Anda di halaman 1dari 19

SEJARAH MATEMATIKA

“MAKALAH IMPLEMENTASI SEJARAH MATEMATIKA PADA


BUKU SEKOLAH”
Dosen Pengampu :
Dr. Hj. Rini Setianingsih, M. Kes.

Oleh :
Candra Ainur Rofiq (18030174030)
Genata Vidya Wardani (18030174055)
Kevin Audreyna A. Syifa (18030174093)
Bintari Tri Ambarwati (18030174098)

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa,
karena atas berkat dan limpahan rahmat-Nya lah maka kami dapat
menyelesaikan sebuah makalah dengan tepat waktu.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah dengan judul
“Implementasi Sejarah Matematika pada Buku Sekolah” dalam rangka untuk
memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Matematika di prodi Pendidikan
Matematika semester tiga dengan dosen pengampu mata kuliah adalah Dr. Hj.
Rini Setianingsih, M. Kes.. Kami berharap dapat memberikan manfaat yang
besar bagi kita untuk mempelajarinya.
Melalui kata pengantar ini kami lebih dahulu meminta maaf dan
memohon memaklumi bila isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan
yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa
terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat.

Surabaya, 14 Oktober 2019

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.

1.3 TUJUAN
1) Mengetahui

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Manfaat Pengimplementasian Sejarah Matematika dalam


Pembelajaran Matematika

Menurut Fauvel (2000) nilai sejarah matematika meliputi tiga dimensi


berbeda, yaitu sebagai materi pembelajaran atau kuliah, sebagai konteks materi
pembelajaran, dan sebagai sumber strategi pembelajaran. Yang pertama
dimaksudkan sebagai suatu pokok bahasan atau materi pembelajaran, yang
membahas segi fakta, kronologis, maupun evolusi sejarah matematika. Hal ini
tentu menyangkut banyak sekali aspek, dari fakta matematika hingga filsafat
matematika. Sejarah matematika sebagai pokok bahasan mulai diberikan di
tingkat perguruan tinggi walaupun bukan menjadi materi inti sehingga tidak setiap
perguruan tinggi menyelenggarakannya. Yang kedua dimaksudkan bahwa dalam
pembelajaran matematika, kita dapat mengambil soal-soal atau masalah awal dari
sejarah matematika termasuk memberi perspektif humanis dalam pembelajaran
dengan menampilkan hasil karya dan biografi matematikawan. Sementara yang
ketiga dimaksudkan bahwa sejarah matematika memberikan alternatif cara atau
strategi pembelajaran suatu pokok materi matematika.

Sejalan dengan makin diterimanya filsafat konstruktivisme dalam


pembelajaran, maka studi tentang penggunaan sejarah matematika dalam
pembelajaran terus meningkat. Hingga kini sudah ratusan bahkan ribuan makalah
dan penelitian yang berkaitan dengan penggunaan sejarah matematika dalam
pembelajaran, baik di tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Salah satu
argumentasi kuat perspektif sejarah dalam pendidikan matematika adalah apa
yang disebut sebagai phylogeny yang mengikuti ontogeny, yaitu perkembangan
matematika dalam diri individu mengikuti jalan yang sama seperti perkembangan
matematika itu sendiri. Walaupun pandangan ini tidak secara ketat diterima, tetapi
telah memberikan dorongan yang kuat bagi usaha menggunakan sejarah

3
matematika ke dalam pembelajaran.
Banyak manfaat yang dapat diambil dari penggunaan sejarah matematika
dalam pembelajaran. Fauvel (2000) menyatakan terdapat tiga dimensi besar
pengaruh positif sejarah matematika dalam proses belajar siswa:

1. Understanding (pemahaman)
Pada tahap apa pun, perspektif sejarah dan perspektif matematika (struktur
modern) saling melengkapi untuk memberikan gambaran yang jelas dan
menyeluruh, yaitu pemahaman yang rinci tentang konsep-konsep dan teorema-
teorema matematika, serta pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana
konsep-konsep matematika saling berhubungan dan bertemu.

2. Enthusiasm (antusiasme)
Sejarah matematika memberikan sisi aktivitas manusia dan
tradisi/kebudayaan manusia. Pada sisi ini, siswa merasa menjadi bagiannya
sehingga menimbulkan antusiasme dan motivasi tersendiri.

