Anda di halaman 1dari 12

TUGAS FARMAKOGNOSI

REVIEW JURNAL
Judul “Plant Alkaloids : Main features, Toxicity, and Mechanisms of Action”
Alkaloid tumbuhan : sifat umum, toksisitas, dan mekanisme kerja
Jurnal Plant Toxins
DOI 10.1007/978-94-007-6728-7_2-1
Halaman 15 halaman
Tahun 2015
Penulis Oleh : Helio Nitta dan Arthur Germano Fett-Neto
Reviewer JENIA A. V. do R. M. NEVES / D1A161345
Tanggal 2 April 2020

Tujuan Penelitian Untuk mengetahui bagaimana sifat karakteristik secara umum, toksisitas
dan mekanisme aksi dari alkaloid pada beberapa tumbuhan.
Subyek Penelitian Alkaloid pada beberapa tumbuhan.
Metode Penelitian Metode yang digunakan yaitu dengan menggunakan perumusan dari
(pokok bahasan) beberapa jurnal yang telah dilakukan. Yaitu didapatkan hasil seperti :
1. Alkaloid toksik
Secara umum, alkaloid adalah metabolit sekunder yang diproduksi oleh
tumbuhan sebagai langkah pertahanan terhadap predator dan patogen.
Beberapa diantaranya dapat mempengaruhi sistem saraf pusat pada
manusia seperti getah opium (Papaver somniferum), akar Rauvolfia
serpentine, ekstrak Conium maculatum, ekstrak Hyoscyamus yang
diketahui mengandung atropin.
Kini alkaloid berpotensi toksik seperti kafein, terdapat dalam makanan
dan minuman seperti kopi (Coffea Arabica), the (Camellia sinensis),
atau coklat (Theobroma cacao), dikonsumsi untuk meningkatkan
kewaspadaan, dan juga peningkatan pelatihan fisik seperti nikotin dalam
cerutu, dan rokok (Nicotiana tabacum), stimulan SSP seperti morfin
(Papaver somniferum), dan kodein pada spesies yang sama sebagai obat
penenang dan penekan batuk. Obat psikoaktif seperti kokain
(Erythroxylum sp.) dan turunannya juga tergolong dalam alkaloid
beracun kontemporer.
Strychnine (Strychnos nux-vomica) merupakan alkaloid yang sangat
beracun yang dapat digunakan sebagai antagonis kompetitif reseptor
glisin yang kini digunakan sebagai racun tikus dan homeopati.
Dalam pertahanan tumbuhan, alkaloid toksisitas rendah digunakan
sebagai anti herbivora seperti spesies Lupinus dengan kandungan
quinolizidin yang tinggi sehingga tidak memerlukan pestisida,
sedangkan untuk produksi tomat yang memiliki kandungan solanin yang
rendah dan dapat dikonsumsi oleh manusia memerlukan pestisida
dengan jumlah yang besar.
Beberapa hewan dapat menyimpan alkaloid beracun yang diperoleh
secara tidak langsung dari tanaman seperti katak bercun
(Dendrobatidae) dimana ditemukan chimonanthine, calycanthine atau
enantiomernya yang ditemukan pada kulit katak selain itu juga
mengeluarkan batrachotoxins yang merupakan neurotoksis non-peptida
yang sangat poten. Alakaloid pirolizidin di temukan pada spesies
Crotalaria dan Utetheisa ornatrix sangat beracun dan seringkali
digunakan untuk membasmi predator.
- Toksisitas alkaloid terhadap manusia dan vertebrata lain
Keracunan hewan oleh alkaloid sebagian besar karena konsumsi
makanan terkontaminasi tumbuhan mengandung alkaloid. Alkaloid
siklopamin dari Veratrum californicum (Liliaceae) telah diidentifikasi
menimbulkan efek teratogen yang mengakibatkan cacat lahir
kraniofasial pada domba.
