BERBASIS ETNOMATEMATIKA
http://powermathematics.blogspot.com
http://uny.academia.ed/MarsigitHrd
Email: marsigitina@yahoo.com
1
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS ETNOMATEMATIKA
Oleh: Prof. Dr Marsigit, MA
Universitas Negeri Yogyakarta
Abstrak
A. PENDAHULUAN
Jadi intuisi matematika itu adalah subject to cultural forces (budaya bermatematika); dan
intuisi matematika sangat penting untuk menghasilkan ide-ide/gagasan matematika.
Pelajaran yang dapat kita ambil adalah bahwa membudayakan matematika itu merupakan
tanggungjawab semua pihak, sekolah, guru, dan masyarakat (orang tua). Menurut
Thompson, secara timbal balik maka kompetensi matematika ternyata juga menghasilkan
mathematical intuition, seperti dikatakan berikut ini:
"With increasingly abstract material, it seems that the ability to reason formally, which
requires the explicit formulation of ideas, together with the ability to show ideas to be
4
logically derivable from other and more generally accepted ideas, are great assets in
broadening the scope and range of the schemas which become second nature to us, and are
instrumental in extending the familiar territory of our intuition"
Demikianlah maka sebetulnya masih banyak hal tentang before dan after the competences
of mathematics yang dapat dipikirkan pada pembelajaran matematika di sekolah. Seperti
apa tepatnya peran Intuisi dalam Riset Matematika? Thompson menggambarkan sebagai
berikut:
"During all but a vanishingly small proportion of the time spent in investigative
mathematics, we seem to be somewhere between having no evidence at all for our
conclusions, and actually knowing them; second, that during this time, intuition often
comes to the forefront, both as a source of conjecture, and of epistemic support; third, that
our intuitive judgments in these situations are often biased, but in a predictable manner"
Peran “intuisi” di dalam matematika dapat dikaji dalam lingkup ontologi maupun
epistemologi. Peran ontologis dari “intuisi” di dalam matematika menyangkut kedudukan
obyek, konsep dan struktur matematika. Sedangkan peran epistemologis “intuisi” meliputi
sumber-sumber pengetahuan matematika, metode dan pengambilan keputusan matematika.
Secara historis, kita dapat menelusuri peran “intuisi” dari Platonisme, Kantianisme sampai
“intuisi”onisme Brouwer. Masalah mendasar dari pembahasan peran “intuisi” dalam
matematika adalah kenyataan bahwa terdapat pandangan yang berbeda sebanyak aliran
yang ada pada perkembangan matematika dalam sejarahnya. Di era filsafat matematika
kontemporer sekarang ini kiranya kita masih dapat menguji relevansi pembahasan peran
“intuisi” dalam matematika.
Menurut Kant (Kant, I., 1781) matematika merupakan suatu penalaran yang berifat
mengkonstruksi konsep-konsep secara synthetic a priori dalam konsep ruang dan waktu.
Intuisi keruangan dan waktu secara umum yang pada akhirnya dianggap mendasari
matematika, dikatakan oleh Kant sebagai:
When I say that in space and time intuition represents both external objects and the self-
intuition of the mind, as it affects our senses and as it appears, that does not man that such
objects are a mere illusion; for in appearance objects, along with the situations assigned to
them, are always seen as truly given, providing that their situation depends upon the
subject's mode of intuition: providing that the object as appearance is distinguished from
an object in itself. Thus I need not say that body simply seems to be outside of me…. when I
assert that the quality space and time… lies in my mode of intuition and not in objects in
themselves (Werke, dalam Gottfried, P., 1987).
Oleh karena itu, Kant berpendapat bahwa matematika dibangun di atas intuisi murni yaitu
intuisi ruang dan waktu dimana konsep-konsep matematika dapat dikonstruksi secara
sintetis. Intuisi murni (Kant, I, 1783) tersebut merupakan landasan dari semua penalaran
dan keputusan matematika. Jika tidak berlandaskan intuisi murni maka penalaran tersebut
tidaklah mungkin. Menurut Kant (Kant, I, 1783) matematika sebagai ilmu adalah mungkin
jika kita mampu menemukan intuisi murni [reine Anschaoung] sebagai landasannya; dan
matematika yang telah dikonstruksinya bersifat sintetik a priori. Matematika murni(ibid.),
5
khususnya geometri dapat menjadi kenyataan obyektif jika berkaitan dengan obyek-obyek
penginderaan. Konsep-konsep geometri tidak hanya dihasilkan oleh intuisi murni, tetapi
juga berkaitan dengan konsep ruang di mana obyek-obyek geometri direpresentasikan.
Konsep ruang (ibid.) sendiri merupakan bentuk intuisi di mana secara ontologis hakekat
dari representasi tersebut tidak dapat dilacak. Kant (Wikipedia ) kemudian mengajukan
pertanyaan apakah penalaran matematika harus berdasarkan pengalaman? Atau bagaimana
mungkin menemukan intuisi yang bersifat a priori dari data empiris?
