Anda di halaman 1dari 12

KIRAB SATU SURO KEBO KYAI SLAMET PERSPEKTIF TOKOH SOSIOLOGI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

‘’Sosiologi agama’’

Dosen Pengampu:

Fardan Mahmudatul I, S.Th.I.,M.A

Disusun oleh:

MUHAMMAD MUKAFI (12301173028)

JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
DESEMBER 2019
BAB I

PENDAHULUAN

Masyarakat telah menjadi objek perhatian bagi kalangan pemikir sejak masa Aristoteles,
namun sosiologi sebagai ilmu pengetahuan belum terbentuk. Untuk mendefinisikan sosiologi pada
waktu itu dapat dikatakan belum ada kesempatan, lantaran banyaknya pendapat yang hanya
didasarkan pada sebagian besar pengalaman dan pengamatan terhadap pergaulan hidup semata
dan belum dilakukan kajian ilmiah secara kausalitas.

Persoalan masyarakat banyak disinggung tatkala para pemikir pada waktu itu sedang
mengamati soal politik merupakan awal pertumbuhan dari dari sosiologi. Teori-teori
kemasyarakatan banyak diajukan oleh para ahli politik dalam rangka usaha mempertegas dan
membentuk definisi sosiologi. Pemikiran diatas usaha itu banyak diawali dengan menerangkan soal
hubungan antar manusia, hak dan kewajiban manusia, disamping banyak pula menyebutkan
ketimpangan hubungan antara penguasa dan yang dikuasai.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu pengetahuan
yang mempunyai obyek studi masyarakat. Namun demikian sampai sekarang definisi sosiologi masih
agak sukar untuk memberikan suatu batasan yang pasti tentang definisi sosiologi lantaran terlalu
banyak cangkupan kajiannya, sehingga kalaupun diberikan suatu definisi masih ada juga yang tidak
memenuhi unsure-unsurnya secra menyeluruh. Tidak sedikit para ahli menganggap bahwa definisi
hanya dipakai sebagai petunjuk dan pegangan sementara saja.

Sebagai pegangan sementara dapat dilihat beberapa pendapat sarjana yang telah mencoba
untuk memberikan definisi sosiologi menurut Petrim A. Sorokin mengatakan bahwa sosiologi adalah
suatu ilmu yang mempelajari Hubungan dan pengaruh timbale balik antara aneka macam gejala
gejala social, dan Hubungan serta pengaruh antara gejala sosial dengan gejala non sosial.

Maka menurut sifat hakikatnya, dapat ditetapkan bahwa sosiologi adalah ilmu pengetahuan
ilmiah yang telah berdiri sendiri dan mempunyai objek studi tersendiri pula. Sosiologi juga dapat
diartikan sebagai ilmu tentang perilaku social ditinjau dari kecenderungan individu dengan individu
lain, dengan memperhatikan symbol-simbol interaksi.

Sedangkan pengertian sosiologi sebagaimana yang dijelaskan oleh Selo Sumardjandan


Soelaeman Soemardi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-
proses sosial termasuk perubahan sosial.

Agama, secara mendasar dan umum, dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan
peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia gaib (khususnya dengan Tuhannya),
mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan
lingkungannya. Dalam definisi tersebut, agama dilihat sebagai teks atau doktrin, sehingga
keterlibatan manusia sebagai pendukung atau penganut agama tersebut tidak tampak tercakup di
dalamnya. Secara lebih khusus, agama dapat didefinisikan sebagai suatu system keyakinan yang
dianut dan tindakan- tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau mayarakat dalam
menginterpretasi dan memberi respons terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai gaib dan
suci. Sebagai suatu system keyakinan, agama berbeda dari system- system keyakinan atau isme-
isme lainnya, karena landasan keyakinan keagamaan adalah pada konsep suci (sacred) yang
dibedakan dari, atau dipertentangkan dengan, yang duniawi (profance), dan pada yang gaib atau
supranatural (supernatural) yang menjadi lawan dari hukum- hukum alamiah (natural).