3. Skills (keterampilan)
Yang dimaksud Fauvel bukan keterampilan matematis semata, tetapi
keterampilan dalam hal: keterampilan research dalam menata informasi,
keterampilan menafsirkan secara kritis berbagai anggapan dan hipotesis,
keterampilan menulis secara koheren, keterampilan mempresentasikan kerja, dan
keterampilan menempatkan dan menerima suatu konsep pada level yang berbeda-
beda. Keterampilan-keterampilan di atas jarang diantisipasi dalam pembelajaran
konvensional/tradisional.
Tentu saja perkembangan pemahaman, antusiasme, dan keterampilan
tersebut bergantung pada apa yang dikandung oleh sejarah matematika yang
disuguhkan, serta bagaimana sejarah matematika dipahami dan
diimplementasikan dalam pembelajaran. Pengayaan sejarah matematika sebagai
bahan untuk menarik kesenangan siswa pada matematika sudah merupakan
langkah yang memadai. Syukur bila para guru memiliki kemampuan untuk
mengambangkan model pembelajaran berdasarkan informasi sejarah matematika.

4
Di bawah ini beberapa manfaat yang berkaitan dengan penerapan sejarah
matematika di sekolah yang dapat diambil, yaitu: (disarikan dari John Fauvel
seperti dikutip Garner (1997) )

1. Meningkatkan motivasi dalam belajar.


2. Meningkatkan aspek humanistis matematika.
3. Mengubah persepsi siswa terhadap matematika ke arah yang positif.
4. Siswa mendapatkan kesenangan/kepercayaan diri dengan memastikan bahwa
mereka bukan satu-satunya yang dihadapkan dengan masalah matematika.
5. Mengurangi kesan bahwa matematika itu menakutkan.
6. Dengan menyelami sejarah membantu menopang ketertarikan dan
kegembiraan siswa.
7. Dengan membandingkan terhadap teknik-teknik kuno, dapat memberikan nilai
lebih pada teknik modern.
8. Membantu menjelaskan peranan matematika dalam masyarakat.
9. Memberikan kesempatan untuk bekerja lintas kurikulum dengan guru lain
atau subjek lain.
10. Membantu mengembangkan pendekatan yang multikultural.

2.2 Cara Memanfaatkan Sejarah Matematika di Sekolah


Sesungguhnya sangat banyak cara yang dapat ditempuh sesuai dengan
tujuan apa yang kita inginkan. Furinghetti (1997) menyarankan suatu taksonomi
penggunaan sejarah matematika dalam pembelajaran, sbb:

1. Menginformasikan sejarah untuk mengubah image siswa tentang matematika


Ini artinya guru dapat menggunakan sejarah matematika yang bernilai
positif, seperti semangat para matematikawan dan kisah hidupnya yang menarik,
kegunaan matematika di berbagai bidang ilmu, serta persoalan-persoalan yang
menarik dari sejarah matematika, semisal tentang teka-teki dan permainan.

Tentang kisah hidup matematikawan memang agak jarang di buku-buku


resmi, tetapi tidak berarti tidak tersedia di pasaran. Guru pun dapat mengakses

5
internet untuk memperoleh informasi tsb. dengan cepat, mudah, dan gratis.

Beberapa yang dapat disebutkan antara lain: Thales (624 SM– ),


Pythagoras (582 SM– ), Euclides (300 SM– ), Archimedes (287–212 SM),
Apollonius (260–190 SM), Diophantus (250 SM– ), Liu Hui (abad ke-3 M), Tsu
Chung Cih atau Zu Chong Zhi (480– ), Seki Kowa (abad ke-17), Aryabhata (abad
ke-6), Brahmagupta (628 M–), Bhaskara (1114–1185), al-Khowarizmi (825– ),
Tsabit ibn Qorra (836–901), al-Karkhi atau al-Karaji (1020– ), Omar Khayyam
(1050–1125), al-Kasyi atau al-Kashi (abad ke-15), Fibonacci (1180–1250),
Cardano (1501-1576), John Napier (1550-1617), Descartes (1596-1650), Blaise
Pascal (1623–1662), Newton (1642–1727), Euler (1707–1783), Gauss (1777–
1855).

