Lansia Dengan Masalah Psikososial
Lansia Dengan Masalah Psikososial
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui dan mempelajari tentang asuhan keperawatan lansia yang mengalami gangguan
psikologi dan psikososial.
B. Stresor Pencetus
Ada 4 sumber utama stresor yang dapat mencetuskan gangguan alam perasaan ( depresi )
menurut Stuart dan Sundeen ( 1998 ), yaitu :
1. Kehilangan keterikatan yang nyata atau dibayangkan, termasuk kehilangan cinta seseorang,
fungsi fisik, kedudukan atau harga diri. Karena elemen aktual dan simbolik melibatkan
konsep kehilangan, maka persepsi seseorang merupakan hal sangat penting.
2. Peristiwa besar dalam kehidupan, hal ini sering dilaporkan sebagai pendahulu episode
depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan
kemampuan menyelesaikan masalah.
3. Peran dan ketegangan peran telah dilaporka mempengaruhi perkembangan depresi, terutama
pada wanita.
4. Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik. Seperti
infeski, neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolik, dapat mencentuskan gangguan
alam perasaan. Diantara obat-obatan tersebut terdapat obat anti hipertensi dan
penyalahgunaan zat yang menyebabkan kecanduan. Kebanyakan penyakit kronik yang
melemahkan tubuh juga sering disertai depresi.
Menurut Townsed (1998), penyebab depresi adalah gabungan dari faktor predisposisi (teori
biologis terdiri dari genetik dan biokimia), dan faktor pencetus (teori psikososial terdiri dari
psikoanalisis, kognitif, teori pembelajaran, teori kehilangan objek).
2.5.1.7. Faktor-faktor yang menyebabkan depresi pada lanjut usia yang tinggal di Institusi
Terjadinya depresi pada lanjut usia yang tinggal dalam institusional seperti tinggal di panti wreda
(Endah dkk, 2003) :
a. Faktor Psikologis
Motivasi masuk panti wreda sangat penting bagi lanjut usia untuk menentukan tujuan
hidup dan apa yang ingin dicapainya dalam kehidupan di panti. Tempat dan situasi yang
baru, orang0orang yang belum dikenal, aturan dan nilai-nilai yang berbeda, dan
keterasingan merupakan stressor bagi lansia yang membutuhkan penyesuaian diri. Adanya
keinginan dan motivasi lansia untuk tinggal dipanti akan membuatnya bersemangat
meningkatkan toleransi dan kemampuan adaptasi terhadap situasi baru.
Menurut Maramis (1995), pada lanjut usia permasalah yang menarik adalah kekurangan
kemampuan dalam beradaptasi secara psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada
dirinya. Penurunan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan dan stress lingkungan
sering menyebabkan depresi. Hubungan stress dan kejadian depresi seringkali melibatkan
dukungan social (social support) yang tersedia dan digunakan lansia dalam menghadapi
stressor. Ada bukti bahwa individu yang memiliki teman akrab dan dukungan emosional
yang cukup, kurang mengalami depresi bila berhadapan dengan stress (Billings, et all, 1983;
Samiun, 2006).
Rasa kurang percaya diri atau tidak berdaya dan selalu menganggap bahwa hidupnya
telah gagal karena harus menghabiskan sisa hidupnya jauh dari orang-orang yang dicintai
mengakibatkan lansia memandang masa depan suram dan selalu menyesali diri, sehingga
mempengaruhi kemampuan lansia dalam beradaptasi terhadap situasi baru tinggal di
institusi.
b. Faktor Psikososial
Kunjungan keluarga yang kurang, berkurangnya interaksi social dan dukungan social
mengakibatkan penyesuaian diri yang negative pada lansia. Menurunnya kepasitas hubungan
keakraban dengan keluarga dan berkurangnnya interaksi dengan keluarga yang dicintai dapat
menimbulkan perasaan tidak berguana, merasa disingkirkan, tidak dibutuhkan lagi dan kondisi
ini dapat berperan dalam terjadinya depresi. Tinggal di institusi membuat konflik bagi lansia
antara integritas, pemuasan hidup dan keputusasaan karena kehilangan dukungan social yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk memelihara dan mempertahankan kepuasan hidup dan
self-esteemnya sehingga mudah terjadi depresi pada lansia (Stoudemire, 1994).