Adapun definisi-definisi agama antara lain sebagai berikut: Agama adalah suatu sistem
kepercayaan yang disatukan oleh praktik yang bertalian dengan hal-hal yang suci, yakni hal-hal yang
dibolehkan dan dilarang kepercayaan dan praktik-praktik yang mempersatukan suatu komunitas
moral, mereka terpaut satu sama lain. Agama sebagai seperangkat bentuk dan tindakan simbolik
yang menghubungkan manusia dengan kondisi akhir eksistensinya. Jadi, agama dapat dirumuskan
sebagai suatu sistem kepercayaan dan praktik dimana suatu kelompok manusia berjuang
menghadapi masalah-masalah akhir kehidupan manusia.

Agama dalam pengertian sosiologi adalah gejala social yang umum dan dimiliki oleh seluruh
masyarakat yang ada di dunia ini, tanpa terkecuali. Ini merupakan salah satu aspek dalam kehidupan
sosial dan bagian dari system sosial suatu masyarakat. Agama juga bisa dilihat sebagai unsur dari
kebudayaan suatu masyarakat disamping unsure-unsur yang lain, seperti kesenian, bahasa, sistem
mata pencaharian, dan sistem-sistem organisasi sosial.

Peristiwa Malam Satu Suro bagi masyarakat Jawa memiliki makna pergantian tahun, atau
tahun baru menurut kalender Jawa. Tradisi peringatan Satu Suro atau Suran, dicanangkan oleh
Sultan Agung Hanyokrokusumo raja Mataram terdahulu. Penyelenggaraanya dari waktu ke waktu
terus berkembang di Jawa, tata caranya bersifat dinamis sehingga dapat disesuaikan dengan
kecenderungan daerah masing-masing. Keraton mengkomunikasikan melalui ritual tentang sifat
tradisi Suran yang prihatin, melatih kesiagaan lahir batin, mawas diri, pengendalian diri, dan
berserah diri kepada Tuhan. Salah satu bentuknya adalah menyiagakan pusaka, di Surakarta hal ini
dilakukan dengan tradisi kirab, yang baru berkembang sekitar pertengahan abad 20. Kirab dilakukan
oleh Keraton Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran bersama masyarakatnya masing-
masing. Keraton membentuk berbagai simbol dengan pusaka keraton menjadi komponen utama,
diikuti para masyarakat keraton yang lengkap dengan pakaian beskap hitam, blangkon, dan kain
untuk pria. Sedangkan para wanita mengenakan kebaya hitam, kain, dan rambut yang disanggul.
Mereka yang bertugas membawa pusaka, wajib memakai Sumpingan Gajah Oling rangkaian bunga
melati yang dipasang di telinga. Bagi yang tidak bertugas membawa pusaka, mereka membawa
lentera dan obor untuk menerangi rombongan kirab. Uniknya pada kelompok barisan pertama
ditempatkan pusaka berupa sekawanan kerbau albino yang diberi nama Kebo Bule Kyai Slamet yang
selalu menjadi pusat perhatian tersendiri bagi masyarakat Keberadaan Kebo Kyai Slamet di Kirab
Malam 1 Suro menyebabkan munculnya fenomena budaya yang tidak sesuai dengan ajaran keraton.
Kebo Bule Kyai Slamet adalah simbol keselamatan, namun maknanya dilebih-lebihkan oleh
masyarakat di luar keraton sehingga menimbulkan perilaku yang berlebihan pada saat kirab. Sebagai
hewan yang istimewa, Kebo Bule diyakini oleh sebagian masyarakat yang percaya, mempunyai
kekuatan gaib yang mampu mendatangkan berkah. Efeknya, banyak orang yang ngalap berkah
(mencari berkah) dengan berebut semua hal yang berhubungan dengan kebo bule, mulai dari sisa
makanan, minuman, bunga melati yang jatuh dari kalungnya, bahkan kotorannya.