2. Menggunakan sejarah matematika sebagai sumber masalah atau soal


Banyak masalah matematika dari sejarah yang dapat menjadi sumber
pembelajaran atau pelengkap pembelajaran. Contohnya cara penyelesaian yang
diberikan para matematikawan, dan soal-soal dari matematikawan. Beberapa
sumber dapat disebutkan: saringan erastotenes untuk menemukan bilangan prima,
sejarah Lou-Shu dari Cina dalam bentuk bujursangkar ajaib untuk melatih
keterampilan berhitung dan penalaran, sejarah tentang ukuran dan ketelitian
bangunan piramida di Mesir, penemuan pecahan desimal oleh al-Kasyi,
penggunaan Batang Napier dalam konsep perhitungan (perkalian), penggunaan
sifat bilangan 9 dari al-Khowarizmi, bukti teorema Pythagoras dalam segitiga
secara geometris, metode Fang Ceng di Cina yang ekuivalen dengan metode
Gauss-Jordan, determinan dari Seki Kowa, penemuan bilangan Pi oleh
Archimedes, Tsu Chung Chih, Ramanujan, dan lainnya, serta masih banyak lagi
topik sejarah lainnya.

3. Menggunakan sejarah matematika sebagai aktivitas tambahan


Aktivitas tambahan dari sejarah matematika perlu dicoba untuk menambah
kegairahan anak dalam belajar matematika, mulai dari yang sederhana semisal
melukis atau mencetak poster matematikawan, gambar-gambar matematis dari

6
sejarah matematika, hingga kegiatan eksplorasi dan eksperimen semacam
mencoba teknik berhitung dari Brahmagupta, dan lain-lain.

4. Menggunakan sejarah matematika sebagai pendekatan alternatif mengenalkan


konsep matematika
Masalah-masalah berupa soal dari sejarah matematika dapat menjadi
pendekatan alternatif pembelajaran konsep matematika (problem based learning).
Contohnya, penggunaan soal yang memuat penggunaan FPB dan KPK dari
sejarah matematika sebagai sumber pembelajaran tentang FPB dan KPK. Dapat
pula kronologis konsep matematika dalam sejarah menjadi alur dalam
penyampaian konsep matematika di kelas, contohnya dalam sejarah matematika
orang mulai mengenal bilangan asli, lalu bilangan pecahan positif, lalu bilangan
negatif dan nol, baru kemudian bilangan irasional. Dengan demikian,
pembelajaran bilangan dapat dimulai dari pengenalan bilangan asli, lalu pecahan
positif, bilangan nol (atau cacah), lalu bilangan negatif (atau bulat), dan kemudian
baru pengenalan bilangan irasional. Tetapi tentu hal ini membutuhkan
penyesuaian dalam hal penyajian materi.
Sementara Siu Man-Keung (1997) menyatakan terdapat empat level
penggunaan contoh ilustrasi dalam sejarah matematika dalam pembelajaran di
kelas yaitu:

1. Anecdotes (cerita yang menyenangkan),


2. Broad Outline (garis besar yang penting),
3. Content (materi yang detail), dan
4. Development of mathematical ideas (pengembangan gagasan matematika).
Terlihat bahwa dua level yang pertama merupakan level yang cocok untuk
pembelajaran di SD, SMP, maupun SMA. Bagaimana cara pemanfaatannya, tentu
tidak jauh berbeda dari yang telah dipaparkan di atas. Hanya saja untuk dua level
yang terakhir, perlu kehati-hatian dalam menerapkan di sekolah, karena
pemanfaatan sejarah matematika pada dua level terakhir tersebut menuntut
kecermatan dan pemikiran yang lebih tajam yang cocok untuk sekolah menengah

7
lanjutan (SMP) atau umum (SMA).

2.3 Pengimplementasian Sejarah Matematika dalam Pembelajaran


Matematika
Jankvist (2009) memperkenalkan dua tujuan (purposes) dimana sejarah
matematika (HoM, history of mathematics) bisa bermanfaat dan relevan dengan
pembelajaran matematika (ME, mathematics education) yaitu sejarah sebagai alat
(history-as-a-tool) dan sejarah sebagai tujuan (history-as-a-goal). Sejarah sebagai
alat berkaitan dengan bagaimana siswa belajar matematika. Dalam hal ini, sejarah
matematika bisa menjadi faktor motivasi bagi siswa untuk mempertahankan minat
dan kesenangan mempelajari matematika. Di samping itu, sejarah matematika
juga menunjukan kepada siswa wajah matematika yang ‘lebih manusiawi’, dan,
yang paling utama, sejarah sebagai alat untuk mendukung pembelajaran
matematika. Sejarah matematika sebagai tujuan tidak berarti menjadikan sejarah
matematika sebagai topik yang berdiri sendiri tetapi fokusnya terletak pada aspek
perkembangan matematika sebagai disiplin ilmu. Dalam hal ini, sejarah
matematika dikatakan sebagai tujuan untuk menunjukan siswa bahwa matematika
itu ada dan berkembang dalam ruang dan waktu.