Kemampuan adaptasi dan lamanya tinggal dipanti mempengaruhi terjadinya depresi.
Sulit bagi lansia meninggalkan tempat tinggal lamanya. Pada lansia yang harus meninggalkan
rumah tempat tinggal lamanya (relokasi) oleh karena masalah kesehatan atau social ekonomi
merupakan pengalaman yang traumatic karena berpisah dengan kenangan lama dan pertalian
persahabatan yang telah memberikan perasaan aman dan stabilitas sehingga sering
mengakibatkan lansia merasa kesepian dan kesendirian bahkan kemeorosotan kesehatan dan
depresi (Friedman, 1995).
Pekerjaan di waktu muda dulu yang berkaitan dengan peran social dan pekerjaannya yang
hilang setelah memasuki masa lanjut usia dan tinggal di institusi mengakibatkan hilangnya
gairah hidup, kepuasaan dan penghargaan diri. Lansia yang dulunya aktif bekerja dan memiliki
peran penting dalam pekerjaannya kemudian berhenti bekerja mengalami penyesuaian diri
dengan peran barunya sehingga seringkali menjadi tidak percaya dan rendah diri (Rini, 2001).
c. Faktor Budaya
Perubahan social ekonomi dan nilai social masyarakat, mengakibatkan kecenderungan
lansia tersisihkan dan terbengkalai tidak mendapatkan perawatan dan banyak yang memilih
untuk menaruhnya di panti lansia (Darmojo & Martono, 2004). Pergeseran system keluarga
(family system) dari extendend family ke nuclear family akibat industrialisasi dan urbanisasi
mengakibatkan lansia terpinggirkan. Budaya industrialisasi dengan sifat mandiri dan individualis
menggangap lansia sebagai “trouble maker” dan menjadi beban sehingga langkah
penyelesainnya dengan menitipkan di panti. Akibatnya bagi lansia memperburuk psikologisnya
dan mempengaruhi kesehatannya.
Tinggal di panti wreda harusnya merupakan alternative yang terakhir bagi lansia, karena
tinggal dalam keluarga adalah yang terbaik bagi lansia sesuai dengan tugas perkembangan
keluarga yang memiliki lansia untuk mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan dan
mempertahankan ikatan keluarga antargenerasi (Duvall, 1985 yang dikutip oleh Friedman,
1998).
2.5.1.8. Skala Pengukuran Depresi Pada Lanjut Usia
Depresi dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas seseorang terhadap lingkungannya.
Gejala depresi pada lansia diukur menurut tingkatan sesuai dengan gejala yang termanifestasi.
Jika dicurigai terjadi depresi, harus dilakukan pengkajian dengan alat pengkajian yang
terstandarisasi dan dapat dipercayai serta valid dan memang dirancang untuk diujikan kepada
lansia. Salah satu yang paling mudah digunakan untuk diinterprestasikan di berbagai tempat,
baik oleh peneliti maupun praktisi klinis adalah Geriatric Depression Scale (GDS). Alat ini
diperkenalkan oleh Yesavage pada tahun 1983 dengan indikasi utama pada lanjut usia, dan
memiliki keunggulan mudah digunakan dan tidak memerlukan keterampilan khusus dari
pengguna. Instrument GDS ini memiliki sensitivitas 84 % dan specificity 95 %. Tes reliabilitas
alat ini correlates significantly of 0,85 (Burns, 1999). Alat ini terdiri dari 30 poin pertanyaan
dibuat sebagai alat penapisan depresi pada lansia. GDS menggunakan format laporan sederhana
yang diisi sendiri dengan menjawab “ya” atau “tidak” setiap pertanyaan, yang memrlukan waktu
sekitar 5-10 menit untuk menyelesaikannya. GDS merupakan alat psikomotorik dan tidak
mencakup hal-hal somatic yang tidak berhubungan dengan pengukuran mood lainnya. Skor 0-10
menunjukkan tidak ada depresi, nilai 11-20 menunjukkan depresi ringan dan skor 21-30
termasuk depresi sedang/berat yang membutuhkan rujukan guna mendapatkan evaluasi psikiatrik
terhadap depresi secara lebih rinci, karena GDS hanya merupakan alat penapisan. Spesifikasi
rancangan pernyataan perasaan (mood) depresi seperti tabel berikut:
Table 5.1 Spesifikasi rancangan kuesioner GDS
Butir Soal
Skoring nilai 1 diberikan pada pernyataan Favorable untuk jawaban “ya” dan nilai 0
untuk jawaban “tidak” sedangkan pernyataan Unfavorable, jawaban “tidak” diberi nilai 1 dan
jawaban “ya” diberi nilai 0.