kirab pusaka 1 Sura ini adalah sebuah ritual “budaya” dan membedakan dengan ritual
“agama”. Rupanya beliau membuat pembedaan antara budaya dan agama, artinya menjadikannya
problematik serta menarik untuk kita teliti penyebab pembedaan itu. Benarkah ritual 1 Sura ini
merupakan sebuah ritual budaya dan bukan bentuk dari ritual keagamaan? Bagaimana ritual budaya
ini dipahami sebagai bentuk ritual atau perwujudan keagamaan? Telaah mengenai hal ini akan
dilihat dengan teori-teori agama dari para tokoh, khususnya menggunakan teori: Frazer, Emile
Durkheim, Karl Marx, Sigmund Freud, William James, Rudolf Otto, Serta pendekatan fenomenologi
Edmund Husserl.
BAB II

STUDI KASUS

Perayaan malam 1 suro merupakan peringatan malam tahun baru jawa atau hari pertama di
bulan suro pada kalender Jawa. Malam 1 suro ini bertepatan dengan 1 Muharram pada kalender
Islam.

Tradisi 1 suro ini muncul saat kerajaan Mataram islam dipimpin oleh Sultan agung
hanyokrokusumo sekitar tahun 1613-1645. Saat itu ia ingin memperluas ajaran Islam di Jawa.
Sehingga memadukan antara tradisi Islam dan jawa. Sebagai ahli perhitungan kalender, iq kemudian
memadukan kalender Hijriyah Islam dengan kalender saka.

Bagi masyarakat Jawa, malam 1 suro dalam kalender jawa adalah sebuah malam yang
disakralkan. Sebab pada malam itu banyak masyarakat Jawa yang melakukan tradisi ritual maupun
semadi sebagai wujud laku prihatin atau refleksi diri. Biasanya mereka mengharapkan supaya dalam
satu tahun ke depan bisa mendapatkan keberkahan dan terhindar dari marabahaya.

Setiap tahun, di Keraton solo, Jawa tengah, para abdi dan sentono dalem Keraton kasunanan
Surakarta menggelar tradisi kirab kebo bule keturunan kyai Slamet sebagai cucuk lampah dan diiringi
dengan barisan membawa pusaka mengelilingi Keraton dengan tapa bisu.

Tentu ini adalah sebuah peristiwa budaya masyarakat jawa, yang masih dilestarikan turun
temurun. Ini adalah salah satu kekhasan budaya dan kepercayaan yang tidak boleh hilang. Jadi
selama orang Jawa itu tidak kehilangan "jawane", maka tradisi leluhur akan selalu ada.

Salam budaya.

Kirab pusaka milik kraton kasunanan pada malam 1 suro atau 1 muharram ini adalah tradisi
budaya yang dilestarilan oleh masyarakat jawa. Kirab ini dilakukan untuk memperingati tahun baru
jawa atau muharram. Acara ini dilakukan dengan memanjatkan doa kepada Tuhan YME, kemudian
dengan kirab Pusaka dan Mahesa (Kerbau) dengan laku bisu. Adapun makna tradisi ini adalh untuk
mengucap syukur kepada Tuhan YME, sambil melakukan refleksi diri dan doa di dalam batin. Ini
adalah secuil kisah tentang bagimana masyarakat jawa melestarikan kebudayaannya.

Maknanya 1 suro itu apa bu? Untuk memandikan, menjamasi pusaka

Gunanya untuk apa? Jadi, pusaka-pusaka yang ada di dalam kraton itu dimandikan air
kembang. Cuma di kraton (kasunanan) ini ciri khasnya punya kerbau bule, kerbaunya itu turun-
temurun. kalau (pas kirab) kerbaunya itu buang hajat di depan anda, berarti anda mendapatkan
keberuntungan.