Ebbutt dan Straker (1995) mendefinisikan Matematika Sekolah sebagai suatu kegiatan:
Penelusuran pola dan hubungan, Intuisi dan investigasi, Komunikasi, dan Pemecahan
masalah.
6
c. Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving)
Pembelajaran matematika berbasis etnomatematika mempunyai sifat-sifat:
1) menyediakan lingkungan belajar matematika yang merangsang timbulnya persoalan
matematika,
2) memberi kesempatan kepada siswa memecahkan persoalan matematika menggunakan
caranya sendiri dan juga bersama-sama.
3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan
untuk memecahkan persoalan matematika,
4) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan berpikir logis,
konsisten, sistematis dan membuat catatan,
5) mengembangkan kemampuan dan ketrampilan untuk memecahkan persoalan
matematika,
6) memberi kesempatan menggunakan berbagai alat peraga matematika seperti : jangka,
kalkulator, penggaris, busur derajat, dsb.
Ebbutt dan Straker (1995: 60-75), memberikan pandangannya bahwa agar potensi siswa
dapat dikembangkan secara optimal, maka asumsi dan implikasi berikut dapat dijadikan
sebagai referensi :
4). Murid memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda dalam belajarnya.
Pembelajaran matematika berbasis etnomatematika memberikan sifat:
a. menyediakan dan menggunakan berbagai alat peraga
b. belajar matematika diberbagai tempat dan kesempatan.
c. menggunakan matematika untuk berbagai keperluan.
d. mengembangkan sikap menggunakan matematika sebagai alat untuk memecahkan
problematika baik di sekolahan maupun di rumah.
e. menghargai sumbangan tradisi, budaya dan seni dalam pengembangan
f. matematika.
g. memabantu siswa merefleksikan kegiatan matematikanya.
Dari hasil observasi lapangan ethnomatematika di Candi Prambanan pada hari Jumat, 24
April 2015 diperoleh data – data dalam bentuk foto dokumentasi mengenai bagian – bagian
Candi Prambanan yang terkait dengan ethnomatematika, sebagai berikut:
8
Foto Benda Identifikasi Benda
Nama Benda:
Candi Brahma
Lokasi Benda:
Di pelataran utama Candi Prambanan
Bahan:
Batu
Nama Benda:
Tangga Candi Siwa
Lokasi Benda:
Komplek utama Candi Prambanan, tepat
di pintu timur Candi Siwa
Bahan:
Batu
Nama Benda:
Prasasti
Lokasi Benda:
Berada di dalam musium Candi
Prambanan.
Bahan:
Batu
Nama Benda:
Prasasti Candi Prambanan
Lokasi Benda:
Halaman musium Candi Prambanan
Bahan:
Batu
Nama Benda:
Dinding Candi
Lokasi Benda:
Komplek utama Candi Prambanan, dapat
ditemui pada dinding ketiga candi utama.
Bahan:
Batu
Nama Benda:
Bagian Candi
Lokasi Benda:
Komplek utama Candi Prambanan pada
ketiga candi utama. Tepatnya pada
tingkat kedua di setiap sisi candi.
9
Bahan:
Batu
Nama Benda:
Kumpulan Prasasti Candi
Lokasi Benda:
Halaman musium Candi Prambanan
Bahan:
Batu
N
Artefak Yang Mengandung
o AspekMatematikaSekolah Yang DapatDipelajari
Unsur Matematis
.
1. Batu-batu Penyusun Lantai di Mencari luas permukaan batu menggunakan konsep
PelataranCandi luas persegi panjang.
Gambar 1:
10
4. Bentuk setupa di lantai 8 1. Materi yang dapat dipelajari adalah luas
permukaan.
Gambar 4 :
5. Bagian badan dari stupa pada 1. Bentuk lubang – lubang pada stupa dapat
pelataran delapan dan sembilan di digunakan untuk membatu mempelajari konsep
Candi Borobudur. bangun datar belah ketupat melalui masalah
nyata.
2. Mencari sifat – sifat bangun datar belah ketupat
dengan menggunakan masalah nyata.
3. Mencari luas permukaan dan volume bagian
badan stupa dengan pendekatan luas permukaan
dan volume tabung.
4. Mencari luas bangun gabungan
7. Ornamen Yang Terletak Pada Pada artefak di samping terlihat bahwa ornamen
Stupa Di Lantai 8-9 tersebut memiliki unsur atau aspek matematika yaitu
ornamen tersebut berbentuk segi lima. Segi lima ini
dalam matematika, tepatnya dalam materi geometri
merupakan salah satu bangun datar yang bersisi lima,
bisa disebut juga dengan istilah pentagon. Aspek-
11
aspek matematika lainnya :
1. Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar
khususnya segi lima.
