Anda di halaman 1dari 10

Nama : Bhisma Dio

NIM : 190514650060
MK : Polimer Komposit

Resume
BAB 2
POLIMER MATRIK KOMPOSIT
2.1 Polimer Komposit
Polimer komposit dibuat dari kombinasi polimer dan bahan pengisi material
anorganik, sintetis atau alami. Pengisi berfungsi untuk meningkatkan sifat yang
diinginkan dari polimer dan mengurangi biaya. Komposit polimer dapat meningkatkan
sifat mekanis, sifat ketahanan panas, penghalang (barrier) gas dan api secara luas
digunakan dalam jumlah yang sangat besar di berbagai aplikasi. Namun, penerapan
pengisi konvensional seperti serbuk, kalsium karbonat, serat, dll, membutuhkan
sejumlah besar pengisi dalam matrik polimer agar menghasilkan perbaikan yang
signifikan dalam sifat komposit.
Sifat-sifat akhir polimer komposit diperkuat serat dipengaruhi oleh jenis serat,
kandungan komponen, dimensi komponen, mikro struktur komposit, dan interaksi
antarmuka antara matrik dan fase yang tersebar. Peningkatan efisiensi antarmuka
komposit sangat tergantung pada sifat (mekanik) pengisi, adesi antara matrik dan
pengisi dan terutama pada aspek rasio pengisi. Aspek rasio pengisi sangat penting dan
penting untuk meningkatkan sifat komposit seperti sifat listrik, sifat mekanik dan sifat
termal. Komposit polimer dengan aspek rasio tinggi adalah pengisi dengan ukuran nano
seperti nanoclay, karbon nanotube dan nanofiber menjadi perhatian karena sifat
multifungsi dan sangat bisa ditingkatkan kinerjanya.
2.2 Polimer Nanokomposit
Nanokomposit didefinisikan sebagai bahan komposit di mana setidaknya satu
komponen merupakan penguat setidaknya satu dimensi dalam skala ukuran nanometer
(< 100 nm). Menggunakan bahan-bahan alami dan polimer seperti karbohidrat, lipid dan
protein, alam membuat nanokomposit alami menjadi kuat seperti tulang, kerang dan
kayu. Hal ini merupakan tinjauan ilmu nanokomposit yang berkembang sebagai
penerapan bidang kajian nanoteknologi.
Polimer nanokomposit telah menarik perhatian besar dalam dunia akademis dan
industri karena menampilkan sifat-sifat unggul seperti modulus, kekuatan, ketangguhan
dan penghalang jauh dari perkiraan komposit mikro konvensional dan sebanding dengan
logam. Dalam polimer nanokomposit, bahan pengisi memiliki setidaknya satu dimensi
dalam skala nanometer dan dispersi skala nano menakjubkan dalam matrik polimer
mengarah ke pada efektifitas kontak antarmuka yang luar biasa antara polimer dan
pengisi anorganik yang menyebabkan sifatsifat unggul. Hal ini dikenal karena efek
nano. Skala nano ditunjukkan sebagai dimensi pengisi dalam bentuk partikel (diameter),
lempengan (ketebalan) atau serat (diameter) berada di kisaran ukuran 1-100 nm
(Gambar 10).
Gambar 10. Skema berbagai jenis nanofillers atau pengisi dengan dimensi skala nano

Spektrum yang luas dari sifat polimer dapat ditingkatkan dengan teknologi
nanokomposit seperti sifat mekanis, termal, penghalang, daya tahan, stabilitas kimia,
ketahanan api, ketahanan awal pakai, biodegradabilitas serta sifat optik, magnetik dan
listrik.
Sifat-sifat akhir produk nanokomposit ditentukan oleh sifat komponen, komposisi,
interaksi mikro-struktur dan antarmuka. Sifat pengisi memiliki efek utama pada
morfologi dan sifat polimer nanokomposit. Clay adalah satu kelompok nano-pengisi
yang telah digunakan untuk membuat polimer nanokomposit. Clay memiliki kelompok
utama silikat dengan struktur berlapis yang dikenal sebagai silikat berlapis. Dewasa ini
telah dilakukan penelitian untuk pengembangan polimer nanokomposit clay karena
dapat meningkatkan sifat dibandingkan polimer yang hanya diisi konvensional dalam
sepersekian sangat rendah penambahan pengisi. Sifat komposit dapat ditingkatkan tanpa
mengorbankan kemampuan proses dari polimer murni, sifat mekanik dan ringan,
membuat clay menjadi penting dalam industri modern polimer.