Tzanakis & Arcavi (2000) merangkum ‘the whys’ penerapan sejarah


matematika dalam pembelajaran, yaitu:
1. Pembelajaran matematika
a. Perkembangan sejarah: untuk menunjukan konsep, metode, teori dan
lain-lain.
b. Sejarah sebagai sumber: untuk memotivasi, meningkatkan minat,
mengikutsertakan siswa dengan menghubungkan pengetahuan sekarang
dan proses belajar dengan pengetahuan dan masalah pada masa lampau.
c. Matematika sebagai jembatan antara matematika dan displin lain:
darimana dan bagaimana bagian-bagian matematika muncul? Untuk
menggabungkan aspek, pelajaran dan metode baru.
d. Nilai pendidikan sejarah yang lebih umum: untuk membangun

8
kemajuan personal dan keahlian, tidak selamanya berkaitan dengan
matematika.
2. Karakteristik matematika dan aktivitas matematika
a. Konten: untuk memperoleh pengetahuan tentang konsep, konjektur dan
pembuktian, dengan melihat sudut pandang yang berbeda.
b. Bentuk: untuk membandingkan yang lama dan modern; untuk
memotivasi pembelajaran dengan menekankan pada aspek kejelasan,
kesadaran dan kelengkapan logis.
3. Latar belakang didaktis (pengajaran) guru
a. Identifikasi motivasi: untuk melihat rasionalitas dibalik pengenalan
pengetahuan dan perkembangan baru.
b. Kesadaran akan kesulitan dan halangan: untuk menyadari tentang
kemungkinan adanya kesulitan pengajaran dan analogi antara kelas dan
evolusi sejarah.
c. Menjadi bagian dan/atau menyadari adanya proses kreatif dalam
mengerjakan matematika (doing mathematics): menyelesaikan masalah
dalam konteks sejarah; memperkaya khasanah matematika; menghargai
karakteristik matematika.
d. Memperkaya sisi pengajaran (didaktik): untuk meningkatkan
kemampuan menjelaskan, pendekatan, memahami bagianbagian kecil
matematika.
e. Merubah dan memahami pendekatan yang berbeda dan/atau tidak
konvensional terhadap matematika: untuk mempelajari bagaimana bagian
matematika yang sudah dikenal dalam konteks yang berbeda (lama);
dalam hal ini untuk meningkatkan sensitivitas dan toleransi terhadap
matematika yang salah.
4. Predisposisi afektif terhadap matematika
a. Memahami matematika sebagai capaian manusia
b. Melanjutkan eksistensi ide-ide, mengusahakan inkuiri, memberikan
pertanyaan.
c. Tidak dilemahkan oleh kegagalan, kesalahan, ketidaktentuan, dan

9
kesalahpahaman.
5. Apresiasi terhadap matematika sebagai sebuah capaian budaya
a. Matematika tidak hanya ada oleh alasan atau kebutuhan praktis tetapi
tetapi oleh kepentingan matematika itu sendiri, termotivasi oleh kriteria
keindahan, keingintahuan intelektual, tantangan dan kesenangan, tujuan
rekreasional dan lainnya.
b. Memberikan contoh perkembangan internal matematika yang tidak
hanya dipengaruhi oleh faktor praktis tetapi juga dipengaruhi bahkan
ditentukan oleh faktor sosial dan budaya.
c. Matematika bukan hanya produk dari kebudayaan tertentu (misalnya
Barat) tetapi juga lahir dari kebudayaan yang beragam.

‘The hows’ Jankvist (2009b) mengusulkan tiga pendekatan untuk menerapkan


sejarah matematika yaitu:
1.Pendekatan iluminasi (illumination approach): pembelajaran
matematika, dalam kelas atau penggunaan buku teks, dilengkapi dengan
informasi sejarah yang bervariasi dalam penekanan dan banyaknya yang
diajarkan.
2. Pendekatan modul (modules approaches): beberapa unit pembelajaran
dikhususkan untuk sejarah, dan biasanya berdasarkan pada studi rinci
tentang hal-hal khusus.
3. Pendekatan berdasarkan sejarah (history-based approaches): Secara
langsung diinspirasi oleh, atau berdasarkan pada HoM. Tidak mempelajari
HoM secara langsung, tetapi secara tidak langsung.