2. Siswa mampu menunjukkan keliling bangun segi
lima
3. Mampu menghitung keliling bangun segi lima
4. Menaksir dan menghitung luas permukaan
bangun segi lima dengan menerapkan prinsip-
prinsip geometri dengan cara membagi-bagi
bangun datar segi lima ke dalam bentuk segitiga
atau persegi atau persegi panjang.
8. Bentuk Pelataran Candi Di Lantai 1. Mencari adanya pola bilangan melalui banyaknya
8-10 stupa yang berada pada palataran candi di lantai 8-
10.
2. Pelataran candi yang berbentuk lingkaran dapat
digunakan untuk membatu mempelajari materi
lingkaran melalui benda konkret.
3. Adanya rotasi dimana puncak candi dijadikan
sebagai pusat dengan sudut yang dapat dibentuk
dari garis yang ditarik dari stupa utama ke stupa
yang berada pada lantai di bawahnya.
4. Jarak satu stupa ke stupa yang lainnya sama dan
membentuk sudut yang besarnya sama terhadap
stupa utama.
5. Menghitung luas lingkaran dan membandingkan
lusanya.
9. OrnamenPadaStupaUtama Siswa memahami tentang pencerminan.
Gambar 9 :
10. Ornamen Di Pintu Masuk Utama Bentuk ornamen di pintu masuk utama candi
Candi borobudur yang simetris dapat membantu siswa
dalam memahami sifat-sifat pencerminan dengan
cerminnya adalah sumbu simetri lipat dari bangun
tersebut.
11. Batu-batu penyusun stupa di Siswa dapat mempelajari tentang volume balok.
lantai satu
Gambar 11 :
12
12. Batu Di Lantai Tipe Lock And Mencari luas permukaan batu yang berbentuk bangun
Lock datar gabungan
Gambar 12 :
Identifikasi :
1. Lokasi : langit-langit tersebut c. Besar sudut tiap sisi,
berada di salah satu bangsal
keraton Menghitung Luas Segi-n Beraturan
2. Bentuk : Segi delapan Sebuah segi-n beraturan (n> 3) dapat dibuat dari
beraturan segitiga sama kaki yang kongruen sebanyak n,
3. Bahan : kayu karenanya luas segi-n beraturan adalah n kali luas
segitiga sama kaki, yaitu:
L = n. LΔ
Menghitung Keliling Segi-n Beraturan
K = n . s
Dimana s adalah panjang sisi segi-n beraturan.
2. Ornamen pada langit-langit Silabus SMP Kelas VII tentang Segiempat dan segitiga
13
keraton KD 3.6 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar dang
menggunakannya untuk menentukan keliling dan luas
Materi Pokok :
Segiempat dan Segitiga
3. Atap bangsal keraton Silabus SMA Kelas X tentang Barisan dan Deret
KD 4.8 Menyajikan hasil, menemukan pola barisan
dan deret dan penerapannya dalam peneyelesaian
masalah sederhana.
Materi Pokok :
Identifikasi :
1. Lokasi benda : Atap bangsal
bagian kedhaton
2. Bentuk : Berbentuk Prisma
Segitiga dan limas segitiga
siku-siku
3. Bahan :Kayu Mahoni tanah
liat. Jumlah dari lingkaran dapat dihitung dengan
mengetahui banyak baris, banyak lingkaran pada baris
Terdapat susunan yang terpola paling awal, dan beda lingkaran tiap baris. Sehingga
pada genting atap kraton berupa dapat di analogikan untuk menghitung banyak genting
barisan yang dibutuhkan untuk atap.
4. Ornamen dinding Silabus SMP Kelas VII tentang Lingkaran
KD 3.6 Mengidentifikasi unsur, keliliing dan luas dari
lingkaran
14
Identifikasi :
1. Lokasi Benda : Bangunan di
kompleks kedhaton
2. Bentuk : lingkaran
3. Bahan : besi
5. Tempat minum kerajaan Silabus SMA Kelas XII tentang Volume Benda Putar
KD 3.7 Mendeskripsikan dan menerapkan konsep dan
aturan integral tentu untuk membuktikan dan
menyelesaikan masalah terkait luas daerah di bawah
kurva, daerah di antara dua kurva dan volume benda
putar.
Materi Pokok :
Akan diberikan salah satu contoh permasalahan yang
berkaitan dengan salah satu tempat minum di
keraton.
Perhatikan kurva di bawah! Kurva tersebut dibatasi
oleh x=0, y=2, y=-2 dan apabila diputar melalui sumbu
Identifikasi :
y, akan menghasilkan suatu benda yang mirip dengan
1. Lokasi Benda : Bangsal
tempat minum tersebut.