2.3 Komponen Nanokomposit Polimer/Clay


Nanokomposit polimer/clay merupakan kelompok baru komposit dengan matrik
polimer di mana fasa terdispersi berupa silikat sebagai pengisi yang memiliki
setidaknya satu dimensi dalam rentang nanometer (10-9 m).
2.3.1 Polimer
Polimer yang dibentuk oleh molekul yang besar atau disebut dengan makromolekul,
di mana atom dihubungkan antara satu sama lain melalui ikatan kovalen. Sebagian besar
dari polimer terdiri rantai panjang yang fleksibel yang umumnya terbuat dari atom
karbon (Gambar 11). Atom karbon rantai polimer memiliki dua elektron valensi yang
tidak bebas karena berikatan antara atom karbon yang dapat menjadi bagian dari ikatan
antara atom atau radikal lainnya. Rantai ini terdiri unit kecil berulang yang disebut
mero. Ketika semua meros polimer adalah sama maka polimer tersebut disebut dengan
homopolimer. Namun, ketika polimer terdiri dari dua atau lebih meros berbeda maka
polimer tersebut disebut kopolimer.
Gambar 11. Rantai molekul polimer organik
(Sumber: dokumen pribadi)

Struktur molekul polimer disebut sebagai polimer linear ketika meros bersatu dalam
rantai tunggal. Polimer bercabang menyajikan konsekuensi lateral yang terhubung ke
rantai utama. Polimer dengan ikatan silang menyatu dengan rantai linier dengan ikatan
kovalen. Jaringan polimer memiliki tiga meros fungsional yang memiliki tiga ikatan
kovalen aktif, membentuk struktur jaringan 3D (Gambar 12).

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 12. Skema rantai polimer: (a) linear, (b) bercabang, (c) dengan ikatan silang,
dan (d) network/jaringan
(Sumber: dokumen pribadi)

Polimer bisa berbentuk amorf atau semi-kristal sesuai dengan strukturnya karena
polimer yang memiliki sejumlah besar radikal terkait dengan rantai utama tidak mampu
memiliki molekul yang dapat ditumpuk sedekat mungkin dan tersusun secara teratur.
Sebagai konsekuensi dari bentuk struktur polimer maka terdapat ada dua jenis polimer:
termoplastik dan termoset. Polimer termoplastik dapat bentuk secara mekanis beberapa
kali melalui pemanasan kembali untuk mengembalikan pergeseran antarmolekul.
Umumnya, polimer struktur linear dan bercabang adalah termoplastik dan polimer
struktur jaringan berbentuk termoset.
Matrik polimer digolongkan dalam:
• Polimer Alam
Polimer alam merupakan polimer yang terbentuk melalui proses alamiah.
Beberapa contoh dari polimer alam anorganik antara lain silika, pasir, clay,
siloksan, sedangkan contoh polimer alam organik antara lain selulosa dan karet
alam yang berasal dari tumbuhan, sutera dan wol yang diproduksi oleh hewan serta
asbes yang diperoleh dari mineral.
• Polimer Buatan
Polimer sintetik merupakan polimer yang dihasilkan dari reaksi kimia seperti
poliester, karet fiber, polisterena, nilon, dan polietilen. Polimer buatan terdapat
dalam bentuk sebagai polimer sintetis dan polimer regenerasi. Polimer sintetis
dibuat dari bahan baku kimia yaitu dari molekul sederhana (monomer) dibentuk
menjadi molekul berantai melalui suatu reaksi polimerisasi. Bakelit merupakan
hasil kondensasi formaldehida dengan fenol dan salah satu jenis dari produk-produk
konsumsi yang digunakan secara luas. Contoh polimer sintetis antara lain
polipropilen, polietena, nilon, poli vinil klorida (PVC), kantong plastik, poliester,
pita karet, botol, dan masih banyak produk lain. Polimer regenerasi adalah polimer
alam yang dimodifikasi. Contohnya rayon, yaitu serat sintetis yang dibuat dari kayu
(selulosa).