Tumbuhan yang mengandung alkaloid tropan, kebanyakan ditemukan
pada family seperti Solanaceae, Brassicaceae, Convolvulaceae, dan
Euphorbiaceae. Tropan adalah alkaloid yang berasal dari ornithine,
tanaman yang mengandung tropan telah digunakan untuk folkloric dan
sebagai obat karena memiliki efek antikolinergik yang kuat(misalnya
skolamin) dan efek halusinogen (misalnya hyoscyamine), menyebabkan
sembelit, fotofobia, dilatasi pupil, gangguan penglihatan, dan kekeringan
pada mukosa saluran pencernaan serta mukosa saluran pernapasan. Pada
tanaman Solanum (Solanaceae) umumnya ditemukan glikoalkaloid,
solanin, dan kakonin seperti pada spesies S. nigrum, S. tuberosum, S.
lycopersicum, S. melongena, Capsicum annuum, dan Petunia sp. yang
memiliki sifat fungisida dan pestisidadan berperan dalam mekanisme
pertahanan diri. Keracunan konsumsi solanin dapat menyebabkan
gangguan pencernaan dan neurologis.
Pada famili tumbuhan Asteraceae, Boraginaceae, dan Fabaceae sering
menghasilkan alkaloid pirolididin yang juga diturunkan dari ornithine.
Toksisitas hati akut dan kronis alkaloid pirolididin pada manusia dan
hewan lain dikenal dari gejala akut seperti nyeri perut, mual, muntah,
diare, dan edema.sedangkan efek karsinogenik dan genotoksik yang
terjadi juga telah dilaporkan. Makanan terkontaminasi oleh pirolididin
sebagian besar adalah ester dari 1-hidroksimetil-1,2-dehidropirolizidin,
termasuk sayuran, produk biji-bijian, telur, madu, jeroan, dan susu.
Beberapa alkaloid quinolizidin seperti alkaloid lupin dapat beracun bagi
manusia dalam dosis akut saat konsumsi kacang lupin dimana dapat
menyebabkanmulut kering, pandangan buram, muka memerah, dam
kebingungan.
Alkaloid piperidin dapat menjadi racun akutyang menyebabkan kelainan
muskuloskeletal pada neonatal yang ditandai dengan gejala sering buang
air besar dan kecil, kelemahan otot, takikardia, ataksia, fasikulasi otot,
koma, dan kematian karena sesak napas. Efek teratogenik dari beberapa
alkaloid piperidin seperti ammodendrine, N-acetylhystrine, anabaseine,
coniine, dan g-coniceine, termasuk beberapa kelainan bentuk kontraktur
bawaan, mulut sumbing pada hewan. Tumbuhan yang mengandung
piperidin teratogenik meliputi Lupinus sp., Laburnum sp., N. tabacum,
N. glauca, dan Conium maculatum.
Kelebihan metabolit yang dikonsumsi sehari-hari seperti kafein juga
dapat menimbulkan keracunan dengan gejala overdosis terrmasuk
takikardia, aritmia, kejang, muntah, dan akhirnya koma, dan kematian.
Selain itu, nikotin atau kokain dan turunannya juga dapat menyebabkan
efek kecanduan jika dikonsumsi secara berlebihan.
Adaptasi beberapa hewan untuk mentoleransi alkaloid tumbuhan, dan
bahkan menyimpan senyawa-senyawa ini seperti katak beracun
penimbun alkaloid, memerlukan strategi khusus yaitu pada kelenjar
granul kulit yang terletak di dorsum dimana telah melalui konversi
metabolit menjadi bentuk yang kurang beracun sebelum disimpan
(seperti konversi alkaloid pirolididin menjadi N-oksida).
- Antiherbivora dan interaksi polinator (serangga)
Senyawa yang dihasilkan sebagai bentuk pertahanan terhadap herbivora
termasuk senyawa penolak, antinutritif, dan beracun seperti alkaloid,
glikosida sianogen, glukosinolat, terpenoid, dan makromolekul seperti
penghambat protein dan siklotida.
Colchicum autumnale (Colchicaceae) adalah racun bagi lebah madu
(Apis mellifera) dan hambat polimerisasi mikrotubulus dengan ikat
tubulindan menghambat mitosis. Pollinator juga dapat terkena alkaloid
karena metaolit sekunder dapat hadir dalam jaringan reproduksi
tanaman, serta dalam nectar dan serbuk sari.
Strategi akumulasi senyawa penarik (gula dan fenolat mudah menguap)
dan penolak (alkaloid) dalam nektar telah diamati pada N. attenuate
dimana sebabkan waktu kunjungan penyerbukan berkurang dan
meningkat pada saat berbunga. Kehadiran konsentrasi rendah kafein
dalam nektar pada Rubiaceae dan Rutaceae telah menunjukkan potensi
antagonis reseptor adenosin.