Kedaton
2. Bentuk : mirip tabung yang Y
tengahnya berlubang, 2 y=2
2
3. Bahan : Tanah Liat g(y
x2=g(y)=5-y
)
∆𝑦𝑖
f(y
X
O )
2
x1=f(y)=4-y
-2 y=-2
15
Y
g(y)
∆𝑦𝑖
f(y) X
O
Volumenya,
Luas tabung besar- luas tabung kecil, atau
vol =
6. Alat musik kentongan Silabus SMA Kelas XII tentang Volume Benda Putar
KD 3.7 Menggunakan Teorema Fundamental Kalkulus
untuk menemukan hubungan antara integral dalam
integral tentu dan dalam integral tak tentu
KD 4.6 Mengajukan masalah nyata dan
mengidentifikasi sifat fundamental kalkulus dalam
integral tentu fungsi sederhana serta menerapkannya
dalam pemecahan masalah.
Materi Pokok
Identifikasi : Penggunaan Integral Untuk Menghitung Luas Daerah
1. Lokasi benda : pelataran dan Volume Benda Putar
sebelum masuk ke museum a. Luas daerah yang dibatasi oleh kurva dengan
lukisan.
2. Bentuk : Bentuk dari alat sumbu
music ini sekilas seperti
tabung.
3. Bahan : kayu
b. Volume benda putar dari daerah yang diputar
terhadap sumbu
16
kurva yang diputar terhadap sumbu
Sifat elips
Identifikasi :
1. Lokasi Benda : Ornamen atap
gapura dalam kraton
2. Bentuk : Bidang datar elips
3. Bahan : Kayu
a
b d
17
c
Rumus:
Keliling =
Luas =
8. Dalang (Hiasan Kerajaan) Silabus SMP Kelas VIII tentang Volume Benda Putar
KD: 3.9 Menentukan luas permukaan dan volume
kubus, balok, prisma, dan limas
Materi Pokok :
Luas permukaan dan volume prisma segi-enam dan
kerucut
Identifikasi :
1. Lokasi Benda : di keraton
Yogyakarta
2. Bentuk : Hiasan ini memiliki
bentuk seperti rumah
dengan atap kerucut.
Bentuknya merupakan
gabungan dari bangun Hiasan ini dapat digunakan oleh guru sebagai alat
prisma segi-enam pada peraga pengayaan volume dan luas permukaan
bagian bawah dan kerucut benda dimensi tiga .
pada bagian atasnya. a. Prisma Segi-enam
3. Bahan : Hiasan ini terbuat Prisma segi-enam adalah bangun ruang tiga
dari kuningan dan kac dimensi yang dibatasi oleh alas dan tutup identik
berbentuk segi-enam dan sisi-sisi tegak berbentuk
segiempat. Prisma segi-enam memiliki 12 titik
sudut, 18 rusuk, mempunyai 8 bidang sisi yaitu 1
sisi atas, 1 sisi bawah, dan 6 sisi tegak. Adapun
jaring-jaring prisma segi-enam dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
18
Gambar jaring-jaring prisma segi-enam
Rumus volume dan luas permukaan prisma segi-
enam
i) Rumus volume prisma segi-enam
Secara umum volume prisma segi-enam
adalah sebagai berikut.
dengan
V : volume prisma segi-enam
LA : Luas alas
t : tinggi prisma
Karena alas prisma berbentuk segi-enam
beraturan maka luas alasnya adalah x x
dengan t adalah tinggi segitiga.
ii) Rumus luas permukaan prisma segi-enam
Luas permukaan prisma segi-enam adalah
penjumlahan luas alas dan luas atas yang
merupakan luas dari segi-enam serta luas
selubung yang merupakan gabungan dari 6
buah luas persegi panjang . Jadi luas
permukaan prisma segi-enam dapat dituliskan
sebagai berikut.
L = Luas selimut + Luas lingkaran
=
b. Kerucut
Kerucut adalah sebuah limas istimewa yang
beralas lingkaran. Kerucut memiliki 2 sisi dan 1
rusuk. Jaring-jaring kerucut terdiri dari lingkaran
dan segitiga. Hal ini dapat diulustrasikan melaui
gambar berikut.
19
Identifikasi :
1. Lokasi Benda : Hiasan pada
Atap dan Lantai Bangsal
Kedhaton
2. Bentuk : Persegi Panjang
3. Bahan: Kaca, Keramik
dan B= D)
d) Sifat 4 :pada persegi panjang ABCD, diagonal-
diagonalnya saling membagi dua sama (AC dan BD
terpotong ditengah-tengah)
e) Sifat 5 :pada persegi panjang ABCD, sudut-sudut
yang berdekatan berpelurus sesamanya ( A+ B
= B+ C = C+ D = A+ D =
1800 )
f) Sifat 6 :pada persegi panjang ABCD, keempat
sudutnya sama besar ( A= B= C= D)
g) Sifat 7 :pada persegi panjang ABCD, keempat
sudutnya adalah sudut-sudut siku-siku ( A, B, C,
20
h) Sifat 8 :pada persegi panjang ABCD, diagonal-
diagonalnya sama panjang (AC = BD )
i) Sifat 9 :pada persegi panjang ABCD, diagonal-
diagonalnya berpotongan membentuk sudut siku-
siku 900 (berpotong tegak lurus).