2.4 Klasifikasi Polimer Nanokomposit


Polimer nanokomposit dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan jenis
nanopartikel yang digunakan, yaitu nanokomposit (material anorganik) dan
nanokomposit (material organik) dengan matrik polimer. Nanokomposit (material
organik) merupakan nanokomposit yang terdiri dari matrik polimer dan nanomaterial
berupa senyawa organik. Sebaliknya, nanokomposit (material anorganik) polimer
terdiri dari matrik polimer dan nanomaterial berupa senyawa anorganik. Lebih jauh
lagi, nanokomposit (material anorganik)-polimer dapat dibagi menjadi dua. Jenis
pertama adalah komposit nanopartikel-polimer, yaitu nanokomposit yang dibuat dengan
mendispersikan materi anorganik (dapat berupa koloid atau serat) ke dalam matrik
suatu polimer. Jenis kedua adalah komposit nanolayer-polimer, yaitu nanokomposit
yang dibuat dengan membentuk rantai polimer melalui template anorganik.
Nanokomposit juga dapat dibedakan berdasarkan bentuk nanomaterial
(nanoreinforce atau nanofiler) yang digunakan. Suatu parameter yang penting dalam
menentukan bentuk dari nanomaterial adalah rasio luas permukaan per volume.. Dari
plot rasio luas permukaan per volume terhadap aspek rasio (panjang per diameter) suatu
material nano diketahui terdapat dua bentuk material nano yang paling optimum, yaitu
bentuk platelet dan fiber.
Berdasarkan morfologi dan strukturnya, terdapat 2 tipe nanokomposit, yaitu
nanokomposit tereksfoliasi dan nanokomposit terinterkalasi. Morfologi dan struktur ini
terkait dengan adanya interaksi organik-anorganik diantara rantai polimer dengan
nanomaterial anorganik.
Gambar 13. Rasio luasan per volume nanomaterial vs rasio volume

Selain kedua struktur tersebut, ada kemungkinan bahwa rantai polimer tidak
berinteraksi sama sekali dengan nanomaterial anorganik yang ditambahkan. Akibatnya,
rantai polimer terpisah dari nanomaterial dan membentuk dua fasa. Struktur yang
demikian disebut teragregasi atau mikrokomposit, dan bukanlah merupakan suatu
nanokomposit.

Gambar 14. Struktur nanokomposit: (a) teragregasi, (b) terinterkalasi, dan (c)
tereksfoliasi