Toksisitas alkaloid tumbuhan sangat beragam, tergantung pada
neurotoksisitas atau gangguan pensinyalan sel. Sanguinarine dari
Sanguinaria Canadensis (Papaveraceae) menghambat choline
acetyltransferase dan pengaruhi neurotransmisi dan sintesis DNA.
Kafein dari tanaman dapat menghambat aktivitas fosfodiesterase dan
meningkatkan kadar AMP siklik intraseluler.
Pada vertebrata, interaksi dengan reseptor adenosin dari SSP akan
menghasilkan efek. Efek nikotin pada serangga terletak pada
kemampuannya mengikat neuroreseptor (nikotinik asetilkolin) dan
memblokir atau mengantikan neurotransmitter endogen. Akumulasi
nikotin menyebabkan eksitasi neuronal terus-menerus yang
menyebabkan kelumpuhan dan kematian pada serangga.
- Toksisitas lazim
Mekanisme kerja alkaloid sangat kompleks dimana telah diamati pada
serangga, kuncinya adalah jumlah metabolit aktif, organ yang kontak
dengan alkaloid, dan karakteristik khusus dari organisme target.
Beberapa terapi yang mengunakan alkaloid tumbuhan yaitu termasuk
morfin (analgesik kuat), emetin dan sepaelin (penangkal racun), kafein
(stimulant), kina (antimalarial dan rasa pahit), vinkristin, vinblastin, dan
kampotesin (antitumor), ajmalin (anti-aritmia, antihipertensi), serpentin,
dan ajmalisin (antimikroba), berberin, sanguinarin, dan noskapin
(antitusif, vasodilator), papaverin, dan tubokurarin (relaksan otot).
Alkaloid juga dikonsumsi untuk meningkatkan fungsi kekebalan tubuh,
nutrisi, dan kinerja fisik, dimana bisa juga didapatkan dari makanan,
minuman, dan suplemen. Contohnya : kafein dari kopi (atau guaranin
dan metein dari tanaman lain) dengan sifat antioksidan, antiinflamasi,
dan stimulasi. Teobromin dan paraxantin dari kakao sebagai antioksidan,
gingerol dan shogaol (alkanon fenolik) dari jahe sebagai antioksidan,
antiinflamasi, antimikroba, dan antitumor.
Alkaloid berberin dan palmatin dengan antioksidan plastoquinon dapat
digunakan sebagai strategi terapi target mitokondria.
Aktivitas antibakteri dilaporkan dari beberapa turunan alkaloid seperti
aaptamin, indol, indolizidin, isoquinolin, piperazin, quinolin, quinolon,
agelasin, poliamin, aaptamin-indol, bisindol, indol-quinolin,
piridoakridin, alkil-kalsium. Selain itu, xenobiotic alami seperti gramine,
dapat mencegah pertumbuhan cyanobakterial dan alga.
Solanin yang awalnya beracun, telah ditemukan untuk terapi pengobatan
model kanker payudara hewan, dengan penguragan berat tumor, induksi
apoptosis, serta penghambatan angiogenesis dan proliferasi sel.
Siklopamin berpotensi sebagai agen antitumor dimana sifat teratogenik
siklopamin terletak pada penghambatan jalur pensinyalan sonic
hedgehog (Shh), yang berperan dalam pengembangan embrio. Pasien
manusia dengan karsinoma sel basal yagn diobati secara topical dengan
krim siklopamin menunjukkan regresi tumor dan tidak ada efek
samping.
2. Mekanisme kerja
Alkaloid mempengaruhi sistem metabolisme yang berbeda pada hewan,
dan mekanisme toksiknyapun sangat bervariasi. Toksisitas timbul
dengan perubahan enzimatik yang pengaruhi proses fisiologis,
penghambatann sintesis DNA dan mekanisme perbaikan interkalasi
dengan asam nukleat, atau pengaruhi sistem saraf.
Taxines adalah antagonis saluran kalsium, meningkatkan kalsium
sitoplasma. Efek toksik pirolizidin disebabkan oleh biotransformasi
menjadi struktur pirol oleh oksidase pada hati mamalia. Pirol bekerja
dengan cara alkilasi asam nukleat dan protein.