Rumus :
Keliling :
Luas :
10. Atap dalam arsitektur keraton Silabus SMP tentang bangun datar
Materi Pokok : Segitiga
c b
t
atau
atau
atau
Ukuran sudut:
satu putaran jam = 360⁰
satu putaran jam = 12 angka
besar sudut antara angka-angka dalam jam =
22
Macam-macam sudut:
1. Sudut lancip
2. Sudut siku-siku
3. Sudut tumpul
12. Ornamen pada bangsal Silabus SMP Kelas VII tentang Luas Bangun Datar.
KD 3.6 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar dan
menggunakannya untuk menentukan keliling dan luas;
KD 3.8 Menaksir dan menghitung luas permukaan
bangun datar yang tidak beraturan dengan
menerapkan prinsip-prinsip geometri;
Materi Pokok:
Segiempat dan Segitiga
Keliling dan Luas pada Segiempat dan Segitiga
Perisai (Tameng)
Perisai ini terbuat dari kayu yang sudah dipilih
kayu yang diambil adalah kayu yang tidak mudah
rapuh dan pecah, sehingga ketika digunakan tidak
mudah retak atau patah. Tameng ini digunakan
saat akan berperang sebagai pelindung. Juga biasa
digunakan saat menari khususnya tarian perang.
Kedabang/Ra’ong
Terbuat dari daun pandan dan rotan, dan pewarna
alami seperti getah damar dan arang.
Kedabang ini berbentuk kerucut yang biasa
digunakan untuk pergi keladang ataupun dipakai
ketika menari adat.
24
Sumpit
Terbuat dari bambu, sumpit ini adalah senjata
tradisional yang dimiliki oleh suku dayak
lundayeh. Ketika perang pada anak sumpit
biasanya diolesi racun sehingga ketika mengenai
musuh, musuh akan langsung mati.
Tayen/ Bakul
Terbuat dari rotan dan bambu, biasa digunakan
untuk padi dan sayur ketika musim panen dan ada
dalam berbagai ukuran. Salah satu barang
pemberian saat acara pernikahan
Anjat
Terbuat dari rotan, biasa digunakan utuk
membawa barang-barang pribadi, dan barang-
barang lainnya. seperti pengganti tas.
25
keberhasilan pembelajaran matematika. Sumber belajar yang terbaik adalah sumber belajar yang
dikembangkan oleh guru itu sendiri.
1. Pengembangan Model
Dari uraian yang sudah diberikan, dapat ditarik pelajaran bahwa untuk dapat
mengembangkan suatu pembelajaran matematika, seorang guru dituntut agar memahami dasar-
dasar atau filosofi pendidikan serta teori-teori yang menyertainya. Berikut merupakan Diagram
yang menggambarkan keterkaitan antara Filsafat, Ideologi, Teori dan Model Pembelajaran serta
Implementasinya di lapangan.
Ideology of Education
Formal Refereces
Method 2 Assessment 2
Joural
Book
Paradigm /Theory
Approaches/ Model T/LLesson Plan
Kur 2013 Strategy/ Kur 2013 Student Worksheet
Method Kur 2013 Assessment
Kur 2013
Metode/Model
Filoso Realistik
Pend
Matematik
Refer
Tabel : DEVELOPING fi
MATHEMATICS ekata
TEACHING LEARNING
SaintifikPROCESS
By Marsigit Ideolo http://powermathematics.blogspot.com
ensi (2014) Akses: n Brunner dan
Norm gi Mod
https://uny.academia.edu/MarsigitHrd Cooperatif
atif Paradi el Learning PBM
Pe gma
Berdasarkan diagram di atas, maka pembelajaran
Kurikulum matematika
Meto berbasis etnomatematika dapat
mb Teori Perangkat
dikembangkan melalui diagram berikut:
Dokumen 2013 de
elaj pbm: Apersepsi
Formal Silabus
ara RPP,LKS Variasi Metode
Dokumen RPP
n HAND UT Variasi
Resmi LKS
Ber MEDIA Interaksi
Pemerinta Handout Variasi Media
bas Data
han Diskusi
is Empiris Survey
dalam Kelompok
Bu Etnomatem Analisis Presentasi
day atika: Sintak siswa
Studi Kasus
a Kraton Rantai
pbm
Borobudur INSTRUMEN
Kognitif
berbasis 26
Prambanan Kesimpulan
Dayak etno
Assesment
dsb ------------
Evaluasi
Questionnaire,
Lembar Observasi
Soal terbuka maksudnya adalah soal yang memiliki banyak solusi dan karenanya siswa
perlu mengkaji banyak metode sebelum memutuskan jawaban tertentu. Masalah yang
kurang terstruktur akan mendorong siswa untuk melakukan investivigasi, melakukan diskusi, dan
mendapat pengalaman memecahkan masalah. Dengan PBL , pembelajaran menjadi lebih
realistik untuk menciptakan pembelajaran yang menekankan dunia nyata, keterampilan
berfikir tingkat tinggi, belajar lintas disiplin, belajar independen, keterampilan kerja
kelompok dan berkomunikasi melalui suasana pembelajaran berbasis masalah.