Rute kirab nanti dimulai dari Kamadungan ke Supit Urang Barat ke Alun-alun Utara ke Gladag
menuju perempatan Telkom melalui Jalan Mayor Kusmanto. Kemudian dilanjutkan ke Jalan Kapten
Mulyadi ke selatan menuju Baturono lalu ke Gading melalui perempatan Gemblegan. Lalu ke
Nonongan melalui Jalan Slamet Riyadi ke timur menuju Gladag dan ke selatan berakhir di Keraton
Surakarta.
Seperti setiap tahun, kirab pusaka akan berlangsung ramai oleh warga setempat dan para
pengunjung yang menyaksikan di sepanjang jalan.

menjelang kirab Jadi hari ini mau ikut kirab pusaka dan kebo di kraton solo.

Mas, ini kirabnya mulai jam berapa mas? Kirabnya tergantung kerbaunya sampai sini. Pusaka
dalem kira-kira lewatnya jam 11, lewatnya sinuwun dari dalem agung.

Suro kan tahun pembukaan dalam perhitungan islam dan perhitungan jawa. Jadi, disini itu
banyak instropeksi diri dulu. Abdi dalem tidak hanya ikut kirab dan melaksanakan tapa bisu. Akan
tetapi juga memanjatkan doa, karena awal atau pembukaan tahun yang diiringi dengan doa adalah
suatu kebaikan. Acara ini untuk melestarikan budaya kita, budayanya kraton. Kraton ini sumbernya
budaya jawa, peraraturan jawa kan kuat di kraton.

Malam 1 suro itu adalah malam tahun baru islam. Terus untuk memperingati ini hari
gugurnya husein.

Kalau kerbaunya cepat, jam 3 nanti selesai, kalau tidak cepat ya subuh atau jam 4.

Kalau ada yang bilang syirik gimana pak? Halah, biarkan saja. Orang yang bilang kayak gitu
adalah orang yang tidak suka, kalu dari dasar naluri agama semua itu baik.tapi kalau ada yang bilang
syirik ya silahkan. Karena ada orang yang suka dan tidak, kan beda-beda setiap orang itu. Kalau buat
saya silahkan saja.

Lonceng dibunyikan menjelang 00.00 wib Pertanda tahun baru jawa sudah dimulai dan kirab
segera dilaksanakan. Kirab dimulai dengan mengarak kebo bule, setelah itu satu persatu pusaka
dikeluarkan untuk diarak. Semua diiringi dengan tapa bisu, tidak ada pengiring yang berbicara sama
sekali.

Setelah semua yang dikirab keluar, para pengunjung kemudian memperebutkan janur
kuning. Janur ini dipercaya bisa menjadi sarana yang positif yaitu mendatangkan berkah.

Katanya, pantangan kalau ikut kirab itu pakai baju merah? Iya, bukan hanya yang ikut kirab
tapi pengunjung yang melihat juga dilarang pakai baju merah. Karena kerbaunya kalu melihat baju
merah itu sensitif.

Terus, blitch kamera juga mas? Iya, karena pas ada blitch kamera itu kerbaunya nanti
berhenti. Pokoknya dibiarkan berjalan gitu.

Kalau kerbaunya gak mau jalan gimana mas? Itu urusan pawangnya

Rombongan kebo bule (kyai slamet) yang ditemani pawangnya. Dibelakangnya kemudia
disusul ratusan orang yang membawa dan mengiring pusaka. Disini situasinya semua hening, sangat
terasa magis sekali. Seolah sejarah kejayaan masa lampau hadir kembali pada masa kini.

Demikian gambaran kirab malam 1 suro tahun ini. Ini adalah bentuk bagaimana masyarakat
jawa “nguri-uri” (melestarikan kebudayaannya). Ini juga bentuk kepercayaan terhadap tradisi dari
leluhur yang tak perlu untuk diperdebatkan. Karena selama “wong jowo” masih ada, maka ia akan
melestarikan kebudayaannya sendiri.
BAB III

TEORI

Frazer dalam studinya memberikan keyakinan yang sangat besar akan manfaat teori ilmiah
yang dikemukakan mengenai asal-usul agama. Dalam pandangannya, magis adalah usaha paling
awal dalam kebudayaan manusia dengan tujuan untuk menjelaskan dunia yang didorong oleh
kepercayaan terhadap kekuatan supernatural dan mencoba menjelaskan alam semesta dengan
menampilkan prinsip-prinsip. Seperti prinsip “imitasi” atau “kontak”, Bagi Frazer, ilmu pengetahuan
adalah magis tanpa kesalahan.