Alkaloid kuinolon memiliki efek penghambatan pernapasan, isoquinolon
seperti berberin, sanguinarin, protoberberin, dan benzofenantridin dapat
menghambat pembelahan sel dengan menggangu cincin-Z. fenantridin
isoquinolin, dan ungeremin bekerja dengan menghambat sintesis asam
nukleat, pergularinin dan tiloforinidin yang merupakan alkaloid
indolizidin menghambat sintesis asam nukleat dengan menargetkan
reduktase dihidrofolat.
3. Strategi akumulasi dan dinamika alkaloid tumbuhan
Akumulasi senawa pertahanan dalam tanaman yang berasal dari
metabolisme primer (peptide toksik) atau sekunder (alkaloid) memiliki
hubungan dengan strateegi pertahanan diri terhadap lingkungan seperti
tekanan, suhu ekstrim, banjir, kekeringan dengan memastikan
pemeliharaan metabolisme primer.
Beberapa kondisi stress biotik dan abiotik memodulasi induksi alkaloid
dan metabolit sekunder lain yaitu seperti kehadiran herbivore dan
patogen, luka, hormon yang mirip serangan herbivore / patogen seperti
JA dan asam salisilat, perubahan intensitas dan kualitas iradiasi
(misalnya, infrared jauh dan UV-B), suhu, kekeringan, dan komposisi
nutrisi tanah juga dapat mempengaruhi konsentrasi alkaloid dalam
tumbuhan.
Selain itu juga perkembangan dan akumulasi alkaloid juga dipengaruhi
oleh penyerbukan dan pembuahan, serta pertumbuhan daun.
Catharanthus roseus dan Rauwolfia serpentine (Apocynaceae)
menghasilkan alkaloid seperti vinkristin, vinbvinblastineserpin, ajmalin,
ajmalisin, dan merupakan model tanaman dalam biosintesa MIA
(monoterpene indole alkaloid).
Pada kondisi fisiologi tidak stress, konsentrasi tightosidine (MIA
pertama dalam jalur biosintetik) tetap rendah pada C. roseus.
Konsentrasi akan tinggi setelah pengobatan hormonal seperti serangan
herbivore atau mikroorganisme terjadi. Alkaloid dan enzim (sekologanin
sintase / SLS P450 dan triptofan dekarboksilase / TDC, serta asam
logamik metiltransferase / LAMT) dalam kompartemen sitosol yang
terlibat dalam biosintetik prekursor ketatoksidin menjadi striksidin yang
terakumulasi dalam sel vakuola epidermis. Akumulasi strikosidin lebih
lanjut adalah melalui internalisasi precursor dan aktivitas strikosidin
sintase (STR) dalam organel dan b-D-Glukosidase (SGD) adalah enzim
hilir pertama setelah setelah pembentukan MIA (striktosidin) mengarah
ke biosintesis aglikon dan generasi selanjutnya dari Catharanthus jenis
lain, termasuk didalamnya adalah katarantin, tabersonin, dan vindolin.
Jumlah SGD terbatas, sehingga pengeluaran ketatosidin dari vakuola
harus dikontroluntuk menghindari akumulasi aglikon dan menginduksi
protein silang. Selama serangan herbivore, pemutusan substrat
(strikosidin) dapat terjadi dan memutuskan ikana dengan enzim SGD
yang menyebabkan gangguan sel dan produksi masih aglikon untuk
memberikan pertahanan pada tanaman.
Catharanthine berasal langsung dari striktosidin dan terakumulasi pada
permukaan tanaman bagian atas dan dibawah permukaan tanah dan
hamper semuanya pada permukaan daun.transport aktif sekresi
katarantin dalam eksudat lilin yang dimediasi oleh TPT2 (trasnportant
catharanthine transporter pleiotropic drug resisten / PDR). Akumulasi
ini memaksa bio-agresor untuk menghadapi sifat fungisidal dan
insektisida katarantin sebagai langkah perlindungan C. roseus.
Dari semua MIA yang paling banyak di daun C. roseus adalah vindolin,
yang dihasilkan dari modifikasi tabersonin, dan akumulasi latisifer /
idioblas. Sementara pembentukan MIA seperti vinkristin atau
anhidrovinblastin juga dihasilkan dalam jumlah yang sedikit dari
campuran katarantin yang disekresi dengan alkaloid yang dilepas dari sel
dengan adanya vakuola III peroksidase (PRX1) pada daun terluka oleh
bioagresor.