Selain menekankan learning by doing, PBL membuat siswa sadar akan informasi apa
yang telah diketahui pada masalah yang dihadapi, informasi apa yang dibutuhkan untuk
memecahkan permasalahan tersebut, dan strategi apa yang akan digunakan untuk memperlancar
pemecahan masalah. Mengartikulasikan pikiran-pikiran tersebut akan membantu siswa menjadi
pemecah masalah (problem solver) dan siswa yang mengetahui apa yang harus dilakukan (self-
directed) yang lebih efektif. Tujuan dari PBL adalah untuk memfasilitasi siswa agar: 1. Berpikir
kritis dan analitis , 2. Mencari dan memanfaat sumber belajar yang berasal dari lingkungan
sekitar, 3. Menggunakan pengetahuan secara efektif, dan , 4. Mengembangkan pengetahuan
dan strategi untuk permasalahan selanjutnya.
27
b. Realistik Matematika
Benda-benda konkrit dimanipulasi oleh siswa dalam kerangka menunjang usaha siswa dalam
proses matematisasi konkret ke abstrak. Siswa perlu diberi kesempatan agar dapat mengkontruksi dan
menghasilkan matematika dengan cara dan bahasa mereka sendiri. Diperlukan kegiatan refleksi terhadap
aktivitas sosial sehingga dapat terjadi pemaduan dan penguatan hubungan antar pokok bahasan dalam
struktur pemahaman matematika. Menurut Hans Freudental dalam Sugiman (2007) matematika
merupakan aktivitas insani (human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas. Dengan demikian
ketika siswa melakukan kegiatan belajar matematika maka dalam dirinya terjadi proses matematisasi.
Terdapat dua macam matematisasi, yaitu: (1) matematisasi horisontal dan (2) matematisasi vertikal.
Matematisasi horisontal berproses dari dunia nyata ke dalam simbol-simbol matematika. Proses terjadi
pada siswa ketika ia dihadapkan pada problematika yang kehidupan / situasi nyata. Sedangkan
matematisasi vertikal merupakan proses yang terjadi di dalam sistem matematika itu sendiri; misalnya:
penemuan strategi menyelesaiakn soal, mengkaitkan hubungan antar konsep-konsep matematis atau
menerapkan rumus/temuan rumus.
Pendidikan Matematika Realistik (PMR) mendasarkan aktivitas pembelajaran matematika
berdasarkan tahap perkembangan siswa, yang dapat dianalogikan dengan fenomena gunung es (iceberg)
seperti pada gambar di atas. Ilmu matematika formal yang nampak dari diri siswa merupakan puncak
dari gunung es. Meskipun ilmu abstrak tersebut terlihat sangat sedikit, ilmu tersebut dibangun oleh kaki-
kaki gunung es yang sangat besar dan banyak tetapi tidak terlihat. Jika pondasi gunung es rapuh maka
puncaknya akan mudah roboh. Begitu pula dengan ilmu matematika yang dibangun oleh siswa. Jika
dasar-dasar ilmu matematika informal siswa tidak kokoh maka ilmu formalnya juga akan mudah
dilupakan atau hilang. Aktivitas pembelajaran matematika dalam PMR dapat divisualisasikan dengan
empat model yaitu matematika konkret, model konkret, model formal, dan matematika formal.
Perpindahan dari matematika konkret ke matematika formal dapat dideskripsikan sebagai berikut.
Penerapan metode realistik dalam pembelajaran matematika berbasis etnomatematika dapat dilihat
sebagai berikut:
Mengkomunikasikan
(presentasi)
Mengasosiasi matematika
Luas permukaan=
c. Metode Saintifik
.
Implementasi pendekatan Saintifik dalam pembelajaran di kelas tentunya harus sesuai
dengan koridor yang sudah digariskan oleh Kurikulum 2013, walaupun secara substantif seorang
pendidik tetap harus selalu berpikir kritis dengan mencermati aspek aspek pedagogiknya sesuai
dengan learning kontinum subjek didiknya.
Persiapan Umum meliputi Kajian dan Penyesuaian Paradigma dan Teori Pendidikan dan
Pembelajaran Matematika Inovatif dan implementasinya, baik menyangkut hakekat matematika sekolah,
tujuan pendidikan matematika, hakekat tugas dan fungsi guru matematika, hakekat siswa belajar
matematika, hakekat metode pembelajaran matematika, hakekat penilaian pembelajaran matematika,
dan hakekat sumber belajar matematika. Sedangkan Persiapan Khusus meliputi persiapan yang terkait
dengan persiapan pembelajaran matematika dikelas.