2.5 Matrik Polimer Dalam Nanokomposit Clay


Dalam bagian ini, contoh studi tentang polimer yang paling penting yang saat ini
dikerjakan dalam penyusunan nanokomposit polimer/clay akan ditunjukkan sehingga
diperoleh pemahaman yang lebih baik.
Polimer Pada Umumnya
Polimer umum, juga disebut jenis yang mewakili mayoritas dari total produksi
plastik di seluruh dunia. Polimer ini ditandai dengan aplikasi yang murah karena
mudahnya pemrosesan dan rendahnya tingkat kebutuhan mekanik. Pembentukan
nanokomposit adalah cara untuk menambahkan nilai untuk polimer jenis ini.
Polyethylene (PE)
PE merupakan salah satu polimer yang banyak dimuat dalam karya ilmiah terkait
dengan pembentukan nanokomposit. Anidride maleat dicangkokkan PE/Cloisite 20A
nanokomposit disusun melalui dua metode yaitu penggabungan interkalasi dan solusi
dispersi. Hanya nanokomposit yang dihasilkan dengan metode pertama yang
diproduksi.
Penggunaan katalis dengan pilihan katalis tepat pada lapisan clay mampu
menunjukkan polimerisasi insitu dan juga menjadikan dispersi lapisan clay yang baik.
Polypropylene (PP)
Penggunaan maleat anidrid dicangkokkan pada nanokomposit PP/Cloisite 30B
melalui ekstrusi yang dibantu air dan atau oleh ekstrusi sederhana. Penggunaan air
meningkatkan clay yang terdispersi sehingga rheologi, termal dan sifat mekanik
menjadi meningkat.
Penggunaan karbon dioksida dalam ekstrusi nanokomposit PP/Cloisite 20A
menggunakan pemisahan yang lebih tinggi antara lapisan clay. Penggunaan clay lebih
rendah dalam pembentukan struktur foam yang juga menekan peleburan sel foam
sehinga hal ini menunjukkan bahwa nanokomposit juga menguntungkan untuk
menghasilkan struktur foam.
Poli Vinil Klorida (PVC)
Penggunaan clay yang berbeda (kalsium, natrium dan organomodified
montmorillonite, aluminium magnesium silikat clay dan magnesium litium silikat clay)
dipelajari dalam pembuatan nanokomposit PVC foam yang rigid. Meskipun modulus
elastisitas spesifik dan densitas telah ditingkatkan dengan pembentukan nanokomposit
namun kekuatan tarik dan modulusnya memiliki menurun dibandingkan dengan PVC
murni.
Resin
Dari sekian banyak resin yang ada di pasaran, ada tiga jenis resin yang banyak
digunakan, yaitu poliester, vinil ester, dan epoksi. Pada penelitian ini resin yang
digunakan adalah jenis resin epoksi.
Resin epoksi sangat unik di antara semua resin termoset karena membutuhkan
tekanan yang rendah untuk pembuatan produk, memiliki penyusutan yang rendah,
kontrol terhadap derajat reaksi cross-link lebih mudah melalui pemilihan curing agent
dan temperatur curing, ketersediaan resin mulai dari yang memiliki kekentalan rendah
sampai mendekati padat, sedangkan kelemahannya adalah waktu curing cukup lama
dan kinerjanya tidak cukup baik dalam lingkungan panas dan basah.
Struktur Kimia Resin Epoksi
Resin epoksi adalah kelompok bahan polimer yang dicirikan oleh adanya dua
kelompok epoksida dalam struktur molekulnya. Kelompok epoksi ini mengandung
sebuah atom oksigen terikat dengan dua atom karbon yang terikat oleh ikatan yang
terpisah, dan dikenal sebagai oksiran. Jaringan polimer epoksi umumnya terbentuk dari
reaksi poliepoksida (monomer) dengan poliamin (pengeras).

Gambar 15 Reaksi pembentukan resin epoksi


Resin epoksi DGEBA dihasilkan dari reaksi antara bisphenolA dengan
epichlorohydrin dengan struktur seperti Gambar 15. DGEBA memiliki titik leleh pada
43°C dan memiliki epoxide equivalent weight (EEW) sebesar 170 g/eq, dengan
viskositas sebesar 11,000-16,000 mPa-s pada 25°C. Untuk pengeras (hardener)/curing
agent terdapat beberapa jenis seperti Polyoxypropylene, Triethylene Tetra
Amine/TETA, Salicylic Acid dan berbagai jenis amina (aliphatic amine, cyclo aliphatic
amine dan aromatic amine).
Proses Curing Epoksi
Termoset seperti epoksi, poliester tak jenuh, poliuretan, vinil ester dan banyak
lainnya mengalami reaksi kimia selama penggunaannya. Proses kimia dimana reaksi
polimerisasi dimulai dan berakhir disebut dengan proses curing. Proses curing pada
termoset melibatkan reaksi polimerisasi dari monomer epoksi. Proses ini dimulai dari
pertumbuhan dan percabangan rantai. Curing kelompok epoksi terjadi baik antara
molekul epoksida sendiri atau oleh reaksi antara kelompok epoksi dan molekul reaktif
lainnya dengan atau tanpa bantuan katalis. Dengan bantuan katalis, epoksi resin
dicampur dengan pengeras yang mengandung primer dan sekunder aktif dari kelompok
amina. Berat pra-polimer molekul meningkat dan jaringan terbentuk pada proses
curing. Oksigen bridging pada kelompok epoksida terbuka dalam reaksi poli-adisi
nukleofilik. Reaksi antara amina dan kelompok epoksida ditunjukkan pada Gambar 16.