Assasment Tool geriatric depressions scale (GDS) untuk mengkaji depresi pada lansia sebagai
berikut:
No Pernyataan Ya Tidak
.
Apakah bapak/ibu sekarang ini merasa puas dengan
1.
kehidupannya?
Apakah bapak/ibu telah meninggalkan banyak kegiatan atau
2.
kesenangan akhir-akhir ini?
Apakah bapak/ibu sering merasa hampa/kosong di dalam hidup
3.
ini?
4. Apakah bapak/ibu sering merasa bosan?
Apakah bapak/ibu merasa mempunyai harapan yang baik di
5.
masa depan?
Apakah bapak/ibu merasa mempunyai pikiran jelek yang
6.
menganggu terus menerus?
7. Apakah bapak/ibu memiliki semangat yang baik setiap saat?
Apakah bapak/ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi
8.
pada anda?
9. Apakah bapak/ibu merasa bahagia sebagian besar waktu?
10 Apakah bapak/ibu sering merasa tidak mampu berbuat apa-apa?
11. Apakah bapak/ibu sering merasa resah dan gelisah?
Apakah bapak/ibu lebih senang tinggal dirumah daripada keluar
12.
dan mengerjakan sesuatu?
13. Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa depan?
14. Apakah bapak/ibu akhir0akhir ini sering pelupa?
Apakah bapak/ibu piker bahwa hidup bapak/ibu sekarang ini
15.
menyenangkan?
16. Apakah bapak/ibu sering merasa sedih dan putus asa?
17. Apakah bapak/ibu merasa tidak berharga akhir-akhir ini?
18. Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa lalu?
19. Apakah bapak/ibu merasa hidup ini menggembirakan?
Apakah sulit bagi bapak/ibu untuk memulai kegiatan yang
20
baru?
21. Apakah bapak/ibu merasa penuh semangat?
Apakah bapak/ibu merasa situasi sekarang ini tidak ada
22.
harapan?
Apakah bapak/ibu berpikir bahwa orang lain lebih baik
23.
keadaannya daripada bapak/ibu?
24. Apakah bapak/ibu sering marah karena hal-hal yang sepele?
25. Apakah bapak/ibu sering merasa ingin menangis?
26. Apakah bapak/ibu sulit berkonsentrasi?
Apakah bapak/ibu merasa senang waktu bangun tidur dipagi
27.
hari?
28. Apakah bapak/ibu tidak suka berkumpul di pertemuan social?
29. Apakah mudah bagi bapak/ibu membuat sesuatu keputusan?
Apakah pikiran bapak/ibu masih tetap mudah dalam
30.
memikirkan sesuatu seperti dulu?
2.5.1.9. Upaya Penanggulangan Depresi Pada Lansia
Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat perlu
ditekannkan pendekatan yang mencakup fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut
karena pendekatan daru satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan pada lanjut
usia yang membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif. Pendekatan inilah yang dalam
bidang kesehatan jiwa (mental health) disebut pendekatan eclectic holistik, yaitu suatu
pendekatan yang tidak tertuju pada kondisi fisik saja, akan tetapi juga mencakup aspek
psychological, psikososial, spiritual dan lingkungan yang menyertainya. Pendekatan Holistik
adalah pendekatan yang menggunakan semua upaya untuk meningkatan derajat kesehatan lanjut
usia, secara utuh dan menyeluruh (Hawari, 1996).