Furingheti (1997) dalam (Sumardyono, 2003) mengusulkan taksonomi


penerapan sejarah matematika, yaitu: menginformasikan sejarah matematika
untuk merubah persepsi siswa terhadap matematika; digunakan sebagai sumber
latihan atau masalah dan aktivitas tambahan; dan sebagai pendekatan alternatif
untuk membuat siswa paham konsep matematika.

10
Sementara itu, Siu (1997) mengenalkan empat kategori atau tingkatan
yang disingkat ABCD perapan sejarah untuk mengajar mahasiswa, yaitu: anekdot
(Anecdote); memberikan gambaran yang luas pada awal atau akhir pembelajaran
menggunakan sejarah matematika (Broad outline); konten sejarah (Content); dan
pengembangan ide matematika (Development of mathematical ideas).

Secara umum, Tzanakis dan Arcavi (2000) merangkum tiga kategori


penerapan sejarah matematika, yaitu:
1. Mempelajari sejarah (learning history), dengan menyajikan informasi
sejarah secara langsung. Informasi sejarah secara langsung terdiri dari dua
jenis, yaitu: informasi faktual seperti nama-nama matematikawan,
biografi, permasalahan dan pertanyaan yang terkenal, dan lainnya; dan
buku sejarah matematika. Penggunaan informasi sejarah secara langsung
lebih fokus pada aspek sejarah daripada pembelajaran matematika.
2. Mempelajari topik matematika (learning mathematical topics), dengan
pendekatan sejarah. Kategori kedua ini disebut sebagai pendekatan genetik
untuk pembelajaran matematika karena tidak terlalu deduktif dan fokus
pada aspek sejarah. Fokus pendekatan ini adalah setidaknya bagaimana
menggunakan teori, metode dan konsep, dan lebihnya kenapa
materi/sumber sejarah yang digunakan memberikan jawaban terhadap
pertanyaan dan masalah matematika. Dalam hal ini, pendekatan sejarah
menawarkan kemungkinan yang menarik untuk pemahaman matematika
yang dalam dan umum.
3. Membangun kesadaran yang lebih dalam (developing deeper
awareness) terkait matematika itu sendiri dan konteks sosial serta budaya
dimana matematika dikerjakan. Ada dua kesadaran yang dibangun melalui
pendekatan ini yaitu kesadaran instrinsik dan ekstrinsik terkait
karakteristik aktivitas matematika. Kesadaran instrinsik berkaitan dengan
perkembangan matematika baik dalam bentuk isi maupun bentuk seperti
notasi, istilah, metode perhitungan, pembuktian dan lainnya. Kesadaran
ekstrinsik berkaitan dengan matematika sebagai bagian yang tidak

11
terpisahkan dari disiplin ilmu yang lain seperti filsafat, seni dan sains serta
sebagai bagian penting dari kebudayaan dan peradaban.

Tzanakis dan Arcavi (2000) lebih lanjut memberikan beberapa contoh cara
penerapan sejarah matematika berdasarkan hasil survei di beberapa negara, yaitu:
1. Historical snippets (Cuplikan sejarah): Informasi sejarah matematika
berupa kisah matematikawan dimuat dalam buku teks matematika.
2. Historical texts: Teks sejarah digunakan untuk mempelajari dan
mengembangan konsep matematika seperti Angle Trisection: A Classical
Problem.
3. Primary sources: Sumber sejarah matematika berupa teks dan gambar
asli digunakan dalam pembelajaran.
4. Worksheets (Lembar Kerja, LK): LK berisi latihan atau aktivitas
pembelajaran yang berkaitan dengan sejarah.
5. Historical packages (Paket sejarah): Yang dimaksud paket sejarah yaitu
kumpulan materi sejarah yang hanya fokus pada beberapa topik tertentu,
misalnya geometri.
6. Historical problems: Masalah sejarah digunakan sebagai sumber belajar
seperti pembuktian teorema Phytagoras yang bervariasi di berbagai
kebudayaan.
7. Mechanical instruments: Intrumen mekanik dalam pembelajaran
matematika digunakan untuk memberikan ilustrasi terkait konsep
matematika dan pembuktian. Misalnya, menyelesaikan permasalahan
geometri Yunani kuno.
8. Experiential mathematical activities: Contoh kegiatan matematika yaitu
menggunakan metode yang pernah digunakan di masa lampau untuk
menyelesaikan suatu permasalahan, permainan, dan drama.
9. Films and other visual means: Film yang berkaitan dengan sejarah
matematika bisa digunakan sebagai sumber belajar seperti The hill on the
dark side of the moon yang menceritakan kisah Sofia Kovalevskaya.
10. Outdoor experiences: Kegiatan di luar kelas seperti berkunjung ke