MIA dari beberapa spesies di Bazil selatan Psychotria (Rubiaceae) juga
telha dipelajari dengan focus pada faktor lingkungan. Brachycerine,GPV
(N,b-D-glukopiranosil vinkosamid), dan psikolatin dari spesies
tumbuhan P. branchyceras, P. leiocarpa, dan P. umbellate masing-
masing adlah alkaloid utama pada tanaman ini. GPV tampaknya berasal
langsung dari striktosidin sedangkan akumulasi brakiserin tergantung
pada enzim seperti STR. P. brachyceras dan P. leiocarpa tahan terhadap
dosis UV-B akut dan perlindungan ini disebabkan oleh adanya
brakiserin dan GPV (antioksidan tumbuhan). Alkaloid pitiriasitrin
indoldan alkaloid sanguinarin benzilisoquinolin telah terbukti efisien
dalam perlindungan terhadap UV-B bila diterapkan pada kulit.
P. somniferum (Papaveraceae), dianggap sebagai model tanaman studi
alkaloidbenzilisoquinolin (BIAs) dan menjadi sumber morfin dan kodein
dimana produksinya terjadi pada elemen latisifer khusus, juga jaringan
floem yang terlibat. Alkaloid lain yang juga terdapat yaitu papaverin,
noskapin, dan sanguinarin. BIA juga ditemukan pada tanaman ordo
Ranunculales, khususnya family Ranunculaceae, Berberidaceae, dan
Menispermaceae. Alkaloid ftalida isoquinolin, morfin, dan
benzilisoquinolin, seperti noskapin dan papaverin adalah senyawa utama
dalam lateks daun, sedangkan benzofenatridin (sanguinarin) dominan
pada akar.
Nicotiana sp. (Solanaceae) mengandung kadar nikotin alkaloid piridin
yang tinggi yang berperan dalam perlindungan terhadap serangga.
Biosintesis nikotin terjadi pada akar tanaman dan diangkut melalui
xylem ke daun dan bagian lain tanaman dengan pengangkut dan
pengekstraksi senyawa toksik (MATE), disimpan dalam vakuola sel.
4. Pensinyalan biosintesis alkaloid dalam tumbuhan
Keberhasilan pertumbuhan tanaman didasarkan pada kemampuan untuk
dengan cepat mengenali sinyal lingkungan dan serangan biotik serta
promosi jalur transduksi sinyal yang mengarah ke biosintesis senyawa
pertahanan. JA adalah molekul pensinyalan terpenting dalam pertahanan
tanaman yang dipicu oleh herbivore dan cedera mekanis. Biosintesa JA
diatur oleh cabang di jalur hulu lipoksigenase (LOX), cabang
hidroperoksida liase (HPL) yang dikenal karena oksilipin volatil di daun
hijau (GLV) maupun non volatil merupakan aldehid daun dan alcohol
yang terlibat dalam pertahanan tanaman terhadap herbivora. Titik
regulasi biosintesa JA lain yaitu melalui Ca2+ dan MAPK.
Mekanisme persepsi lingkungan dan transduksi sinyal eksternal dalam
mengaktifkan jalur biosintesis alkaloid sangat penting untuk eksploitasi
peran ekologi senyawa tersebut, juga untuk menentukan strategi untuk
meningkatkna produksinya. Diantara strategi untuk hasilkan alkaloid,
budidaya tanaman, dan teknik manajemen untuk meningkatkan
kandungan metabolit yang diminati sebelum diekstraksi sangatlah
penting.
Kultur sel tanaman, baik suspensi atau imobilisasi juga dapat menjadi
strategi sumber alkaloid bioaktif karena fitur ekstraksi yang lebih murni,
produksi tidak tergantung pada kondisi cuaca, dan kemampuan untuk
produksi dalam jumlah yang besar.
Kultur organ adalah strategi lainnya, terutama akar, yang
mempertahankan diferensiasi sel dan dapat dibudidayakan dalam skala
besar. Kultur akar berpembuluh R. serpentine yang dinduksi oleh
agrobacterium rhizogenes adalah sistem menjanjikan untuk produksi
alkaloid dan dianggap sebagai model eksperimental rekayasa
metabolisme tanamana yang baik karena stabilitas biokimia, tingkat
pertumbuhan cepat, dan manipulasi yang mudah. Alkaloid yang
dihasilkan dari akar ini ayaitu reserpine dengan kadar dua kali lebih
banyak disbanding tanaman budidaya.