2.5.3. Kesepian
Kesepian atau loneliness, biasanya dialami oleh seseorang lanjut usia pada saat
meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat, terutama bila dirinya sendiri saat itu juga
mengalami berbagai penurunan status kesehatan, misalnya menderita berbagai penyakit fisik
berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik, terutama gangguan pendengaran
(Brocklehurts-Allen, 1987).
Harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri. Banyak di antara lansia hidup
sendiri tidak mengalami kesepian, karena aktivitas social yang masih tinggi, tetapi dilain pihak
terdapat lansia yang walaupun hidup di lingkungan yang beranggotakan cukup banyak, tohh
mengalami kesepian.
Pada penderita kesepian ini peran dari organisasi social sangat berarti, karena bias
bertindak menghibur, memberikan motivasi untuk lebih meningkatkan peran social penderita, di
samping memberikan bantuan pengerjaan pekerjaan di rumah bila memang terdapat disabilitas
penderita dalam hal-hal tersebut.
2.5.4. Dementia
2.5.4.1. Pengertian
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah
sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau
kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkahlaku.
Demensia adalah keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan daya
ingat dan daya pikir, dan penurunan kemampuan tersebut menimbulkan gangguan terhadap
fungsi kehidupan sehari-hari. Kumpulan gejala yang ditandai dengan penurunan kognitif,
perubahan mood dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari
penderita.
2.5.4.2. Etiologi
Penyebab demensia yang reversible sangat penting diketahui karena pengobatan yang baik
pada penderita dapat kembali menjalankan kehidupan sehari-hari yang normal. Untuk mengingat
berbagai keadaan tersebut telah dibuat suatu “jembatan keledai” sebagai berikut:
D Drugs (obat)
Obat sedative
Obat penenang minor atau mayor
Obat anti konvulsan
Obat anti hipertensi
Obat anti aritmia
E emotional (gangguan emosi, ex: depresi)
M metabolic dan endokrin
Seperti: DM
Hipoglikemia
Gangguan ginjal
Gangguan hepar
Gangguan tiroid
Gangguan elektrolit
E Eye & Ear (disfungsi mata dan telinga)
N Nutritional
Kekurangan vit B6 (pellagra)
Kekurangan vit B1 (sindrom wernicke)
Kekurangan vut B12 (anemia pernisiosa)
Kekurangan asam folat
T Tumor dan Trauma
I Infeksi
Ensefalitis oleh virus, contoh: herpes simplek
Bakteri, contoh: pnemokok
TBC
Parasit
Fungus
Abses otak
Neurosifilis
A Arterosklerosis (komplikasi peyakit aterosklerosis, missal: infark miokard, gagal jantung,
dan alkohol).
Keadaan yang secara potensial reversible atau yang bisa dihentikan seperti:
Intoksikasi (obat, termasuk alkohol)
Infeksi susunan saraf pusat
Gangguan metabolic
Gangguan vaskuler (demensia multi-infark)
Lesi desak ruang:
Hematoma subdural akut/kronis
Metastase neoplasma
Hidrosefalus yang bertekanan normal
Depresi (pseudo-demensia depresif)
2. Pemeriksaan Portabel untuk Status Mental (PPMS = MMSE = mini mental state
examination)