Persiapan Khusus dimulai dengan analisis kurikulum (KTSP) yang meliputi : Standard Isi, Standard
Kompetensi, Kompetensi Dasar, Tujuan Pembelajaran, Pemetaan, Indikator, Strategi Belajar Mengajar
(Tatap Muka) dan Penilaian.
Persiapan pada akhirnya menghasilkan RPP (Lesson Plan). Hal-hal yang perlu mendapat perhatian pada
persiapan Khusus pembelajaran matematika adalah perlu dikembangkannya beberapa skema meliputi.
Agar guru lebih mampu mewujudkan revitalisasi (pendidikan) pembelajaran matematika yang
menumbuhkan kreativitas siswa maka, mengacu kepada rekomendasi Cockroft Report (1982) serta
penjabaran dari Ebbut, S dan Straker, A (1995), berikut merupakan saran yang mungkin bermanfaat bagi
guru dalam menyelenggarakan pembelajaran matematika, melalui tahap persiapan, tahap pembelajaran,
dan tahap evaluasi sebagai berikut :
H. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Agung Hartoyo. 2012. Eksplorasi Etnomatematika pada Budaya Masyarakat Dayak Perbatasan Indonesia-
Malaysia Kabupaten Sanggau Kalbar. http://jurnal.upi.edu/file/3-agung.pdf. Diakses pada tanggal 9 April
2014.
2. Astri Wahyuni. 2013. Peran Etnomatematika dalam Mmembangun Karakter Bangsa. Yogyakarta.
http://eprints.uny.ac.id/10738/1/P%20-%2015.pdf. Diakses pada tanggal 9 April 2014.
3. D’Ambrosio, U. 1991. ‘Ethnomathematics and its place in the history and pedagogy of mathematics’, in M.
Harris (ed.). Schools, Mathematics and Work. The Falmer Press. London. pp. 15–25.
4. D’Ambrosio, U.: 1994. ‘Cultural framing of mathematics teaching and learning’, in R. Biehler, R.W.
Scholz, R. Sträßer and B. Winklelmann (eds.). Didactics of Mathematics as a Scientific Discipline. Kluwer
Academic Publishers. Dordrecht. pp. 443–455.
32
5. Ebbutt, S and Straker, A. 1995. Children and Mathematics: A Handbook for Teacher, London: Collins
Educational.
6. Edy Tandililing. 2013. Pengembangan Pembelajaran Matematika Sekolah dengan Pendekatan
Etnomatematika Berbasis Budaya Lokal Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran
Matematika di Sekolah. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. Yogyakarta:
FMIPA UNY.
7. Favilli, F. 2011. Ethnomathematics And Mathematics Education. Proceedings of the 10th International
Congress of Mathematics Education Copenhagen. Copenhagen: PISA.
8. Herman Hudojo. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas
Negeri Malang.
9. Iluno, C. and Taylor, J.I. 2013. Ethnomathematics: The Key to Optimizing Learning and Teaching of
Mathematics. Lagos: IOSR Journal of Research & Method in Education (IOSR-JRME)
10. Rosa & Orey. 2011. Ethnomathematics: the cultural aspect of mathematics.
http://dialnet.unirioja.es/descarga/articulo/3738356.pdf. Diakses pada tanggal 9 April 2014.
Lampiran 1: RPS
33
teori dan kajian riset untuk memersiapkan diri memeroleh kompetensi sebagai guru matematika yang
profesional.
8 Ujian Sisipan
9-11 Dapat Dapat Penelitian 1. 1. Identifikasi 1. Sikap 100’
melakukan melakukan Pendahuluan, Releksi Expository dan review 2.
Penelitian Penelitian Serta Survey Dan 2. Diskusi 2. Membangun Pengetahuan
Pendahulua Pendahuluan, Studi Kasus 3. Tugas pemahaman dan 3.
n, Releksi Releksi Serta Etnomatematika Di 4. Refleksi refleksi Ketrampilan
Serta Survey Dan Keraton Yogyakarta; 5. Riset 3. 4.
Survey Dan Studi Kasus Merencanakan Pengalaman
Studi Etnomatematika penelitian 5. Hasil
Kasus Di Keraton 4.
Etnomatem Yogyakarta; Melaksanakan
atika Di penelitian
Keraton
Yogyakarta
;
35
9-11 Dapat Dapat Penelitian 1. 1. Identifikasi 1. Sikap 100’
melakukan melakukan Pendahuluan, Expository dan review 2.
Penelitian Penelitian Refleksi, Serta 2. Diskusi 2. Membangun Pengetahuan
Pendahulua Pendahuluan, Survey Dan Studi 3. Tugas pemahaman dan 3.
n, Refleksi, Refleksi, Serta Kasus 4. Refleksi refleksi Ketrampilan
Serta Survey Dan Etnomatematika Di 5. Riset 3. 4.
Survey Dan Studi Kasus Candi Prambanan; Merencanakan Pengalaman
Studi Etnomatematika penelitian 5. Hasil
Kasus Di Candi 4.