Emile Durkheim yang menyatakan Teori Solidaritas dalam bukunya The Division of Labour in
Society, bahwa masyarakat tidaklah diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan
pekerjaan yang sama, tetapi pembagian kerja lah yang mengikat masyarakat dengan memaksa untuk
saling bergantung satu sama lain.  Solidaritas menunjuk kepada hubungan suatu individu atau
kelompok yang didasarkan pada moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat
dengan pengalaman emosional bersama.

Karl Marx, berpendapat tentang bagaimana memparadigmakan kembali dan memfungsikan


agama sebagai instrumen dalam perjuangan melawan penindasan. Marx menulis:

"Penderitaan religius, pada saat yang bersamaan, adalah ekspresi dari


penderitaan riil dan protes terhadap penderitaan riil tersebut. Agama
adalah keluh-kesah makhluk tertindas, jantung-hati dari dunia yang tak
berperasaan, dan jiwa dari situasi yang tak berjiwa. Agama adalah candu
bagi masyarakat.”

Teks di atas adalah pernyataan Marx paling terkenal dalam kaitannya dengan agama.  Tetapi
teks tersebut seringkali disalahpahami, karena para pembaca tidak masuk ke dalam seluruh
rangkaiannya dengan jeli. Kalimat “Agama adalah candu bagi masyarakat” sering dikutip dengan
pemahaman yang serampangan dan tendensius; dipahami sebagai sikap anti-agama Marx yang
vulgar.  Padahal, eksposisi yang sesungguhnya, pernyataan di atas merupakan kritik Marx terhadap
masyarakat yang, dalam sistem kapitalisme, telah berubah menjadi kejam, dan oleh karenanya
menempatkan agama sebagai pembangkit semangat buat rakyat tertindas agar tetap kuat bertahan.
Tetapi, terlepas dari pandangan ateisnya, Marx tidak menjadikan agama sebagai musuh utama
dalam karya-karyanya.

Pandangan Sigmund Freud tentang agama dijelaskan dalam beberapa buku dan


esainya. freud menganggap Tuhan sebagai ilusi, berdasarkan kebutuhan kekanak-kanakan untuk
sosok ayah yang kuat; agama, yang diperlukan untuk membantu kita mengendalikan impuls
kekerasan sebelumnya dalam pengembangan peradaban, sekarang dapat dikesampingkan demi
alasan akal dan sains. Freud mengemukakan bahwa agama dan neurosis adalah produk serupa dari
pikiran manusia: neurosis, dengan perilaku kompulsifnya, adalah "religiusitas individu", dan agama,
dengan pengulangannya ritual, adalah "neurosis obsesif universal."

William James melihat bahwa agama (religi) hanya berarti apabila dialami sebagai
pengalaman pribadi. Artinya, ada pengalaman pribadi yang bisa diterangkan dengan menggunakan
simbol-simbol dari agama tertentu yang dihayati sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipisahkan
lagi dari narasi kehidupan seseorang. Agama dalam arti itu tidak lagi berputar di segi argumentasi
belaka, tetapi sudah masuk kedalam kesaksian pribadi tentang bagaimana sosok imanen dan
transenden yang dinamakan "Tuhan" telah beraksi secara konkrit dalam kehidupan pribadi seorang
penganut agama.

Rudollf Otto mengatakan, bahwa dalam diri manusia ada struktur apriori yang dapat
memahami terhadap keberadaan tuhan. Nah, keterbukaan itu lah yang menjadi dasar mengapa
orang beragama. Untuk tahapan selanjutnya, keyakinan ini diungkapkan dalam berbagai kegiatan
religius seperti doa dan ibadat. tuhan menjadi dasar dan tujuan setiap agama dan kepercayaan.