Gambar 16 Langkah reaksi polimerisasi epoksi dengan diamina

Selama proses curing, viskositas termoset meningkat, dan terjadi cross-link sehingga
termoset kehilangan kemampuan untuk mengalir. Fenomena curing dalam termoset
adalah proses eksotermik, yang berarti bahwa panas dihasilkan selama proses. Evolusi
temperatur pada proses curing pada temperatur kamar ditunjukkan oleh Gambar 17.
Pada proses curing yang dilakukan pada temperatur kamar, reaksi awal polimerisasi
terjadi akibat dari aktivasi sendiri selanjutnya dapat mengalami reaksi frontal ataupun
reaksi lambat, tergantung pada komposisi curing agent yang digunakan. Total panas
reaksi yang dihasilkan dari reaksi epoksi DGEBA dengan pengeras amin pada
temperatur kamar yang diukur dengan perangkat Differential Scanning Calorimetry
(DSC) adalah sebesar 140,9 J/g dengan temperatur puncak mencapai 79,6°C.
Gambar 17 Evolusi temperatur selama proses curing epoksi

Jaringan fisik terbentuk berdasarkan pada pembentukan ikatan kovalen melalui


reaksi kimia. Tipe lain dari jaringan polimer bisa dihasilkan melalui ikatan rantai lurus
atau bercabang dengan ikatan Van der Waals atau ikatan hidrogen. Jaringan ini bersifat
dapat berubah dari padat (jaringan fisik) ke cair (rantai polimer linier atau bercabang)
dengan meningkatkan temperatur atau dengan menggunakan pelarut yang cocok. Proses
perubahan dari epoksi mulai dari cair hingga menjadi padat ditunjukkan dengan
diagram fasa Time-Temperature-Transformation (TTT), seperti ditunjukkan pada
Gambar 18. Transisi kritis yang terjadi selama pembentukan jaringan dan struktur
makromolekul ditandai dengan perubahan dari fasa cair ke padat yang disebut proses
gelasi (gelation).

Gambar 18 Diagram fase Time-Temperature-Transformation dari proses curing


isothermal DGEBA dengan pengeras TETA [45]

Diagram TTT dipergunakan untuk memilih panas proses curing yang akan
dilakukan sehingga memperoleh sifat epoksi yang diinginkan. Temperatur glass (Tg)
dari proses curing sangat menentukan dari densitas cross-link yang terbentuk.
Sifat-sifat resin dapat diubah dengan mengontrol struktur resin, reaksi cross-link dan
struktur kristalnya. Struktur resin sangat tergantung pada sifat monomer dan pengeras
yang digunakan. Setelah mengalami polimerasi maka keteraturan dari mesogen
menyebabkan epoksi dapat berstruktur kristal (Gambar 19).

Gambar 19 Struktur polimer resin termoset [46]