Daftar pertanyaan Penilaian
1. Tanggal berapakah hari ini? (bulan, 0-2 kesalahan = baik
tahun) 3-4 kesalahan = gangguan intelek ringan
2. Hari apakah ini? 5-7 kesalahan = gangguan intelek sedang
3. Apakah nama tempat ini? 8-10 kesalahan = gangguan intelek berat
4. Berapa nomor telepon bapak/ibu? (bila
tidak ada telepon, dijalan apakah rumah Bila penderita tak pernah sekolah,
bapak/ibu?) nilai kesalahan diperbolehkan +1 dari
5. Berapakah umur Bapak/Ibu? nilai di atas.
6. Kapan Bapak/Ibu lahir? (tanggal, bulan, Bila penderita sekolah lebih dari
tahun) SMA, kesalahan yang diperbolehkan -1
7. Siapakah nama gubernur kita? dari nilai diatas.
(walikota/lurah/camat)
8. Siapakah nama gadis ibu anda?
9. Hitung mundur 3-3, mulai dari 20!
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan konsep diri dan depresi
Tujuan :
a. Pasien mampu berpartisipasi dalam memutuskan perawatan dirinya
b. Pasien mampu melakukan kegiatan dalam menyelesaikan masalahnya
Intervensi
Bicara secara langsung dengan klien, hargai individu dan ruang pribadinya jika tepat
Beri kesempatan terstruktur bagi klien untuk membuat pilihan perawatan
Beri kesempatan bagi pasien untuk bertanggung jawab terhadap perawatan dirinya
Beri kesempatan menetapkan tujuan perawatan dirinya. Contoh : minta pasien memilih
apakah mau mandi, sikat gigi atau gunting kuku.
Beri kesempatan untuk menetapkan aktifitas perawatan diri untuk mencapai tujuan.
Contoh : Jika pasien memilih mandi, bantu pasien untuk menetapkan aktifitas untuk
mandi (bawa sabun, handuk, pakaian bersih)
Berikan pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.
Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.
Sepakati jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut secara teratur.
Bersama keluarga memilih kemampuan yang bisa dilakukan pasien saat ini
Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih dimiliki
pasien.
Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan
yang dimiliki.
Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan sesuai dengan
jadwal kegiatan yang sudah dibuat.
4. Resiko membahayakan diri berhubungan dengan perasaan tidak berharga dan putusasa
Tujuan :
a. Pasien tidak membahayakan dirinya sendiri
b. Pasien mampu memilih alternatif penyelesaian masalah yang konstruktif
Intervensi
Identifikasi derajat resiko / potensi untuk bunuh diri
Bantu pasien mengenali perasaan yang menjadi penyebab timbulnya ide bunuh diri.
Ajarkan beberapa alternatif cara penyelesaian masalah yang konstruktif.
Bantu pasien untuk memilih cara yang palin tepat untuk menyelesaikan masalah secara
konstruktif.
Beri pujian terhadap pilihan yang telah dibuat pasien dengan tepat.
Anjurkan pasien mengikuti kegiatan kemasyarakatan yang ada di lingkungannya
Lakukan tindakan pencegahan bunuh diri
Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien dalam
menyelesaikan masalah
5. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon
kehilangan pasangan.
Tujuan :
a. Klien merasa harga dirinya naik.
b. Klien mengunakan koping yang adaptif.
c. Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.
Intervensi
Bina hubungan saling percaya dan keterbukaan.
Maksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.
Bantu klien menerima perasaan dan pikirannya.
Bantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain melalui
keterbukaan.
Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada
klien.
Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya.
Bantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.
Bantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon maladaptif
dan mempertahankan respon koping yang adaptif.
Identifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan.
Berikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahwa pelayanan geriatrik di Indonesia sudah saatnya diupayakan di seluruh jenjang
pelayanan kesehatan di Indonesia. Untuk itu pengetahuan mengenai geriatric harus sudah
merupakan pengetahuan yang diajarkan pada semua tenaga kesehatan. Dalam hal ini
pengetahuan mengenai psikogeriatri atau kesehatan jiwa pada usia lanjut merupakan salah satu di
antara berbagai pengetahuan yang perlu diketahui. Tatacara pemeriksaan dasar psikogeriatri oleh
karena itu sering disertakan dalam pemeriksaan/assesmen geriatric, antara lain mengenai
pemeriksaan gangguan mental. Kognitif, depresi dan beberapa pemeriksaan lain.
DAFTAR PUSTAKA
Martono Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI. Jakarta:
Fakultas Kedokteran UNIVERSITAS INDONESIA
Depkes R.I. 1999. Kesehatan keluarga, Bahagia di Usia Senja. Jakarta: Medi Media
Nugroho Wahyudi. 1995. Perawatan Usia Lanjut. Jakarta: EGC