Pengalaman hidup menjadi titik tolak hidup religius atau beragama. Tidak hanya sekarang
orang-orang menghadapi kenyataan hidup yang tidak dapat ditangkap secara rasional. yang terjadi
karena adalah melampaui daya nalar manusia. Misteri tersebut tidak sama dengan teka-teki. Ia
adalah misteri besar yang tidak pernah dimengerti, namun tidak dapat disangkal kebenarannya
dalam pengalaman manusia.

Rudolf Otto mengatakan mengapa rasa dalam diri manusia hingga ia tidak bisa lepas dari
agama. Hal tersebut di sebabkan oleh adanya perasaan numininous. Perasaan numinous bersifat
irrasional, tersembunyi dan membentuk suatu keadaan psikologi yang paling dasar dalam jiwa.
Perasaan nominuos berbeda dengan perasaan yang mungkin membingungkan.

Perasaan nominuos yang memiliki ciri rasionalitas menunjukkan bahwa setiap pengalaman
religius tidak bisa dikonsepkan, tidak dalam rasionalitas, tetapi dipahami walau demikian
adanya. ada dua aspek dalam perasaan nominous: pertama, perasaan takut yang religius yang
kemudian disebut dengan tremendum. Kedua, perasaan terpesona yang kemudian disebut
dengan fascinans.

Edmund husserl Sebagai seorang ahli fenomenologi, mencoba menunjukkan bahwa melalui
metode fenomenologi mengenai pengarungan pengalaman biasa menuju pengalaman murni, kita
bisa mengetahui kepastian absolut dengan susunan penting aksi-aksi sadar kita, seperti berpikir dan
mengingat, dan pada sisi lain, susunan penting obyek-obyek merupakan tujuan  aksi-aksi tersebut.
BAB IV

ANALISIS

1. Frazer

Frazer menyatakan bahwa pemahaman terhadap fenomena alam yang didasari oleh
kekuatan supernatural. Bila dihadapkan dengan fenomena kirab 1 sura, terdapat
pemahaman bahwa magis dalam kirab merupakan usaha mempengaruhi kekuatan yang
ada diluar diri manusia untuk mendapatkan berkah sebagai pembuka tahun baru. Dalam
pelaksaan kirab atau ritual terdapat beberapa komponen penting menurut frazer.
Adapun diantaranya: suatu larangan berbicara, memakai baju merah ketika melaksaan
kirab, adanya mantra atau doa yang khusus dalam ritual, dan seorang pawang sebagai
sosok yang memimpin atau memiliki hak khusus dalam ritual kirab/

2. Emile Durkheim

Dalam kirab pusaka 1 Sura, masyarakat memiliki keyakinan bahwa mereka


merupakan satu kesatuan. Kesatuan di sini tidak dimaknai sebagai kesatuan wilayah atau
“budaya”, tetapi meyakini adanya kesatuan spriritual atas segala makhluk. Peristiwa
“ngalap berkah” merupakan keinginan masyarakat “kawula” untuk senantiasa
mengalami kesatuan dengan “Gusti” (disimbolkan dengan raja, bisa berarti Tuhan).
Semakin dekat dengan raja, dengan mendekati atribut raja (Kyai Slamet), maka semakin
dekat pula dengan Tuhan. Maka tak heran apabila masyarakat saling berebut hampir
segala hal yang berhubungan dengan kerbau seperti kotoran dari kerbau Kyai Slamet
untuk hal tersebut.

Kirab pusaka 1 Sura menjadi sarana untuk memelihara soloaritas masyarakat


tersebut. Memelihara rasa kesatuan, rasa cinta, rasa syukur. Diadakannya ritual kirab
pusaka 1 suro adalah untuk memelihara perasaan-perasaan tersebut agar tidak
melemah. Inilah yang terjadi dalam kirab pusaka 1 Sura, di mana masyarakat berkumpul
bersama dalam jumlah yang banyak untuk memperkuat perasaan tersebut.

