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Bilangan Prima Pada
Siswa Kelas V MI Salafiyah Tugung Sempu Banyuwangi [Internet]. Diunduh dari:
http://etheses.uin-malang.ac.id/7216/1/09140124.pdf, pada tanggal 7 Desember 2019
pukul 11.36.
Anto, Aan Hendro. 2012. Cara Mencari Bilangan Prima Eratosthenes Atau Metode
Saringan [Internet]. Diunduh dari: http://aanhendroanto.blogspot.com/2012/06/cara-
mencari-bilangan-prima.html, pada tanggal 7 Desember 2019 pukul 11.35.

Wikipedia. 2017. Saringan Eratosthenes [Internet]. Diunduh dari:


https://id.wikipedia.org/wiki/Saringan_Eratosthenes, pada tanggal 7 Desember 2019
pukul 11.35.

Pamungkas, Mutya. 2015. Sejarah Bilangan Prima [Internet]. Diunduh dari:


https://www.slideshare.net/vhiEmutyabarley/sejarah-bilangan-prima?
from_action=save, pada tanggal 7 Desember 2019 pukul 11.23.

Anda mungkin juga menyukai