Etnomatem Prambanan; Melaksanakan
atika Di penelitian
Candi
Prambanan
;
A. Referensi
Wajib
Daftar Literatur/Referensi:
11. Agung Hartoyo. 2012. Eksplorasi Etnomatematika pada Budaya Masyarakat Dayak Perbatasan Indonesia-
Malaysia Kabupaten Sanggau Kalbar. http://jurnal.upi.edu/file/3-agung.pdf. Diakses pada tanggal 9 April
2014.
12. Astri Wahyuni. 2013. Peran Etnomatematika dalam Mmembangun Karakter Bangsa. Yogyakarta.
http://eprints.uny.ac.id/10738/1/P%20-%2015.pdf. Diakses pada tanggal 9 April 2014.
13. D’Ambrosio, U. 1991. ‘Ethnomathematics and its place in the history and pedagogy of mathematics’, in M.
Harris (ed.). Schools, Mathematics and Work. The Falmer Press. London. pp. 15–25.
14. D’Ambrosio, U.: 1994. ‘Cultural framing of mathematics teaching and learning’, in R. Biehler, R.W.
Scholz, R. Sträßer and B. Winklelmann (eds.). Didactics of Mathematics as a Scientific Discipline. Kluwer
Academic Publishers. Dordrecht. pp. 443–455.
15. Ebbutt, S and Straker, A. 1995. Children and Mathematics: A Handbook for Teacher, London: Collins
Educational.
16. Edy Tandililing. 2013. Pengembangan Pembelajaran Matematika Sekolah dengan Pendekatan
Etnomatematika Berbasis Budaya Lokal Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran
Matematika di Sekolah. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. Yogyakarta:
FMIPA UNY.
17. Favilli, F. 2011. Ethnomathematics And Mathematics Education. Proceedings of the 10th International
Congress of Mathematics Education Copenhagen. Copenhagen: PISA.
18. Herman Hudojo. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas
Negeri Malang.
19. Iluno, C. and Taylor, J.I. 2013. Ethnomathematics: The Key to Optimizing Learning and Teaching of
Mathematics. Lagos: IOSR Journal of Research & Method in Education (IOSR-JRME)
20. Rosa & Orey. 2011. Ethnomathematics: the cultural aspect of mathematics.
http://dialnet.unirioja.es/descarga/articulo/3738356.pdf. Diakses pada tanggal 9 April 2014.
Literatur tambahan
1. Polya, G. (1957). How to solve it. New York: Doubleday & Company, Inc.
2. Cockcroft, W.H. (Ed.) (1982). Mathematics Counts. Report of the Committee of Inquiry into the Teaching
of Mathematics in Schools, London: Her Majesty's Stationery Office Katagiri, S., (2006). Mathematical
Thinking and How to Teach it. Paper presented at the APEC-Tsukuba International Conference on
Innovative Teaching of Mathematics through Lesson Study. Sapporo, Japan.
3. Freudenthal, H. (1991). Revisiting Mathematics Education. China Lectures. Dordrecht: Kluwer Academic
Publishers.
4. Gravemeijer, K.P.E. (1994). Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: CD-ß
5. Isoda, M. (2006). First Announcement : APEC-Tsukuba International Conference on Innovative Teaching
Mathematics Through Lesson Study (II) – Focussing on Mathematical Thinking- December 2-7, 2006,
Tokyo & Sapporo, Japan
6. Lange, J. de (2006). Mathematical Literacy for Living From OECD-PISA Perspective, Tokyo: Simposium
on International Cooperation
7. Freudenthal, H. (1991). Revisiting Mathematics Education. China Lectures. Dordrecht: Kluwer Academic
37
Publishers.
8. Gravemeijer, K.P.E. (1994). Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: CD-ß
9. Isoda, M. (2006). First Announcement : APEC-Tsukuba International Conference onInnovative Teaching
Mathematics Through Lesson Study (II) – Focussing on Mathematical Thinking- December 2-7, 2006,
Tokyo & Sapporo, Japan
10. Lange, J. de (2006). Mathematical Literacy for Living From OECD-PISA Perspective, Tokyo: Simposium
on International Cooperation
11. Freudenthal, H. (1991). Revisiting Mathematics Education. China Lectures. Dordrecht: Kluwer Academic
Publishers.
12. Organization for Economic Co-operation and Development. (2004). Learning for tomorrow’s world: First
results from PISA 2003.
http://www.pisa.oecd.org/dataoecd/1/60/34002216.pdf.
13. Organization for Economic Co-operation and Development. (2004). Learning for tomorrow’s world: First
results from PISA 2003. http://www.pisa.oecd.org/dataoecd/1/60/34002216.pdf.
B. Evaluasi Hasil Belajar
No Komponen Bobot (%)
1 Partisipasi Kuliah 40 %
2 Tugas-tugas 40%
3 Ujian Tengah Semester 10 %
4 Ujian Semester 10 %
Jumlah 100 %
38