Plastik Rekayasa
Bahan rekayasa plastik yang dapat digunakan dalam aplikasi teknik, seperti gigi dan
bagian struktural, yang memungkinkan substitusi bahan klasik, terutama logam, karena
sifat mekanik dan kimia yang unggul dalam kaitannya dengan polimer umum. Polimer
ini juga menggunakan nanokomposit bertujuan untuk mengeksplorasi sifat-sifatnya.
Poliamida (PA)
Di antara semua plastik rekayasa, PA adalah polimer yang menyajikan jumlah
tertinggi yang sebagai bahan penyusunan nanokomposit. Nanokomposit
PA/organomodified disusun dengan cara penggabungan interkalasi. Sifat penghalang
yang kuat yang diperoleh dengan meningkatkan kandungan clay. Kelelahan bending
nanokomposit pada dua lingkungan yaitu udara dan air menunjukkan peningkatan yang
berarti.
Polisulfon (PSf)
Membran clay nanokomposit PSf/MMT disusun dengan menggunakan dispersi
solusi dan juga metode yang paling banyak digunakan dalam teknologi membran, fasa
inversi basah. Morfologi hybrid (interkalasi/eksfoliasi) dapat dihasilkan dan dispersi
clay yang efisien untuk meningkatkan penghalang terhadap penguapan produk yang
dihasilkan oleh panas. Interaksi yang kuat antara polimer dan lapisan silikat,
meningkatnya kekuatan tarik dan perpanjangan saat putus dapat dihasilakn melalui
penataan lapisan clay di arah deformasi. Selanjutnya, sifat hidrofobik juga meningkat,
sehingga membran dapat digunakan dalam penyaringan air operasi.
Polikarbonat (PC)
Melalui teknik polikondensasi in situ, nanokomposit PC/organophilic clay dapat
dibuat dan meskipun eksfoliasi nanokomposit dihasilkan namun, transparansi
nanokomposit tidak tercapai.
Polimer Konduktif
Polimer konduktif atau juga disebut logam sintetis, memiliki sifat listrik, magnetik
dan optik yang dapat dibandingkan dengan logam semikonduktor. Polimer kondukstif
juga disebut conjugated polimer, karena telah terkonjugasi ikatan rangkap C dalam
rantai polimernya yang memungkinkan penciptaan dari fluks elektron dalam kondisi
tertentu.
Polianilin (PANI)
PANI adalah polimer yang paling banyak dipelajari dalam teknologi nanokomposit
polimer/clay yang dapat disiapkan dengan MMT dengan polimerisasi in situ. Stabilitas
termal menjadi meningkat karena MMT dalam PANI bahkan lapisan clay bertindak
sebagai penghalang terhadap degradasi PANI.
Poli (etilena oksida) (PEO)
Nanokomposit PEO dapat dibuat menjadi 3 type dari organophilic clays (Cloisite
30B) melalui fusi interkalasi. Regulasi dan ukuran spherulite matrik PEO diubah
dengan menggunakan Cloisite 30B menghasilkan peningkatan modulus penyimpanan.
Polimer Biodegradable
Polimer biodegradable adalah polimer yang dapat terdegradasi karena aktivitas
mikroba yang memotong rantai polimernya. Agar polimer dapat terdegradasi maka
kondisi tertentu, seperti pH, kelembaban, oksigenasi dan adanya beberapa logam
dibutuhkan untuk proses degradasi. Polimer biodegradable dapat dibuat dari sumber
daya alam, seperti jagung; selulosa dapat diproduksi oleh bakteri dari molekul seperti
butirat, dan asam valeric yang menghasilkan polihidrobutirat dan polihidroksivalerat
atau bahkan bisa berasal dari minyak bumi, atau dari campuran biomassa / minyak
bumi, sebagai polilaktid.
Polyhydroxibutirate (PHB)
Kelemahan PHB adalah kekakuan, kerapuhan dan stabilitas termal yang rendah
sehingga perbaikan harus dilakukan diantaranya adalah dengan mempersiapkan
nanokomposit.
Nanokomposit PHB disusun dengan Na-MMT dan Cloisite 30B melalui fusi
interkalasi. Kompatibilitas yang lebih baik antara clay dan polimer dibuat
menggunakan Cloisite 30B. Selain itu, terjadi juga peningkatan temperatur kristalisasi
dan penurunan ukuran spherulit sehingga meningkatkan modulus kekakuan. Selain itu,
stabilitas termal meningkat pada PHB/organomodified MMT bila dibandingkan dengan
PHB murni.

Anda mungkin juga menyukai