12
museum yang memiliki produk matematika di masa lampau
11. World Wide Web: Sumber online bisa digunakan sebagai sumber dan
alat komunikasi.

Untuk menerapkan sejarah matematika dalam pembelajaran, tentunya


dibutuhkan sumber materi sejarah. Menurut Tzanakis dan Arcavi (2000), sumber
materi sejarah dikelompokan menjadi tiga, yaitu: sumber primer (primary source
material); sumber sekunder (secondary source material); dan sumber didaktik
(didactical source material). Sumber primer merupakan dokumen asli sejarah
perkembangan matematika. Sumber sekunder berupa buku teks yang memuat
narasi sejarah, intepretasi dan rekonstruksi. Sumber didaktik merupakan hasil
gabungan sumber primer dan sekunder yang disesuaikan dengan kebutuhan
pembelajaran. Dari ketiga sumber tersebut, sumber didaktik masih kurang. Oleh
sebab itu, guru matematika didorong untuk mengembangkan materi sendiri yang
bisa mudah digunakan dalam pembelajaran. Jankvist (2009b), Furingheti (1997),
Siu (1997) serta Tzanakis dan Arcavi (2000) sudah memberikan penjelasan cara
menerapkan sejarah matematika dalam pembelajaran.

13
2.4 Contoh Pengimplementasian Sejarah Matematika dalam Buku
Sekolah
a) Penggunaan sejarah matematika sebagai pendekatan alternatif
mengenalkan konsep matematika

Sumber : Matematika SMA kelas XI, B.K Normandiri, Erlangga (hal 160)

Dalam bacaan tersebut, terdapat penjelasan singkat mengenai perbedaan


pendapat antara para ahli matematika bangsa yunani, Descart dan Newton. Pada
paragraf pertama Descart berargumen bahwa lingkaran adalah bangun yang
stagnan, sedangkan pada paragraf kedua Newton berargumen bahwa lingkaran
adalah bangun yang dinamis dan Newton juga menggaris besarkan bahwa ada
titik yang bergerak. Adanya perbedaan pendapat tersebut akan membuat siswa
penasaran dengan hal tersebut. Maka sejarah sangat mendukung pembentukan
konsep untuk siswa dan membuat siswa lebih mudah memahami konsep-konsep
selanjutnya.

14
b) Penggunaan sejarah matematika sebagai sejarah matematika sumber
masalah

Sumber : Matematika SMA kelas XI, B.K Normandiri, Erlangga (hal 199)

Dalam bacaan tersebut terdapat suatu permasalahan, seorang tokoh


matematikawan dan sebuah anekdot. Suatu permasalahan terdapat pada kalimat
tanya pertama paragraf pertama. Seorang tokoh yang diceritakan didalam bacaan
diatas adalah pierre de fermat yang konon dapat memecahkan permasalahan
tersebut. Anekdot terdapat pada kalimat yang menanyakan apakah benar beliau
telah memecahkan masalah tersebut atau beliau hanya becanda. Adanya suatu
permasalahan yang disertai sedikit anekdot membuat siswa ingin memecahkannya
tanpa rasa jenuh, karena mereka merasa matematika menyenangkan. Itulah
gunanya sejarah pada pembelajaran matematika, agar siswa mengetahui kisah
dibalik terjadinya suatu konsep matematika.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

3.2 SARAN

16
DAFTAR PUSTAKA

Sumardyono. Pmanfaatan Sejarah Mtematika di Sekolah. Diakses 14


Oktober 2019. https://p4tkmatematika.org/2012/08/pemanfaatan-sejarah-
matematika-di-sekolah/
Karmisyah, Wahyu. 2016. Sejarah Matematika: Alternatif Strategi
Pembelajaran Matematika. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Mataram: Mataram.

17

Anda mungkin juga menyukai