Untuk produksi skala lebih besar, strategi molekuler akan menjadi alat
yang disukai. Manipulasi genetik melibatkan pengetahuan
keanekaragaman interspesifik tanaman, jalur biosintesis, teknologi
manipulasi gen, atau induksi dalam kultut tanaman atau kultur sel.
Upaya lain juga dengan perkenalkan biosintesis alkaloid pada bakteri
atau ragi dari alat rekayasa biokimia untuk produksi skala besar
metabolit dalam mikroorganisme.
Hasil Penelitian Alkaloid adalah kelompok besar dan beragam dari kegiatan biologis yang
penting bagi tanaman, hewan, dan manusia dengan potensi yang besar
sebagai bahan pengobatan. Studi biosintesis alkaloid dengan bedah enzim
menjadi kunci untuk mengontrol fluktuasi metabolik, TF, gen penyandi,
control regulasi metabolisme dapat digunakan untuk meningkatkan produksi
alkaloid. Disamping itu, dapat lebih memahami tentang pengaruh dari
ekologis terhadap kompleks alkaloid dan mendorong untuk penemuan obat
dan racun yang baru.
Kini pendekatan biologi untuk rekayasa jalur metabolisme alkaloid dalam
mikroorganisme telah dipelajari untuk memerangi penyakit tertentu. Peran
ekologis seperti aktivitas sebagai antioksidan dan pelindung dari tekanan
lingkungan seperti dalam kasus MIA psikotria.
Fungsi utama alkaloid dalam tumbuhan dapat berbeda-beda jika dikaitkan
dengan faktor lingkungan dan sinyal perkembangannya. Profil dinamis
seperti metabolisme dan akumulasi alkaloid tanaman merupakan faktor
utamayang harus dipertimbangkan mengenai toksisitas terhadap organisme
lain atau dalam produksi metabolit bioaktif untuk tujuan terapeutik.
Kelebihan Pokok bahasan :
- Studi biosintesis alkaloid dengan bedah enzim untuk mengontrol
fluktuasi metabolik, TF, gen penyandi, kontrol regulasi metabolisme
dapat digunakan untuk meningkatkan produksi alkaloid.
- Pemahaman tentang pengaruh dari ekologis seperti aktivitas sebagai
antioksidan dan pelindung dari tekanan lingkungan dengan fungsi
alkaloid dalam tumbuhan dapat mendorong untuk penemuan obat dan
racun yang baru.
- Pendekatan biologi untuk rekayasa jalur metabolisme alkaloid dalam
mikroorganisme telah dipelajari untuk memerangi penyakit tertentu.
- Profil seperti metabolisme dan akumulasi alkaloid tanaman harus
dipertimbangkan mengenai toksisitas terhadap organisme lain atau dalam
produksi metabolit bioaktif untuk tujuan terapeutik.
Penulisan jurnal :
- Memaparkan secara jelas dan lengkap dengan pendahuluan mengapa
dilakukan perumusan jurnal ini.
- Penulis dapat mengembangkan poin-poin dari judul
- Menyertakan referensi
kekurangan Pokok bahasan :
Perlu dilakukan pembelajaran lebih lanjut dalam studi manipulasi genetik
dalam kultut tanaman atau kultur sel serta biosintesis alkaloid pada bakteri
atau ragi dari alat rekayasa biokimia untuk produksi skala besar metabolit
dalam mikroorganisme sehingga dapat meningkatkan produksi alkaloid.
Penulisan jurnal :
Pengimplementasian masih kurang dilakukan secara nyata.
Perbandingan Perumusan dalam jurnal ini telah memberikan informasi yang rinci
metode mengenai alkaloid beserta karakteristik, toksisitas dan mekanisme kerjanya
baik dalam tumbuhan itu sendiri maupun terhadap manusia dan hewan
lainnya. Selain itu, dirumuskan juga mengenai pengaruh ekologis dan jalur
biosintesis terhadap produksi beberapa turunan alkaloid sehingga dapat
digunakan sebagai salah satu referensi dalam menyusun suatu strategi dalam
budidaya tanaman mengandung alkaloid atau melakukan sintesis kultur sel
atau jaringan tumbuhan dengan kandungan alkaloid tertinggi. Hal ini dapat
menjadi solusi jika ingin melakukan produksi senyawa alkaloid dalam skala
yang besar.

Anda mungkin juga menyukai