Bagi Durkheim, dasar dari agama bukanlah kepercayaan terhadap kekuatan


supernatural, melainkan konsep tentang Yang Sakral. Pada masyarakat beragama,
terdapat dua konsep yang terpisah, yaitu Yang Sakral dan Yang Profan. Yang sakral
adalah sesuatu yang tinggi, agung, berkuasa, dihormati, dalam kondisi profan ia tidak
tersentuh dan terjamah. Sementara, Yang profan adalah kehidupan sehari-hari yang
bersifat biasa saja. Yang sakral berada dalam masyarakat, sementara yang profan ada
dalam konteks individu. Jelas bahwa Kyai Slamet menjadi Yang Sakral (totem), yang
mempersatukan masyarakat dalam perjumpaan massal dalam kirab pusaka 1 Sura dan
peristiwa selain hal itu disebut sebagai Yang Profane.

3. William James

James yang mendefinisikan agama melalui pendekatan psikologis mengatakan


bahwa agama sebagai yang berkaitan dengan rasa ketergantungan, berasal dari rasa
bahagia dan takut. Orang orang yang terlibat dalam kirab dianggap memiliki perasaan
demikian. Perasaan bahagia dimiliki orang orang yang percaya bahwa ketika
melaksanakan kirab tersebut percaya akan adanya hal baik yang datang pada mereka.
Sedangkan sebagian yang lain takut akan adanya hal yang tidak diinginkan menimpa
mereka manakala mereka tidak melaksanakan kirab tersebut.

4. Karl Marx

Ketika mencari informasi dalam kirab tersebut, ada beberapa orang yang menjawab
bahwa ia menginginkan kesuksesan dalam aspek ekonomi. Sejalan dengan pemikiran
Marx, hal itu merupakan bentuk alienasi yang muncul dalam ekspresi dari
ketidakbahagiaan yang mendasar, yang selalu bersifat ekonomi. Ternyata masyarakat
tidak melulu menginginkan kesatuan spiritual, namun juga menginginkan wujud nyata
yang lebih material, yakni kesuksesan dalam hidup yang nyata.

5. Sigmund Freud

Freud menyatakan agama sebagai ilusi, dalam kirab tersebut bila dipahami dengan
menggunakan pandangan psikologis freud dapat diasumsikan bahwa setiap orang yang
mengikuti kirab 1 sura memiliki suatu kepercayaan atau yang dinyatakan freud sebagai
ilusi. Kepercayaan mereka terhadap suatu yang tidak nyata dan samar. Lalu mereka
menganggap kerbau kyai slamet sebagai simbol pembawa berkah, demikian disebut
dengan totem. Lalu terdapat larangan-larangan yang dipercayai senagai hal yang tabu
dalam ritual. Seperti yang disebutkan sebelumnya ketika melaksanakan kirab, peserta
kirab harus ber-tapa bisu, tidak boleh bicara, tidak boleh memakai baju merah dan tidak
boleh terdapat cahaya yang mencolok.

6. Rudolf Otto

Otto mendefinisikan suatu yang sakral sebagai mysterious, suatu hal yang tidak
mampu dicapai dengan kapasitas manusia.

7. Edmund Huserl
BAB V

KESIMPULAN
Daftar Pustaka

Pals, Daniel L. Dekontruksi Kebenaran; Kritik Tujuh Teori Agama. Yogyakarta: IRCiSoD, 2001.
Ahimsa-Putra, Heddy Shri. “Fenomenologi agama: Pendekatan Fenomenologi untuk Memahami
Agama.” Wlisongo 20 (November 2012).
Komarudin. “Pengalaman Bersua Tuhan: perspektif William James dan al-Ghazali.” Walisongo 20
(November 2012).
Mufid. “Penelitian Agama: Pendekatan Fenomenologi Rudolf Otto.” Bestari, Mei-Juli 1993.
Haryanto, Sindung. Sosiologi Agama: Dari Klasik Hingga Postmodern. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2015.
Transkrip video: @jalan jalan senang, 2019.

Anda mungkin juga menyukai